Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ETIKA DAN AKHLAK DALAM BISNIS ISLAM

Diajukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah


Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu : Zathu Restie Utamie, M.PD.

Disusun oleh :

1. Agus Mirnawati - 2051030006


2. Ahmad Maulana Aziz - 2051030009
3. Ahmad Zaelani - 2051030279
4. Aisyah Luthfia Afifah - 2051030262

Program Studi Akuntansi Syariah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami diberikn waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah mata kuliah Etika Bisnis Islam dengan judul “Etika dan Akhlak
dalam Bisnis Islam”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
program studi Akuntansi Syari’ah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung. Kami menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa
supaya lebih memahami mata kuliah khususnya mengenai Etika dan Akhlak dalam Bisnis
Islam.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak termasuk teman-teman yang
telah berpartisipasi dalam mencari bahan-bahan untuk menyusun tugas ini sehingga
memungkinkan terselesaikan makalah ini, meskipun terdapat banyak kekurangan.

Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan


sumbangan ilmu dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, dengan terbuka dan senang hati kami
menerima kritik dan saran dari semua pihak.

Bandar lampung, 25 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Etika Bisnis............................................................................................3
B. Perbedaan Etika, Moral, Akhlak, dan Norma dalam Konteks Bisnis......................4
C. Etika, Agama, dan Bisnis : Relevansi antara Etika dengan Bisnis Islam................6
D. Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam dan Kesesuaiannya dengan Etika Bisnis.........8

BAB III PENUTUP...........................................................................................................16


A. Kesimpulan..............................................................................................................16
B. Saran .......................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika bisnis mejadi sesuatu yang penting dewasa ini. Banyaknya kasus
pelanggaran dalam dunia bisnis di masa lampau yang telah menimbulkan dampak
buruk memunculkan pentingnya kesadaran etika bisnis. Sebagaimana tujuan dari
bisnis adalah keuntungan (uang) maka sering sekali berabagai pihak mengabaikan
norma atau etika untuk mencapai tujuan tersebut. Gondal menyebutkan Signifikansi
dan pentingnya etika bisnis dapat dianalogikan dengan fondasi sebuah bangunan. Ini
memainkan peran vital yang sama seperti pondasi dan pilar dalam membangun dan
merancang kerangka bangunan. Karena tidak ada yang bisa membayangkan sebuah
bangunan tanpa fondasi dan pilar, seperti tidak ada bisnis tanpa etika dengan sentuhan
kejujuran dan integritas. Islam adalah aturan integral yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia, dan menjadi penuntun untuk semua aktivitas manusia termasuk
kegiatan ekonomi dan bisnis. Konsep bisnis dalam Islam melibatkan konsep
kekayaan, pendapatan dan barang material yang merupakan milik Tuhan, dan manusia
hanya milikNya. Sebagai konsekuensinya, setiap muslim memiliki tanggung jawab
untuk mendirikan keadilan di masyarakat (Chapra, 1979).
Islam tidak membiarkan begitu saja pemeluknya bekerja sesuka hati untuk
mencapai tujuan dan keinginannya dengan menghalalkan segala cara seperti
melakukan penipuan, kecurangan, sumpah palsu, riba, menyuap dan perbuatan batil
lainnya. Islam memberikan suatu batasan atau garis pemisah antara yang boleh dan
yang tidak boleh, yang benar dan salah serta yang halal dan yang haram. Batasan atau
garis pemisah inilah yang dikenal dengan istilah etika. Prilaku dalam aktivitas bisnis
atau usaha juga tidak luput dari adanya nilai moral atau nilai etika bisnis. Penting bagi
para pelaku bisnis untuk mengintegrasikan dimensi moral ke dalam kerangka/ ruang
lingkup bisnis (Amalia, 2014).
Dalam Islam Etika atau yang lebih sering disebut sebagai akhlak merupakan
salah satu dari tiga elemen dasar Islam selain Aqidah dan syariah. Rasulullah Saw
dalam kehidupannya juga menjadi sebauh tauladan dalam penerapan etika, termasuk
dalam keseharian beliau sebagai seorang entrepreneur. Dalam berbisnis nabi
Muhammad selalu memperhatikan kejujuran, keramah-tamahan, menerapkan prinsip

1
bisnis Islami dalam bentuk nilai-nilai shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah, serta
nilai moral dan keadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Apa perbedaan antara etika, moral, akhlak, dan norma dalam konteks bisnis?
3. Bagaimana dengan etika, agama, dan bisnis dalam relevansi antara etika dengan
bisnis islam?
4. Apa saja prinsip-prinsip bisnis dalam islam dan kesesuaiannya dengan etika bisnis
islam?

C. Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan etika bisnis.
2. Mengetahui apa saja perbedaan antara etika, moral, akhlak, dan norma dalam
konteks bisnis.
3. Mengerti mengenai hubungan etika, agama, dan bisnis dalam relevansi antara
etika dengan bisnis islam.
4. Mengetahui apa saja prinsip-prinsip bisnis dalam islam dan kesesuaiannya dengan
etika bisnis islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Bisnis


Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ethos, dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, dan habitat. Etika juga diartikan kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, cara berpikir serta karakter dan kesusilaan. Etika adalah ilmu tentang
adat kebiasaan atau apa yang biasa dilakukan, berhubungan dengan perasaan batin
dan kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan tersebut. Etika secara terminologi
adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika juga bisa disebut dengan kode etik
ataupun ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk (jahat) nya suatu amal
perbuatan manusia, sejalan dengan akal pikiran manusia.1
Etika bisnis menurut istilah, sering digunakan untuk menunjukkan perilaku
etika seorang manajer atau sumber daya manusia dalam organisasi bisnis serta
stakeholders. Etika bisnis penting untuk memperhatikan loyalitas para stakeholders
dalam membuat keputusan dan memcahkan masalah perusahaan. Stakeholder adalah
semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh pada keputusan
perusahaan, yaitu investor, tenaga kerja, manajemen dan pimpinan perusahaan
(stakeholders internal), sedangkan pelanggan, asosiasi dagang, kreditor, pemasok,
pemerintah, masyarakat dan konsumen termasuk stakeholders eksternal.2
Jadi, etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi acuan bagi para
pelaku bisnis, mulai dari pemilik usaha, manajer, dan keryawan. Etika bisnis adalah
ilmu yang mengatur hubungan antar perorangan, ataupun hubungan artarorganisasi
bisnis dengan pihak-pihak yang berkepentingan, sesuai dengan standar moral yang
berlaku dan diperbolehkan. Beekun menjelaskan bahwa banyak diantara pakar etika
bisnis yang mendefiniskan bahwa etika bisnis menjelaskan mana yang benar mana
yang salah, dan melakukan hal-hal yang benar saja.3

1
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Islam Era 5.0, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2021), hlm. 21.
2
I. Iskandar, Peranan Etika Bisnis dalam Pembangunan Akhlak Mulia, (Bandung: 2007), Vol. XXIII, No. 1, hlm.
58.
3
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Islam Era 5.0, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2021), hlm. 24.

3
B. Perbedaan Etika, Moral, Akhlak, dan Norma dalam Konteks Bisnis
Seperti yang telah dijelaskan di atas, etika adalah nilai-nilai ataupun norma-
norma yang menjadi pegangan bagi suatu organisasi bisnis, dalam mengatur kegiatan
bisnis mereka yang dituangkan dalam kode etik organisasi berdasarkan ukuran baik
dan buruk perilaku manusia. Dalam Islam, etika sering kali disamakan dengan akhlak,
yang mempunyai arti secara etimologi adalah budi pekerti, watak dan tabiat.” Akhlak
berasal dari bahasa Arab dalam bentuk mufrad (satu), adap ketika dalam bentuk
jamak (banyak) disebut khuluqun, yang berarti budi pekerti, tingkah laku dan tabiat,
perangai. Seorang Ulama Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa "akhlak adalah keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan-perbuatan,
tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu." Seorang Ulama lainnya, Imam
al-Ghazali menandaskan bahwa "akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang merupakan sumber dari datangnya perbuatan-perbuatan yang dengan mudah
dilakukan tanpa adanya satu pertimbangan dan pemikiran. Jika akhlak tertanam dalam
