Disusun Oleh :
Putri Maydiah
200501110222
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
MALANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam praktek kehidupan sehari-hari manusia sangatlah berdekatan dengan kata bisnis.
Bisnis adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat. Barang dan jasa akan didistribusikan pada masyarakat yang membutuhkan, dari
kegiatan distribusi tersebut, pelaku bisnis akan mendapatkan keuntungan atau profit. Dengan
adanya kebutuhan masyarakat akan suatu barang atau jasa maka bisnis akan muncul untuk
memenuhinya. Dengan masyarakat yang terus berkembang secara kualitatif dan kuantitatif
maka bisnispun juga dapat terus berkembang sesuai apa yang dibutuhkan mayarakat.
Perkembangan secara kualitatif dapat dilihat dari pendidikan yang semakin baik, dan pemikiran
yang semakin maju, sedangkan pertumbuhan secara kuantitatif dapat dilihat dari bertambahnya
jumlah penduduk (kelahiran, pertambahan umur, dan kematian).
Bisnis dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai carauntuk mendapatkan
keuntungan, semua cara yangdilakukan dianggap halal, bahkan bangsa Barat menetapkan
bahwa manusia sebagai homo ecominicus atau manusia adalah manusia yang mengejar materi
saja. Menggunakan modal sekecil mungkin dan mendapatkan hasil yang berlipat dari modal
awalnya. Kegiatan bisnis yang seperti ini menjadikan pelaku bisnis tidak memikirkan
tanggungjawab yang harus dia lakukan. Untuk menjadikan bisnis menjadi kegiatan usaha yang
baik maka aturan-aturan bisnis harus di lakukan agar bisnis bisa berjalan dengan baik dan tidak
merugikan orang lain. Islam mengatur semua kegiatan manusia termasuk dalam melakukan
muamalah dengan memberikan batasan apa saja yang boleh dilakukan (Halal) dan apa saja
yang tidak diperbolehkan (Haram). Dalam bisnis syariah, bisnis yang dilakukan harus
berlandaskan sesuai syaria·ah. Semua hukum dan aturan yang ada dilakukan untuk menjaga
pebisnis agar mendapatkan rejeki yang halal dan di ridhai oleh Allah SWT serta terwujudnya
kesejahteraan distribusi yang merata. Maka etika atau aturan tentang bisnis syariah memiliki
peran yang penting juga dalam bisnis berbasis syari·ah.
Bisnis dengan basis syariah akan membawa wirausaha muslim kepada kesejahteraan
dunia dan akhirat dengan selalu memenuhi standar etika perilaku bisnis, yaitu: takwa, kebaikan,
ramah dan amanah. Ketaqwaan seorang wirausaha muslim adalah harus tetap mengingat Allah
dalam kegiatan berbisnisnya, sehingga dalam melakukan kegiatan bisnis seorang
wirausahawan akan menghindari sifat-sifat yang buruk seperti curang, berbohong, dan menipu
pembeli. Seorang yang taqwa akan selalu menjalankan bisnis dengan keyakinan bahwa Allah
selalu ada untuk membantu bisnisnya jika dia berbuat baik dan sesuai dengan ajaran Islam.
Ketaqwaannya diukur dengan dengan tingkat keimanan, intensitas dan kualitas amal salehnya.
Apabila dalam bekerja dan membelanjakan harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan
dilandasi dengan keimanan dan semata-mata mencari ridha Allah, maka amal saleh ini akan
mendapatkan balasan dalam bentuk kekuasaan didunia, baik kuasa ekonomi maupun
kekuasaan sosial atau bahkan kekuasaan politik.
Hakikat dari bisnis dalam agama Islam selain mencari keuntungan materi juga mencari
keuntungan yang bersifat immaterial. Keuntungan yang bersifat immaterial yang dimaksud
adalah keuntungan dan kebahagiaan ukhrawi. Dalam konteks inilah al-Qur·an menawarkan
keuntungan
dengan suatu bisnis yang tidak pernah mengenal kerugian yang oleh al-Qur·an diistilahkan
dengan µtijaratan lan taburaµ. Karena walaupun seandainya secara material pelaku bisnis
Muslim merugi, tetapi pada hakikatnya ia tetap beruntung karena mendapatkan pahala atas
komitmenya dalam menjalankan bisnis yang sesuai dengan syariah.
