Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

BISNIS DALAM AJARAN ISLAM


Tugas Mata Kuliah Agama
Dosen : Drs. Khairul Saleh, M.S.I.

Disusun oleh :
Kelompok 5 / AB-1D
Amelia Putri Dewita Sari 3.51.20.3.01
Ammara Yaasmiin Mumtaaz 3.51.20.3.02
Rafli Hardiansyah 3.51.20.3.24
Salsabila Triska Ailsa 3.51.20.3.27

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG


2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Bisnis
Dalam Ajaran Islam” ini dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Agama Islam.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada kami. Kami sampaikan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing, Bapak Drs. Khairul Saleh, M.S.I. yang telah memberikan dukungan
serta bimbingannya. Tidak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan atas
dukungan dan bantuan kepada pihak-pihak yang telah membantu menyusun
makalah ini dengan baik.
Kami berharap makalah yang telah kami susun ini dapat menambah
pengetahuan kepada para pembaca. Namun, terlepas dari hal tersebut, kami
memahami makalah ini masih jauh dari sempurna.

Semarang, 9 April 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………...........2

DAFTAR ISI ………………………………………………………..……………3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………...……………4

1.1. Latar belakang ………………………………………….……………...4


1.2. Rumusan masalah …………………………………..………………….5
1.3. Tujuan …………………………………………..……………………...5

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….6

2.1. Definisi ……………………………………………………….………..6


2.2. Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam …………………………………...6
2.3. Orientasi Bisnis dalam Islam ………………………………………….9
2.4. Etika Bisnis …………………………………………………………...10
2.5. Ciri-ciri Bisnis Islami dan Non-Islami ……………………………….15

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ………………………………………….…………………18


3.2. Kritik dan Saran ………………….…………………………………….19

REFERENSI ……………………………………………………………………..20

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia yang melakukan
aktivitas untuk menghasilkan uang, pasti sangatlah dekat dengan aktivitas
bisnis untuk menghasilkan keuntungan. Bisnis merupakan pekerjaan yang
banyak dilakukan oleh orang-orang. Baik bisnis yang menghasilkan produk
berupa barang ataupun jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan
kebutuhan masyarakat yang akan selalu ada, maka munculnya bisnis yang
akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang akan terus
bertambah juga.
Dalam kegiatan bisnis, seorang pebisnis dan konsumen sama-sama
memiliki kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Pebisnis berusaha
menghasilkan uang dengan menyediakan apa yang dibutuhkan oleh
konsumen. Menjadi seorang pebisnis harus memiliki rasa tanggung jawab
dengan siapa saja yang menjalin kerja sama dengannya seperti konsumen,
karyawan, komunitas, lingkungan, dan lainnya. Oleh sebab itu diperlukan
aturan-aturan dan nilai-nilai yang mengatur kegiatan berbisnis tersebut
supaya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Dalam ajaran Agama Islam, bisnis tidak dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Bahkan dengan anggapan menghalalkan berbagai cara dengan modal kecil
dan mendapat hasil yang berlipat dari modal awalnya. Islam mengatur semua
kegiatan manusia termasuk dalam berbisnis dengan memberikan batasan apa
saja yang diperbolehkan (halal) dan yang tidak diperbolehkan (haram).
Berbisnis dengan landasan ajaran Islam akan membawa pebisnis kepada
kesejahteraan dunia dan akhirat dengan selalu memenuhi etika perilaku
bisnis, yakni takwa, kebaikan, ramah, dan amanah. Seorang pebisnis muslim
harus selalu melibatkan Allah SWT dalam kegiatan bisnisnya sehingga
terhindar dari sifat-sifat buruk seperti curang dan berbohong. Dengan

4
menjalankan bisnis sesuai aturan Islam maka pebisnis tidak akan pernah
mengenal kerugian, dalam Al Quran diistilahkan dengan tijaratan lan tabura.
Walaupun seandainya rugi secara material, namun hakikatnya ia tetap akan
memperoleh pahala atas komitmennya dalam menjalankan bisnis sesuai
ajaran-Nya.
Oleh karena itu dalam pembahasan pada makalah ini akan dibahas
secara luas mengenai ajaran Islam dalam melakukan bisnis, yang rangkum
dalam rumusan masalah dan tujuan pembuatan makalah.

