Anda di halaman 1dari 36

Makalah Etika Bisnis Islam

Dosen Pengampu : Romi Faslah,M.Si

Disusun Oleh :

Putri Maydiah

200501110222

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam praktek kehidupan sehari-hari manusia sangatlah berdekatan dengan kata bisnis.
Bisnis adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat. Barang dan jasa akan didistribusikan pada masyarakat yang membutuhkan, dari
kegiatan distribusi tersebut, pelaku bisnis akan mendapatkan keuntungan atau profit. Dengan
adanya kebutuhan masyarakat akan suatu barang atau jasa maka bisnis akan muncul untuk
memenuhinya. Dengan masyarakat yang terus berkembang secara kualitatif dan kuantitatif
maka bisnispun juga dapat terus berkembang sesuai apa yang dibutuhkan mayarakat.
Perkembangan secara kualitatif dapat dilihat dari pendidikan yang semakin baik, dan pemikiran
yang semakin maju, sedangkan pertumbuhan secara kuantitatif dapat dilihat dari bertambahnya
jumlah penduduk (kelahiran, pertambahan umur, dan kematian).
Bisnis dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai carauntuk mendapatkan
keuntungan, semua cara yangdilakukan dianggap halal, bahkan bangsa Barat menetapkan
bahwa manusia sebagai homo ecominicus atau manusia adalah manusia yang mengejar materi
saja. Menggunakan modal sekecil mungkin dan mendapatkan hasil yang berlipat dari modal
awalnya. Kegiatan bisnis yang seperti ini menjadikan pelaku bisnis tidak memikirkan
tanggungjawab yang harus dia lakukan. Untuk menjadikan bisnis menjadi kegiatan usaha yang
baik maka aturan-aturan bisnis harus di lakukan agar bisnis bisa berjalan dengan baik dan tidak
merugikan orang lain. Islam mengatur semua kegiatan manusia termasuk dalam melakukan
muamalah dengan memberikan batasan apa saja yang boleh dilakukan (Halal) dan apa saja
yang tidak diperbolehkan (Haram). Dalam bisnis syariah, bisnis yang dilakukan harus
berlandaskan sesuai syaria·ah. Semua hukum dan aturan yang ada dilakukan untuk menjaga
pebisnis agar mendapatkan rejeki yang halal dan di ridhai oleh Allah SWT serta terwujudnya
kesejahteraan distribusi yang merata. Maka etika atau aturan tentang bisnis syariah memiliki
peran yang penting juga dalam bisnis berbasis syari·ah.
Bisnis dengan basis syariah akan membawa wirausaha muslim kepada kesejahteraan
dunia dan akhirat dengan selalu memenuhi standar etika perilaku bisnis, yaitu: takwa, kebaikan,
ramah dan amanah. Ketaqwaan seorang wirausaha muslim adalah harus tetap mengingat Allah
dalam kegiatan berbisnisnya, sehingga dalam melakukan kegiatan bisnis seorang
wirausahawan akan menghindari sifat-sifat yang buruk seperti curang, berbohong, dan menipu
pembeli. Seorang yang taqwa akan selalu menjalankan bisnis dengan keyakinan bahwa Allah
selalu ada untuk membantu bisnisnya jika dia berbuat baik dan sesuai dengan ajaran Islam.
Ketaqwaannya diukur dengan dengan tingkat keimanan, intensitas dan kualitas amal salehnya.
Apabila dalam bekerja dan membelanjakan harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan
dilandasi dengan keimanan dan semata-mata mencari ridha Allah, maka amal saleh ini akan
mendapatkan balasan dalam bentuk kekuasaan didunia, baik kuasa ekonomi maupun
kekuasaan sosial atau bahkan kekuasaan politik.

Wirausahawan muslim hendaknya memiliki perilaku yang baik, seperti bertindak


ramah kepada konsumen. Berperilaku baik dengan menerapkan perilaku yang sopan dan santun
akan membuat konsumen nyaman dan senang. Selain itu wirausahawan muslim juga harus
bersikap baik saat melayani pembeli. Pembeli akan merasa senang jika dilayani dengan ramah
dan baik. Memberikan tenggang waktu saat pembeli belum dapat membayar kekurangannya
atau melunasi pinjaman. Sikap yang baik saat melayani akan membawa seorang wirausaha
banyak mengenal orang baru dan bisa saja mendapatkan teman untuk bekerjasama
mengembangkan bisnisnya. Amanah juga perilaku yang harus ada di miliki oleh wirausaha
muslim dalam berbisnis. Rasulluah Saw. adalah contoh pebisnis yang jujur karena sifat
amanahnya. Jika perilaku amanah dilakukan dengan baik maka maka seorang wirausaha
muslim akan dapat menjaga hubungannya dengan sesama manusia dengan cara menjaga
kepercayaan orang lain yakni pembeli. Dapat menjaga hubungannya dengan Allah karena
dapat menjaga amanah yang diberikan Allah terhadap harta yang Allah titipkan padanya. Dan
dapat memelihara dirinnya dari kebinasaan. Islam sangat menghargai kerja keras seseorang,
kerja keras yang dilakukan akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Seorang manusia yang unggul adalah manusia yang taqwa kepada Allah akan
menjalankan bisnis dengan membawa keseimbangan dalam hidupnya, imbang dalam hal dunia
dan akhirat. Islam melalui Rasulullah, mengajarkan bagaimana bisnis seharusnya dilakukan.
Mulai dari etika berbisnis sampai penggunaan harta yang diperoleh. Kegiatan bisnis yang
dijalankan oleh Rasulullah SAW didasari oleh akhlak mulia dengan kejujuran dan tutur kat a
yang baik. Allah SWT menyuruh hamba-hambaNya bahkan mewajibkan untuk mencari harta-
kekayaan. Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Mulk ayat 15 :
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan.
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menyuruh hambahambanya untuk mencari rizki yang
telah Allah siapkan di bumi dengan menggunakan cara yang halal. Dalam mencari rizki,
seorang muslim harus tetap mengingat Allah. Saat rizki tersebut sudah diperolehnya maka dia
harus mempergunakan harta miliknya dengan benar dan baik. Fenomena yang terjadi saat ini
manusia semakin egois dan individualistis dalam segala hal. Selama berbisnis mereka hanya
memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan dan cara menghindar dari kerugian saja.
Ketika keberhasilan datang pada mereka, mereka lupa bahwa harta yang mereka dapatkan
hanyalah titipan dari Allah yang akan dipertanggungjawabkan kelak diakhirat.

Hakikat dari bisnis dalam agama Islam selain mencari keuntungan materi juga mencari
keuntungan yang bersifat immaterial. Keuntungan yang bersifat immaterial yang dimaksud
adalah keuntungan dan kebahagiaan ukhrawi. Dalam konteks inilah al-Qur·an menawarkan
keuntungan
dengan suatu bisnis yang tidak pernah mengenal kerugian yang oleh al-Qur·an diistilahkan
dengan µtijaratan lan taburaµ. Karena walaupun seandainya secara material pelaku bisnis
Muslim merugi, tetapi pada hakikatnya ia tetap beruntung karena mendapatkan pahala atas
komitmenya dalam menjalankan bisnis yang sesuai dengan syariah.
BAB II
KONSEP ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

A. Prinsip-Prinsip dasar etika bisnis dalam ajaran islam

Untuk membangun kultur bisnis yang sehat, idealnya dimulai dari perusahaan
etika yang akan digunakan sebagai norma perilaku sebelum aturan (hukum) perilaku
dibuat dan dilaksanakan, atau aturan (norma) etika tersebut diwujudkan dalam bentuk
aturan hukum. Sebagai kontrol terhadap individu pelaku dalam bisnis yaitu melalui
penerapan kebiasaan atau budaya moral atas pemahaman dan penghayatan nilai-nilai
dalam prinsip moral sebagai inti kekuatan suatu perusahaan dengan mengutamakan
kejujuran, bertanggungjawab, disiplin, berperilaku tanpa diskriminasi.36 Etika bisnis
hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral, tidak merupakan komitmen
individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial. Etika bisnis menjamin
bergulirnya kegiatan bisnis dalam jangka panjang, tidak terfokus pada keuntungan
janka pendek saja. Etika bisnis akan meningkatkan kepuasan pegawai yang merupakan
stakeholders yang penting untuk diperhatikan. Etika bisnis membawa perilaku bisnis
untuk masuk dalam bisnis internasional. Karenanya, harus:
1. Pengelolaan bisnis secara profesional
2. Berdasarkan keahlian dan ketrampilan khusus
3. Mempunyai komitmen moral yang tinggi
4. Menjalankan usahanya berdasarkan profesi atau keahlian

Karena itu, etika bisnis secara umum menurut Suarny Amran sebagaimana yang dikutip
oleh Djohar Arifin, harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Otonomi; yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan keselarasan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggungjawab
secara moral atas keputusan yang diambil.
b. Prinsip Kejujuran; dalam hal ini kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu
bisnis, kejujuran dalam pelaksanaan kontrol terhadap konsumen, dalam hubungan
kerja, dan sebagainya.
c. Prinsip Keadilan; bahwa setiap orang dalam berbisnis diperlakukan sesuai dengan
haknya masing-masing dan tidak ada yang boleh dirugikan.
d. Prinsip Saling Menguntungkan; juga dalam bisnis yang kompetitif.
e. Prinsip Integritas Moral; ini merupakan dasar dalam berbisnis, harus menjaga nama
baik perusahaan tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

Dengan kata lain, etika bisnis Islam mempunyai prinsip-prinsip tertentu dalam
kegiatan bisnis. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat menghantarkan pelaku bisnis
menjadi seseorang yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat Islam. Karena
prinsip-prinsip yang dijalankan tersebut tidak merugikan orang lain, melainkan
membawa keuntungan bagi orang lain. Islam juga memberikan penghargaan yang besar
kepada pelaku bisnis yang menjalankan prinsip-prinsip etika bisnis tersebut dalam
kegiatan bisnisnya.

