Oleh:
INCHI SAFITRI
NIM: 80500222016
1
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................... 20
B. Saran .............................................................................................................. 21
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pilar pembangunan perekonomian Indonesia yang dapat
membantu mewujudkan kesejahteraan adalah perusahaan. Keberadaan
perusahaan berperan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, daerah dan
Negara. Selama ini kebanyakan perusahaan dalam menjalankan usahanya
hanya memikirkan keuntungan sebagai tujuan utama (profit oriented),
sehingga perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan berbagai cara untuk
mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan
akibat yang ditimbulkannya.
Perkembangan dunia bisnis yang begitu ceoat dan dinamis pada saat
ini, tentunya harus diimbangi dengan aturan-aturan dan norma-norma yang
dapat mengatur bisnis itu sendiri. Definisi umum dari istilah perusahaan
adalah suatu entitas ekonomi yang diselenggarakan dengan tujuan bersifat
ekonomi dan sosial. Pencapaian tujuan bisnis terwujud karena telah didukung
oleh sumber daya manusia dan non manusia. Sumber daya inilah yang disebut
dengan stakeholder dalam Islam disebut sebagai pemegang amanah dari Allah
SWT.
Banyak perusahaan yang mengalami kegagalan disebabkan gagalnya
memahami permasalahan korporasi itu sendiri. Korporasii merupakan sebagai
sebuah mekanisme yang dibentuk untuk memberikan kesempatan bagi
berbagai pihak untuk memberikan modal, keahlian dan tenaga demi
keuntungan yang maksimal bagi semua pihak. Korporasi diartikan sebagai
seorang pribadi atau entitas legal yang diciptakan oleh atau dibawah otoritas
hukum Negara. Struktur korporasi yamg merupakan orang-orang berbakat dan
memiliki modal mampu memberikan lebih banyak kesempatan bagi individu
untuk menikmati kesejahteraan bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Persepsi Etis Korporasi?
2. Bagaimana Tata Kelola Korporasi dalam Islam?
3. Bagimana Konsep CSR dalam Islam?
4. Bagaimana Prinsip-prinsip korporasi Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetaui persepsi etis korporasi
2. Untuk mengetahui tata kelola korporasi dalam Islam
3. Untuk mengetahui konsep CSR dalam Islam
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip korporasi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persepsi Etis Korporasi
Etika yang benar adalah etika yang dapat membimbing secara taktis seni
dan ilmu pengetahuan, teknologi kemanusiaan dan globalisasi menuju
keselamatan. Studi mengenai etika diharapkan bisa membawa kedamaian kepada
masyarakat. Korporasi perlu menciptakan mindset untuk mengembangkan
semangat dengan dukungan teknologi tinggi agar bisa melampaui gejolak
perekonomian saat ini. Perubahan pola pikir ini disesuaikan dengan pentingnya
penyebaran sumber daya yang efektif dan efesien untuk mencapai hal positif
terhadap inovasi.
Yang terpenitng dalam sebuah korporasi adalah bagaimana memastikan
perkembangan korporasi dan mampu menghadapi tantang internal maupun
eksternal. Sebagaimana disebutkan pada beberapa literature mengenai penetapan
bahwa perusahaan harus menekankan pada proses dan system, membentuk tim
wadah pemikir krisis, pelaporan sesuai jajaran otoritas, komunikasi pertemuan
pemangku kepentingan dan pusat integrasi bisnis yang mampu memberikan
masukan-masukan terkait system manajemen terpadu yang lengkap.
Etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari kewajiban etis umat Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Karena pemahaman fundamentalnya bersumber dari Al-
Qur’an, maka tata kelola etika perusahaan Islam menganut prinsip yang sama
yang membedakan fundamentalnya dengan etika perusahaan konvensional.
