Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ETIKA BISNIS QUR’ANI

NAMA DOSEN :
HADI PURNOMO, S.E., M.M.

KELOMPOK 3 :
1. IKA NURILLAH ATI (220211100103)
2. VIONALIZA OKTA RAHMADIYANTI (220211100104)
3. SHOFI NUR FAUZIYAH (220211100124)
4. OKTAVIAN WINDAR PRAYOGA (220211100101)

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang. Penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
mana telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun.
Sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Bisnis Qur’ani”.
Makalah ini penyusun susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Makalah ini telah penyusun susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu penyusun berterima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penyusun berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bangkalan, 20 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
BAB l PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN................................................................................2
BAB ll PEMBAHASAN......................................................................................3
2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS QUR’ANI.................................................3
2.2 PRINSIP-PRINSIP DAN DASAR-DASAR ETIKA BISNIS QUR’ANI....5
2.3 IMPLEMENTASI DARI ETIKA BISNIS QUR’ANI..................................8
2.4 IMPLIKASI NILAI-NILAI ETIKA BISNIS QUR’ANI .............................14
BAB III PENUTUP.............................................................................................18
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di era globalisasi saat ini, perkembangan dunia bisnis begitu cepat dan
dinamis, begitu kompetitif, dan mendorong pebisnis menggunakan berbagai cara
untuk mencapai tujuan atau tujuan bisnis mereka. Oleh karena itu, para pebisnis
nilai, aturan dan/atau standardisasi, agar tata kelola bisnis dapat berjalan dengan
baik dan lancar, dan berkelanjutan, pada akhirnya dapat membawa kepentingan
yang sah (keuntungan) dan mendapat berkah darinya hasil usaha.
Untuk menjalankan bisnis di era persaingan ini, beberapa variabel perlu
diperhatikan, antara lain: pengendalian diri, mengembangkan tanggung jawab
sosial, menjaga identitas, menciptakan persaingan yang sehat, dan menerapkan
konsep pembangunan berkelanjutan. salah jadi benar Salah. Dengan adanya nilai-
nilai moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran para pelaku bisnis untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut, maka istilah black business (menghalalkan segala
cara) dapat dihindari.
Islam sebagai agama memiliki sistem komprehensif yang mengatur nilai-
nilai, norma, perilaku, dan etika manusia untuk berinteraksi dengan orang lain.
Islam memadukan nilai-nilai spiritual dan material secara seimbang dengan tujuan
agar manusia dapat hidup bahagia di kehidupan ini dan di akhirat. Namun
permasalahan selanjutnya adalah konsep materialistis yang berkembang di dunia
modern telah menyeret manusia ke dalam situasi di mana nilai-nilai spiritual
terpinggirkan. Ini terjadi di kalangan pebisnis dan pada gilirannya mempengaruhi
orang lain secara negatif. Paradigma masyarakat adalah bahwa kekayaan, status,
dan kekuasaan adalah ukuran yang digunakan seseorang untuk menjadi baik atau
buruk. Di sinilah pentingnya etika bisnis Islam berkembang sebagai solusi
alternatif atas berbagai permasalahan bisnis yang berkembang agar kita tidak
terjerumus ke dalam kapitalisme, sekularisme, individualisme, hedonisme dan
ekses-ekses yang membuktikan bahwa segala cara pengelolaan bisnis dibenarkan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang dijelaskan di atas, dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari etika bisnis qur’ani?.
2. Apa saja prinsip-prinsip dan dasar-dasar etika bisnis qur’ani?.
3. Bagaimana etika bisnis qur’ani diimplementasikan?.
4. Bagaimana implikasi nilai-nilai etika bisnis qur’ani?.

1.3 TUJUAN PENULISAN


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penyusunan
makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian dari etika bisnis qur’ani.
2. Mengetahui prinsip-prinsip dan dasar-dasar etika bisnis qur’ani.
3. Mengetahui implementasi dari etika bisnis qur’ani.
4. Mengetahui implikasi nilai-nilai etika bisnis qur’ani.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS QUR’ANI