jiwa seseorang, maka dari jiwa tersebut akan timbul suatu perbuatan baik dan terpuji,
digerakkan oleh akal dan syariah. Maka dari itu, akhlak! yang sebenarnya bisa lebih
dalam daripada etika, karena dalam akhlak ada pembiasaan yang menjadi satu
kebutuhan untuk melakukan suatu kebaikan.
Kata akhlak, yang berarti “budi pekerti” memiliki makna bahwa "budi" adalah
kesadaran manusia yang didorong oleh pemikiran dan juga rasio, sedangkan "pekerti”
adalah apa yang terlihat dalam diri manusia, karena dorongan dari perasaan hati yang
disebut dengan behavior (perilaku). Jadi, budi pekerti adalah perpaduan dari rasio dan
rasa yang mempunyai manifestasi pada karsa dan juga tingkah laku manusia.
Akhlak yang dimaknai dengan etika sebenarnya lebih dominan sesuai dengan
definisi moral. Moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos (jamak: mores), yang berarti
kebiasaan dan adat. Kata mos dalam bahasa Latin sesuai dengan kata ethos dalam
bahasa Yunani, dan dalam bahasa Indonesia moral adalah aturan tentang kesusilaan.
Menurut Merriamwebster, moral adalah terkait dengan apa yang benar dan salah
dalam kehidupan manusia, yang dianggap benar ataupun baik oleh kebanyakan
manusia sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok ataupun
masyarakat tertentu.
Adapun pembahasan tentang norma, tidak bisa dilepaskan dari pembagian
norma menjadi norma khusus dan norma umum, yang mana "norma umum"
membahas tentang aturan atupun sifat-sifat umum yang dapat digolongkan dalam
4
norma sopan santun, norma hukum dan norma moral. Norma sopan santun adalah
norma yang! berhubungan dengan sifat lahiriah, norma hukum adalah norma yang
dituntut oleh masyarakat dalam melaksanakan ketentuan hukum dan norma moral
berkaitan dengan baik atau buruknya perilaku seorang manusia. Sedangkan "norma
khusus” adalah aturan yang berlaku dalam kegiatan khusus dan tidak berlaku dalam
bidang-bidang yang lainnya Etika merupakan satu cabang ilmu akan tetapi moral
bukanlah se cabang ilmu. Etika menjelaskan tentang cara berpikir kritis dan las
terhadap ajaran moral, sedangkan moral merupakan petunjuk tentang apa yang boleh
ataupun tidak boleh dilakukan.
Adapun bahasan tentang etika, moral, akhlak dan norma dalam konteks bisnis
mempunyai afiliasi pada adanya pilih dan buruknya suatu aktivitas bisnis. Sebagai
suatu ilustrasi disebutkan bahwa “etika dalam bisnis mempunyai satu tujuan untu
mendidik moralitas dan akhlak para pelaku bisnis, melalui norma-norma yang telah
disepakati oleh para pemangku kepentingan da bisnis tersebut." Menjadi satu
permasalahan di antara para pemangku kepentingan dalam organisasi bisnis tersebut.”
Menjadi satu permasalahan di antara para pelaku bisnis adalah bagaimana cara
membangun sinergi antara etika dan bisnis, karena etika mengatur baik dan buruk
suatu kegiatan bisnis, padahal bisnis merupakan suatu upaya yang dijalankan agar
aktivitas tersebut mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya.
Maka jawabannya adalah, dengan adanya penerapan etika bisnis dalam sebuah
organisasi bisnis ataupun perusahaan, maka reputasi perusahaan akan menjadi baik,
dan reputasi merupakan satu keunggulan kompetitif (competitive advantage), yang
sulit ditiru oleh para pesaing. Sebuah entitas bisnis harus selalu mempertimbangkan
reputasi dalam setiap aktivitasnya, dengan cara membangun etika di dalamya.
Implementasi etika bisnis dalam sebuah entitas bisnis harus beriringan dengan
implementasi akhlak, moral dan norma-norma dalam organisasi bisnis tersebut.
Misalnya ketika sebuah entitas bisnis menjunjung tinggi moralitas, maka entitas bisnis
tersebut akan selalu mempertimbangkan aspek baik dan buruk, aspek terpuji dan
tercela, aspek benar dan salah, aspek wajar dan tidak wajar, serta aspek pantas dan
tidak pantas dari perilaku semua pihak yang terlibat di dalamnya.4

