Anda di halaman 1dari 24

PRINSIP-PRINSIP KORPORASI ISLAM

MAKALAH ETIKA BISNIS ISLAM

Dosen Pengampuh: Dr. Sabbar Dahham Sabbar, M.E

Diajukan untuk Memenuhi TugasMata Kulia Etika Bisnis Islam


Program Studi Ekonomi SYariah Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

INCHI SAFITRI
NIM: 80500222016

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH PASCASARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2023

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Persepsi Etis Korporasi ................................................................................. 3


B. Tata Kelola Korporasi dalam Islam .............................................................. 4
C. Konsep CSR dalam Islam ............................................................................. 5
D. Prinsip-prinsip korporasi Islam ..................................................................... 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 20

A. Kesimpulan ................................................................................................... 20
B. Saran .............................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

i
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu pilar pembangunan perekonomian Indonesia yang dapat
membantu mewujudkan kesejahteraan adalah perusahaan. Keberadaan
perusahaan berperan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, daerah dan
Negara. Selama ini kebanyakan perusahaan dalam menjalankan usahanya
hanya memikirkan keuntungan sebagai tujuan utama (profit oriented),
sehingga perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan berbagai cara untuk
mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan
akibat yang ditimbulkannya.
Perkembangan dunia bisnis yang begitu ceoat dan dinamis pada saat
ini, tentunya harus diimbangi dengan aturan-aturan dan norma-norma yang
dapat mengatur bisnis itu sendiri. Definisi umum dari istilah perusahaan
adalah suatu entitas ekonomi yang diselenggarakan dengan tujuan bersifat
ekonomi dan sosial. Pencapaian tujuan bisnis terwujud karena telah didukung
oleh sumber daya manusia dan non manusia. Sumber daya inilah yang disebut
dengan stakeholder dalam Islam disebut sebagai pemegang amanah dari Allah
SWT.
Banyak perusahaan yang mengalami kegagalan disebabkan gagalnya
memahami permasalahan korporasi itu sendiri. Korporasii merupakan sebagai
sebuah mekanisme yang dibentuk untuk memberikan kesempatan bagi
berbagai pihak untuk memberikan modal, keahlian dan tenaga demi
keuntungan yang maksimal bagi semua pihak. Korporasi diartikan sebagai
seorang pribadi atau entitas legal yang diciptakan oleh atau dibawah otoritas
hukum Negara. Struktur korporasi yamg merupakan orang-orang berbakat dan
memiliki modal mampu memberikan lebih banyak kesempatan bagi individu
untuk menikmati kesejahteraan bagi diri mereka sendiri dan orang lain.

1
2

Disamping itu lingkungan kerja saat ini dan perubahan perilaku


merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan dalam memastikan tingkat etika
kerja, moral, dan kepuasan kerja para karyawan yang harus tetap terjaga.
Untuk itu korporasi harus memiliki prinsip dalam mempertahankan bisnis
yang dijalankannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Persepsi Etis Korporasi?
2. Bagaimana Tata Kelola Korporasi dalam Islam?
3. Bagimana Konsep CSR dalam Islam?
4. Bagaimana Prinsip-prinsip korporasi Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetaui persepsi etis korporasi
2. Untuk mengetahui tata kelola korporasi dalam Islam
3. Untuk mengetahui konsep CSR dalam Islam
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip korporasi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persepsi Etis Korporasi
Etika yang benar adalah etika yang dapat membimbing secara taktis seni
dan ilmu pengetahuan, teknologi kemanusiaan dan globalisasi menuju
keselamatan. Studi mengenai etika diharapkan bisa membawa kedamaian kepada
masyarakat. Korporasi perlu menciptakan mindset untuk mengembangkan
semangat dengan dukungan teknologi tinggi agar bisa melampaui gejolak
perekonomian saat ini. Perubahan pola pikir ini disesuaikan dengan pentingnya
penyebaran sumber daya yang efektif dan efesien untuk mencapai hal positif
terhadap inovasi.
Yang terpenitng dalam sebuah korporasi adalah bagaimana memastikan
perkembangan korporasi dan mampu menghadapi tantang internal maupun
eksternal. Sebagaimana disebutkan pada beberapa literature mengenai penetapan
bahwa perusahaan harus menekankan pada proses dan system, membentuk tim
wadah pemikir krisis, pelaporan sesuai jajaran otoritas, komunikasi pertemuan
pemangku kepentingan dan pusat integrasi bisnis yang mampu memberikan
masukan-masukan terkait system manajemen terpadu yang lengkap.
Etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari kewajiban etis umat Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Karena pemahaman fundamentalnya bersumber dari Al-
Qur’an, maka tata kelola etika perusahaan Islam menganut prinsip yang sama
yang membedakan fundamentalnya dengan etika perusahaan konvensional.
Berdasarkan hal tersebut, Islam bukan hanya sebuah agama, melainkan adalah
cara hidup yang lengkap, mengajarkan umat Islam setiap aspek kehidupan.1