1. Pengertian Etika
Dalam pengertian umum, etika didefinisikan sebagai upaya sistematis untuk
memahami pengalaman moral individu dan masyarakat sedemikian rupa untuk
mengidentifikasi aturan-aturan yang seharusnya mengatur perilaku manusia, nilai-
nilai yang akan dikembangkan, dan karakteristik yang harus dipatuhi. .
berkembang dalam kehidupan. Bagian etika ini mengarah pada pengalaman moral
pribadi dan sosial yang empiris, dan dari sana muncul nilai-nilai dan karakteristik
yang sangat perlu dikembangkan dalam kehidupan manusia. Berbagai aturan lahir
sebagai standar moral yang mengatur tingkah laku manusia.1
2. Pengertian Bisnis
Secara historis, kata bisnis berasal dari bahasa Inggris yaitu business yang
berarti tiga kata dalam bahasa Indonesia yaitu perusahaan, urusan dan usaha.
Bisnis itu sendiri pada dasarnya adalah busy yang artinya sibuk. Sibuk di sini
dapat berupa orang atau komunitas yang sibuk atau seseorang yang sibuk dengan
kegiatan dan pekerjaan yang dapat mendatangkan keuntungan, keuntungan atau
keuntungan.
Jikalau melihat pada arti bisnis di atas, ada istilah urusan yang berarti kita
memiliki urusan yang penting yaitu urusan yang melibatkan kita dengan urusan
orang lain, dan urusan itu menghendaki sesuatu yang lancar, berhasil, dan sukses.
Maka ini pun masuk dalam kategori bisnis.
Untuk memahami keseluruhan pengertian dari bisnis, Hadion Wijoyo dkk
mengemukakan bahwa bisnis adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok dengan menawarkan barang dan jasa untuk keuntungan/laba, atau dapat
juga dikatakan bahwa bisnis menawarkan barang dan jasa untuk menjamin
kelancaran fungsi perekonomian. Bagi berjalannya sistem ekonomi, para
pengusaha harus siap untuk untung dan rugi, bisnis tidak hanya bergantung pada

1
Hamzah Yaksan dan Hamzah Hafidz. Etika Bisnis Islam. (Makassar : Kretakupa Print. 2014) hal.
11.

3
modal tetapi banyak faktor yang mendukung pelaksanaan bisnis, misalnya
reputasi, keahlian, ilmu, teman dan kerabat bisa menjadi aset bisnis. 2
3. Pengertian Etika Bisnis Qur’ani
Kemudian, bagaimana pandangan Al-Qur'an tentang bisnis? Bisnis adalah
salah satu hal terpenting dalam hidup manusia. Dalam Al-Qur'an, bisnis
didefinisikan sebagai kegiatan yang berwujud dan tidak berwujud serta memiliki
nilai-nilai etika bisnis. Sebuah perusahaan memiliki nilai ketika telah memenuhi
kebutuhan material dan spiritual secara seimbang. Pada dasarnya, bisnis harus
bebas dari kejahatan, keburukan dan kezaliman. Di sisi lain sarat dengan nilai-
nilai seperti persatuan, kehendak bebas, tanggung jawab, keseimbangan serta
keadilan dan kebenaran (kebajikan dan kejujuran). Menurut pandangan ini, etika
bisnis dapat dipraktikkan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja dan tidak
dibatasi oleh perkembangan media bisnis. Pada prinsipnya, segala jenis bisnis
diperbolehkan kecuali bertentangan dengan nilai-nilai etika bisnis atau dilarang
oleh Syariah. Bisnis itu baik dan benar kecuali yang berhubungan dengan
kejahatan, korupsi atau tirani. 
Jika digabungkan, kata ‘etika’, ‘bisnis’, dan ‘Islam’ bisa diartikan sebagai
suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan salah yang
dipakai untuk menentukan bagaimana sikap untuk melakukan hal yang benar dan
berkenan dengan produk, pelayanan perusahaan dan dengan pihak yang
berkepentingan dengan tuntutan perusahaan. Di dalam etika bisnis Islam,
memelajari mengenai kualitas moral kebijaksanaan organisasi dan mengenai
konsep umum serta standar untuk berperilaku moral di dalam berbisnis. Etika
bisnis Islam juga memelajari bagaimana berperilaku penuh tanggung jawab dan
modal. Artinya, etika bisnis Islam ini merupakan suatu kebiasaan atau budaya
moral tentang kegiatan bisnis. Etika bisnis Islam adalah etika terapan yang
merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan apa yang benar
untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas, dan usaha yang
selanjutnya disebut sebagai bisnis. Pembahasan mengenai etika bisnis Islam ini
harus dilengkapi dengan kerangka dan juga implikasinya terhadap dunia bisnis.
Dengan demikian, etika bisnis Islam memiliki posisi pengertian yang hakikatnya

2
Wijoyo Hadion, dkk. Pengantar Bisnis. (Sumatra Barat : Insan Cendekia Mandiri. 2021) hal. 01.

4
merupakan usaha dari manusia untuk mencari keridzaan Allah SWT. Meski
demikian, bisnis di dalam etika bisnis Islam ini tidak bertujuan jangka pendek dan
semata-mata untuk individual dan mencari keuntungan semata, tetapi jangka
panjang yaitu antara dirinya dengan Allah SWT.