C. Etika, Agama, dan Bisnis : Relevansi antara Etika dengan Bisnis Islam
4
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Islam Era 5.0, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2021), hlm. 24-27.

5
Bahasan tentang etika bisnis dimulai pada tahun 1970-an di Amerika, kemudian
meluas ke Eropa tahun 19890-an dan menjadi fenomena global di tahun 1990-an. Jika
sebelumnya hanya pada teolog dan agamawanyam membicarakan permasalahan yang
berkaitan dengan etika dan terlibat dalam memikirkan permasalahan etis di sekitar
bisnis, kemudian etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan yang tepat atas krisis
moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Akan tetapi, ironisnya justru
Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan, pada pertemuan negara-negara
dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta
mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab
global warming.
Berkembangnya etika bisnis dimulai ketika terjadi banyaknya penyimpangan
yang melibatkan para pelaku bisnis, di perusahaan perusahaan kelas dunia dalam
dunia bisnis internasional.
Nilai yang dikandung dalam suatu agama, akan diyakini oleh segenap
pemeluknya. Islam misalnya, memotivasi pemeluknya untuk bisa mempunyai etos
kerja yang tinggi dan memotivasi untuk berwirausaha dan berniaga, agar bisa sukses
dunia dan akhirati Walau motivasi ini belum diyakini sepenuhnya oleh seluruh umat
Islam, atau memang umat Islam terlambat dalam mengetahui perintah tentang
berbisnis yang banyak disupport oleh Rasulullah. Etika merupakan satu hal yang
harus berdampingan dengan bisnis, terlebih etika yang didasari oleh ajaran agama.
Seperti halnya etika di Barat yang merujuk pada kitab Injil (Bible), maka etika dalam
ekonomi Yahudi merujuk pada kitab Taurat, dan demikian pula etika dalam ekonomi
Islam merujuk pada Al-Qur'an.
Sejarah Islam yang dimulai dengan Sirah Nabawiyah tampaknya mempunyai
pandangan yang sangat positif tentang bisnis, dimulai dengan kisah masa kecil Nabi
Muhammad sebagai pedagang dan kemudian juga didukung dengan beberapa hadis
tentang bagaimana tradisi perdagangan yang baik dalam Islam. Ajaran-ajaran dalam
Al-Qur'an juga tidak pernah melarang untuk mencari kekayaan dengan cara yang
halal, serta selalu mengedukasi seorang Muslim untuk tidak mengambil harta orang
lain dengan cara yang tidak baik.
Etika bisnis menjelaskan bahwa bisnis mengandung dimensi moral, yang harus
dikaji dan dinilai demi kebaikan bersama. Etika bisnis religius meyakini bahwa agama
menyediakan sumber-sumber yang berharga untuk kajian dan penilaian moral
terhadap bisnis. Maka dari itu, agama merupakan satu gerbang yang kuat untuk
6
mengawaljalannya bisnis, sehingga bisa menjadi bisnis yang bermoral. Etika bisnis
religius meyakini bahwa bisnis yang bermoral tidak bertentangan dengan prinsip
ekonomi. Sebaliknya, etika bisnis mengandung sikap optimistik bahwa bisnis yang
bermoral sebenarnya lebih menguntungkan, setidaknya untuk jangka panjang,
daripada bisnis yang mengabaikan nilai-nilai moral. Di Sisi lain, bisnis adalah konteks
yang konkret di mana agama-agama dapat membangun refleksi yang membumi dan
menghubungi sumber-sumber historisnya dengan realita kehidupan masa kini.
Ketika weber menjelaskan bahwa Kristen-Protestan semangat kapitalisme,
maka Islam melahirkan semangat (a) tauhid (unity); (b) keseimbangan (equilibrium);
(c) kebebasan (free will)," dan; (d) tanggung jawab (responsibility). Etika dan
merupakan satu hal yang tidak harus dipertentangkan, karena dan agama adalah dua
hal yang saling tarik-menarik satu sama lainnya. Terkadang agama membutuhkan
etika untuk tindakan mungkin saja dianggap tidak rasional, dan etika membutuhkan
agama moral yang sebagai satu dorongan dalam diri manusia untuk
mengimplementasikan etika dalam setiap kegiatan yang ada, termasuk dalam aktivitas
bisnisnya. Diri manusia ada satu ruang kehampaan apabila tidak diisi dengan agama,
karena manusia adalah sosok yang religius. Apabila etika diberlakukan atas dasar
agama, maka etika akan membantu manusia untuk semakin dekat dengan Tuhannya,
karena etika tanpa agama akan menjadi kering dan agama tanpa etika akan menjadi
bumerang bagi diri sendiri.
Penerapan etika bisnis berbasis agama bukanlah suatu hal yang mustahil,
misalnya jika dalam sebuah perusahaan para pemangku kebijakan adalah mereka
dengan latar belakang agama yang berbeda, maka etika bisnis tetap bisa dilaksanakan.
Dalam etika bisnis Islam, terdapat nilai-nilai universal yang juga terdapat dalam
ajaran agama lainnya, misalnya nilai kejujuran, kerja keras, profesionalisme, keadilan,
tanggung jawab, dan lain sebagainya. Ketika etika dan agama menjadi satu sinergi
untuk membangun sebuah bisnis, maka diharapkan lahir perilaku, moral, akhlak serta
norma yang baik dalam lingkungan perusahaan sehingga kinerja perusahaan bisa
melonjak naik.
Jika implementasi etika bisnis berdasarkan ajaran agama bisa dilakukan dengan
baik dalam sebuah perusahaan, maka nilai-nilai agama menjadi satu tameng dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan terkait pelanggaran etika bisnis. Etika bisnis
tersebut juga bisa dijadikan inspirasi, untuk kemudian dikaji ke dalam perundang-
undangan. Apabila sebuah perusahaan menerapkan etika bisnis dalam manajemennya,
7
maka setidaknya menurut Duska (2007) ada empat keuntungan yang akan diraih
olehnya, (a) keuntungan perusahaan; (b) integritas kepuasan terhadap manajemen; (c)
kejujuran dan kesetiaan karya dan; (d) perusahaan akan mencapai kepuasan
pelanggan.
Etika bisnis berbasis agama, termasuk juga etika bisnis dalarn Islam haruslah
diinternalisasi oleh para perusahaan dan seluruh pemangku kepentingan di dalamnya,
melalui pembentukan budaya organisasi teladan kepemimpinan sesuai dengan etika
tersebut. Internalisasi ditampakkan dengan artikulasi nilai-nilai etika bisnis tersebut
dengan aturan-aturan yang ada dalam perusahaan. Aturan-aturan yang ada tidak
menjadi beban bagi para pemangku kepentingan di perusahaan akan tetapi
memberikan perubahan yang baik bagi arah dan tujuan bisnis di perusahaan tersebut.
Misalnya dengan diberlakukannya aturan dalam perusahaan, berdasarkan nilai-nilai
etika bisnis dalam Islam, maka perusahaan akan memberikan ruang yang relatif besar
untuk isu-isu lingkunganj terutama yang berkaitan langsung dengan perusahaan.
Perhatian yang kuat dari perusahaan terkait isu tersebut, akan menaikkan citra positif
bagi perusahaan di mata konsumen dan publik. Hal ini akan menimbulkan trust yang
menjadi investasi jangka panjang bagi perusahaan, pelaksanaan etika bisnis ini
dilakukan dengun melibatkan pengawasan dari internal dan eksternal, untuk
menghindari adanya kesalahan dalam pelaksanaannya. Adanya profesionalitas
pelaksanaan etika bisnis dengan melibatkan pengawas internal dan eksternal,
diharapkan bisa menegaskan nilai-nilai kebaikan yang telah dilakukan oleh
perusahaan, sehingga perusahaan menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan
bisnis di masa yang akan datang.5

D. Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam dan Kesesuaiannya dengan Etika Bisnis


Sebuah bisnis dinyatakan sebagai bisnis islam jika telah memenuhi beberapa
prinsip-prinsip utama. Semua prinsip dalam bisnis Islam sesuai dengan etika bisnis
islam, yang menjelaskan tentang aspek philanthropy, aspek altruism, aspek common
sense, aspek good profit dan aspek barakah cost dalam bisnis islam.

1. Prinsip Philantrophy dalam Bisnis Islam


Philantrophy adalah kedermawanan seseorang karena kecintaannya dengan manusia
yang lainnya. Philantrophy dalam Islam diwadahi oleh beberapa perintah tentang

5
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Islam Era 5.0, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2021), hlm. 28-34.

8
berzakat, bersedekah, berinfak dan berwakaf. Bahkan beberapa anjuran-anjuran
kebaikan di antara manusia juga telah banyak diatur dalam Islam, terkait bagaimana
seorang manusia harus mencintai manusia yang lainnya. Philantrophy dalam Islam
merupakan satu upaya yang digerakkan oleh keimanan manusia, dalam rangka untuk
mengatasi kesulitan manusia yang lainnya, karena ibadah tidak hanya berhubungan
antara Tuhan dengan manusia, akan tetapi ada juga aktivitas ibadah dengan cara
menjaga hubungan antarmanusia. Untuk lebih jelasnya simak hadis berikut.
"Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, pembantu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu 'alaihiwå sallam bersabda, "Salah
seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinyasendiri. " (HR Bukhari dan
Muslim) [HR Bukhari, no. 13 Muslim, no. 45]"

Hadis di atas menjelaskan bahwa perilaku yang mencintai orang lain seperti Cinta
pada diri sendiri adalah sebuah keniscayaan, karena hal tersebut diperintahkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Philantrophy Islam didasari atas beberapa sifat baik yang bisa
menggerakkan hati manusia untuk bisa mengasihi manusia lainnya, yang termasuk
juga ibadah maaliyah ijtimaa'iyah (ibadah sosial yang terkait dengan harta), dan
mempunyai peran untuk pembangunan masyarakat dan kesejahteraan manusia.

Beberapa kajian tentang philantrophy Islam masuk dalam bahasan tentang syariat
zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF), yang sampai detik ini masih mencari
model terbaik dalam pengeIolaannya, sehingga berdampak lebih besar bagi
kesejahteraan manusia. Misalnya menguatkan peran lembaga amil zakat di Indonesia,
dengan pengelolaan yang profesional melalui perbaikan- perbaikan manajemen,
kualitas sumber daya manusia, Sistem informasi, dan pemilihan program kerja yang
berkesinambungan sehingga bisa meningkatkan tarafhidup para mustahiq menjadi
calon muzakky. Maka dari itu, philantrophy Islam tidak hanya dikaitkan untuk hal-hal
yang bersifat pemenuhan konsumsi dhuafa' untilk jangka pendek saja, ataupun hal-hal
yang bersifat pemenuhan ritual keagamaan saja. Misalnya untuk konteks wakaf, sudah
saatnya pengelolaan wakaf fokus pada program-program untuk memotong rantai
kemiskinan, dan bukan hanya fokus di area wakaf masjid, kuburan, madrasah, dan
pesantren saja.

9
Keberadaan philantrophy Islam ketika dikelola dengan balk akan mendatangkan
kekuatan yang besar bagi satu negara, Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim
terbesar di dunia seharusnya bisa sejahtera apabila potensi penghimpunan, penyaluran
dan pengelolaan ZISWAF bisa dimaksimalkan. Philantrophy Islam adalah modal dan
kekuatan masyarakat untuk bisa hidup dengan saling bahu membahu,
menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhirat, dan dalam rangka
meningkatkan indeks kebahagiaan masyarakat di kalangan atas dengan cara berbagi
dan mensejahterakan masyarakat di kalangan bawah.