1
Muhammad Nasi Md Hussain, Mohd Shahril Ahmad Razimi dan Ahmad Khilmy Bin Abd
Rahim, “A New Dimension of Islamic Corporate Ethis in the Light of Al-Qur’an and As-Sunnah”,
Internasional Journal of Enterpreneurshi, Vol 2 Special issue 4, 2021, Hal. 5

3
4

B. Konsep Corporate Sosial Responsibilty (CSR) dalam Islam


CSR berkaitan erat dengan etika bisnis oleh karena itu konsep CSR dalam
Islam juga berkaitan dengan konsep etika bisnis dalam Islam, paradigma Islam
tentang etika bisnis adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia lain dan manusia dengan lingkungannya. Konsep ini
sejalan dengan triple bottom line CSR (3P) yang terdiri dari komponen penting
sustainable development, 3P merupakan singkatan dari profut, planet dan people.
Konsep hubungan manusia ini dalam Islam dikenal dengan istilah
hablumminallah wa hablumminannas merupakan landasan filosofi yang harus
dibangun dalam pribadi muslim. Allah menurunkan syariat tidak hanya berisi
aturan untuk berinadah, tetapi juga untuk mengatur hubungan sesama manusia.
Islam mengatur banyak hal tentang urusan antar sesama manusia, mulai dari jual
beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan lain-lain.
Bisnis dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis
karena bukan sekedar diperbolehkan dalam Islam melainkan diperintahkan oleh
Allah SWT didalam Al-Qur’an. Bisnis dalam perspektif ekonomi Islam bersifat
universal, kepemilikan, pemanfaatan dan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh
siapapun tanpa sekat agama, kepercayaan, ras, suku dan bahasa. Kegiatan bisnis
merupakan bagian dari pelaksanaan peran manusia sebagai khalifah dalam rangka
memakmurkan bumi berdasarkan petunjuk Allah seklaigus sebagai ibadah kepada
Allah SWT.2
Pelaksanaan kegiatan memakmurkan bumi harus tetap menjaga
keseimbangan dan keharmonisan semesta secara fisik dan sosial, lahir maupun
batin. Penegakan iman dan takwa diwujudkan setiap aspek dan kegiatan usaha
dengan memperhatikan hubungan baik yang komprehensif mencakup seluruh
kepentingan stakeholder termasuk lingkungan sekitar. Pelaksanaan kegiatan
bisnis ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kebaikan bagi semua,

2
Artha Ully dan Abdulla Kelib, “Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate
Social Responsibility di Indonesia”, Artikel, Hal. 149-150
5

sebagaimana tujuan dari Islam adalah terwujudnya keberkahan dan kasih saying
bagi semesta alam (rahmatan lil alamin)
Kedudukan manusia dalam bisnis secara kodrat tidak terlepas dari
kecenderungan untuk berperilaku baik dan buruk, terlebih lagi manusia yang
beraktifitas di dunia bisnis. Pelaku bisnis dapat melakukan aktivitas bisnisnya
dengan cara yang tidak baik untuk mencapai tujuannya, namun disisi lain tidak
menutup kemungkinan adanya pelaku bisnis yang tetap mampu mempertahankan
perilaku baiknya dalam bisnis. Bisnis yang dipandu dengan spiritualitas dan etika
akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkesinambungan dengan
terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik.3