2.2 PRINSIP – PRINSIP DAN DASAR – DASAR ETIKA BISNIS QUR’ANI


Prinsip – prinsip etika bisnis qur’ani
1. Kesatuan (Unity)
Persatuan adalah kesatuan yang diwujudkan dalam konsep tauhid, yang
mengintegrasikan seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik ekonomi,
politik, maupun sosial, menjadi satu kesatuan yang homogen, yang
menekankan pada keseluruhan konsep konsistensi dan keteraturan. Dari
konsep ini, Islam menawarkan integrasi agama, ekonomi dan sosial untuk
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan inilah pula etika dan
perdagangan terintegrasi secara vertikal dan horizontal menjadi satu kesatuan
2. Keseimbangan (Keadilan)
Dalam menjaga keseimbangan aktivitas dunia kerja dan bisnis, Islam
menyerukan fair play, termasuk bagi yang tidak menyukainya. Hal ini sejalan
dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah : 8. Keseimbangan atau
keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam dalam kaitannya
dengan keharmonisan alam semesta secara keseluruhan. Hukum dan
ketertiban yang kita lihat di alam semesta mencerminkan keseimbangan yang
harmonis.
3. Kehendak Bebas
Kehendak bebas adalah bagian penting dari nilai-nilai etika bisnis Islam,
tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Minat pribadi
bersifat luas dan terbuka, tidak memiliki batasan penghasilan untuk
mendorong orang bekerja secara aktif dan mencapai potensi penuh mereka.
Bisa dibilang, manusia diberkahi dengan kehendak bebas dan bisa memberi
arah serta mengarahkan kehidupannya sendiri sebagai khalifah di muka bumi
(Q.S Al-Baqarah, 2:30). Berdasarkan prinsip kehendak bebas ini, manusia
bebas untuk mengadakan perjanjian, termasuk menepati atau mengingkari

5
janji. Tentu saja, umat Islam yang percaya pada kehendak Tuhan akan
memuji semua janji yang dia buat.
4. Pertanggungjawaban
Kebebasan tanpa batas tidak mungkin karena tidak memerlukan tanggung
jawab. Menurut Al-Ghozali, konsep keadilan tidak hanya mencakup
keseimbangan, tetapi juga keadilan dan keadilan. Untuk memenuhi tuntutan
keadilan dan solidaritas, manusia perlu bertanggung jawab atas perbuatannya.
Allah menekankan konsep tanggung jawab moral atas tindakan manusia.
Dengan demikian, menurut Sayyid Qutub prinsip tanggung jawab Islam
adalah tanggung jawab yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang
lingkupnya. Antara tubuh dan jiwa, antara individu dan keluarga, antara
individu dan masyarakat, antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
5. Kebenaran : Kebajikan dan Kejujuran
Kebenaran di sini selain mengandung arti kebenaran lawan dari kebohongan,
juga mencakup dua unsur, yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis, autentik berarti niat, sikap, dan perilaku yang benar, termasuk proses
kontraktual (perdagangan) proses mencari atau memperoleh pengembangan
dan barang-barang internal proses usaha untuk memperoleh atau menentukan
laba. Adapun kebajikan adalah sikap ihsan, ini adalah perbuatan yang bisa
membawa manfaat bagi yang lain. alam Al-Qur'an, prinsip kebenaran yang
meliputi kebajikan dan kejujuran dapat diturunkan dari penegasan kewajiban
untuk memenuhi atau melakukan suatu perjanjian atau transaksi bisnis.
Kebajikan bisnis termasuk kesukarelaan dan keramahan. Sukarela berarti
sikap sukarela kedua belah pihak dalam suatu transaksi, kerja sama atau
perjanjian komersial. Hal ini ditekankan untuk menciptakan dan menjaga
keharmonisan hubungan dan cinta antar mitra bisnis. Kejujuran adalah
kejujuran dalam semua proses bisnis tidak ada penipuan. Sikap ini dalam
bidang keislaman dapat diartikan sebagai amanah. Dengan prinsip kebenaran
ini, etika bisnis Islam sangat berhati-hati dan preventif terhadap kemungkinan
adanya pihak yang dirugikan dalam suatu transaksi, kerja sama atau
perjanjian bisnis. Dengan sikap ketulusan, moralitas dan ketulusan ini,
perusahaan akan secara alami