BAB II
KONSEP ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
Untuk membangun kultur bisnis yang sehat, idealnya dimulai dari perusahaan
etika yang akan digunakan sebagai norma perilaku sebelum aturan (hukum) perilaku
dibuat dan dilaksanakan, atau aturan (norma) etika tersebut diwujudkan dalam bentuk
aturan hukum. Sebagai kontrol terhadap individu pelaku dalam bisnis yaitu melalui
penerapan kebiasaan atau budaya moral atas pemahaman dan penghayatan nilai-nilai
dalam prinsip moral sebagai inti kekuatan suatu perusahaan dengan mengutamakan
kejujuran, bertanggungjawab, disiplin, berperilaku tanpa diskriminasi.36 Etika bisnis
hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral, tidak merupakan komitmen
individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial. Etika bisnis menjamin
bergulirnya kegiatan bisnis dalam jangka panjang, tidak terfokus pada keuntungan
janka pendek saja. Etika bisnis akan meningkatkan kepuasan pegawai yang merupakan
stakeholders yang penting untuk diperhatikan. Etika bisnis membawa perilaku bisnis
untuk masuk dalam bisnis internasional. Karenanya, harus:
1. Pengelolaan bisnis secara profesional
2. Berdasarkan keahlian dan ketrampilan khusus
3. Mempunyai komitmen moral yang tinggi
4. Menjalankan usahanya berdasarkan profesi atau keahlian
Karena itu, etika bisnis secara umum menurut Suarny Amran sebagaimana yang dikutip
oleh Djohar Arifin, harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Otonomi; yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan keselarasan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggungjawab
secara moral atas keputusan yang diambil.
b. Prinsip Kejujuran; dalam hal ini kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu
bisnis, kejujuran dalam pelaksanaan kontrol terhadap konsumen, dalam hubungan
kerja, dan sebagainya.
c. Prinsip Keadilan; bahwa setiap orang dalam berbisnis diperlakukan sesuai dengan
haknya masing-masing dan tidak ada yang boleh dirugikan.
d. Prinsip Saling Menguntungkan; juga dalam bisnis yang kompetitif.
e. Prinsip Integritas Moral; ini merupakan dasar dalam berbisnis, harus menjaga nama
baik perusahaan tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Dengan kata lain, etika bisnis Islam mempunyai prinsip-prinsip tertentu dalam
kegiatan bisnis. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat menghantarkan pelaku bisnis
menjadi seseorang yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat Islam. Karena
prinsip-prinsip yang dijalankan tersebut tidak merugikan orang lain, melainkan
membawa keuntungan bagi orang lain. Islam juga memberikan penghargaan yang besar
kepada pelaku bisnis yang menjalankan prinsip-prinsip etika bisnis tersebut dalam
kegiatan bisnisnya.
Berkaitan hubungan agama dengan bisnis, bahwa sejak terbitnya buku The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism 1904 Weber sangat berjasa untuk
membuktikan hubungan agama dengan kegiatan perekonomian (bisnis), masyarakat
yakin adanya hubungan erat antara agama dan kerja atau agama dengan kemajuan
ekonomi. Jika weber saja memiliki analisis yang kuat terhadap hubungan bisnis dan
agama, maka semua agama pasti memiliki keyakinan yang tidak jauh berbeda.
Tidak ada manusia yang hidup didunia ini tanpa agama, karena agama
merupakan pedoman bagi setiap pemeluknya. Diantara agama yang banyak dianut oleh
manusia atau masyarakat adalah agama Islam. Islam bagi penganutnya adalah agama
yang syumuliyah (sempurna). Ajaran Islam yang Syamil Muktamil (sempurna
menyeluruh) memberikan pemahaman yang mendalam, bahwa Islam tidak hanya hadir
dalam waktu yang singkat, ia merupakan agama sepanjang masa. Dalam ajaran Islam
tidak hanya mengatur hubungan seoarang makhluk dengan khaliq saja, namun jauh
daripada itu Islam mengatur eksistensi manusia dimuka bumi ini. Oleh karena itu Islam
seringkali disebut sebagai pedoman hidup way of life ( Eko Suprayitno, 2005) karena
ajaran Islam bersifat komprehensif dan universal. Makna komprensif berarti agama
Islam mengatur semua aspek baik berupa ritusl (habl min Allah) maupun hubungan
sosial (habl min an-nas). Sedanga universal berarti Islam dapat diterapkan dalam setiap
waktu dan tempat dan hidup sepanjang masa. Sehingga Islam mengatur semua aktivitas
manusia mulai dari hal-hal yang kecil sampai kepada persoalan yang besar
Islam terlahir kemuka bumi ini sebagai agama rahmatal lil ‘alamin, agama yang
mengatur semua aspek kehidupan manusia. Dalam pandangan Islam manusia dijadikan
khalifah (pemimpin) dimuka bumi memiliki peran yang sangat urgen dibandingkan
dengan makhluk Allah yang lainnya. Peran khalifah yang pertama adalah untuk
menyembah Allah sementara peran kedua adalah memakmurkan alam untuk menjaga
keberlangsung hidup. Untuk memenuhi keberlangsungan hidup, manusia butuh bekerja
atau berbisnis.