C. Tata Kelola Korporasi Islam


Islamic Corporate Governance atau tata kelola perusahaan Islam adalah
perusahaan dan manusia yang menjadi penggeraknya memiliki peran yang
berbeda dari konsepsi perusahaan dalam perspektif kapitalis.perusahaan bukan
hanya sebagai alat untuk mengakumulasi kekayaan (a place of worsip), tetapi
juga menjadi tempat untuk menghambakan diri kepada Allah (a palce of
workship) dan tempat berjuang meninggikan kalimat tauhid (a place of warfare).4
Nilai-nilai spiritual dalam perusahaan akan menempatkan karyawan pada
posisi yang tepat sebagai manusia. Demikian pula karyawan mampu memaknai
kerja sebagai ibadah dan perwujudan pertanggungjawaban kepada the ultimate
stakeholder (Allah SWT). Hal ini akan berdampak pada komitmen organisasi
yang tinggi. Gozhali menemukan bukti bahwa konstruk religiusitas dimensi
belief, dimensi komitmen, dimensi behavior berhubungan positif terhadap
komitmen organissi dan keterlibatan kerja. Selanjutnya juga ditemukan bukti
bahwa komitmen organisasi dan keterlibatan kerja berpengaruh positif terhadap

3
Artha Ully dan Abdulla Kelib, “Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate
Social Responsibility di Indonesia”, 151
4
A. Riawan Amin, The Celestial Management, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), Hal.
15-16
6

kepuasan kerja. Konstruk religiusitas yang digunakan ini lebih mengarah pada
kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai
keagamaan yang diyakini. Jadi lebih menekankan pada substansi nilai-nilai luhur
keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalisme keagamaan.5

D. Prinsip-prinsip Korporasi dalam Islam


Dalam sebuah korporasi terdapat bagian penting yang menjadi perhatian
atas pihak-pihak yang terllibat dalam koprorasi itu sendri. Terdapat Islamic
Corporate Sosial Responsibily dan Islamic Corporate governance. Kedua
komponen tersebut harus dijalankan dengan baik agar terjadi keseimbangan
tentunya dengan masing-masing prinsip berdasarkan syariah Islam.
1. Penerapan prinsip-prinsip Islam dalam pengaturan CSR
Islam menempatkan aspek ekonomi dan tanggung jawab sosial dalam
kedudukan yang setara, kedua aspek tersebut harus diatur agar masing-masing
mendapatkan bagiannya secara benar. Islam mempunyai pertanggungjawaban
yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. CSR dalam
perspektif Islam merupakan konsep yang menawarkan keseimbangan
kepentingan antara shareholders dan stakeholders. Prinsip-prinsip dasar
dalam etika bisnis Islam yang dapat dijadikan sebagai konsep yaitu tauhid,
keseimbangan, kehendak bebas dan tanggung jawab. Prinip-prinsip tersebut
sejalan dengan konsep CSR, karena pada dasarnya segala aktivitas bisnis
dilihat sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Berikut merupakan bagan yang menggambarkan penerapan prinsip-
prinsip Islam dalam peraturan perundang-undangan:

5
Ghozali, “Pengaruh Religiusitas terhadap Komitmen Organisasi, Kererlibatan Kerja,
Kepuasan Kerja dan Produktivitas”, Jurnal Bisnis Strategi, Vol.9, 2002, Hal. 13
7