6
Dasar – Dasar Etika Bisnis Qur’ani
Manusia selalu menginginkan ketenangan pikiran hidup, makan
secukupnya, tidak kekurangan dan tidak mengantuk ancaman dan pelanggaran
perdamaian dan keamanan hidupnya. Ini adalah kebutuhan manusia untuk
mengatur atau etika mengatur dan melindungi kepentingan manusia agar tidak
mengganggu kepentingan orang lain. Etika menjadi kebutuhan bagi Individu dan
masyarakat rakyat. Bagi diri sendiri, moralitas menjadi alat kontrol perilaku, bagi
masyarakat, etika menjadi perekat yang dapat menyatukan hubungan yang
harmonis karena moralitas mendorong perilaku saling menghormati, cinta,
perlindungan, bantuan bekerja sama. Oleh karena itu, normatif atau etis sebagai
instrumen atau contoh kehidupan manusia Ketenangan, keamanan, kedamaian dan
keharmonisan.
Tatanan alam semesta tidak muncul dengan sendirinya, tetapi karena Tuhan
SWT sebagai Sang Pencipta senantiasa menjaga 24 jam sehari atas segala
kejadian di alam semesta ini, baik itu di dalam perut bumi, di permukaan bumi
maupun di langit. Padahal seharusnya manusia mau bekerja sama dengan
mengikuti semua aturan dan menjauhi semua larangannya seperti yang ada dalam 3
:
Q.S Adz-Dzariyat : 56 yang artinya sebagai berikut : “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Susminingsih., Etika Bisnis Islam, Jawa Tengah : 2020
Begitu juga perintah untuk berbuat kebaikan dan menjauhi larangan yang
telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam4 :
Q,S.Ali Imron : 104 yang artinya sebagai berikut : “Dan hendaknya ada di antara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebijakan, menyuruh kepada yang
ma’aruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang beruntung.”
Menurut ayat tersebut, manusia sebenarnya harus selalu bertindak atas nama
beribadah kepada Allah SWT. Tindakan yang dilakukan karena keinginan untuk
beribadah harus merupakan perbuatan baik, dengan cara yang baik dan dengan
tujuan yang baik. Tingkah laku manusia yang kisruh yang bertentangan dengan
hakikat ibadah hanya dapat menimbulkan ketidaknyamanan, keamanan dan
3
Susminingsih. Etika Bisnis Islam. (Jawa Tengah : Nasya Expending Management. 2020) hal. 74.
4
Susminingsih. Etika Bisnis Islam. (Jawa Tengah : Nasya Expending Management. 2020) hal. 75.

7
kedamaian dalam kehidupan manusia. Di sinilah manusia membutuhkan moralitas
untuk membimbing perilaku manusia sehingga menjadi perilaku etis terhadap
dirinya, keluarganya, lingkungannya, dan agamanya. Manusia memiliki
pemahaman yang terbatas tentang semua peristiwa di alam semesta ini. Pada
umumnya manusia lebih mementingkan dimensi fisik-jasmani daripada dimensi
psiko-spiritual. Maka tidak heran jika sebagian orang merasa terpenjara oleh
aturan atau norma/nilai yang telah ditetapkan oleh Allah SWT karena merasa
tidak bisa berbuat semaunya. Sebaliknya, sebagian orang merasa terpaksa atau
terbebani karena terpanggil untuk menjalankan perintah, aturan atau norma/nilai
dari Allah SWT. Semua itu terjadi karena keterbatasan akal dan kesabaran
manusia, tidak mampu memahami hikmah atau hikmah yang ada dalam setiap
peristiwa atau aturan.

Adapun beberapa tujuan etika adalah:


1. Memahami nilai baik dan buruk,
2. Mempengaruhi dan mendorong terbentuknya kehidupan yang suci,
3. Menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan,
4. Memberikan manfaat bagi sesama manusia.
Ditinjau dari nilai-nilai etika yang baik, maka disebut al-ma'rûf, artinya
setiap orang secara alamiah mengetahui dan menerimanya sebagai kebaikan,
sedangkan kejahatan disebut al-munkar, artinya setiap orang secara alamiah
menolak dan mengingkarinya. Baik nilai (al ma'rûf) dan nilai Kejahatan (al
munkar) bersifat universal dan kita disuruh berbuat baik dan menahan diri dari
perbuatan jahat dan melarangnya. 