Berbisnis merupakan perbuatan yang sangat terpuji menurut pandangan Islam.
Karena yang menjadi tujuan bisnis dalam Islam tidak hanya profit oriented semata akan
tetapi fallah oriented yaitu kebahagiana dunia akhirat. Oleh karena itu berbisnis tidak
bisa dipisahkan dari nilai-nilai ibadah.
a. Al-adl
Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis atau usaha yang
mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang
teraplikasikan dalam hubungan usaha dan kontrak-kontrak serta perjanjian
bisnis sifat keseimbangan atau keadilan dalam bisnis adalah ketika korporat
mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Dalam beraktifitas di dunia
bisnis, Islam mengharuskan berbuat adil yang diarahkan kepada hak orang lain,
hak lingkungan sosial, hak alam semesta. Jadi, keseimbangan alam dan
keseimbangan sosial harus tetap terjaga bersamaan dengan operasional usaha
bisnis.
b. Al-ihsan
Islam hanya memerintahkan dan menganjurkan perbuatan yang baik bagi
kemanusiaan, agar amal yang dilakukan manusia dapat memberi nilai tambah dan
mengangkat derajat manusia baik individu maupun kelompok. Pelaksanaan CSR
dengan semangat ihsan akan dimiliki ketika individu atau kelompok melakukan
kontribusi dengan semangat ibadah dan berbuat karena atas ridho Allah SWT.
c. Manfaat
Konsep ihsan yang telah dijelaskan diatas seharusnya memenuhi unsur manfaat
bagi kesejahteraan masyarakat (internal maupun eksternal perusahaan). Konsep
manfaat dalam CSR, lebih dari aktivitas ekonomi. Perusahaan sudah seharusnya
memberikan manfaat yang lebih luas dan tidak statis misalnya terkait bentuk
philantropi dalam berbagai aspek sosial seperti pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan kaum marginal, pelestarian lingkungan.
d. Amanah
Dalam usaha bisnis, konsep amanah merupakan niat dan iktikad yang perlu
diperhatikan terkait pengelolaan sumber daya (alam dan manusia) secara makro,
maupun dalam mengemudikan suatu perusahaan. erusahaan yang menerapkan
CSR harus memenuhi dan menjaga amanah dari masyarakat yang secara otomatis
terbebani pundaknya misalnya menciptakan produk yang berkualitas, serta
menghindari perbuatan yang tidak terpuji dalam setiap aktivitas bisnis. Amanah
dalam perusahaan dapat dilakukan dengan pelaporan dan transparan yang jujur
kepada yang berhak, serta amanah dalam pembayaran pajak, pembayaran gaji
karyawan. Amanah dalam skala makro dapat direalisasikan dengan melaksanakan
perbaikan sosial dan menjaga keseimbangan lingkungan.
B. Pemberdayaan masyarakat dan zakat dalam bisnis islam
Islam memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang individunya saling
membutuhkan dan saling mendukung. Antar individu masyarakat mempunyai
hubungan yang idealnya saling menguntungkan. Kesenjangan dalam hal
pendapatan ekonomi merupakan sebuah potensi yang dapat dimanfaatkan guna
memupuk kerukunan dan silaturahim antar sesama. Islam mendorong pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat dengan berpegang pada 3 prinsip utama; ketiga prinsip
itu adalah Prinsip ukhuwwah, Prinsip ta’awun, dan Prinsip persamaan derajat,
Prinsip-prinsip tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
Pertama, prinsip ukhuwwah. Ukhuwwah dalam bahasa arab berarti persaudaraan.