B. Hubungan antara agama dan bisnis dalam perspektif islam

Berkaitan hubungan agama dengan bisnis, bahwa sejak terbitnya buku The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism 1904 Weber sangat berjasa untuk
membuktikan hubungan agama dengan kegiatan perekonomian (bisnis), masyarakat
yakin adanya hubungan erat antara agama dan kerja atau agama dengan kemajuan
ekonomi. Jika weber saja memiliki analisis yang kuat terhadap hubungan bisnis dan
agama, maka semua agama pasti memiliki keyakinan yang tidak jauh berbeda.
Tidak ada manusia yang hidup didunia ini tanpa agama, karena agama
merupakan pedoman bagi setiap pemeluknya. Diantara agama yang banyak dianut oleh
manusia atau masyarakat adalah agama Islam. Islam bagi penganutnya adalah agama
yang syumuliyah (sempurna). Ajaran Islam yang Syamil Muktamil (sempurna
menyeluruh) memberikan pemahaman yang mendalam, bahwa Islam tidak hanya hadir
dalam waktu yang singkat, ia merupakan agama sepanjang masa. Dalam ajaran Islam
tidak hanya mengatur hubungan seoarang makhluk dengan khaliq saja, namun jauh
daripada itu Islam mengatur eksistensi manusia dimuka bumi ini. Oleh karena itu Islam
seringkali disebut sebagai pedoman hidup way of life ( Eko Suprayitno, 2005) karena
ajaran Islam bersifat komprehensif dan universal. Makna komprensif berarti agama
Islam mengatur semua aspek baik berupa ritusl (habl min Allah) maupun hubungan
sosial (habl min an-nas). Sedanga universal berarti Islam dapat diterapkan dalam setiap
waktu dan tempat dan hidup sepanjang masa. Sehingga Islam mengatur semua aktivitas
manusia mulai dari hal-hal yang kecil sampai kepada persoalan yang besar
Islam terlahir kemuka bumi ini sebagai agama rahmatal lil ‘alamin, agama yang
mengatur semua aspek kehidupan manusia. Dalam pandangan Islam manusia dijadikan
khalifah (pemimpin) dimuka bumi memiliki peran yang sangat urgen dibandingkan
dengan makhluk Allah yang lainnya. Peran khalifah yang pertama adalah untuk
menyembah Allah sementara peran kedua adalah memakmurkan alam untuk menjaga
keberlangsung hidup. Untuk memenuhi keberlangsungan hidup, manusia butuh bekerja
atau berbisnis.
Berbisnis merupakan perbuatan yang sangat terpuji menurut pandangan Islam.
Karena yang menjadi tujuan bisnis dalam Islam tidak hanya profit oriented semata akan
tetapi fallah oriented yaitu kebahagiana dunia akhirat. Oleh karena itu berbisnis tidak
bisa dipisahkan dari nilai-nilai ibadah.

C. Etika dan moral dalam konteks bisnis islam


Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna yang berbeda. Salah satu
maknanya adalah: “prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau kelompok.”
Kadang kita menggunakan istilah etika personal, misalnya, ketika mengacu pada aturan
– aturan dalam lingkup dimana orang per orang menjalani kehidupan pribadinya. Kita
menggunakan istilah etika akuntansi ketika mengacu pada seperangkat aturan yang
mengatur tindakan professional akuntan. Lalu apakah moralitas itu? Kita dapat
mendefinisikan moralitas sebagai pedoman yang dimiliki individu atau kelompok
mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.
Perusahaan bisnis merupakan institusi ekonomi yang utama yang digunakan
orang dalam masyarakat modern untuk melaksanakan tugas memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa. Perusahaan merupakan struktur fundamental yang di
dalamnya anggota masyarakat mengombinasikan sumber daya langkah tanah, tenaga
kerja, modal dan teknologi menjadi barang yang berguna dan perusahaan menyediakan
saluran-saluran untuk mendistribusikan barang-barang dalam produk consumer, gaji
karyawan, pengembalian investor dan pajak pemerintah. Pertambangan dan
pemanufakturan, eceran, perbankan, pemasaran, pengiriman, asuransi, konstruksi dan
iklan semua merupakan bagian yang berbeda dari proses produktif dan distributive
institusi bisnis modern.
Apakah Standar Moral Juga Diterapkan pada Korporasi, ataukah pada Individu?
Ada pandangan atas muncul masalah ini, yang extreme adalah padangan yang
berpendapat bahwa, karna aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita
untuk mengatakan bahwa korporasi bertindak sebagai individu dan memiliki “tujuan
yang disengaja“ atas apa yang mereka lakukan, kita juga dapat mengatakan mereka
“bertanggung jawab secara moral” untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka
adalah “bermoral“ atau “tidak bermoral“ dalam pengertian yang sama seperti apa yang
dilakukan manusia.
BAB III
TANGGUNG JAWAB BISNIS DALAM ISLAM

A. Tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam islam

Perbuatan tanggung jawab begitu mendasar dalam ajaran Islam. Manusia


memang memiliki kebebasan dalam berbuat tetapi, juga memiliki tanggung jawab
terhadap lingkungan alam, sosial dan kepada Allah swt. Jadi, manusia adalah
mahluk yang harus memiliki sifat tanggung jawab karena ia memiliki kemampuan
untuk memilih secara sadar dalam meraih yang dikehendaki.
Dalam perspektif Islam, CSR merupakan realisasi dari konsep ajaran ihsan
sebagai puncak dari ajaran etika yang sangat mulia. Ihsan merupakan
melaksanakan perbuatan baik yang dapat memberikan kemanfaatan kepada orang
lain demi mendapat ridho Allah SWT. Disamping itu, CSR merupakan implikasi
dari ajaran kepemilikan dalam Islam, Allah adalah pemilik mutlaq (haqiqiyah)
sedangkan manusia hanya sebatas pemilik sementara (temporer) yang berfungsi
sebagai penerima amanah.19 Maka dengan mengemban amanah, individu maupun
kelompok harus dapat menjadi khalifah yang dapat berbuat keadilan, bertanggung
jawab dan melakukan perbuatan yang bermanfaat.
CSR ternyata selaras dengan pandangan Islam tentang manusia dalam
hubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya, dapat dipresentasikan
dengan empat aksioma yaitu kesatuan (tauhid), keseimbangan (equilibrum),
kehendak bebas (free will) dan tanggung jawab (responsibility).

Menurut Muhammad Djakfar, pelaksanaan CSR dalam Islam secara rinci


harus memenuhi beberapa unsur yang menjadikan ruh sehingga dapat
membedakan CSR dalam perspektif Islam dengan CSR secara universal yaitu:

a. Al-adl
Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis atau usaha yang
mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang
teraplikasikan dalam hubungan usaha dan kontrak-kontrak serta perjanjian
bisnis sifat keseimbangan atau keadilan dalam bisnis adalah ketika korporat
mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Dalam beraktifitas di dunia
bisnis, Islam mengharuskan berbuat adil yang diarahkan kepada hak orang lain,
hak lingkungan sosial, hak alam semesta. Jadi, keseimbangan alam dan
keseimbangan sosial harus tetap terjaga bersamaan dengan operasional usaha
bisnis.

b. Al-ihsan
Islam hanya memerintahkan dan menganjurkan perbuatan yang baik bagi
kemanusiaan, agar amal yang dilakukan manusia dapat memberi nilai tambah dan
mengangkat derajat manusia baik individu maupun kelompok. Pelaksanaan CSR
dengan semangat ihsan akan dimiliki ketika individu atau kelompok melakukan
kontribusi dengan semangat ibadah dan berbuat karena atas ridho Allah SWT.

c. Manfaat
Konsep ihsan yang telah dijelaskan diatas seharusnya memenuhi unsur manfaat
bagi kesejahteraan masyarakat (internal maupun eksternal perusahaan). Konsep
manfaat dalam CSR, lebih dari aktivitas ekonomi. Perusahaan sudah seharusnya
memberikan manfaat yang lebih luas dan tidak statis misalnya terkait bentuk
philantropi dalam berbagai aspek sosial seperti pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan kaum marginal, pelestarian lingkungan.