2.3 IMPLEMENTASI DARI ETIKA BISNIS QUR’ANI


Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang dipraktikan atau justru
tidak dipraktikan. Etika sebagai teori adalah pemikiran moral. Dalam etika
sebagai teori adalah pemikiran kita tentang apa yang dilakukan dan khususnya
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

8
Dalam islam memiliki etika sendiri dalam berbisnis. Al-Qur’an dan hadist
yang menjadi acuannya yaitu sebagai berikut 5:
1. Kepemilikan dan kekayaan dalam Islam
Aplikasi etika dan konsep kepemilikan dan kekayaan pribadi dalam Islam
bermuara pada pemahaman bahwa sang pemilik hakiki dan mutlak hanyalah Allah
Swt ( Q.S Ali Imran: 189) Sedangkan manusia hanya diberi hak kepemilikan
terbatas, ialah sebagai pihak yang diberi wewenang untuk memanfaatkannya, dan
maksud dari wewenang tersebut merupakan tugas (taklif) untuk menjadi seorang
kholifah (agen pembangunan) yang beribadah di muka bumi ini.

2. Produksi dalam Islam


Pemahaman produksi dalam Islam adalah sebagai bentuk usaha keras dalam
pengembangan faktor-faktor sumber yang diperbolehkan dan melipat gandakan
penghasilan dengan tujuan kesejahteraan umat manusia serta ketinggian derajat
manusia.
a. Motif produksi menurut islam, yaitu:
1) Anjuran Islam untuk melakukan proses produksi dan relasinya
dengan ibadah. Islam menganjurkan serta mendorong proses
produksi karena pentingnya kedudukan produksi dalam sumber-
sumber kekayaan.
2) Menegakkan fungsi sebagai duta Allah (Khalifah) dibumi dan
semangat kerja sama antar manusia.
3) Meyakini bahwa allah menciptakan dunia bagi manusia dengan
tujuan supaya manusia dapat memakmurkan dan mengambil
manfaatnya.

b. Keadilan Dan Kesamaaan Dalam Produksi


Sistem ekonomi islam telah memberikan keadilan dan persamaan prinsip
produksi sesuai kemampuan masing-masing tanpa menindas orang lain. Al-qur’an
memperbolehkan manusia bekerja sama yang saling menguntungkan dengan
jujur, sederajat dan memberikan keuntungan kedua belah pihak dan tidak
5
Nafiah. Implementasi Etika Islam pada Sektor-Sektor Ekonomi. Qalamuna. Volume 10, Nomor 1,
Januari – Juni 2018 : 35 – 54

9
memperbolehkan cara - cara yang hanya menguntungkan seseorang, atau yang
mendatangkan kerugian pada orang lain.

c. Produksi Yang Diharamkan Dalam Ekonomi Islam


Islam mengharamkan produksi yang hanya membuat kepentingan pribadi
dan membahayakan kepentingan umum. produksi dan keuntungan dengan cara
eksploitasi, tipu daya, eksploitasi kebutuhan dan menimbulkan bahaya bagi kaum
miskin dengan cara apapun diharamkan.

3. Konsep distribusi kekayaan


Dalam Islam, kebutuhan memang merupakan alasan untuk memenuhi
minimum, namun kecukupan adalah standar hidup yang baik (nisab), yang
merupakan hal paling mendasar dalam distribusi kekayaan, setelah itu hanya
terkait dengan pekerjaan dan kepemilikan pribadi. Islam menyediakan berbagai
sarana untuk mengoptimalkan proses distribusi pendapatan. Beberapa konsep
yang disajikan memerlukan bantuan otoritas pemerintah (negara) dan beberapa
sangat bergantung pada konsep kebajikan pribadi dan sosial Muslim.