Prinsip ini menegaskan bahwa tiap-tiap muslim saling bersaudara, walaupun tidak
ada pertalian darah antara mereka. Rasa persaudaraan menjamin adanya rasa empati
dan merekatkan silaturahim dalam masyarakat.
Kedua, prinsip ta’awun. Allah SWT mendorong manusia untuk saling tolong-
menolong sesamanya. Prinsip ta’awun atau tolong-menolong ini merupakan prinsip
yang utama dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. Karena sesungguhnya
program pemberdayaan itu adalah sebuah upaya menolong individu dan masyarakat
yang membutuhkan bantuan dan bimbingan. Upaya pemberdayaan harus dimulai
dari rasa kepedulian dan niat menolong individu dan masyarakat yang
membutuhkan.
Hal ini berasal dari rasa persaudaraan yang tumbuh dari ikatan ukhuwwah.
Prinsip ta’awun atau tolong-menolong ini juga dapat diartikan sebagai sebuah
sinergi antara berbagai pihak yang berkepentingan demi terwujudnya pemberdayaan
yang optimal. Pemberdayaan masyarakat adalah proses kolaboratif, maka
hendaknya seluruh pihak saling membantu demi terwujudnya tujuan bersama.
Pemberdayaan bukanlah tanggung jawab pihak tertentu saja, melainkan tanggung
jawab seluruh pihak terkait.
Pemerintah tidak akan mampu menyelesaikan masalah sendiri tanpa bersinergi
dengan pihak lain. Dengan ta’awun, pemerintah, lembaga zakat, para ulama
organisasi Islam dan berbagai LSM dapat bahu-membahu memadukan kekuatan
finansial, manajemen, sumber daya manusia, metodologi, dan penentuan kebijakan
sehingga tercipta sinergi yang efektif dalam melaksanakan pemberdayaan dan
mengentaskan kemiskinan. Ketiga, prinsip persamaan derajat antar umat manusia.
Islam telah memproklamirkan persamaan derajat antar umat manusia sejak 14 abad
yang lalu
b. Orang yang berinteraksi dengan riba akan dibangkitkan oleh allah pada hari kiamat
kelak dalam keadaan seperti orang gila.
c. Orang yang berinteraksi dengam riba akan disiksa oleh allah dengan berenang di
sungai darah dan mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga ia tidak mampu untuk
keluar dari sungai itu.
d. Allah tidak akan menerima sedekah,infak dan zakat yang dikeluarkan dari harta riba.
e. Doa pemakan riba tidak akan didengarkan dan dikabulkan oleh allah.
Dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terdapat lima faktor utama yang harus
diperhatikan oleh perusahaan yaitu :
1) Kualitas produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk
yang mereka gunakan berkualitas.
2) Kualitas pelayanan
Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila mereka mendapatkan
pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3) Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan
kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung
mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena
kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat konsumen menjadi puas terhadap
merek tertentu.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang yang relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya.
5) Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau
jasa itu
B. Transparasi dan akuntabilitas dalam bisnis islam
Transparansi dalam bahasa arab disitilahkan dengan Al Syafafiyyah (ال ش فاف ية
). Menurut Muhammad dan Al Syayyab bahwa implementasi transparasi telah ada sejak
kedatangan Islam itu sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dibukanya ketika ada
“kesalahan perilaku” antara Nabi SAW dengan istri-istinya serta
Akuntabilitas dalam bahasa arab disitilahkan dengan musa’alah () م ساءل ة.
Musa’alah berbeda dengan ( م سؤول يةpertanggungjawaban). Kata mas’uliyyah lebih
kepada akhlak, yaitu komitmen seseorang untuk bertanggungjawab terhadap apa yang
diucapkan atau dikerjakan11 Menurut Marwiyah bahwa amanah dalam perspektif
publik administrasi sama dengan akuntabilitas dan responsibilitas. Unsur pembentukan
sifat amanah adalah bertanggungjawab. Orang yang amanah adalah orang yang mampu
bertanggungjawab (responsibilitas) dan mempertanggungungjawabkan
(accountability) amanah yang dipercayakan kepadanya.