Berdasarkan bagan diatas dapat dilihat bahwa prinsip utama dalam


Islam adalah prinsip tauhid atau illahiyah, prinsip ini berarti bahwa segala
sesuatu dialam semesta adalah makhluk hidup dan Allah merupakan satu-
satunya pencipta. Pada hakekatnya tauhid harus menjadi landasan untuk setiap
muslim dalam menjalankan segala aktivitas kehidupannya. Tidak terkecuali
dalam melakukan kegiatan bisnis. Setiap aktivitas bisnis dipandang sebagai
ibadah, terjadi kesatuan antara kegiatan bisnis dengan moralitas yang
bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah.6
Dari pemahaman diatas dapat diambil pemaknaan bahwa perilaku
bisnis bukan semata-mata perbuatan dalam hubungan kemanusiaan semata
tapi mempunyai sifat illahiyah. Adanya sikap kerelaan diantara yang
berkepentingan dan dilakukan dengan keterbukaan merupakan ciri-ciri dan

6
Artha Ully dan Abdulla Kelib, “Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate
Social Responsibility di Indonesia”, 167
8

sifat-sifat keharusan dalam bisnis. Jika ciri-ciri dan sifat-sifat diatas tidak ada,
maka bisnis yang dijalankan tidak akan mendapatkan keuntungan dan
manfaat. Prinsip tauhid ini terkait dengan prinsip-prinsip nubuah (sifat
Rasulullah) yang terdiri dari shiddiq, fathanah, amanah dan tabligh. Sifat
nubuah lebih menggambarkan etika bisnis dalam Islam, karena telah diajarkan
Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjalankan
kegiatan bisnis.
Shiddiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan,
keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai kebenaran yang diajarkan
Islam. Dalam bisnis Islam, kunci utama yang harus dikedepankan adalah
kejujuran. Kejujuran ditunjukkan dengan setiap perkataan yang dibuktikan
dengan perilaku, berpijak pada kebenaran dan sesua fakta yang ada. Konsisten
dalam iman dan nilai-nilai kebeikan, meski mengadapi tantangan. Istiqomah
dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan
sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.
Fathanah berarti mengerti, memahami dan menghayati serta
mendalami segala yang menjadi tugas dan kewajiban. Sifat ini akan
menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi
yang bermanfaat. Fathanah juga berarti cerdas, yaitu mampu berfikir secara
jernih dan rasional serta mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Dalam
dunia bisnis sifat fathanah ini digunakan untuk memberi batasan untuk pelaku
bisnis dengan cara mengidentifikasi dan menetapkan hal-hal dan atau kegiatan
yang diperbolehkan atau tidak. Fathanah juga dapat diartikan sebagai
kemampuan kreatif dan mengembangkan semua potensi kehidupan alam
semesta menjadi sesuatu yang kenkret dan bermaanfaat.7
Amanah adalah tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan
kewajban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan

7
Muhammad Hasyim Kamali, Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam Terj. Noorhaidi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Hal. 257
9

yang optimal dan kebajikan dalam segala hal. Dengan sikap amanah pelaku
usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-
kewajibannya. Amanah berarti dapat dipercaya, yaitu menjaga kepercayaan
yang diberikan oleh Allah dan orang lain. Dalam berbisnis pemberikan
keprcayaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk pertanggung jawaban dan
akuntabilitas atas kegiatan-kegiatan bisnis.
Tabligh adalah mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak
lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Sifat tabligh dapat disampaikan pelaku usaha dengaan bijak,
sabar, argumentative dan persuasive yang dapat menumbuhkan hubungan
kemanusiaan yang kuat. Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran
mengenai etika dan moral. Karena keduanya merupakan kebutuhan yang
harus dimiliki.
Adapun peraturan perundang-undangan mengenai CSR di Indonesia
antara lain:
a. Keseimbangan
Seorang Muslim juga harus memenuhi keseimbangan nilai yang
sama antara nilai sosial dan individual dalam masyarakat, kebahagiaan
individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial.
Prinsip ini telah diterapkan ke dalam aturan CSR di Indonesia yaitu UU
PT Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 74 ayat 2
UU PT mewajibkan setiap perusahan untuk melaksanakan CSR,
baik secara langsung atau tidak secara langsung menggunakan sumber
daya alam dalam kegiatan usaha perusahaan. Dengan berlakunya pasal ini
maka CSR yang semula adalah kewajiban moral yang bersifat sukarela,
berubah menjadi kewajiban hukum yang bersifat mengikat.8