d. Amanah
Dalam usaha bisnis, konsep amanah merupakan niat dan iktikad yang perlu
diperhatikan terkait pengelolaan sumber daya (alam dan manusia) secara makro,
maupun dalam mengemudikan suatu perusahaan. erusahaan yang menerapkan
CSR harus memenuhi dan menjaga amanah dari masyarakat yang secara otomatis
terbebani pundaknya misalnya menciptakan produk yang berkualitas, serta
menghindari perbuatan yang tidak terpuji dalam setiap aktivitas bisnis. Amanah
dalam perusahaan dapat dilakukan dengan pelaporan dan transparan yang jujur
kepada yang berhak, serta amanah dalam pembayaran pajak, pembayaran gaji
karyawan. Amanah dalam skala makro dapat direalisasikan dengan melaksanakan
perbaikan sosial dan menjaga keseimbangan lingkungan.
B. Pemberdayaan masyarakat dan zakat dalam bisnis islam
Islam memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang individunya saling
membutuhkan dan saling mendukung. Antar individu masyarakat mempunyai
hubungan yang idealnya saling menguntungkan. Kesenjangan dalam hal
pendapatan ekonomi merupakan sebuah potensi yang dapat dimanfaatkan guna
memupuk kerukunan dan silaturahim antar sesama. Islam mendorong pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat dengan berpegang pada 3 prinsip utama; ketiga prinsip
itu adalah Prinsip ukhuwwah, Prinsip ta’awun, dan Prinsip persamaan derajat,
Prinsip-prinsip tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
Pertama, prinsip ukhuwwah. Ukhuwwah dalam bahasa arab berarti persaudaraan.
Prinsip ini menegaskan bahwa tiap-tiap muslim saling bersaudara, walaupun tidak
ada pertalian darah antara mereka. Rasa persaudaraan menjamin adanya rasa empati
dan merekatkan silaturahim dalam masyarakat.
Kedua, prinsip ta’awun. Allah SWT mendorong manusia untuk saling tolong-
menolong sesamanya. Prinsip ta’awun atau tolong-menolong ini merupakan prinsip
yang utama dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. Karena sesungguhnya
program pemberdayaan itu adalah sebuah upaya menolong individu dan masyarakat
yang membutuhkan bantuan dan bimbingan. Upaya pemberdayaan harus dimulai
dari rasa kepedulian dan niat menolong individu dan masyarakat yang
membutuhkan.
Hal ini berasal dari rasa persaudaraan yang tumbuh dari ikatan ukhuwwah.
Prinsip ta’awun atau tolong-menolong ini juga dapat diartikan sebagai sebuah
sinergi antara berbagai pihak yang berkepentingan demi terwujudnya pemberdayaan
yang optimal. Pemberdayaan masyarakat adalah proses kolaboratif, maka
hendaknya seluruh pihak saling membantu demi terwujudnya tujuan bersama.
Pemberdayaan bukanlah tanggung jawab pihak tertentu saja, melainkan tanggung
jawab seluruh pihak terkait.
Pemerintah tidak akan mampu menyelesaikan masalah sendiri tanpa bersinergi
dengan pihak lain. Dengan ta’awun, pemerintah, lembaga zakat, para ulama
organisasi Islam dan berbagai LSM dapat bahu-membahu memadukan kekuatan
finansial, manajemen, sumber daya manusia, metodologi, dan penentuan kebijakan
sehingga tercipta sinergi yang efektif dalam melaksanakan pemberdayaan dan
mengentaskan kemiskinan. Ketiga, prinsip persamaan derajat antar umat manusia.
Islam telah memproklamirkan persamaan derajat antar umat manusia sejak 14 abad
yang lalu

C. Perlindungan antar hak-hak karyawan dan konsumen dalam islam


Hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia, karena seperti yang
dikatakan oleh John Locke1 bahwa kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja
adalah aktivitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau dipikirkan lepas
dari tubuh manusia. Tubuh adalah milik kodrati atau asasi setiap orang, karenanya
tidak bisa dicabut, dirampas atau diambil darinya, maka pada hakekatnya kerjapun
tidak bisa dicabut, diambil atau dirampas.
Hak pekerja dan hak atas pekerjaan merupakan topik yang perlu dan relevan
untuk dibicarakan dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia.
Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan salah satu prinsip
keadilan dalam hukum ketenagakerjaan.Dalam hal ini keadilan menuntut agar
semua pekerja diperlakukan sesuai dengan haknya masingmasing, baik sebagai
pekerja maupun sebagai manusia, mereka tidak boleh dirugikan dan harus
diperlakukan sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.
Ada 4 hal yang merupakan hak dan kewajiban Pekerja dalam Islam, yaitu :
1. Hak bekerja,
2. Hak memperoleh gaji,
3. Hak cuti dan keringanan pekerjaan,
4. Hak memperoleh jaminan dan perlindungan
1. Hak Bekerja
Islam menetapkan hak setiap individu untuk bekerja. Dalam Al Qur.an dikatakan :
“…. Manusia tidak memperoleh sesuatu selain apa yang
dikerjakannya” ( An Najm , ayat :32). Sebagai individu, baik laki-laki
maupun perempuan, mempunyai kedudukan yang setara untuk memperoleh
pekerjaan dan meraih peluang kerja.
Di atas semua itu, tentu saja hak tersebut harus diseimbangkan dengan potensi
diri, kemampuan, pengalaman dan profesionalisme. Pesan Rasul berkaitan dengan
perekrutan dan penempatan tenaga kerja sebagai berikut : “Sesungguhnya Allah
senang jika salah seorang diantara kamu mengerjakan suatu pekerjaan secara
profesional”. Artinya, idealnya standar penempatan seorang pekerja itu didasarkan
pada : prestasi, dedikasi dan profesionalisasi diri
2. Hak Memperoleh gaji/upah
Menurut Islam, gaji pekerja harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan.
Menurua Abdul Hamid9, jika Islam menetapkan gaji, maka ia juga menetapkan
perbedaan jumlah gaji sesuai dengan jenis dan pentingnya
pekerjaan itu. Hal tersebut paralel dengan Firman Allah yang mengatakan : “Dan
bagi masing-masing mereka memperoleh derajat sesuai dengan apa yang telah
mereka kerjakan” (Q.S Al - Ahqaf, 46 :9).

3. Hak cuti dan keringanan Pekerjaan


Dari sudut normatif Islam Allah berfirman : “ Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kemampuannya”.()Q.S Al Baqarah , ,2 :286). Ayat ini
menunjukkan bahwa selain manusia memiliki hak bekerja, tetapi dia juga memiliki
hak untuk diperlakukan baik di lingkungan kerja, sehingga harus memiliki waktu
beristirahat untuk jiwa dan fisiknya . Sebagai manusia, tiap orang memiliki
kemampuan terbatas dalam menggerakkan tenaga dan fikirannya, maka untuk itu
harus diatur waktu kerja yang layak, dan waktu libur.

4. Hak Memperoleh jaminan dan perlindungan.


Selain hak-hak di atas, dalam dunia kerja saat ini, semakin dianggap penting
jaminan keamanan, keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja. Dasar dari hak
atas perlindungan adalah hak atas hidup, Karena itu, hak ini juga dianggap sebagai
salah satu hak asasi manusia. Setiap manusia mempunyai hak asasi atas kehidupan
dan tidak seorangpun yang berhak mencabutnya. Sebaliknya semua orang lain
berkewajiban untuk menjaga dan menjamin hak tersebut. Suatu perusahaan atau
lembaga mempunyai kewajiban moral untuk menjaga dan menjamin hak ini,
setidaknya dengan mencegah kemungkinan terancamnya hidup para pekerja
dengan menjamin hak atas perlindungan keamanan, keselamatan dan kesehatan
kerja.
BAB IV
NILAI-NILAI ETIKA DALAM BISNIS ISLAM
A. Kejujuran dan keadilan dalam transaksi bisnis islam
Kejujuran adalah kalimat singkat tetapi mengandung konsekuensi yang tinggi
dengan konsekuensi yang besar. Mendidik manusia supaya berperilaku jujur
merupakan esensi pendidikan, sedangkan esensi pendidikan kejujuran adalah
keteladanan yang baik dan benar.
Orang yang tidak jujur sejatinya merugi. Jika tidak jujur tidak diketahui, dia
akan mendapatkan dosa. Dan ketika ketidakjujurannya diketahui orang lain maka dia
tidak akan dipercaya lagi. Implikasinya, hubungan dirinya dengan sesama menjadi
kurang baik karena sudah dicap sebagai orang yang tidak jujur. Orang lain tidak akan
bersimpati dan menjauhi, bahkan memusuhinya. Orang yang jujur, secara psikologis
hatinya akan selalu merasa tenteram, damai, dan bahagia. Adapun orang yang biasa
berdusta, hidupnya menjadi tidak tenang, dikejar-kejar oleh pemberontakan hati
kecilnya yang selalu menyuarakan kebenaran. Dia selalu merasa khawatir ketidak
jujurannya itu terbongkar.
Ada tiga tingkatan norma etika, yaitu: a. Hukum, berlaku bagi masyarakat
dalam mengatur perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan. b. Kebijakan dan
prosedur organisasi, memberi arahan khusus bagi setiap orang dalam organisasi ketika
mengabil keputusan. c. Moral sikap mental individu, sangat penting bagi setiap orang
untuk menghadapi suatu keputusan yang tidak diatur oleh aturan formal.
Wirausahawan dengan berbagai jenis bisnisnya hidup ditengah-tengah
masyarakat. Mereka berbaur menyatu, saling membantu bahkan kadang-kadang juga
saling menipu. Ada mereka yang memang senang menipu, hidupnya dalam
ketidakjujuran, dan tidak bertanggung jawab. Orang tidak jujur, kalaupun berhasil
biasanya hanya untuk sementara waktu, usaha yang mereka punya akan cepat hancur.
Jika mau hidup tenang, disenangi oleh semua orang, maka kita harus hidup dengan
penuh kejujuran.
Kejujuran dalam Etika Bisnis Islam menurut persepsi Atthabary meliputi
1. Ekonom Islam memahami bahwa Allah melarang ketidakjujuran
Seorang ekonom Islam wajib mentaati semua aturan Allah ta’ala dan menjauhi
semua larangannya. Allah ta’ala telah memerintahkan seorang muslim untuk
bersikap jujur dan meninggalkan ketidakjujuran. Ketidakjujuran pasti akan
berakibat buruk jika tidak dunia maka di akhirat. Maka tentunya etika bisnis
kejujuran ini harus dipegang teguh dalam dunia bisnis modern seperti saat ini.
Mereka yang jujur adalah yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala
2. Ekonomi harus senantiasa berbuat kejujuran dalam aktivitasnya karena orang yang
beriman kepada Allah ta’ala adalah yang bersikap jujur. Etika bisnis kejujuran bagi
orang yang beriman adalah hal prinsip yang senantiasa dipegang dan dijalankan.
Orang yang jujur adalah yang antara perkataan dan perbuatannya tidak
bertentangan.
3. Orang yang jujur senantiasa bertaqwa kepada Allah, menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi semua larangannya. Etika bisnis Islam kejujuran merupakan bentuk
bertaqwa kepada Allah ta’ala. Dalam hal ini menjalankan perintah-Nya untuk
mengamalkan kejujuran dan menjauhi larangannya yaitu menjauhi ketidakjujuran.