Akuntabilitas dalam Islam berbeda dari akuntabilitas konvensional. Mayoritas
cendekiawan Muslim menekankan bahwa pemahaman akuntabilitas dalam Islam lebih
luas daripada apa yang biasanya dipahami dalam akuntabilitas konvensional karena
pendekatan akuntabilitas konvensional. Dalam Islam hubungan pertanggungjawaban
tidak hanya melibatkan hubungan antara manajemen suatu organisasi dan para
pemangku kepentingannya, seperti penyedia sumber daya keuangannya, atau
pemerintah dan masyarakat pada umumnya, tetapi juga melibatkan hubungan antara
manajemen dan Tuhan, sebagai pemilik utama dari segalanya.
Dalam konsep Islam, akuntabilitas bukan hanya dilaksanakan untuk memenuhi
persyaratan hukum akuntabilitas, melaikan memiliki tujuan lain, yaitu untuk memenuhi
hubungan dengan Sang Pencipta alam Semesta. Selain itu dalam konsep Islam, tidak
ada perbedaan dalam cara menunjukkan akuntabilitas kepada Sang Khalik dan
makhluknya karena akuntabilitas kepada Sang Khalik ditafsirkan juga sebagai
akuntabilitas kepada masyarakat
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa pemimpin hendaklah membuat Diwan
yang bertugas untuk menghisab harta wakaf berdasarkan kemaslahatan. Mereka juga
mengatakan jika nadzir wakaf mengelola wakaf dengan tabarru (derma, tidak menerima
upah) maka ucapan mereka atas distribusi wakaf diterima meskipun tanpa ada bukti
dan tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan bukti. Akan tetapi jika nadzir
wakaf tersebut melakukannya tanpa tabaarru’ (mendapatkan upah) maka tidak diterima
ucapannya atas distribusi harta wakaf kecuali jika ada bukti.
Pekerja yang mengurus kharaz mesti menyerahkan hisab (akun) kepada Diwan dan
Diwan mesti memuhasabah atas kebenaran laporan yang mereka berikan. Adapun jika
pegawai usyr, maka menurut Mazhab Syafii hal itu tidak wajib, namun menurut
Mazhab Hanafi bahwa pekerja baik kharaz maupun usyr wajib melaporkan hisab/akun
mereka kepada Diwan dan Diwan mesti menghisabnya.
Pemimpin wajib memuhasabah pegawai zakat. Dalam praktiknya Rasulullah
SAW pernah melaksanakannya. Rasulullah SAW pernah menghisab pegawai zakat atas
zakat yang ia peroleh.Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Bukhari bahwa Rasulullah
saw pernah mengutus Ibn Lutbiyyah untuk mengambil zkaat dari Bani Salim kemudian
Rasulullah SAW menghisabnya.
Ibn Abi Dam mengatakan bahwa qadhi mesti memperhatikan dan menghisab atas apa
yang dilakukan oleh orang-orang yang diberi amanah seperti pengelola harta anak
yatim.
Akuntanbilitas dan transparansi dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari kegiatan
akuntansi bahkan adalah salah satu sarana kegiatan akuntansi. Kata Al Hisabah sendiri
sebagai dasar kata akuntansi memuat inti akuntabilitas dan transparansi sebagaimana
disebutkan dalam QS. Ibrahim (14): 41 dan QS. Al Insyiqaq (84). Inti dari ayat tesebut
adalah nanti di akhiri akhir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban manusia
atas segala amal perbuatan yang telah dilakukannya olehnya ketika di dunia dan Allah
SWT akan menampakkanya dalam timbangan amal, tak ada satu manusiapun yang bisa
menyembunyikan apa yang telah dilakukannya selama ia hidup di dunia. QS. Al
Baqarah (2): 282-284 menunjukkan bahwa Islam memiliki perhatian terhadap aktivitas
ekonomi yang dilakukan oleh umat manusia. Selain itu ayat tersebut menunjukkan
bahwa akuntansi, akuntabilitas dan transparasi adalah sesuatu yang disyariatkan oleh
Allah SWT.
1) Jual beli yang tidak ada larangannya, seperti menjual anak binatang yang
masih dalam kandungan dan susunya.
2) Jual beli barang yang tidak bisa diserah terimakan, seperti budak yang lari
dari tuannya.
3) Jual beli barang yang tidak diketahui hakikatnya sama sekali atau busa
diketahui tapi tidak jelas jenisnya atau kadarnya.