8
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.hukumonline.com, 2004.
10

b. Kehendak bebas
Manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-
pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi
dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah
sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah
di bumi yang harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan individu
dan sosial. Kebebasan diartikan sebagai kebebasan yang sesuai dengan
ketentuan Allah yang terdapat dalam Al Qur’an dan undang-undang serta
dibatasi oleh hak orang lain, salah satunya adalah kewajiban melestarikan
lingkungan.
Hak mengenai lingkungan yang sehat diatur di dalam Undang-
Undang No. 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yaitu pada Pasal
9 Ayat (2) dan Ayat (3). Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa
masyarakat memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia yang merupakan hak yang paling mendasar
yang dimiliki oleh setiap orang. Lingkungan hidup yang baik dan sehat
sangat berperan dalam kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat juga
berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.9
c. Pertanggung jawaban
Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak
lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang
dilakukan sesuai ketentuan hukum, norma-norma dan etika yang tertuang
dalam Al Qur’an dan hadis. Segala tuntunan ini harus dipatuhi dan
dijadikan acuan atau landasan dalam menggunakan potensi sumber daya
yang dikuasai, sumber daya yang dimiliki harus digunakan hanya untuk

9
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.hukumonline.com, 2004
11

melakukan kegiatan bisnis yang diperbolehkan. Pengelolaan bisnis harus


juga dilakukan dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan
manfaat optimal bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis
yang dilakukan
Prinsip ini diterapkan dalam UU PT, menurut UU PT perusahaan
harus menjabarkan pelaksanaan kegiatan CSR. Pengungkapan CSR yang
dilakukan perusahaan ini memang sudah diatur dalam Pasal 66 ayat (1)
dan ayat (2) huruf c, pengungkapan tersebut dengan cara dicantumkan
dalam laporan tahunan perusahaan.10
d. Ihsan
Ihsan berarti kebaikan atau kebajikan, bentuk kebajikan dalam
bisnis adalah sikap kerelaan yang berkaitan erat dengan sikap jujur.
Kerelaan diartikan sebagai kesediaan para pihak dalam transaksi,
kerjasama atau perjanjian bisnis yang dilakukan dengan jujur. Kejujuran
dilaksanakan dalam setiap proses bisnis yang dilakukan tanpa unsur
penipuan, hal ini bertujuan untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan
hubungan antara pelaku bisnis maupun masyarakat. Ihsan juga dapat
dilakukan dengan memberikan kebaikan kepada orang lain, misalnya
penjadwalan ulang, menerima pengembalian barang yang telah dibeli,
pembayaran hutang sebelum jatuh tempo.
Bentuk kebaikan dalam bisnis dapat diaplikasikan sebagai
kebersamaan pelaku bisnis dalam membagi dan memikul beban sesuai
dengan kemampuan masing-masing, kebersamaan dalam memikul
tanggung jawab sesuai dengan beban tugas, dan kebersamaan dalam
menikmati hasil bisnis secara proporsional dengan tetap
mempertimbangkan nilai-nilai sosial.

10
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.hukumonline.com, 2004
12

2. Prinsip-prinsip Islamic Corporate Governance


Penerapan prinsip tata kelola perusahaan menjadi suatu keharusan bagi
sebuah institusi, termasuk didalamnya institusi syariah. Hal ini lebih ditujukan
kepada adanya tanggung jawab public berkaitan dengan kegiatan
operasional.11 Good Corporate Governance dalam Islam harus mengacu pada
prinsip-prinsip berikut ini :
a. Tauhid
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Tauhid
menjadi dasar seluruh konsep dan seluruh aktifitas umat Islam, baik di
bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya.12 Hakikat tauhid juga
berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi. Baik
menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktivitas yang
dilakukan adalah dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai
kehendak Allah.
Apabila seseorang ingin melakukan bisnis, terlebih dahulu ia harus
mengetahui dengan baik hukum agama yang mengatur perdagangan agar
ia tidak melakukan aktivitas yang haram dan merugikan masyarakat.
Dalam bermuamalah yang harus diperhatikan adalah bagaimana
seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun
oleh nilai-nilai ketuhanan.13
b. Taqwa dan Ridha
Prinsip atau asas taqwa dan ridha menjadi prinsip utama tegaknya
sebuah institusi Islam dalam bentuk apapun. Tata kelola bisnis dalam
Islam juga harus ditegakkan di atas pondasi taqwa kepada Allah dan ridha-