2. Prinsip Altruism dalam Bisnis Islam


Altruism adalah sebuah sikap di mana seseorang berada di area yang mana ia
mempunyai perasaan yang sama dengan orang lain, misalnya ketika seseorang merasa
dibohongi itu sakit maka ia tidak akan membohongi orang lain. Terkadang
altruismejuga membentuk sikap, di mana seseorang mencintai dan mengutamakan
orang lain melebihi dirinya sendiri. Sikap ini berawal dari kesadaran spiritual
manusia, di mana jika ada saudaranya yang sakit, maka ia akan merasakan sakit juga
seperti yang dirasakan oleh orang tersebut.
Untuk lebih jelasnya simak hadis di bawah ini:

"Dari Nu 'man bin Basyir radhiyallahu anhuma berkata. Bersabda Rasulullah


Sallallahu 'alaihi wasallam: (Seorang mukmin bagi mukminyang lainnya seperti
bangunan yang kuat, saling mendukung satu sama lainnya). Dalam hadis lainnya
disebutkan, bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: (perumpamaan
kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, dan saling mengasihi, dan saling
menyayangi seperti satu tubuh. Jika anggota tubuh sakit, maka akan kesakitan seluruh
anggota badan kesusahan tidur”.

Hadis di atas merupakan landasan yang sangat sesuai untuk konteks altruism, yaitu
merasakan bahwa seseorang dengan orang yang lainnya seperti satu bangunan
ataupun satu tubuh. Apabila sakit maka semua merasakan sakit yang sama. Implikasi
dari hadis di atas dalam sebuah bisnis adalah, altruism (atau dalam bahasa Arab iitsar)
merupakan modal sosial jika seseorang ingin berbisnis. Seseorang yang memiliki
kecerdasan spiritual sudah seharusnya mempunyai sifat altruism yang tinggi, maka
jika ia berbisnis maka ia akan berbisnis dengan cara yang membangun dan bukan
merusak. Sosok tersebut akan berhati-hati dalam memanfaatkan sumber daya alam

10
dan sumber daya manusia, sehingga kesejahteraan dalam masyarakat akan bisa
diwujudkan dengan baik.

3. Prinsip Common Sense dalam Bisnis Islam


Collins dalam tulisannya yang berjudul "Adam Smith 's Capitalizm and Business
Ethics" menjelaskan tentang statemen dari Smith terkait dengan selfishness dan self
interest:

Selfishness is concern abaout oneself, without any concern about the well-being
ofothers. Selfinterest is concern about oneself in relationship to the well-being
ofothers. Concluded that human beings were driven by self interest not selfishness.

Menurut Adam Smith, keegoisan adalah seseorang yang hanya memedulikan dirinya
sendiri tanpa mempertimbangkan kesejahteraan orang lain. Adapun kepentingan
pribadi adalah sebuah kepedulian kepada diri sendiri, akan tetapi tetap berhubungan
dengan kesejahteraan orang lain. Manusia didorong untuk mempunyai kepentingan
pribadi, akan tetapi bukan ke-egoisan. Dorongan untuk memenuhi kepentingan
pribadi akan memberikan semangat pada seseorang agar bisa berbuat sesuatu untuk
dirinya sendiri, sebelum ia peduli dengan kesejahteraan orang lain." Kaitannya
dengan subjudul dalam bab ini dengan keegoisan adalaht manakala sebagian besar
bisnis meninggalkan common sense dan mengutamakan keegoisan, maka yang terjadi
adalah perusakan kehidupan secara massal.

Common sense merupakan kesadaran umum yang dimiliki oleh seseorang, misalnya
ketika seseorang menyerobot antrian maka common sense sosok tersebut buruk. Atau
ketika ada kakek-kakek menyeberang jalanan dan tidak ada satu pun yang membantu,
maka ini juga contoh adanya common sense yang buruk. Di beberapa negara maju
yang mayoritas bukan penduduk Muslim banyak ditemukan kesadaran sosial yang
tinggi, akan tetapi sangat disayangkan di beberapa negara berkembang dengan
penduduk mayoritas Muslim hal tersebut terkadang hilang. Common sense walaupun
terlihat sederhana, akan tetapi merupakan modal sosial untuk membangun peradaban.
Seorang pebisnis harus sering kali mengambil keputusan bisnis dengan
mempertimbangkan aspek common sense, dengan menggunakan nalurinya. Naluri
mempunyai tempat yang sangat vital dalam diri manusia, sebab hal tersebut berkaitan
erat dengan dhauq atau rasa yang bersifat subjektif. Ketika dhauq dipupuk menjadi
"rasa" yang mempunyai akhlak baik, maka kualitas hidup akan menjadi baik, akan

11
tetapi apabila dhauq kosong dari "rasa" yang berisikan akhlak baik, maka hidup akan
berjalan tanpa naluri kebaikan. Dalam sebuah hadis disebutkan:

"Dari al-Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu berkata. Aku bertanya kepada
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan dan dosa (keburukan). Lalu
Beliau bersabda: (Kebaikan adalah bagusnya sebuah perangai, sedangkan dosa
(keburukan) adalah apa yang mengganjal di dadamu dan engkau pun tidak suka (jika
keburukan ini) diketahui oleh orang lain)”.