B. Amanah dan kepercayaan dalam binis islam


Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi menjelaskan bahwa Allah
SWT sangat mencintai orang yang jujur karena sifat tersebut lebih mendekatkan kepada
taqwa dan Rasulullah SAW mengatakan bahwa pedagang yang jujur akan bergabung
dengan para Nabi, orang-orang siddiq dan para syuhada di akhirat kelak. Kedua
amanah merupakan kepercayaan atau seseorang yang dapat dipercaya apabila
diberikan amanah.dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis, seseorang haruslah
dapat dipercaya agar aktivitas ekonomi dan bisnis dapat berjalan dengan baik.
Terdapat jaminan keadilan dan keseimbangan yang dibutuhkan dalam bisnis
apabila terdapat ketaatan pada prinsip-prinsip dasar etika. Oleh karena itu, Islam telah
menerapkan antara mu’amalah dengan akhlak seperti jujur, berbuat kebajikan, amanah,
ihsan, adil, dan tetap menjaga silaturahmi. Olehnya itu, ekonomi dan akhlak tidak dapat
dipisahkan.
Berdasarkan realitas kehidupan masyarakat sekarang sudah banyak pelaku
ekonomi yang tidak memperhatikan dan tidak menerapkan masalah etika dalam jual
beli. Hal tersebut mengakibatkan sesama pelaku ekonomi hanya mementingkan
kepentingannya masing-masing. Kondisi yang seperti ini menjadikan pelaku konomi
yang kuat akan semakin merajai atau mendominasi pasar sedangkan pelaku ekonomi
kecil akan semakin kecil dan tertindas. Kondisi seperti ini yang akan memperburuk
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dunia. Menghadapi masalah tersebut,
maka al Qur’an memberikan berbagai macam alternatif dalam rangka penambahan
bisnis mengenai semua pelaku ekonomi tanpa mebedakan kelas.

C. Etika kerja dan penghindaran riba dalam bisnis islam


Secara bahasa, riba mermakna ziyadah yang berarti tambahan. Adapun menurut
istilah, riba aadalah pengambilan dari harta pomok atau modal secara batil. Maksudnya,
tambahan terhadap barang atau uang yang timbul dari suatu transaksi utang piutang
yang harud diberikan oleh pihak yang berhutang kepada pihak berpiutang pada saat
jatuh tempo.Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan harta-harta
kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian
saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu
Maha Kasih Sayang kepada kalian.
Secara umum,riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dari transaksi
yang dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan prinsip dan aturan syariat islam.
Ada beberapa unsur penting yang terdapat dalam riba, yaitu yang ditambahkan pada
pokok pinjaman, besarnya penambahan menurut jangka waktu, dan jumlah pembayaran
tambahan berdasarkan persyaratan yang telah disepakati. Ketiga unsur ini bersama-
sama membentuk riba serta bentuk lain dari transaksi kredit dalam bentuk uang atau
sejenisnya.
Riba membawa dampak negatif seperti:
a. Hilangnya keberkahan dalam harta

b. Orang yang berinteraksi dengan riba akan dibangkitkan oleh allah pada hari kiamat
kelak dalam keadaan seperti orang gila.

c. Orang yang berinteraksi dengam riba akan disiksa oleh allah dengan berenang di
sungai darah dan mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga ia tidak mampu untuk
keluar dari sungai itu.

d. Allah tidak akan menerima sedekah,infak dan zakat yang dikeluarkan dari harta riba.

e. Doa pemakan riba tidak akan didengarkan dan dikabulkan oleh allah.

f. Memakan harta riba menyebabkan hati menjadi keras dan berkarat.

g. Memakan riba lebih buruk dosanya daripada perbuatan zina.


Cara menghindari riba :
a. Bertakwa dan yakin kepada allah swt bahwa allah sudah menjanjikan rezeki

b. Pilihlah investasi yang halal

c. Menghindari pinjaman yang dikenakan bunga

d. Pilihlah bank yang tepat

e. Mewaspadai setiap transaksi yang kita lakukan

f. Tidak membeli barang yang mana memberatkan kita untuk membayarnya


BAB V

PRAKTIK BISNIS ETIS DALAM ISLAM

A. Etika dalam hubungan dengan pelanggan dan konsumen


Teori menyatakan Etika bisnis Islam adalah landasan normatif yang bersumber dari
ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi Muhammad Saw, sebagai acuan bagi
para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara alami. Penerapan Etika Bisnis Islam
seperti Keadilan (‘adl), Kehendak bebas (FreWill) , Tanggung Jawab (Responsibility),
Kebenaran mampu mempertahankan pelanggan (Customer Retention).

Dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terdapat lima faktor utama yang harus
diperhatikan oleh perusahaan yaitu :
1) Kualitas produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk
yang mereka gunakan berkualitas.

2) Kualitas pelayanan
Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila mereka mendapatkan
pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3) Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan
kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung
mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena
kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat konsumen menjadi puas terhadap
merek tertentu.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang yang relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya.
5) Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau
jasa itu
B. Transparasi dan akuntabilitas dalam bisnis islam
Transparansi dalam bahasa arab disitilahkan dengan Al Syafafiyyah (‫ال ش فاف ية‬
). Menurut Muhammad dan Al Syayyab bahwa implementasi transparasi telah ada sejak
kedatangan Islam itu sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dibukanya ketika ada
“kesalahan perilaku” antara Nabi SAW dengan istri-istinya serta