11
Reza Widhar Pahlevi, Tata Kelola Perusahaan Perspektif Islam: Implementasi Tata Kellola
Perusahaan yang Sesuai dengan Syariah Islam, (Yogyakarta: Stelkendo Kreatif, 2020), Hal. 17
12
Amiur Nuruddin dan Veithzal Rivai, Islamic Business and Economic Ethic, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), Hal. 52
13
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), Hal. 5-
6
13

Nya. Dalam melakukan suatu bisnis hendaklah atas dasar suka sama suka
atau sukarela. Tidaklah dibenarkan bahwa suatu perbuatan muamalah,
misalnya perdagangan, dilakukan dengan pemaksaan ataupun penipuan.
Jika hal ini terjadi, dapat membatalkan perbuatan tersebut. Prinsip ridha
ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik dari para pihak.
c. Ekuilibrium
Tawazun atau mizan (keseimbangan) dan al-„adalah (keadilan)
adalah dua buah konsep tentang ekuilibrium dalam Islam. Tawazun lebih
banyak digunakan dalam menjelaskan fenomena fisik, sekalipun memiliki
implikasi sosial, yang kemudian sering menjadi wilayah al-‘adalah atau
keadilan sebagai manifestasi tauhid khususnya dalam konteks sosial
kemasyarakatan, termasuk keadilan ekonomi dan bisnis. Dalam konteks
keadilan (sosial), para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk
berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi
perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi segala kewajibannya.
d. Kemaslahatan
Secara umum, mashlahat diartikan sebagai kebaikan
(kesejahteraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya
sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kebaikan dan
menghindarkan diri dari mudharat, kerusakan dan mufsadah.

Pembentukan model Islamic Corporate Governance tidak terlepas dari


prinsip dasar Good Corporate Governance, hanya saja dilakukan integrasi dan
interkoneksi antara prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance tersebut
dengan prinsip-prinsip keislaman sehingga membentuk sebuah prinsip tata
kelola perusahaan Islami atau Islamic Corporate Governance.14

14
Shofia Mauizotun Hasanah dan Romi Kurniawan, “Konsep Islamic Corporate Governance
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mataram”, Istishaduna Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol 10
No. 1, 2019. Hal. 54
14

1. Transparancy (Transparansi)
Transparansi merupakan pengungkapan (disclosure) setiap kebijakan atau
aturan yang (akan) diterapkan perusahaan, sebab kepercayaan investor dan
efisiensi pasar sangat tergantung dari pengungkapan kinerja perusahaaan
secara adil, akurat, dan tepat waktu. Pelaku bisnis syariah harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah. Oleh
karena itu:
a. Pelaku bisnis syariah harus menyediakan informasi tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses
oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
visi, misi, sasaran usaha dan strategi organisasi, kondisi keuangan,
susunan pengurus, kepemilikan, sistem manajemen risiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan good
governance bisnis syariah serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi entitas bisnis syariah.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis syariah tidak
mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan
organisasi sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi.
d. Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan.15
2. Accuntability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan

15
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 16
15

terlaksana secara efektif. Akuntabilitas didasarkan pada sistem internal


checks and balances yang mencakup praktik audit yang sehat dan dicapai
melalui pengawasan yang efektif yang didasarkan pada keseimbangan
kewenangan antara pemegang saham, komisaris, manajer, dan auditor.
Pelaku bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis syariah
dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat
pada umumnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan. Oleh karena itu:
a. Pelaku bisnis syariah harus menetapkan rincian tugas dan tanggung
jawab masingmasing organ dan semua karyawan secara jelas dan
selaras dengan visi, misi, nilainilai, dan strategi bisnis syariah.
b. Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua elemen organisasi
dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas,
tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan good governance
bisnis syariah.
c. Pelaku bisnis syariah harus memastikan adanya sistem pengendalian
yang efektif dalam pengelolaan organisasi.
d. Pelaku bisnis syariah harus memiliki ukuran kinerja untuk semua
jajaran organisasi yang konsisten dengan sasaran bisnis yang digeluti,
serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment
system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap elemen
organisasi dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis
syariah dan pedoman prilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
16

f. Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua prosedur dan


mekanisme kerja dapat menjamin kehalalan, tayib, ikhsan dan tawazun
atas keseluruhan proses dan hasil produksi.16

Akuntabilitas tidak hanya terbatas pada pelaporan keuangan yang


jujur dan wajar, tetapi yang lebih mengedepankan esensi hidup manusia
yang merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah
sebagai Dzat pemilik seluruh alam semesta. Konsep Islam yang
fundamental meyakini bahwa alam dan seluruh isinya sepenuhnya milik
Allah dan manusia dipercaya untuk mengelola sebaik-baiknya demi
kemaslahatan umat.
3. Responsibility (responsibilitas)
Responsibilitas merupakan tanggung jawab perusahaan untuk
mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku, ketentuan bisnis
syariah, serta termasuk ketentuan mengenai lingkungan hidup,
perlindungan konsumen, ketenagakerjaan, larangan monopoli dan praktik
persaingan yang tidak sehat, kesehatan dan keselamatan kerja, dan
peraturan lain yang mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas usahanya.17
Dengan pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat
terpelihara kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen). Oleh
karena itu:
a. Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan

16
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 17
17
Hikmah Endraswati, “Konsep Awal Islamic Corporate Governance: Peluang Penelitian yang
Akan Datang”, Jurnal Muqtasid, Vol. 6 No. 2, 2015, Hal. 94
17

perundangan, anggaran dasar serta peraturan internal pelaku bisnis


syariah (by-laws).
b. Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat
termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban
yang yang disepakati oleh para pihak.
c. Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial
antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian
lingkungan terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. Pelaksanaan tanggung
jawab sosial tersebut dapat dilakukan dengan cara membayar zakat,
infak dan sadaqah. 18
4. Independency (Independensi)
Independency (kemandirian) yaitu suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat, oleh karena itu:
a. Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus
menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau
tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
obyektif.
b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah,
tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara
satu dengan yang lain.

18
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 17-18
18

c. Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya


sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya.19
5. Fairness (keadilan)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus selalu
mempertimbangkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan prinsip fairness. Keadilan merupakan
kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perlindungan
terhadap hak seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham
minoritas (minority shareholder), untuk memperoleh informasi secara
tepat waktu dan teratur, memberikan suara dalam rapat pemegang saham,
memilih direksi dan komisaris, dan pembagian laba perusahaan.
Fairness atau kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil
dalam dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik dalan skala individu
maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan
sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka
atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan
hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis,
baik di dunia maupun di akhirat. Dalam melaksanakan kegiatannya,
Pelaku bisnis syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua
pemangku kepentingan, berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Oleh
karena itu:
a. Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan pada pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi

19
Shofia Mauizotun Hasanah dan Romi Kurniawan, “Konsep Islamic Corporate Governance
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mataram”, Istishaduna Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol 10
No. 1, 2019. Hal. 63
19

sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-


masing.
b. Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan yang setara dan
wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan.
c. Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan yang sama dalam
penerimaan pegawai, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara
profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin (gender) dan kondisi fisik.
d. Pelaku bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam
pelayanan kepada para nasabah atau pelanggan dengan tidak
mengurangi hak mereka, serta memenuhi semua kesepakatan dengan
para pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi atau ketentuan
lain yang terkait dengan produk yang dihasilkannya.20