4. Distribusi dalam Islam

Konsep Moral Islam dalam Sistem Distribusi Pendapatan


Secara umum, Islam memandu mekanisme berbasis moral-spiritual dan
menjunjung tinggi keadilan sosial dalam setiap kegiatan ekonomi. Hal ini
didorong oleh distribusi kekayaan yang tidak merata yang mendasari hampir
semua konflik individu dan sosial. Berjuang untuk kebahagiaan manusia, pimpin
orang menuju keadilan ekonomi, dan akhiri penderitaan di Bumi. Akan sangat
sulit untuk mencapai hal ini tanpa keyakinan pada prinsip-prinsip moral, sekaligus
disiplin terhadap konsep-konsep moral tersebut. Inilah peran mengubah konsep
moral menjadi faktor endogen ekonomi, menjadikan etika ekonomi sebagai hal
yang sangat membumi yang dapat mengatasi kepentingan pribadi apa pun.
Untuk menghadapi pesatnya perkembangan pemikiran tentang pentingnya
akhlaq Islam dalam sistem distribusi pendapatan, terlebih dahulu diperlukan

10
perubahan pola pikir dan pembelajaran nilai-nilai Islam, dari yang
menitikberatkan pada materialisme menjadi tujuan menuju kesejahteraan umum
yang berbasis sumber daya. alokasi dan risiko yang adil. Yang kedua adalah
menghilangkan ketergantungan pada orang lain.
5. Distribusi Pendapatan

Konsep dasar kapitalisme dalam masalah distribusi adalah kepemilikan


pribadi. Permasalahan yang muncul adalah kepemilikan, pendapatan dan hak
waris masing-masing leluhur berbeda jauh
Distribusi pendapatan dalam konteks keluarga akan erat kaitannya dengan
istilah shadaqah. Sedekah di sini adalah istilah Al-Qur'an yang dapat dipahami
dalam dua hal, yaitu sedekah wajib, yang berarti bentuk pengeluaran rumah
tangga dalam kaitannya dengan instrumen distribusi pendapatan berbasis
kewajiban seperti;
a. Nafaqah: Kewajiban tanpa syarat untuk memenuhi semua kebutuhan
orang-orang terdekat saya yaitu anak-anak dan istri
b. Zakat: Kewajiban umat Islam untuk membagikan harta yang
dimilikinya kepada golongan tertentu (8 asnaf).

6. Konsep Kerja dan Bisnis

Kerangka yang dikembangkan dalam konsep kerja dan usaha Islam


mengarah pada konsep kebaikan (thoyib), yang meliputi materi itu sendiri,
penggaliannya, dan penggunaannya. Abdullah Bin Mas'ud r.a meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda;
"Berusaha dalam mendapatkan rezeki yang halal adalah kewajiban setelah
kewajiban". Dalam satu ungkapan, bekerja untuk mendapatkan halakh adalah
kewajiban agama, yang lain adalah menunaikan kewajiban dasar agama seperti
zakat, puasa, dan haji.

7. Etika dan nilai-nilai kerja islami

Banyak nilai etika dalam bekerja dan konsep bisnis Islami yang dapat
diterjemahkan ke dalam penerapan etika profesi.

11
a. Keyakinan bahwa manusia melakukan pekerjaan untuk menyembah
Tuhan dan mencapai kesejahteraan melalui pengelolaan bumi dan
isinya.
b. Kerja adalah upaya untuk mencapai suatu kontinum antara pemuasan
kebutuhan rohani dan jasmani.
c. Mengusahakan keberuntungan datang dengan tawakal dan ketakwaan
kepada Allah SWT.
d. Operasi halal, untuk mencegah operasi ilegal.
e. Hindari transaksi ribawi.
f. Keinginan untuk menunaikan kewajiban Islam yang lebih utama bukan
berdasarkan kesombongan atau egoisme.
g. Jangan bekerja sama dengan musuh Islam.
h. Keyakinan bahwa segala sesuatu di dunia ini hanya milik Allah dan
manusia hanya bertindak sebagai khalifah.

8. Etika Penawaran Produk (Iklan)

Penawaran produk sering disebut sebagai iklan atau promosi, biasanya


dalam suatu kegiatan dimana penjual atau pemilik barang berusaha untuk memuji
dan mengungkapkan kelebihan barang yang dijualnya. Promosi dapat dilakukan
dengan:
a. Personal selling yaitu mengunjungi calon pembeli di rumah melalui
tenaga penjual (salesperson, pramuniaga atau wiraniaga), bertatap
muka langsung dengan calon pembeli, dan mempengaruhi calon
pembeli melalui berbagai cara komunikasi.
b. Advertising yaitu pemasangan baliho, reklame, brosur, leaflet dan
berbagai bentuk lainnya.
c. Propaganda, yaitu pemberitaan di surat kabar, radio atau televisi.
d. Sales Promotion yaitu kegiatan promosi yang diharapkan dapat
meningkatkan penjualan dalam jangka pendek, seperti promosi atau
diskon.