Akuntabilitas dalam bahasa arab disitilahkan dengan musa’alah (‫) م ساءل ة‬.
Musa’alah berbeda dengan ‫( م سؤول ية‬pertanggungjawaban). Kata mas’uliyyah lebih
kepada akhlak, yaitu komitmen seseorang untuk bertanggungjawab terhadap apa yang
diucapkan atau dikerjakan11 Menurut Marwiyah bahwa amanah dalam perspektif
publik administrasi sama dengan akuntabilitas dan responsibilitas. Unsur pembentukan
sifat amanah adalah bertanggungjawab. Orang yang amanah adalah orang yang mampu
bertanggungjawab (responsibilitas) dan mempertanggungungjawabkan
(accountability) amanah yang dipercayakan kepadanya.
Akuntabilitas dalam Islam berbeda dari akuntabilitas konvensional. Mayoritas
cendekiawan Muslim menekankan bahwa pemahaman akuntabilitas dalam Islam lebih
luas daripada apa yang biasanya dipahami dalam akuntabilitas konvensional karena
pendekatan akuntabilitas konvensional. Dalam Islam hubungan pertanggungjawaban
tidak hanya melibatkan hubungan antara manajemen suatu organisasi dan para
pemangku kepentingannya, seperti penyedia sumber daya keuangannya, atau
pemerintah dan masyarakat pada umumnya, tetapi juga melibatkan hubungan antara
manajemen dan Tuhan, sebagai pemilik utama dari segalanya.
Dalam konsep Islam, akuntabilitas bukan hanya dilaksanakan untuk memenuhi
persyaratan hukum akuntabilitas, melaikan memiliki tujuan lain, yaitu untuk memenuhi
hubungan dengan Sang Pencipta alam Semesta. Selain itu dalam konsep Islam, tidak
ada perbedaan dalam cara menunjukkan akuntabilitas kepada Sang Khalik dan
makhluknya karena akuntabilitas kepada Sang Khalik ditafsirkan juga sebagai
akuntabilitas kepada masyarakat
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa pemimpin hendaklah membuat Diwan
yang bertugas untuk menghisab harta wakaf berdasarkan kemaslahatan. Mereka juga
mengatakan jika nadzir wakaf mengelola wakaf dengan tabarru (derma, tidak menerima
upah) maka ucapan mereka atas distribusi wakaf diterima meskipun tanpa ada bukti
dan tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan bukti. Akan tetapi jika nadzir
wakaf tersebut melakukannya tanpa tabaarru’ (mendapatkan upah) maka tidak diterima
ucapannya atas distribusi harta wakaf kecuali jika ada bukti.
Pekerja yang mengurus kharaz mesti menyerahkan hisab (akun) kepada Diwan dan
Diwan mesti memuhasabah atas kebenaran laporan yang mereka berikan. Adapun jika
pegawai usyr, maka menurut Mazhab Syafii hal itu tidak wajib, namun menurut
Mazhab Hanafi bahwa pekerja baik kharaz maupun usyr wajib melaporkan hisab/akun
mereka kepada Diwan dan Diwan mesti menghisabnya.
Pemimpin wajib memuhasabah pegawai zakat. Dalam praktiknya Rasulullah
SAW pernah melaksanakannya. Rasulullah SAW pernah menghisab pegawai zakat atas
zakat yang ia peroleh.Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Bukhari bahwa Rasulullah
saw pernah mengutus Ibn Lutbiyyah untuk mengambil zkaat dari Bani Salim kemudian
Rasulullah SAW menghisabnya.
Ibn Abi Dam mengatakan bahwa qadhi mesti memperhatikan dan menghisab atas apa
yang dilakukan oleh orang-orang yang diberi amanah seperti pengelola harta anak
yatim.

Akuntanbilitas dan transparansi dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari kegiatan
akuntansi bahkan adalah salah satu sarana kegiatan akuntansi. Kata Al Hisabah sendiri
sebagai dasar kata akuntansi memuat inti akuntabilitas dan transparansi sebagaimana
disebutkan dalam QS. Ibrahim (14): 41 dan QS. Al Insyiqaq (84). Inti dari ayat tesebut
adalah nanti di akhiri akhir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban manusia
atas segala amal perbuatan yang telah dilakukannya olehnya ketika di dunia dan Allah
SWT akan menampakkanya dalam timbangan amal, tak ada satu manusiapun yang bisa
menyembunyikan apa yang telah dilakukannya selama ia hidup di dunia. QS. Al
Baqarah (2): 282-284 menunjukkan bahwa Islam memiliki perhatian terhadap aktivitas
ekonomi yang dilakukan oleh umat manusia. Selain itu ayat tersebut menunjukkan
bahwa akuntansi, akuntabilitas dan transparasi adalah sesuatu yang disyariatkan oleh
Allah SWT.

C. Tanggung jawab terhadap karyawan dan keberlanjutan sosial

Sebuah perusahaan mengemban tanggung jawab sosial dalam tiga domain:


1. Pelaku-pelaku Organisasi, meliputi:
a. Hubungan Perusahaan dengan Pekerja
1) Keputusan Perekrutan, Promosi, dll bagi pekerja.
Islam mendorong kita untuk memperlakukan setiap muslim secara adil. Sebagai
contoh, dalam perekrutan, promosi dan keputusan-keputusan lain dimana seorang
manajer harus menilai kinerja seseorang terhadap orang lain, kejujuran dan keadilan
adalah sebuah keharusan.
2) Upah yang adil
Dalam organisasi Islam, upah harus direncanakan dengan cara yang adil baik
bagi pekerja maupun juga majikan. Pada hari pembalasan, Rasulullah SAW akan
menjadi saksi terhadap orang yang mempekerjakan buruh dan mendapatkan
pekerjaannya diselesaikan olehnya namun tidak memberikan upah kepadanya.
3) Penghargaan terhadap keyakinan pekerja
Prinsip umum tauhid atau keesaan berlaku untuk semua aspek hubungan antara
perusahaan dan pekerjaannya. Pengusaha Muslim tidak boleh memperlakukan
perkerjaannya seolah-olah Islam tidak berlaku selama waktu kerja. Sebagai contoh,
pekerja Muslim harus diberi waktu untuk mengerjakan shalat, tidak boleh dipaksa
untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan moral Islam, harus di beri
waktu istirahat bila mereka sakit dan tidak dapat bekerja, dan lain-lain. Untuk
menegakkan keadilan dan keseimbangan, keyakinan para pekerja non-muslim juga
harus diharga
4) Hak Pribadi
Jika seorang pekerja memiliki masalah fisik yang membuatnya tidak dapat
mengerjakan tugas terentu atau jika seorang pekerja telah berbuat kesalahan di masa
lalu, sang majikan tidak boleh menyiarkan berita tersebut. Hal ini akan melanggar hak
pribadi sang pekerja.
b. Hubungan Pekerja dengan Perusahaan
Berbagai persoalan etis mewarnai hubungan antara pekerja dengan perusahaan,
terutama berkaitan dengan persoalan kejujuran, kerahasiaan, dan konflik kepentingan.
Dengan demikian, seorang pekerja tidak boleh menggelapkan uang perusahaan dan
jyga tidak boleh membocorkan rahasia perusahaan kepada orang luar. Praktek tidak
etis lain terjadi jka para manajer menambahkan harga palsu untuk makanan dan
pelayanan dlam pembukuan keuanan perusahaan mereka. Beberapa dari mereka
melakukan penipuan karena merasa dibayar rendah dan ingin mendapatkan upah yang
adil. Pada saat yang lain, hal ini dilakukan hanya karena ketamakkan. Bagi para
pekerja Muslim, Allah SWT memberikan peringatan yang jelas di dalam Al-Quran
suarah Al A’raaf ayat 33 ; “Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan
yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”
Pekerja Muslim yang menyadari makna ayat diatas seharusnya tidak berbuat sesuatu
dengan cara-cara yang tidak etis.
BAB VI
PENGELOLAAN RISIKO DALAM BISNIS ISLAM
A. Gharar (ketidakpastian) dan mencegah spekulasi yang berlebihan
Penipuan atau gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan
untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan karena tidak
ada kepastian, baik mrngenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah
maupun menyerahkan objrk akad tersebut.
Menurut Imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang dilarang dalam
syariat islam. Imam al Qarafi mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak
diketahui dengan tegas apakah efek akad akan terlaksana atau tidak,seperti
melakukan jual beli ikan yang masih di dalam air ( kolam ).
a. Jual beli gharar yang dilarang

1) Jual beli yang tidak ada larangannya, seperti menjual anak binatang yang
masih dalam kandungan dan susunya.

2) Jual beli barang yang tidak bisa diserah terimakan, seperti budak yang lari
dari tuannya.

3) Jual beli barang yang tidak diketahui hakikatnya sama sekali atau busa
diketahui tapi tidak jelas jenisnya atau kadarnya.

b. Jual beli gharar yang diperbolehkan

1) Jika barang tersebut sebagai pelengkap

2) Jika gharar sedikit

3) Masyarakat memaklumi hal tersebut karena dianggap sesuatu yang remeh

4) Mereka memang membutuhkan transaksi tersebut

c. Gharar yang masih diperselisihkan


Maksudnya adalah gharar yang berada di tengah- tengah antara yang
diharamkan dan yang dibolehkan, sehingga ulama berselisih pendapat di
dalamnya.
Contoh seperti menjual wortel,kacang tanah,bawang,kentang, dan yang
sejenis yang masih berada di dalam tanah. Sebagian ulama tidak
membolehkannya, seperti Imam syafi’i, tetapi sebagian yang lain
membolehkannya seperti Iman Maliki serta Ibnu Taimiyah.

Cara menghindari Gharar


a. Beriman kepada Allah SWT

b. Ikhlas karena Allah semata

c. Usaha yang baik

d. Selalu merasa diawasi oleh Allah SWT

Hikmah larangan gharar


Diantara hikmah larangan gharar karena nampak adanya pertaruhan dan
menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa
menimbulkan kerugian yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga
mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan
sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat gharar ini.

B. Syariah compliance dan audit dalam bisnis islam


Bila dirujuk dari sejarah perkembangannya, alasan utama keberadaan
perbankan syariah berawal dari munculnya kesadaran sebagian masyarakat muslim
yang ingin menjalankan seluruh aktivitasnya sesuai dengan syariah Islam. Menurut
mereka, tidak hanya ibadah yang sifatnya ritual saja yang harus dijalankan sesuai
tuntunan agama, namun segala aspek kehidupan termasuk prinsip-prinsip dasar
ekonomi dan keuangan juga harus dijalankan sesuai syariah. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari kalimat syahadat, “wa anna muhammadarrosulullah”, 2
sekaligus penunaian dari firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 208, yang
artinya, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan”.