20 20
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika yang benar adalah etika yang dapat membimbing secara taktis seni
dan ilmu pengetahuan, teknologi kemanusiaan dan globalisasi menuju
keselamatan. Yang terpenitng dalam sebuah korporasi adalah bagaimana
memastikan perkembangan korporasi dan mampu menghadapi tantang internal
maupun eksternal. Etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari kewajiban etis umat
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Karena pemahaman fundamentalnya
bersumber dari Al-Qur’an.
CSR berkaitan erat dengan etika bisnis oleh karena itu konsep CSR dalam
Islam juga berkaitan dengan konsep etika bisnis dalam Islam. Bisnis dalam Islam
memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis karena bukan sekedar
diperbolehkan dalam Islam melainkan diperintahkan oleh Allah SWT didalam Al-
Qur’an. Kegiatan bisnis merupakan bagian dari pelaksanaan peran manusia
sebagai khalifah dalam rangka memakmurkan bumi berdasarkan petunjuk Allah
seklaigus sebagai ibadah kepada Allah SWT. Bisnis yang dipandu dengan
spiritualitas dan etika akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan
berkesinambungan dengan terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik.
Adapun prinsip korporasi dalam Islam antara lain:
1. Prinsip dalam pengaturan CSR dalam Islam
Prinsip utama dalam Islam adalah prinsip tauhid atau illahiyah. Prinsip
tauhid ini berkaitan dengan prinsip nubuah (sifat Rasulullah) antara lain:
a. Amanah
b. Siddhiq
c. Fatonah
d. Tabligh
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai CSR
antara lain:
a. Pertanggung jawaban
b. Keseimbangan

20
21

c. Ihsan
d. Kehendak bebas
2. Prinsip Islamic corporate Governance
Good Corporate Governance dalam Islam harus mengacu pada
prinsip-prinsip berikut ini:
a. Tauhid
b. Taqwa dan ridha
c. Ekuilibrium
d. Kemaslahatan
Dari prinsip GCG tersebut kemudian membentuk sebuah prinsip
Islamic Corporate Governance, antara lain:
a. Transparansi
b. Akuntabilitas
c. Responsibilitas
d. Independensi
e. keadilan

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baikdari penulisan maupun keterbatasan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari
pembaca guna memperbaiki makalah selanjutnya. Akhirnya, kurang dan lebihnya
penulis mohon maaf semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
keilmuan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, A. R. (2004). The Celestial Management. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.

Endraswati, H. (2015). Konsep Awal Islamic Corporate Governance: Peluang


Penelitian yang Akan Datang. Jurnal Muqtasid, Vol. 6 No. 2.

Ghozali. (2002). Pengaruh Religiusitas terhadap Komitmen Organisasi, Kererlibatan


Kerja, Kepuasan Kerja dan Produktivitas. Jurnal Bisnis Strategi, Vol.9.

Governance, K. N. (2011). Pedoman Umum Good Corporate Governance Bisnis


Syariah.

Indonesia, R. (2004). Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. www.hukumonline.com.

Kelib, A. U. (2018). Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate


Social Responsibility di Indonesia. Artikel.

Kurniawan, S. M. (2019). Konsep Islamic Corporate Governance Fakultas Ekonomi


dan Bisnis Islam UIN Mataram. Istishaduna Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, Vol 10 No. 1.

Mardani. (2012). Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana.

Muhammad Nasi Md Hussain, M. S. (2021). A New Dimension of Islamic Corporate


Ethis in the Light of Al-Qur’an and As-Sunnah. Internasional Journal of
Enterpreneurshi, Vol 2 Special issue 4.

Pahlevi, R. W. (2020). Tata Kelola Perusahaan Perspektif Islam: Implementasi Tata


Kellola Perusahaan yang Sesuai dengan Syariah Islam. Yogyakarta:
Stelkendo Kreatif.

Rivai, A. N. (2012). Islamic Business and Economic Ethic. Jakarta: Bumi Aksara.

22

Anda mungkin juga menyukai