12
e. Humas, yaitu berusaha menjaga hubungan baik dengan masyarakat
dengan selalu mengetahui apa yang telah dilakukan lembaga dan
rencana apa yang akan dilakukan ke depan.

9. Marketing Syari’ah

Hermawan Kertajaya mendefinisikan Pemasaran Syari'ah: "Pemasaran


Syari'ah adalah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan,
penyampaian dan pertukaran nilai dari promotor tunggal kepada pemangku
kepentingannya, dan seluruh proses harus selaras dengan tindakan prinsip Anda.
Islam. : Seperti disebutkan dalam artikel lain, Pemasaran adalah strategi bisnis
yang harus mencakup semua kegiatan in-house, semua kegiatan in-house, semua
proses, penciptaan nilai, pengiriman, pertukaran produsen, perusahaan atau
individu dengan ajaran Islam.
Lebih lanjut Hermawan menjelaskan karakteristik pemasaran syariah
mengandung beberapa unsur;
a. Teistik (rabaniyah) berdasarkan Ketuhanan, yaitu keyakinan bulat
bahwa segala gerak manusia selalu di bawah kendali Allah SWT.
b. Etis (akhlaqiyah) Ini berarti bahwa setiap perilaku melebihi standar
etika yang berlaku umum.
c. Realistis (Al-Waqiiyyah) Artinya sesuai dengan realita, tidak
mengada-ada, apalagi jika mengarah pada kebohongan.
d. Humanistik (al-insaniyah) Artinya kemanusiaan, menghargai orang
lain, pemasaran berusaha memperbaiki kehidupan. 

Di era yang terus berkembang ini, penjual dan produsen bersaing satu
sama lain, menggunakan senjata pemasaran alami dalam berbagai taktik termasuk;
Persaingan berdasarkan harga, persaingan berdasarkan kualitas, persaingan
berdasarkan desain, pemasaran turbo, persaingan berdasarkan kecepatan dan
kompresi waktu.
Spiritual marketing muncul berdampingan dengan konsep traditional
marketing dengan konsep “bisikan nurani” dan panggilan hati. Aspek kejujuran,
empati, kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama terlihat di sini. Bahasa hati

13
merupakan konsep spiritual marketing yang menjadi inti dari konsep marketing
syariah.

2.4 IMPLIKASI NILAI – NILAI ETIKA BISNIS QUR’ANI


1. Jauhi perdagangan barang atau kegiatan ilegal
Seorang pengusaha Muslim harus berjanji untuk menjauhi transaksi barang
atau kegiatan ilegal. Komitmen itu adalah penggenapan Firman Allah dalam
Q.S.Al A’raf (7): 32, sebagai berikut: “Katakanlah (Muhammad), “siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-
hambanya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, semua itu untuk orang-orang
yang beriman dalam. Dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja)
pada hari Kiamat.”
2. Jauhi penipu
Penipuan dalam bisnis berarti setiap transaksi yang melibatkan
ketidakjelasan, penipuan, perjudian dan tidak ada kesepakatan yang jelas. Semua
transaksi yang menggiurkan namun tidak jelas, bisa dikelompokkan kedalam
penipuan, sebaimana yang dikatakan Ibn Taimiyah: “Penipuan adalah transaksi
yang tidak jelas akibatnya.” Islam mengharamkan transaksi yang memiliki unsur
penipuan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslimdari Abu Hurairah,
Rasulullah melarang model bisnis penipuan mengandung unsur penipuan.”
3. Jual beli halal
Hukum dasar bisnis Islam diperbolehkan kecuali yang dilarang. Ini berarti
bahwa semua aktivitas komersial diperbolehkan kecuali aktivitas yang dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya. Mengenai hal ini, Nabi SAW menyarankan bisnis yang
halal dan menghindari bisnis yang haram. Nabi SAW menyatakn dalam hadist
berikut : “Pernah suatu saat Nabi Muhammad saw ditanya, ”ya Rasulullah,
pekerjaan apakah yang terbaik? “Beliau menjawab, ”pekerjaan yang terbaik
ialah usahanya seorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli dianggap
baik.”