Hasil penelitian Bank Indonesia bersama beberapa lembaga penelitian


perguruan tinggi negeri di pulau Jawa tentang potensi, preferensi, dan perilaku
masyarakat terhadap bank syariah di pulau Jawa tahun 2000, menunjukkan bahwa
salah satu alasan utama masyarakat memilih bank syariah adalah kehalalan produk
dan jasa serta sistem bank syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa salah satu alasan utama
nasabah bank syariah berhenti menjadi nasabah adalah keraguan akan konsistensi
bank syariah dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah (Bank Indonesia, 2000).
Dalam perkembangannya, pelekatan kata “syariah” pada bank syariah saat ini
seolah menjadi mata air penyejuk di tengah gurun pasir ribawi, yang membawa
dahaga luar biasa akan penerapan syariah Islam bagi masyarakat muslim. Namun
di sisi lain, hal tersebut justru memberikan tanggung jawab yang begitu besar bagi
bank syariah atas klaim “syariah” yang disandangnya.3 Bank syariah dituntut
untuk menerapkan syariah Islam dalam seluruh aktivitasnya agar tidak terjadi
kebohongan publik atas klaim “syariah” tersebut.
Oleh karena itu, jaminan mengenai keabsahan secara syariah (shariah
compliance) dari seluruh aktivitas bank syariah adalah suatu keniscayaan yang tak
terbantahkan. Menurut Ilyas (2004), ketika suatu bank syariah tidak memberikan
suatu jaminan bahwa kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip syariah, maka yang
akan tersisa dalam menggunakan jasa bank syariah adalah nasabah-nasabah yang
bebas nilai, yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan kenapa perlu repot
mengembangkan bank syariah apabila transaksinya tidak sesuai syariah.

C. Pengelolaan risiko dan asuransi dalam bisnis islam


Seiring pesatnya pertumbuhan asuransi, maka muncullah manajemen risiko
untuk menghadapi permasalahan dalam asuransi Syariah yang tidak dapat dihindari.
Risiko mengacu pada ketidakpastian suatu peristiwa dan hasil di masa depan.
Risiko didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menciptakan rintangan dalam
pencapaian tujuan organisasi, karena faktor internal dan eksternal, tergantung dari
tipe risiko yang ada dalam situasi tertentu. Manajemen risiko adalah suatu
pendekatan yang mengadopsi sistem yang konsisten untuk mengelola semua risiko
yang dihadapi oleh perusahaan.
Dalam penyusunan manajemen risiko asuransi syariah harus sesuai dengan
standar dan ketentuan yang dibuat dan ditetapkan oleh OJK. Mengingat sejumlah
faktor, masa depan asuransi syariah di Indonesia masih sangat tidak menentu.
Pertama, Indonesia adalah negara dengan konsentrasi umat Islam tertinggi di
seluruh dunia. Kedua, perluasan kelas menengah dan pertumbuhan ekonomi yang
kuat, serta peningkatan tingkat tabungan, merupakan tanda-tanda yang
menggembirakan bagi sektor asuransi, khususnya yang berbasis syariah. Industri
asuransi syariah Indonesia dianggap kurang terlayani dan menawarkan banyak
kemungkinan. Seiring pertumbuhan asuransi yang semakin tinggi diiringi juga
dengan adanya hukum mengenai manajemen risiko asuransi Syariah oleh OJK.
Memahami manajemen risiko dalam asuransi syariah sangat penting, terutama
ketika melakukan transaksi uang di industri asuransi di kalangan umat Islam. Hal
ini disebabkan fakta bahwa itu mengatur sebagian besar masalah yang berkaitan
dengan interaksi manusia dengan orang lain, terutama ketika melakukan bisnis.
Dari paparan yang telahdijelaskan, maka penting untuk diketahui mengenai
manajemen risiko pada asuransi Syariah sebagai aturan dalam menghadapi
ancaman yang mungkin terjadi dalam bisnis keuangan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
BAB VII
ETIKA BISNIS ISLAM DALAM PRATIK
A. Studi kasus tentang penerapan etika bisnis islam
Salah satu studi kasus yang akan diambil adalah mengenai penerapan
etika bisnis islam dalam pinjaman online. Hutang piutang atau biasa dikenal
dengan kredit, digunakan oleh masyarakat untuk memberikan pinjaman
kepada pihak lain sebagai transaksi ekonomi dalam masyarakat. Banyak jasa
yang menawarkan pembelian secara mencicil ini, mulai dari kartu kredit,
pinjaman pada bank, bahkan sampai pinjaman /kredit yang dilakukan secara
online. Kredit atau peminjaman uang berbasis teknologi atau dikenal dengan
istilah Pinjaman Online(Pinjol) ini umumnya tanpa harus melalui proses yang
panjang dan banyak memberikan kemudahan bagi nasabahnya. Umumnya
pinjaman online ini prosesnya sangat cepat dan hanya menggunakan KTP yang
membuat masyarakat sekarang banyak tertarik melakukan pinjaman online.
Bisnis pinjaman online ini harus diatur dalam etika bisnis. Mengingat
agama Islam bukan hanya sebuah agama yang dianut oleh manusia, tetapi juga
bisa menjadi pedoman hidup bagi para manusia yang menganutnya. Dalam
etika bisnis Islam-pun semua aspek sudah diatur menurut hukum Islam yang
berlaku. Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana
tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, perang
dengan etika, dan kerabat dengan kehidupan islam.
Pandangan Islam Terkait Pinjaman Online Pinjam meminjam
merupakan salah satu bentuk perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak
lainnya, dan objek yang dipinjamkan umumnya adalah uang. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pinjaman adalah memakai barang (uang dan
sebagainya) orang lain untuk waktu tertentu (waktu harus dikembalikan).
Dalam trend pinjaman online ini MUI usulkan untuk dihapus karena ada
unsur riba didalamnya. Namun dalam hal ini MUI secara khusus
membolehkannya karena yang dipertimbangkan dalam akad-akadnya adalah
substansinya bukan bentuk lafadznya, dan jual beli via telepon, telegram dan
sejenisnya menjadi alternatif untuk dipraktekkan namun menurut wakil
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Abdul Muiz Ali ada 3 unsur utama yang harus
ada di dalamnya, yaitu:
1. Tidak menggunakan riba (rentenir). Hal ini ada dalam QS Al-Baqarah ayat
275: Terjemahnya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
2. Jangan menunda untuk membayar utang. Konteks menunda disini artinya,
ketika pemiliki hutang sudah mampu membayar, namun menunda untuk
melakukan pembayaran. Hal ini hukumnya haram. Dalam hadist Rasulullah
saw. bersabda: “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang
mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya
(HR.Nasa’i).
3. Memaafkan orang yang tidak mampu membayar utang. Ada kondisi
dimana pemilik hutang tidak mampu untuk melunasi hutang, maka memaafkan
hutang tersebut bagi peminjam adalah hal yang mulia dalam ajaran Islam.
Sesuai QS.Al Baqarah ayat 280: . Terjemahnya: “Dan jika (orang berutang itu)
dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh
kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui
B. Peran lembaga keuangan syariah dalam promosi etika bisnis islam
Latar belakang perhatian khusus terhadap etika di lingkungan bisnis
menurut Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin adh-Dhahir,5 adalah
didasarkan pada beberapa alasan. Beberapa di antaranya yang terpenting adalah
pertama, terjadinya kerusakan moral yang semakin meluas pada perusahaan
akhir-akhir ini, terutama sekali disebabkan oleh para pemimpin perusahaan,
firma, badan hukum, atau bahkan dari karyawan mereka sendiri.
Dengan demikian, kurangnya kepercayaan pada para pimpinan
mengakibatkan kurangnya etos kerja dan kegagalan bagi karyawan itu sendiri.
Beberapa penelitian membuktikan, bahwa perilaku yang tidak sopan dari pihak
pimpinan dan karyawan adalah salah satu sebab kegagalan pada perusahaan.
Perilaku tersebut dapat menimbulkan reputasi negatif pada perusahaan dan juga
dapat menimbulkan sanksi, baik itu sanksi yang berupa moral (dari relasi bisnis
dan masyarakat) maupun sanksi yang berupa hukum.
Sebagai lembaga yang berpegang teguh pada ajaran Islam (sharia
compliance), apa yang dipraktikkan antara satu lembaga dengan lembaga
lainnya, baik lembaga keuangan makro maupun mikro sudah tentu mempunyai
prinsip yang sama, atau paling tidak hampir sama. Disebut demikian, karena
jika terjadi perbedaan sudah pasti perbedaan itu hanya pada tatanan segmentasi
saja, seperti perbankan syari’ah sudah tentu berbeda dengan pasar modal
syari’ah. Karena, segmentasi bisnis kedua lembaga tersebut berbeda. Meskipun
demikian, perbedaan-perbedaan itu tetap akan disinggung dalam kajian ini,
meskipun hanya secara general. Pada prinsipnya, aturan dasar etis transaksi
lembaga-lembaga keuangan syari’ah yang dimaksud tentunya sama. Semua
lembaga itu dalam konsep awalnya berpijak pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Prinsip tidak boleh melakukan mafsadah (perusakan), gharar
(spekulasi/judi), dan riba menjadi tolok ukur bisnis lembaga keuangan syari’ah
termasuk dalam transaksinya. Ketiga prinsip—yang sering disingkat menjadi
maghrib—itu merupakan hal yang harus dihindarkan dan haram dalam
operasional dan transaksi lembaga tersebut.
Sebagai lembaga yang makin berkembang dari masa ke masa dan selalu
menjadi fokus perhatian berbagai pihak, lembaga keuangan syari’ah beserta
berbagai permasalahannya sudah tentu menarik untuk terus dikaji. Untuk itu,
kajian-kajian keilmuan selanjutnya sangat diharapkan, agar panji Islam kembali
membumi di tanah sendiri