Berdasarkan hal tersebut, Islam bukan hanya sebuah agama, melainkan adalah
cara hidup yang lengkap, mengajarkan umat Islam setiap aspek kehidupan.1
1
Muhammad Nasi Md Hussain, Mohd Shahril Ahmad Razimi dan Ahmad Khilmy Bin Abd
Rahim, “A New Dimension of Islamic Corporate Ethis in the Light of Al-Qur’an and As-Sunnah”,
Internasional Journal of Enterpreneurshi, Vol 2 Special issue 4, 2021, Hal. 5
3
4
2
Artha Ully dan Abdulla Kelib, “Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate
Social Responsibility di Indonesia”, Artikel, Hal. 149-150
5
sebagaimana tujuan dari Islam adalah terwujudnya keberkahan dan kasih saying
bagi semesta alam (rahmatan lil alamin)
Kedudukan manusia dalam bisnis secara kodrat tidak terlepas dari
kecenderungan untuk berperilaku baik dan buruk, terlebih lagi manusia yang
beraktifitas di dunia bisnis. Pelaku bisnis dapat melakukan aktivitas bisnisnya
dengan cara yang tidak baik untuk mencapai tujuannya, namun disisi lain tidak
menutup kemungkinan adanya pelaku bisnis yang tetap mampu mempertahankan
perilaku baiknya dalam bisnis. Bisnis yang dipandu dengan spiritualitas dan etika
akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkesinambungan dengan
terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik.3
3
Artha Ully dan Abdulla Kelib, “Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate
Social Responsibility di Indonesia”, 151
4
A. Riawan Amin, The Celestial Management, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), Hal.
15-16
6
kepuasan kerja. Konstruk religiusitas yang digunakan ini lebih mengarah pada
kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai
keagamaan yang diyakini. Jadi lebih menekankan pada substansi nilai-nilai luhur
keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalisme keagamaan.5
5
Ghozali, “Pengaruh Religiusitas terhadap Komitmen Organisasi, Kererlibatan Kerja,
Kepuasan Kerja dan Produktivitas”, Jurnal Bisnis Strategi, Vol.9, 2002, Hal. 13
7
6
Artha Ully dan Abdulla Kelib, “Penerapan Prinsip-prinsip Islam dalam Pengaturan Corporate
Social Responsibility di Indonesia”, 167
8
sifat-sifat keharusan dalam bisnis. Jika ciri-ciri dan sifat-sifat diatas tidak ada,
maka bisnis yang dijalankan tidak akan mendapatkan keuntungan dan
manfaat. Prinsip tauhid ini terkait dengan prinsip-prinsip nubuah (sifat
Rasulullah) yang terdiri dari shiddiq, fathanah, amanah dan tabligh. Sifat
nubuah lebih menggambarkan etika bisnis dalam Islam, karena telah diajarkan
Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjalankan
kegiatan bisnis.
Shiddiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan,
keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai kebenaran yang diajarkan
Islam. Dalam bisnis Islam, kunci utama yang harus dikedepankan adalah
kejujuran. Kejujuran ditunjukkan dengan setiap perkataan yang dibuktikan
dengan perilaku, berpijak pada kebenaran dan sesua fakta yang ada. Konsisten
dalam iman dan nilai-nilai kebeikan, meski mengadapi tantangan. Istiqomah
dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan
sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.
Fathanah berarti mengerti, memahami dan menghayati serta
mendalami segala yang menjadi tugas dan kewajiban. Sifat ini akan
menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi
yang bermanfaat. Fathanah juga berarti cerdas, yaitu mampu berfikir secara
jernih dan rasional serta mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Dalam
dunia bisnis sifat fathanah ini digunakan untuk memberi batasan untuk pelaku
bisnis dengan cara mengidentifikasi dan menetapkan hal-hal dan atau kegiatan
yang diperbolehkan atau tidak. Fathanah juga dapat diartikan sebagai
kemampuan kreatif dan mengembangkan semua potensi kehidupan alam
semesta menjadi sesuatu yang kenkret dan bermaanfaat.7
Amanah adalah tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan
kewajban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan
7
Muhammad Hasyim Kamali, Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam Terj. Noorhaidi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Hal. 257
9
yang optimal dan kebajikan dalam segala hal. Dengan sikap amanah pelaku
usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-
kewajibannya. Amanah berarti dapat dipercaya, yaitu menjaga kepercayaan
yang diberikan oleh Allah dan orang lain. Dalam berbisnis pemberikan
keprcayaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk pertanggung jawaban dan
akuntabilitas atas kegiatan-kegiatan bisnis.