14
4. Adil
Allah SWT menganjurkan untuk mempraktekkan keadilan dalam bisnis dan
aktivitas lainnya. Dalam Al-Qur’an, Ia berfirman mengenai perintah berbuat Adil,
menyempurnakan takaran:
”Dan tegakanlah neraca itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu”. ( Q.S Al – Anam : 152)
5. Integritas
Dalam bisnis, kejujuran diartikan sebagai kejujuran dalam semua proses
bisnis yang dilakukan tanpa kecurangan. Sikap ini dimaknai dalam Islam sebagai
iman. Sementara sifat ghararatau penipuan dan berbuat curang secara tegas dalam
Al-Qur’an juga disebut sebagai kemunafikan. Sebagaimana dalam Q.S An-
Nisa:145, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali -
kali tidak akan mendapat penolongpun bagi mereka.”
6. Tepati janji Anda
Allah menganjurkan untuk menepati janji dalam jual beli dan aktivitas
lainnya. Disebabkan dalam Al-Qur’an Al Maidah 5/1 :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.”
Abdullah bin Abdul Hamzah mengatakan,
“Aku telah membeli sesuatu dari Nabi sebelum ia menerima tugas kanabian.
Karena masi ada urusan dengannya, maka aku menjanjikan untuk mengantarkan
padanya, tetapi aku lupa. Ketika teringat tiga hari kemudian, kemudian aku pergi
ke tempat tersebut dan menemukan nabi.”

7. Menulis pembayaran gratis


Allah SWT menganjurkan untuk menulis transaksi bisnis non tunai (jual-
beli, hutang, sewa, dll) atau menghadirkan dua orang saksi jika debitur adalah
orang yang lemah akal atau lemah keadaanya. Firman-Nya dalam Q.S. Al-
Baqarah (2) : 282-283. Allah dan Rasul membolehkan menggunakan barang
tanggungan (barang jaminan atau barang gadai), jika tidak memperoleh penulis.
Terkait hal ini, nabi juga pernah menggadaikan baju besinya kepada orang

15
Yahudi. Dari Anas ra, bahwa dia pergi kepada Nabi Saw membawa roti gandum
dan keju yang banyak.
8. Kesepakatan
Allah memerintahkan berurusan dengan preferensi atau kesepakatan antara
keduanya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman. “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu.” (Q.S An Nisa’ : 29)

9. Meninggalkan toko ketika tiba waktunya shalat dan membayar zakat


Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Allah juga
menghendaki agar semua perbuatan manusia diarahkan pada tujuan
diciptakannya, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Bisnis. Itu adalah salah satu
dari kegiatan tersebut, sehingga lupa untuk beribadah kepada Allah saat
melakukannya tidak diperbolehkan. Tentang hal ini Allah berfirman: “Laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula (oleh) jual beli dari
mengingat Allah dan (atau) mendirikan shalat dan (atau) membayar zakat.
Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang. (mereka mengerjakan itu) supaya Allah menambah karunianya kepada
mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakinya tanpa
batas.” ( Q.S An Nur : 37)

16
BAB lll
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Di era globalisasi saat ini, perkembangan dunia bisnis begitu cepat
dan dinamis, dengan adanya nilai-nilai moral dan etika dalam dunia bisnis,
serta kesadaran para pelaku bisnis untuk menerapkan nilai-nilai tersebut,
maka istilah black business dapat dihindari. Islam sebagai agama memiliki
sistem komprehensif yang mengatur nilai-nilai, norma, perilaku, dan etika
manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Islam memadukan nilai-nilai
spiritual dan material secara seimbang dengan tujuan agar manusia dapat
hidup bahagia di kehidupan ini dan di akhirat.
Kemudian, bagaimana pandangan Al-Qur'an tentang bisnis? Bisnis
adalah salah satu hal terpenting dalam hidup manusia. Dalam Al-Qur'an,
bisnis didefinisikan sebagai kegiatan yang berwujud dan tidak berwujud
serta memiliki nilai-nilai etika bisnis. Menurut pandangan ini, etika bisnis
dapat dipraktikkan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja dan tidak
dibatasi oleh perkembangan media bisnis. Etika bisnis Islam adalah etika
terapan yang merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan
apa yang benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas, dan
usaha yang selanjutnya disebut sebagai bisnis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Yaksan dan Hamzah Hafidz. 2014. Etika Bisnis Islam. Kretakupa :
Makassar.
Wijoyo, Hadion, dkk. 2021. Pengantar Bisnis. Insan Cendekia Mandiri : Sumatra
Barat.
Susminingsih. 2020. Etika Bisnis Islam. Nasya Expending Management : Jawa
Tengah.
Nafiah. 2018. Implementasi Etika Islam pada Sektor-Sektor Ekonomi. Qalamuna.
Volume 10, Nomor 1, Januari – Juni 2018 : 35-54.

18

Anda mungkin juga menyukai