C. Peluang dan tantangan dalam mengimplementasikan etika bisnis islam


Era globalisasi (the age of globalization), dalam beberapa literature
dinyatakan bermula pada dekade 1990-an (Pervez,2004:280). Era ini ditandai,
diantaranya dengan adanya fenomena penting dalam bidang ekonomi. Kegiatan
ekonomi dunia tidak hanya dibatasi oleh faktor batas geografi, bahasa, budaya
dan ideologi, akan tetapi lebih karena faktor saling membutuhkan dan saling
bergantung satu sama lain (Jan Pronk,2001:43). Dunia menjadi seakan-akan
tidak ada batas, terutama karena perkembangan teknologi informasi yang begitu
pesat. Keadaan yang demikian melahirkan banyak peluang sekaligus tantangan,
terutamanya dalam upaya pengembangan ekonomi Islam (Walter,2004:18-19).
Proses globalisasi diperkirakan semakin bertambah cepat pada masa
mendatang, sebagaimana dikemukakan oleh Colin Rose bahwa dunia sedang
berubah dengan kecepatan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kehidupan masyarakat termasuk kehidupan hukum dan ekonominya menjadi
semakin kompleks (Collin,1977:1).
Pada dasarnya sistem ekonomi menunjuk pada satu kesatuan mekanisme
dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan
tersebut terhadap produksi, konsumsi dan distribusi pendapatan (Gregory dan
Stuart. 1981:16). Karena itu, sistem ekonomi merupakan sesuatu yang penting
bagi perekonomian suatu negara. Sistem ekonomi terbentuk karena berbagai
faktor yang kompleks, misalnya ideologi dan sistem kepercayaan, pandangan
hidup, lingkungan geografi, politik, sosial budaya, dan lain-lain.
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi Islam, di
antaranya adalah belum banyaknya lembaga funding yang menyediakan dana
riset maupun beasiswa bagi mahasiswa ekonomi Islam (Mirakhor. 2007:23).
Oleh karena itu, perlu ada upaya yang lebih terarah dan sistematis serta kreatif
untuk menggali sumber-sumber dana alternatif agar dapat memenuhi kebutuhan
untuk mendanai pengembangan ekonomi Islam. Salah satu alternatifnya
misalnya dengan memberdayakan institusi waqaf, zakat, infaq dan sedekah
sebagai media pengumpulan charitable fund untuk kepentingan agama.
Abbas Mirakhor mengusulkan agar pendekatan dalam pengkajian
ekonomi Islam juga menggunakan pendekatan hermenetik. Pendekatan ini
berbeda dengan tafsir, karena sifat hermenetik adalah the process of extracting
economic meaning from the first order interpretation. Dengan pendekatan ini
diperkirakan ekonomi Islam ke depan akan kaya dengan teori-teori ekonomi
yang betul-betul berbasis al-Quran dan Sunnah.
Di antara tantangan lain yang dihadapi dalam pengembaangan ekonomi
Islam di Indoensia adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sistem
keuangan dan perbankan syariah. Hal tersebut terlihat dari belum banyaknya
masyarakat yang mengakses layanan perbankan syariah dibandingkan layanan
perbankan konvensional. Untuk itu diperlukan strategi sosialisasi yang lebih jitu
kepada masyarakat. Bahkan kalau perlu diberlakukan bulan kampanye ekonomi
Islam di masyarakat. Hal ini misalnya ditempuh dengan cara membangun
kesepakatan semua takmir masjid di Indonesia untuk secara serentak tema
khutbah jumat pada bulan tertentu adalah khusus bicara tentang ekonomi Islam.
BAB VIII
PENGARUH ETIKA BISNIS ISLAM DALAM EKONOMI GLOBAL
A. Kontribusi bisnis islam terhadap ekonomi global
Mencermati perkembangan ekonomi Islam baik tingkat global maupun
lokal yang semakin pesat tersebut, dalam konteks trend ekonomi era
globalisasi, diperlukan suatu strategi yang lebih terarah dan jelas agar
ekonomi Islam semakin mendapatkan tempat yang kokoh dalam
perkembangan ekonomi masa depan, sehingga segera terwujudlah era
ekonomi yang bermoral, berkeadilan, dan bertuhan. Berdasarkan situasi
yang ada, strategi pengembangan
Ekonomi Islam paling tidak perlu memperhatikan dua aspek mendasar
yaitu aspek konseptual/akademis dan implementatif/praktis dari Ekonomi
Islam. Pengembangan aspek konseptual lebih menekankan pada
pengembangan Ekonomi Islam sebagai ilmu atau sistem, sedangkan
pengembangan aspek implementatif menekankan pada pengembangan
Ekonomi Islam yang diterapkan pada lembaga-lembaga bisnis yang
menerapkan prinsip Syariah dalam menjalankan usahanya.
Kedua aspek tersebut seharusnya dikembangkan secara bersama-sama
sehingga mampu membentuk Sistem Ekonomi Islam yang dapat digunakan
untuk menggali potensi dan kemampuan masyarakat (dunia dan Indonesia)
membangun sistem ekonomi alternatif sebagai pengganti atau pelengkap
sistem ekonomi konvensional yang sudah ada.
Pengembangan Ekonomi Islam terus diusahakan dengan melibatkan
berbagai pihak baik secara individual maupun kelembagaan. Para pemikir
terus mencoba menggali dan membahas sistem Ekonomi Islam secara serius
dan kemudian menginformasikannya kepada masyarakat baik melalui
seminar, simposium, penulisan buku maupun melalui internet serta media
yang lain. Di pihak para praktisi atau pelaku binis yang relevan juga terus
memperbaiki dan menerapkan sistem Ekonomi Islam sesuai dengan prinsip-
prinsip Syariah yang dibolehkan dalam melaksanakan bisnis mereka.
Dengan demikian pengembangan Ekonomi Islam diharapkan dapat
sejalan antara konseptual dan praktik dalam bisnis sesuai dengan tuntunan
yang ada yang pada akhirnya akan terbentuk sistem Ekonomi Islam yang
betul-betul sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Syariah yang digariskan.
B. Etika bisnis islam dalam perspektif ekonomi sosial
Sosialisme sering disamakan istilahnya dengan komunisme, padahal
keduanya memiliki perbedaan. Menurut Brinton, sosialisme
menggambarkan pergeseran milik kekayaan dari swasta ke pemerintah yang
berlangsung secara perlahan-lahan melalui prosedur peraturan pemerintah
dengan memberikan kompensasi kepada pemilik-pemilik swasta.
Sementara itu komunisme menggambarkan peralihan pemilikan dari swasta
ke tangan pemerintah tersebut digambarkan terjadi secara cepat dan
revolusioner, dilakukan secara paksa dan tanpa kompensasi. Jadi, perbedaan
antara keduanya adalah cara untuk mencapai tujuan, sedangkan
persamaannya adalah mengenai tujuan yang ingin dicapai dari keduanya.
Dalam masyarakat sosialis yang menonjol adalah rasa kebersamaan atau
kolektivisme. Salah satu bentuk kolektivisme yang ekstrem adalah
komunisme. Keputusan-keputusan ekonomi itu disusun, direncanakan, dan
dikontrol oleh kekuatan pusat. Komunisme dapat dikatakan sebagai bentuk
sistem paling ekstrem, sebab untuk mencapai masyarakat komunis yang
dicitacitakan diperoleh melalui suatu revolusi. Perekonomian yang
didasarkan atas sistem yang segala sesuatunya serba dikomando ini sering
juga disebut sistem perekonomian komando. Begitu juga, karena dalam
sistem komunis negara merupakan penguasa mutlak, perekonomian
komunis juga sering disebut sistem ekonomi totaliter. Istilah lain yang juga
sering digunakan adalah anarkisme. Istilah ini merujuk pada suatu kondisi
sosial pemerintahan yang tidak main paksa dalam menjalankan
kebijaksanaan-kebijaksanaannya, melainkan dipercayakan pada 85
asosiasi-
C. Keberlanjutan bisnis dan nilai-nilai etika
Etika dan norma digunakan agar para pedagang tidak melanggar aturan
yang telah ditetapkan dan usaha yang dijalankan memperoleh berkah dari
Allah SWT dan memperoleh simpati dari masyarakat yang pada akhirnya
etika membentuk para pedagang yang bersih dan dapat memajukan serta
membersihkan usaha yang dijalankan dalam waktu yang relatif lama, dalam
melaksanakan etika yang benar, akan terjadi keseimbangan hubungan antara
pedagang dengan pelanggan, masing-masing pihak merasa dihargai dan
dihormati sehingga ada rasa saling membutuhkan diantara mereka yang
akhirnya menumbuhkan rasa saling percaya sehingga usaha yang sedang
dijalankan dapat berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Semakin
beretika seseorang dalam berbisnis, maka dengan sendirinya ia akan
menemui kesuksesan dan sebaliknya bila pelaku bisnis sudah jauh dari nilai-
nilai etika dalam menjalankan roda bisnisnya sudah pasti dalam waktu dekat
kemunduran akan ia peroleh.
Salah satu tempat atau obyek pentingnya penerapan etika bisnis adalah
pasar. Pasar adalah tempat bertemunya antara pembeli dan penjual dengan
berbagai macam karakter. Pentingnya pasar sebagai wadah aktivitas tempat
jual beli tidak hanya diihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma
dan yang terkait dengan masalah pasar. Sehingga pasar jadi rentan dengan
hal-hal yang zalim, maka pasar tidak bisa terlepas dengan sejumlah aturan
syariat.
Kesatuan adalah sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik dan sosial menjadi suatu homogeneus whole atau
keseluruhan homogeny, serta mementingkan konsep konsistensi dan
keteraturan yang menyeluruh. Konsep kesatuan berarti Allah SWT sebagai
tuhan yang maha esa menetapkan batas-batas tertentu atas perilaku manusia
sebagi khalifah, untuk memberikan manfaat pada individu tanpa
mengorbankan hak-hak individu lainnya.
Penerapan konsep ini, pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas
bisnisnya tidak akan melakukan hal-hal yang membuat pembeli merasa
dirugikan, sehingga dalam aktivitas berdagangnya pedagang seharusnya
menghindari adanya diskriminasi terhadap pembeli atas dasar pertimbangan
ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama, menghindari transaksi terlarang
dalam aktivitas bisnis serta menghindari praktek menimbun kekayaan atau
harta. Sehingga hasil penelitian ini membuktikan bahwa kesatuan secara
parsial berpengaruh positif terhadap kesejahteraan pedagang.
Pengaruh Keseimbangan Terhadap Kesejahteraan Prinsip
keseimbangan bermakna terciptanya situasi dimana tidak ada satu pihak pun
yang merasa dirugikan, atau kondisi saling ridho (an taradhin). Perilaku
keseimbangan dan keadilan dalam bisnis secara tegas dijelaskan dalam
konteks perbendaharaan bisnis agar pengusaha muslim menyempurnakan
takaran bila menakar dan menimbang dengan neraca yang benar karena hal
itu merupakan perilaku yang terbaik dan membawa akibat yang baik pula.
Konsep keseimbangan juga dipahami bahwa keseimbangan hidup di
dunia dan akhirat harus diusung oleh seorang pebisnis muslim. Oleh
karenanya, konsep keseimbangan berarti menyerukan kepada para
pengusaha muslim untuk bisa merealisasikan tindakan-tindakan dalam
bisnis yang dapat menempatkan dirinya dan orang lain dalam kesejahteraan
duniawi dan keselamatan akhirat. Sehingga para pedagang dalam
aktivitsnya seharusnya tidak melakukan kecurangan dalam takaran dan
timbangan, penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar yang normal ,
tidak melakukan penipuan (tadlis), ketidakpastian (taghrir) bai’ najasy,
penimbunan (ikhtikar), menetapkan harga dengan transparan, dan menepati
janji dan tidak curang.
BAB IX
Kesimpulan
Etika bisnis Islam mempunyai prinsip-prinsip tertentu dalam kegiatan bisnis.
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat menghantarkan pelaku bisnis menjadi seseorang
yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat Islam. Karena prinsip-prinsip yang
dijalankan tersebut tidak merugikan orang lain, melainkan membawa keuntungan bagi
orang lain. Islam juga memberikan penghargaan yang besar kepada pelaku bisnis yang
menjalankan prinsip-prinsip etika bisnis tersebut dalam kegiatan bisnisnya.