Tabligh adalah mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak
lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Sifat tabligh dapat disampaikan pelaku usaha dengaan bijak,
sabar, argumentative dan persuasive yang dapat menumbuhkan hubungan
kemanusiaan yang kuat. Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran
mengenai etika dan moral. Karena keduanya merupakan kebutuhan yang
harus dimiliki.
Adapun peraturan perundang-undangan mengenai CSR di Indonesia
antara lain:
a. Keseimbangan
Seorang Muslim juga harus memenuhi keseimbangan nilai yang
sama antara nilai sosial dan individual dalam masyarakat, kebahagiaan
individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial.
Prinsip ini telah diterapkan ke dalam aturan CSR di Indonesia yaitu UU
PT Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 74 ayat 2
UU PT mewajibkan setiap perusahan untuk melaksanakan CSR,
baik secara langsung atau tidak secara langsung menggunakan sumber
daya alam dalam kegiatan usaha perusahaan. Dengan berlakunya pasal ini
maka CSR yang semula adalah kewajiban moral yang bersifat sukarela,
berubah menjadi kewajiban hukum yang bersifat mengikat.8
8
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.hukumonline.com, 2004.
10
b. Kehendak bebas
Manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-
pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi
dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah
sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah
di bumi yang harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan individu
dan sosial. Kebebasan diartikan sebagai kebebasan yang sesuai dengan
ketentuan Allah yang terdapat dalam Al Qur’an dan undang-undang serta
dibatasi oleh hak orang lain, salah satunya adalah kewajiban melestarikan
lingkungan.
Hak mengenai lingkungan yang sehat diatur di dalam Undang-
Undang No. 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yaitu pada Pasal
9 Ayat (2) dan Ayat (3). Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa
masyarakat memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia yang merupakan hak yang paling mendasar
yang dimiliki oleh setiap orang. Lingkungan hidup yang baik dan sehat
sangat berperan dalam kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat juga
berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.9
c. Pertanggung jawaban
Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak
lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang
dilakukan sesuai ketentuan hukum, norma-norma dan etika yang tertuang
dalam Al Qur’an dan hadis. Segala tuntunan ini harus dipatuhi dan
dijadikan acuan atau landasan dalam menggunakan potensi sumber daya
yang dikuasai, sumber daya yang dimiliki harus digunakan hanya untuk
9
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.hukumonline.com, 2004
11
10
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.hukumonline.com, 2004
12
11
Reza Widhar Pahlevi, Tata Kelola Perusahaan Perspektif Islam: Implementasi Tata Kellola
Perusahaan yang Sesuai dengan Syariah Islam, (Yogyakarta: Stelkendo Kreatif, 2020), Hal. 17
12
Amiur Nuruddin dan Veithzal Rivai, Islamic Business and Economic Ethic, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), Hal. 52
13
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), Hal. 5-
6
13
Nya. Dalam melakukan suatu bisnis hendaklah atas dasar suka sama suka
atau sukarela. Tidaklah dibenarkan bahwa suatu perbuatan muamalah,
misalnya perdagangan, dilakukan dengan pemaksaan ataupun penipuan.
Jika hal ini terjadi, dapat membatalkan perbuatan tersebut. Prinsip ridha
ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik dari para pihak.
c. Ekuilibrium
Tawazun atau mizan (keseimbangan) dan al-„adalah (keadilan)
adalah dua buah konsep tentang ekuilibrium dalam Islam. Tawazun lebih
banyak digunakan dalam menjelaskan fenomena fisik, sekalipun memiliki
implikasi sosial, yang kemudian sering menjadi wilayah al-‘adalah atau
keadilan sebagai manifestasi tauhid khususnya dalam konteks sosial
kemasyarakatan, termasuk keadilan ekonomi dan bisnis. Dalam konteks
keadilan (sosial), para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk
berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi
perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi segala kewajibannya.
d. Kemaslahatan
Secara umum, mashlahat diartikan sebagai kebaikan
(kesejahteraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya
sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kebaikan dan
menghindarkan diri dari mudharat, kerusakan dan mufsadah.