Hadis di atas menjelaskan bahwa kebaikan adalah sebuah perilaku yang terpuji dan
keburukan adalah perilaku yang seseorang tidak menyukai untuk diketahui oleh orang
lain. Kaitannya dengan etika bisnis dan sense, begitu banyak ditemukan usaha yang
tidak mengindahkan kesadaran sosial secara umum, misalnya dengan cara seorang
pebisnis melakukan suatu upaya-upaya pembohongan kepada konsumen akan produk
yang dijualnya.

4. Prinsip Good Profit dalam Bisnis Islam


Fauzia dalam bukunya Islamic Entrepreneurship menjelaskan bahwa good profit
adalah lawan dari bad profit, yaitu laba yang dihasilkan dari perilaku bisnis yang tidak
baik. Misalnya kebiasaan berbisnis dengan mengedepankan perilaku yang tidak
berkualitas, dan tidak mengindahkan etika bisnis seperti tidak ramah lingkungan,
boros penuh dengan ketimpangan, dan lain sebagainya. Para pengusaha sering kali
menekan biaya-biaya operasional, sehingga berimplikasi pada kondisi di mana terjadi
pencemaran lingkungan dan polusi udara. Permasalahan yang awalnya berada di skala
lokal kemudian berkembang menjadi isu global, karena menimbulkan banyak
permasalahan bagi keseimbangan alam. Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an,
surat Al-Rum [30], ayat 41 terkait larangan perusakan bumi, untuk lebih jelasnya
simak ayat di bawah ini:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat)
manusia, supayaAllah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).

Ayat di atas menjelaskan bahwa adanya kerusakan di daratan dan lautan dikarenakan
adanya keserakahan manusia dengan perbuatan tangan mereka. Perbuatan perusakan
bumi adalah perbuatanmaksiat, maka dari itu berbisnis dengan mengabaikan
penjagaan daratan dan lautan adalah perbuatan maksiat dan dilarang oleh Allah.

12
Dalam ayat lainnya, di surat A1-Baqarah (2), ayat 11-12 juga dijelaskan, bahwa
beberapa manusia diberikan nasihat untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi
ini, akan tetapi mereka menjawab bahwa mereka tidak merusak, akan tetapi
memperbaiki. Padahal sebenarnya mereka sedang merusak bumi. Untuk lebih
jelasnya simak ayat di bawah ini:

“Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi!" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orangyang mengadakan
perbaikan" Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”

Ayat di atas menjelaskan, bahwa sebuah bisnis memerlukan perencanaan yang


matang agar bisa memberikan sebenar-benarnya manfaat bagi manusia. Jika manfaat
terealisasikan dengan baik, maka kemaslahatan kehidupan manusia akan meningkat.
Perencanaan dalam bisnis yang baik akan selalu memasukkan aspek penjagaan
terhadap bumi, dan hal tersebut sudah dipertimbangkan dengan baik dalam setiap
keputusan yang diambil di dalamnya. Adanya perencanaan yang matang dengan
memasukkan unsur good profit akan menghilangkan bias prasangka pada diri seorang
pebisnis, bahwa hakikatnya ia sudah mendapatkan sebaik-baik laba, akan tetapi
sebenarnya hal tersebut belum terjadi. Dikarenakan efek yang ditimbulkan dalam
bisnisnya ternyata merugikan kehidupan manusia yang lainnya, lingkungan dan alam.

5. Prinsip Barakah Cost dalam Bisnis Islam


People, planet dan profit adalah satu kesatuan yang harus dijaga keseimbangannya,
maka dari itu, seorang pebisnis harus senantiasa menjadi good people, dengan
senantiasa menjaga kelestarian lingkungan dan alam (good planet), untuk
mendapatkan laba yang baik (good profit). Cara mendapatkan good profit atau laba
yang berkah adalah dengan memasukkan biaya-biaya untuk menekan dan menghapus
eksternalitas, yaitu dengan cara internalisasi eksternalitas di sektor produksi/industri.
Misalnya untuk konteks eksternalitas adalah sebuah perusahaan memproduksi satu
output dan juga limbah yang merugikan masyarakat, maka Perusahaan tersebut harus
menanggung biaya untuk menekan kerugian di masyarakat. Bisa dengan cara
membentuk tim penelitian dan pengembangan (LITBANG) untuk penyelesaikan
permasalahan limbah yang ada, sehingga minimal bisa menekan volume limbah
dihasilkan dari proses produksi tersebut. Beberapa biaya untuk LITBANG dan

13
penyelesaian limbah bisa dimasukkan dalam output/produk, atau dari pos-pos zakat
serta dana corporate social responsibility (CSR).