1.2. Rumusan Masalah


Dari penjelasan latar belakang diatas kami rangkum rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Apa definisi dari Bisnis yang harus dilakukan sesuai ajaran Islam?
2. Bagaimana prinsip-prinsip yang diterapkan dalam berbisnis sesuai
ajaran Islam?
3. Berorientasi pada hal apa bisnis yang diajarkan dalam Islam?
4. Bagaimana etika bisnis yang dimiliki oleh pebisnis muslim?
5. Apa saja ciri-ciri bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam dan bisnis
yang tidak menerapkan ajaran Islam?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ada, dapat diambil beberapa
tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi bisnis dalam ajaran Islam.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam berbisnis dalam Islam.
3. Untuk mengetahui tentang orientasi berbisnis dalam Islam.
4. Untuk mengetahui etika bisnis dalam ajaran Islam.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam
dan yang tidak.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa Inggris yaitu “business”,
dari kata dasar “busy” yang artinya “sibuk”. Sibuk dalam mengerjakan
aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Secara etimologi,
bisnis mempunyai arti dimana seseorang atau sekelompok dalam keadaan
yang sibuk dan menghasilkan keuntungan atau profit bagi dirinya atau
kelompok.
Dari pengertian-pengertian bahasa demikian, bisnis memperlihatkan
dirinya sebagai aktivitas riil ekonomi yang secara sederhana dilakukan
dengan cara jual beli atau pertukaran barang dan jasa. Dapat di simpulkan
bahwa bisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari tukar
menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan dan
interaksi manusia lainnya dengan maksud memperoleh keuntungan.
Bisnis berbasis syariah adalah kegiatan bisnis yang dilakukan oleh
seseorang dengan berlandaskan syariat agama Islam, dimana setiap cara
memperoleh dan menggunakan harta yang mereka dapatkan harus sesuai
dengan aturan agama Islam (halal dan haram). Dalam bisnis syariah
seseorang harus selalu mengingat dan menyerahkan semua hasil usaha yang
telah dilakukan kepada Allah SWT, dengan berserah diri kepada Allah dan
menganggap kerja sebagai ibadah seseorang akan selalu ikhlas dalam bekerja
inilah yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah.

2.2. Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam


Islam sebagai agama yang besar dan diyakini paling sempurna telah
mengajarkan konsep-konsep unggul lebih dulu dari Protestan, akan tetapi
para pengikutnya kurang memperhatikan dan tidak melaksanakan ajaran-
ajaran Islam sebagaimana mestinya. Umat Islam seharusnya dapat menggali
inner dynamics sistem etika yang berakar dalam pola keyakinan yang

6
dominan. Karena ternyata banyak prinsip bisnis modern yang dipraktekkan
perusahaanperusahaan besar dunia sebenarnya telah diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Perusahaan-perusahaan besar dunia telah menyadari
perlunya prinsip-prinsip bisnis yang lebih manusiawi seperti yang diajarkan
oleh ajaran Islam, yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yaitu:
1. Customer Oriented
Dalam bisnis, Rasulullah selalu menerapkan prinsip customer
oriented, yaitu prinsip bisnis yang selalu menjaga kepuasan
pelanggan. Untuk melakukan prinsip tersebut Rasulullah menerapkan
kejujuran, keadilan, serta amanah dalam melaksanakan kontrak bisnis.
Jika terjadi perbedaan pandangan maka diselesaikan dengan damai
dan adil tanpa ada unsur-unsur penipuan yang dapat merugikan salah
satu pihak.
Dampak dari prinsip yang diterapkan, para pelanggan
Rasulullah SAW tidak pernah merasa dirugikan. Tidak ada keluhan
tentang janji-janji yang diucapkan, karena barang-barang yang
disepakati dalam kontrak tidak ada yang dimanipulasi atau dikurangi.
Untuk memuaskan pelanggan ada beberapa hal yang selalu Nabi
perintahkan. Beberapa hal tersebut antara lain, adil dalam
menimbang, menunjukkan cacat barang yang diperjual belikan,
menjauhi sumpah dalam jual beli dan tidak mempraktekkan apa yang
disebut dengan bai’ najasy yaitu memuji dan mengemukakan
keunggulan barang padahal mutunya tidak sebaik yang dipromosikan,
hal ini juga berarti membohongi pembeli. Selain itu prinsip customer
oriented juga memberikan kebolehan kepada konsumen atas hak
Khiyar (meneruskan atau membatalkan transaksi) jika ada indikasi
penipuan atau merasa dirugikan. Konsep Khiyar ini dapat menjadi
faktor untuk menguatkan posisi konsumen di mata produsen, sehingga
produsen atau perusahaan manapun tidak dapat berbuat semenamena
terhadap pelanggannya.

7
2. Transparansi
Prinsip kejujuran dan keterbukaan dalam bisnis merupakan
kunci keberhasilan. Apapun bentuknya, kejujuran tetap menjadi
prinsip utama sampai saat ini. Transparansi terhadap kosumen adalah
ketika seorang produsen terbuka mengenai mutu, kuantitas,
komposisi, unsur-unsur kimia dan lain-lain agar tidak membahayakan
dan merugikan konsumen.
Prinsip kejujuran dan keterbukaan ini juga berlaku terhadap
mitra kerja. Seorang yang diberi amanat untuk mengerjakan sesuatu
harus membeberkan hasil kerjanya dan tidak menyembunyikannya.
Transparansi baik dalam laporan keuangan, mapuun laporan lain yang
relevan.