14
Shofia Mauizotun Hasanah dan Romi Kurniawan, “Konsep Islamic Corporate Governance
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mataram”, Istishaduna Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol 10
No. 1, 2019. Hal. 54
14
1. Transparancy (Transparansi)
Transparansi merupakan pengungkapan (disclosure) setiap kebijakan atau
aturan yang (akan) diterapkan perusahaan, sebab kepercayaan investor dan
efisiensi pasar sangat tergantung dari pengungkapan kinerja perusahaaan
secara adil, akurat, dan tepat waktu. Pelaku bisnis syariah harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah. Oleh
karena itu:
a. Pelaku bisnis syariah harus menyediakan informasi tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses
oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
visi, misi, sasaran usaha dan strategi organisasi, kondisi keuangan,
susunan pengurus, kepemilikan, sistem manajemen risiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan good
governance bisnis syariah serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi entitas bisnis syariah.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis syariah tidak
mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan
organisasi sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi.
d. Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan.15
2. Accuntability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
15
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 16
15
16
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 17
17
Hikmah Endraswati, “Konsep Awal Islamic Corporate Governance: Peluang Penelitian yang
Akan Datang”, Jurnal Muqtasid, Vol. 6 No. 2, 2015, Hal. 94
17
18
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 17-18
18
19
Shofia Mauizotun Hasanah dan Romi Kurniawan, “Konsep Islamic Corporate Governance
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mataram”, Istishaduna Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol 10
No. 1, 2019. Hal. 63
19
20 20
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance
Bisnis Syariah, 2011, Hal. 19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika yang benar adalah etika yang dapat membimbing secara taktis seni
dan ilmu pengetahuan, teknologi kemanusiaan dan globalisasi menuju
keselamatan. Yang terpenitng dalam sebuah korporasi adalah bagaimana
memastikan perkembangan korporasi dan mampu menghadapi tantang internal
maupun eksternal. Etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari kewajiban etis umat
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Karena pemahaman fundamentalnya
bersumber dari Al-Qur’an.
CSR berkaitan erat dengan etika bisnis oleh karena itu konsep CSR dalam
Islam juga berkaitan dengan konsep etika bisnis dalam Islam. Bisnis dalam Islam
memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis karena bukan sekedar
diperbolehkan dalam Islam melainkan diperintahkan oleh Allah SWT didalam Al-
Qur’an. Kegiatan bisnis merupakan bagian dari pelaksanaan peran manusia
sebagai khalifah dalam rangka memakmurkan bumi berdasarkan petunjuk Allah
seklaigus sebagai ibadah kepada Allah SWT. Bisnis yang dipandu dengan
spiritualitas dan etika akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan
berkesinambungan dengan terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik.
Adapun prinsip korporasi dalam Islam antara lain:
1. Prinsip dalam pengaturan CSR dalam Islam
Prinsip utama dalam Islam adalah prinsip tauhid atau illahiyah. Prinsip
tauhid ini berkaitan dengan prinsip nubuah (sifat Rasulullah) antara lain:
a. Amanah
b. Siddhiq
c. Fatonah
d. Tabligh
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai CSR
antara lain:
a. Pertanggung jawaban
b. Keseimbangan
20
21
c. Ihsan
d. Kehendak bebas
2. Prinsip Islamic corporate Governance
Good Corporate Governance dalam Islam harus mengacu pada
prinsip-prinsip berikut ini:
a. Tauhid
b. Taqwa dan ridha
c. Ekuilibrium
d. Kemaslahatan
Dari prinsip GCG tersebut kemudian membentuk sebuah prinsip
Islamic Corporate Governance, antara lain:
a. Transparansi
b. Akuntabilitas
c. Responsibilitas
d. Independensi
e. keadilan
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baikdari penulisan maupun keterbatasan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari
pembaca guna memperbaiki makalah selanjutnya. Akhirnya, kurang dan lebihnya
penulis mohon maaf semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
keilmuan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Rivai, A. N. (2012). Islamic Business and Economic Ethic. Jakarta: Bumi Aksara.
22