Biaya sosial ini merupakan barakah cost, yang bisa jadi memberatkan para pebisnis
akan tetapi membawa implikasi keberkahan yang cukup besar dalam sebuah bisnist
Sejatinya bisnis adalah mengambll keuntungan dengan tidak memberikan kerugian
kepada pihak lain, bahkan akan lebih baik apabila sebuah bisnis bisa memberikan
manfaat kepada banyak pihak. Sebuah laba jika benar-benar balk, akan membawa
keberkahan dan lebih dari itu akan membawa kebahagiaan bagi sang pebisnis.
Dikarenakan bisnis bukan hanya profit oriented, dengan menghilangkan aspek
kebahagiaan banyak kalangan, akan tetapi bisnis yang sesungguhnya adalah berbagi
kebahagiaan sehingga sang pebisnis akan mendapatkan kebahagiaan yang maksimal.
Untuk lebih jelasnya, berikut rumus untuk menghitung biaya keberkahan dalam
sebuah bisnis:

π =TR-TC-BC

Keterangan:

π : Keuntungan (Rp)

TR : Total revenue atau penerimaan total (Rp)

TC : Total cost atau biaya total (Rp)

BC : Barakah cost atau biaya untuk keberkahan (Rp)

Rumus di atas menjelaskan bahwa dalam menjalankan sebuah bisnis, keberkahan


adalah suatu hal yang seharusnya ada. Akan tetapi, keberkahan tidak akan datang
dengan sendirinya apabila tidak diusahakan, yaitu dengan memasukkan biaya-biaya
untuk mendapatkan keberkahan tersebut. Dengan cara alokasi beberapa persen dari
penerimaan total untuk bisa digunakan aktivitas-aktivitas positif agar keberkahan
senantiasa mengiringi sebuah bisnis. Misalnya, sebuah perusahaan berdiri dekat
dengan pemukiman penduduk, dan truk-truk pengangkut bahan baku perusahaan
tersebut ikut serta menggunakan jalan raya sehingga merusak aspal di jalan. Maka ada
baiknya perusahaan tersebut ikut serta memperbaiki jalan raya, dari alokasi dana BC
demi kemaslahatan masyarakat dan keberkahan dalam bisnisnya. Dalam sebuah hadis

14
dijelaskan dengan baik, bahwa siapa pun yang beramal baik, akan dihitung kebaikan
di mata Allah, untuk lebih jelasnya simak hadis di bawah ini:

"Dari Jabir radhiyallahu anhu, berkata, Bersabda Rasulullah Sallallahu alaihu


wasallam: Tidaklah seorang Muslim yang bercocok tanam, kecuali setiap tanaman
yang dimakannya bernilai sedekah baginya. Apa yang dicuri orang darinya menjadi
sedekah baginya. Apa yang dimakan oleh binatang liar menjadi sekedah baginya. Apa
yang dimakan oleh burung menjadi sedekah baginya dan tidaklah seseorang
mengambil darinya, melainkan sedekah baginya. " Dalam riwayat hadisyang lainnya
disebutkan: "seorang Muslim tidaklah bercocok tanam, kemudian dimakan oleh
manusia, binatang serta burung, kecuali baginya sedekah sampai hari kiamat. "6

6
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Islam Era 5.0, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2021), hlm. 34-43.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi acuan bagi para pelaku
bisnis, mulai dari pemilik usaha, manajer, dan keryawan. Etika bisnis adalah ilmu
yang mengatur hubungan antar perorangan, ataupun hubungan artarorganisasi bisnis
dengan pihak-pihak yang berkepentingan, sesuai dengan standar moral yang berlaku
dan diperbolehkan.
Adapun bahasan tentang etika, moral, akhlak dan norma dalam konteks bisnis
mempunyai afiliasi pada adanya pilih dan buruknya suatu aktivitas bisnis. Sebagai
suatu ilustrasi disebutkan bahwa “etika dalam bisnis mempunyai satu tujuan untu
mendidik moralitas dan akhlak para pelaku bisnis, melalui norma-norma yang telah
disepakati oleh para pemangku kepentingan da bisnis tersebut."
Berkembangnya etika bisnis dimulai ketika terjadi banyaknya penyimpangan
yang melibatkan para pelaku bisnis, di perusahaan perusahaan kelas dunia dalam
dunia bisnis internasional. Penerapan etika bisnis berbasis agama bukanlah suatu hal
yang mustahil, misalnya jika dalam sebuah perusahaan para pemangku kebijakan
adalah mereka dengan latar belakang agama yang berbeda, maka etika bisnis tetap
bisa dilaksanakan.
Sebuah bisnis dinyatakan sebagai bisnis islam jika telah memenuhi beberapa
prinsip-prinsip utama. Semua prinsip dalam bisnis Islam sesuai dengan etika bisnis
islam, yang menjelaskan tentang aspek philanthropy, aspek altruism, aspek common
sense, aspek good profit dan aspek barakah cost dalam bisnis islam.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fauzia, Ika Yunia. 2021. Etika Bisnis Islam Era 5.0. Depok: PT
RajaGrafindo Persada.
Iskandar, I. 2007. “Peranan Etika Bisnis dalam Pembangunan Akhlak Mulia”,
Vol. XXIII, No. 1, (hlm. 58.-71) . Jawa Barat: Universitas ARS Internasional
Bandung.

17

Anda mungkin juga menyukai