Amanda Tikha Santriati, & Dwi Runjani Juwita. (2022). PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8
TAHUN 1999. Opinia De Journal, 2(2), 32–51. Retrieved from
https://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/article/view/30
Bahri, S. (2012). Etika Bisnis Lembaga Keuangan Syariah. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita,
1(2), 233-244. Retrieved from
https://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/iqtishaduna/article/view/15
Djakfar, Muhammad (2007) Etika bisnis dalam perspektif Islam. UIN-Maliki Press, Malang. ISBN 979-
24-2978-6 UNSPECIFIED : UNSPECIFIED.
Fadli, Ahmad Very and Yuliani, Yuliani (2022) Implementasi Corporate Social Responsibility dalam
Perspektif Islam (Studi Kasus PT. Kimia Farma, Tbk). Al-Dzahab: Journal of Economics,
Management & Business, and Accounting, 3 (1). pp. 50-60. ISSN p-ISSN: 2808-7631 e-ISSN:
2808-7585
Fitriani, Sri Deti, & Sri Sunantri. (2022). ETIKA BISNIS ISLAM MENURUT IMAM AL-GHAZALI DAN YUSUF
AL-QARADHAWI. Jurnal Studi Islam Lintas Negara (Journal of Cross-Border Islamic Studies),
4(1), 50-68. Retrieved from
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/CBJIS/article/view/1269
Ilyas Junjunan, M. (2020). Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas, dan IGCG terhadap Tingkat
Kepercayaan Muzakki di Lembaga Amil Zakat Dompet Amanah Umat. Akuntansi : Jurnal
Akuntansi Integratif, 6(2), 112–125. https://doi.org/10.29080/jai.v6i2.289
Kahfi, A. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA. Jurisprudentie : Jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 3(2), 59-72.
https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v3i2.2665
Khairunisa, P. (2019). Etika Bisnis Dalam Islam Terhadap Transaksi Terlarang Riba dan Gharar.
LABATILA : Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 3(02), 190-203.
https://doi.org/10.33507/labatila.v3i02.233
Kholis, N. (2009). Masa Depan Ekonomi Islam dalam Arus Trend Ekonomi Era Global. Unisia, 31(68).
https://doi.org/10.20885/unisia.vol31.iss68.art5
Lestari, N., & Surya, A. (2021). Bahaya Praktik Riba dan Etika Upaya Pencegahannya. LABATILA : Jurnal
Ilmu Ekonomi Islam, 5(01), 9-23. https://doi.org/10.33507/labatila.v4i02.384
Lilies Handayani. (2018). Nilai-Nilai Ekonomi Dan Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. El-Iqtishod: Jurnal
Ekonomi Syariah, 2(1), 14-25. Diambil dari https://journal.parahikma.ac.id/el-
iqtishod/article/view/52
Mayanti, Y., & Dewi, R. P. K. (2021). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Bisnis Islam. Journal of
Applied Islamic Economics and Finance, 1(3), 651-660.
https://doi.org/10.35313/jaief.v1i3.2612
Nur Zaroni, A. (2007). BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Telaah Aspek Keagamaan dalam Kehidupan
Ekonomi). Mazahib, 4(2). https://doi.org/10.21093/mj.v4i2.507
Prakosa, N. I., & Zuchri, L. (2011). MENGGAGAS KONSEP PENERAPAN SHARIAH COMPLIANCE AUDIT:
SEBUAH UPAYA PENCAPAIAN ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE. Jurnal Ekonomi &
Keuangan Islam, 1(1), 79–87. https://doi.org/10.20885/jeki.vol1.iss1.art5
Saeful, A. (2020). KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM ISLAM. Syar’ie : Jurnal Pemikiran
Ekonomi Islam, 3(3), 1-17. https://doi.org/10.51476/syarie.v3i3.159
Sahri. (2022). ETIKA BISNIS ISLAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG
HASIL KERAJINAN CUKLI DI KOTA MATARAM. Elastisitas - Jurnal Ekonomi Pembangunan, 4(2),
202-222. https://doi.org/10.29303/e-jep.v4i2.65
Sany, U. (2019). Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Al Qur’an. Jurnal Ilmu
Dakwah, 39(1), 32-44. doi:https://doi.org/10.21580/jid.v39.1.3989