Berdasarkan realitas kehidupan masyarakat sekarang sudah banyak pelaku


ekonomi yang tidak memperhatikan dan tidak menerapkan masalah etika dalam jual
beli. Hal tersebut mengakibatkan sesama pelaku ekonomi hanya mementingkan
kepentingannya masing-masing. Kondisi yang seperti ini menjadikan pelaku konomi
yang kuat akan semakin merajai atau mendominasi pasar sedangkan pelaku ekonomi
kecil akan semakin kecil dan tertindas. Kondisi seperti ini yang akan memperburuk
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dunia. Menghadapi masalah tersebut,
maka al Qur’an memberikan berbagai macam alternatif dalam rangka
DAFTAR PUSTAKA

Amanda Tikha Santriati, & Dwi Runjani Juwita. (2022). PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8
TAHUN 1999. Opinia De Journal, 2(2), 32–51. Retrieved from
https://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/article/view/30

Bahri, S. (2012). Etika Bisnis Lembaga Keuangan Syariah. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita,
1(2), 233-244. Retrieved from
https://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/iqtishaduna/article/view/15

Djakfar, Muhammad (2007) Etika bisnis dalam perspektif Islam. UIN-Maliki Press, Malang. ISBN 979-
24-2978-6 UNSPECIFIED : UNSPECIFIED.

Fadli, Ahmad Very and Yuliani, Yuliani (2022) Implementasi Corporate Social Responsibility dalam
Perspektif Islam (Studi Kasus PT. Kimia Farma, Tbk). Al-Dzahab: Journal of Economics,
Management & Business, and Accounting, 3 (1). pp. 50-60. ISSN p-ISSN: 2808-7631 e-ISSN:
2808-7585

Fitriani, Sri Deti, & Sri Sunantri. (2022). ETIKA BISNIS ISLAM MENURUT IMAM AL-GHAZALI DAN YUSUF
AL-QARADHAWI. Jurnal Studi Islam Lintas Negara (Journal of Cross-Border Islamic Studies),
4(1), 50-68. Retrieved from
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/CBJIS/article/view/1269

Ilyas Junjunan, M. (2020). Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas, dan IGCG terhadap Tingkat
Kepercayaan Muzakki di Lembaga Amil Zakat Dompet Amanah Umat. Akuntansi : Jurnal
Akuntansi Integratif, 6(2), 112–125. https://doi.org/10.29080/jai.v6i2.289

Kahfi, A. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA. Jurisprudentie : Jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 3(2), 59-72.
https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v3i2.2665

Khairunisa, P. (2019). Etika Bisnis Dalam Islam Terhadap Transaksi Terlarang Riba dan Gharar.
LABATILA : Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 3(02), 190-203.
https://doi.org/10.33507/labatila.v3i02.233
Kholis, N. (2009). Masa Depan Ekonomi Islam dalam Arus Trend Ekonomi Era Global. Unisia, 31(68).
https://doi.org/10.20885/unisia.vol31.iss68.art5

Lestari, N., & Surya, A. (2021). Bahaya Praktik Riba dan Etika Upaya Pencegahannya. LABATILA : Jurnal
Ilmu Ekonomi Islam, 5(01), 9-23. https://doi.org/10.33507/labatila.v4i02.384

Lilies Handayani. (2018). Nilai-Nilai Ekonomi Dan Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. El-Iqtishod: Jurnal
Ekonomi Syariah, 2(1), 14-25. Diambil dari https://journal.parahikma.ac.id/el-
iqtishod/article/view/52

Mayanti, Y., & Dewi, R. P. K. (2021). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Bisnis Islam. Journal of
Applied Islamic Economics and Finance, 1(3), 651-660.
https://doi.org/10.35313/jaief.v1i3.2612

Nur Zaroni, A. (2007). BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Telaah Aspek Keagamaan dalam Kehidupan
Ekonomi). Mazahib, 4(2). https://doi.org/10.21093/mj.v4i2.507

Prakosa, N. I., & Zuchri, L. (2011). MENGGAGAS KONSEP PENERAPAN SHARIAH COMPLIANCE AUDIT:
SEBUAH UPAYA PENCAPAIAN ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE. Jurnal Ekonomi &
Keuangan Islam, 1(1), 79–87. https://doi.org/10.20885/jeki.vol1.iss1.art5

Saeful, A. (2020). KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM ISLAM. Syar’ie : Jurnal Pemikiran
Ekonomi Islam, 3(3), 1-17. https://doi.org/10.51476/syarie.v3i3.159

Sahri. (2022). ETIKA BISNIS ISLAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN PEDAGANG
HASIL KERAJINAN CUKLI DI KOTA MATARAM. Elastisitas - Jurnal Ekonomi Pembangunan, 4(2),
202-222. https://doi.org/10.29303/e-jep.v4i2.65

Sany, U. (2019). Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Al Qur’an. Jurnal Ilmu
Dakwah, 39(1), 32-44. doi:https://doi.org/10.21580/jid.v39.1.3989

Anda mungkin juga menyukai