3. Persaingan yang Sehat


Islam melarang persaingan bebas yang menghalalkan segala
cara karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islam.
Islam memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan, yang berarti bahwa persaingan tidak lagi berarti sebagai
usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan
sesuatu yang terbaik bagi usahanya.
Rasululllah SAW memberikan contoh bagaimana bersaing
dengan baik dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan jujur
dengan kondisi barang dagangan serta melarang kolusi dalam
persaingan bisnis karena merupakan perbuatan dosa yang harus
dijauhi. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Baqarah ayat 188 :
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

8
4. Fairness
Terwujudnya keadilan adalah misi diutusnya para Rasul. Setiap
bentuk ketidakadilan harus lenyap dari muka bumi. Oleh karena itu,
Nabi Muhammad SAW selalu tegas dalam menegakkan keadilan
termasuk keadilan dalam berbisnis.
Keadilan kepada konsumen dengan tidak melakukan penipuan
dan menyebabkan kerugian bagi konsumen. Wujud dari keadilan bagi
karyawan adalah memberikan upah yang adil bagi karyawan, tidak
mengekploitasinya dan menjaga hak-haknya.
Dalam pemberian upah, Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkannya dengan cara yang sangat baik yaitu memberikan
upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya (HR. Ibnu Majah
dari Umar).
Selain itu bentuk keadilan dalam berbisnis adalah memberi
tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu
membayar. Hal ini dicontohkan Rasulullah SAW dalam hadits Beliau
: Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada
hari kiamat), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan
hutang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia
menggugurkan hutangnya. (HR. Ibnu Majah).

2.3. Orientasi Bisnis dalam Islam


Bisnis dalam Islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama: (1)
target hasil: profit-materi dan benefitnonmateri, (2) pertumbuhan, (3)
keberlangsungan, (4) keberkahan.
Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri. Tujuan bisnis harus
tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-
tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit
(keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan

9
dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan,
kepedulian sosial dan sebagainya.
Benefit, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat
kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa
tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah.
Masih ada tiga orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah,
dan qimah ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha
memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja,
bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah,
mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulia menjadi suatu
kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta
hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional
atau profesional. Sementara itu qimah ruhiyah berarti aktivitas dijadikan
sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih,
perusahaan harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat.
Upaya peningkatan ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan
menghalalkan segala cara.
Keberlangsungan, target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap
tahunnya harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam
kurun waktu yang lama.
Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apaapa
jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan
berkah sebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya
segala aktivitas manusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang
dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt, dan
bernilai ibadah. Hal ini sesuai dengan misi diciptakannya manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah baik dengan ibadah mahdah maupun ghairu
mahdah.

10
2.4. Etika Bisnis
Setiap pelaku bisnis syariah memiliki aturan -aturan atau etika yang
harus dilakukan. Hal ini dilakukan karena manusia tidak hanya hidup sendiri
melainkan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan
memiliki pertanggung jawaban yang akan dia ajukan kepada Allah Swt. Etika
bisnis Islam ini bertujuan agar setiap kegiatan ekonomi yang dijalankan dapat
menyelamatkan sumber daya alam dari penggunaan yang dieksploitasi.
Secara umum etika bisnis syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kesatuan (Tauhid)
Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidutawhiddan,
secara harfiah artinya menyatukan, mengesakan, atau mengakui
bahwa sesuatu itu satu. Dalam kegiatan ekonomi tauhid adalah alat
bagi manusia untuk menjaga perilakunya dalam berbisnis. Dengan
adanya penyerahan diri kepada Tuhan maka pelaku bisnis akan
selalu menjaga perbuatannya dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
Sebab perilaku yang menyimpang akan membawa kemudaratan bagi
individu dan orang lain.
Hal yang mencerminkan dari kepercayaan manusia dengan
agamanya adalah akhlak. Dengan adanya keyakinan kepada Tuhan,
manusia akan lebih memperhatikan perilakunya kepada sesama juga
kepada alam semesta yang Tuhan ciptakan. Kepada sesamanya
manusia tidak akan merugikan pihak lain dengan melakukan gharar,
maysir dan riba’. Baik buruknya perilaku dan akhlak bisnis seorang
wirausaha akan berpengaruh dengan usahanya yang sukses atau
gagal.

b. Keseimbangan (keadilan)
Keseimbangan ekonomi akan dapat terwujud apabila
memenuhi syarat-syarat berikut. Pertama, produksi, konsumsi dan
distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi
menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam

11
genggaman segelintir orang. Kedua, Setiap kebahagiaan individu
harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial,
karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi
ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal
dan individual dalam masyarakat. Ketiga, tidak mengakui hak milik
yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali

c. Tidak melakukan monopoli


Dalam bisnis syariah kegiatan ekonomi dengan menggunakan
konsep kebebasan yang dimaksud terletak pada lancarnya keluar-
masuk barang. Dengan adanya kebebasan yang proporsional bisnis
syariah melarang adanya praktik-praktik monopoli, riba’, dan
kecurangan. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah
melegitimasi monopoli dan oligopoli.
Monopoli sendiri tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam,
semua orang boleh berbisnis. Kegiatan bisnis dengan satu-satunya
penjual (monopoli) tidak masalah selama penjual tidak melakukan
ikhtikar (menimbun) barang untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih atau istilah ekonominya monopoly’s rent. Praktik yang dilarang
dalam Islam dilakukan agar manusia tetap pada jalan yang baik
dengan selalu mengamalkan ajaran agama dalam setiap kegiatannya.
Kehendak bebes yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam akan
membawa pada kesejahteraan.

d. Tanggungjawab
Wirausahawan muslim haruslah memiliki sifat amanah atau
terpercaya dan bertanggung jawab. Dengan sifat amanah
wirausahawan muslim akan bertanggungjawab atas segala yang dia
lakukan dalam hal muamalahnya. Konsep tanggung jawab adalah
konsep yang berkaitan dengan konsep kebebasan. Kebebasan yang
dilakukan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban, semakin

12
luas kehendak bebas yang dilakukan maka semakin luas pula
tanggung jawab moral yang akan dia jalani.
Tanggung jawab seorang khalifah dilakukan dengan sukarela
tanpa adanya pemaksaan. Jika konsep ini dilakukan dalam bisnis,
maka manusia khususnya wirausaha muslim akan berbisnis dengan
cara yang halal, dimana cara pengelolaan dilakukan dengan cara-cara
yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua
komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan
terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan. Penerapan perilaku ini
tidak akan membawa bencana dan kerugian pada pihak lain karena
pelaku usaha dengan menjunjung tinggi moral akan senantiasa
mengerti akan keharusannya menghormati oranglain.

e. Jujur
Jujur adalah kesamaan antara berita yang disampaikan dengan
fakta atau fenomena yang ada. Sebelum menjadi rasul Allah, Nabi
Muhammad adalah seorang guru Entrepreneur sukses dan
profesional yang selalu mengutamakan kejujuran dalam hubungan
transaksinya dengan semua pelanggannya. Syaikh Al-Qardhawi
berpendapat bahwa jujur adalah nilai terpenting dalam transaksi
sebuah bisnis.
Seorang wirausaha yang jujur akan menjaga timbangannya,
mengatakan baik dan buruknya barang yang dia jual. Dari hubungan
jual beli yang didasari oleh kejujuran atau adil kepercayaan akan
muncul dengan sendirinya diantara penjual dan pembeli atau antara
penyedia jasa dan pengguna jasa. Kepercayaan yang dihasilkan dari
ketulusan hati seseorang adalah hal paling mendasar dari semua
hubungan dan termasuk dalam hal kegiatan bisnis.

f. Produk yang dijual halal

13
Barang yang dijual belikan haruslah halal lagi bermanfaat bagi
orang lain. Barang yang boleh diperjual belikan adalah suci dari
najis, berguna, dan halal. Selain itu bisnis dalam bidang jasa
diperbolehkan jika dalam jasa yang diberikan tidak merugikan orang
lain dan sifatnya membantu dalam hal kebaikan. Misalnya saja
seorang penjahit yang membantu membuatkan baju untuk orang lain
yang membutuhkan.

g. Tidak melakukan praktek mal bisnis


Praktek mal bisnis adalah praktek-praktek bisnis yang tidak
terpuji karena merugikan pihak lain dan melanggar hukum yang ada.
Perilaku yang ada dalam praktek bisnis mal sangat bertentangan
dengan nila-nilai yang ada dalam Al-Qur’an. Jenis praktek mal bisnis
antara lain:
1) Gharar
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang masih samar-
samar. Gharar adalah salah satu jual beli yang mengandung
unsur penipuan karena dalam akadnya transaksi yang
dilakukan belum jelas. Benda yang dijualbelikan belum jelas
wujudnya, misalnya menjual anak kambing yang masih
dalam perut induknya.

2) Tidak menipu (al-Gabn dan Tadlis)


Gabn adalah harga yang ditetapkan jauh dari rata-rata yang
ada baik lebih rendah atau lebih tinggi. Sedangkan Tadlis
adalah penipuan dengan menutupi kecacatan sebuah barang
yang akan dijual saat transaksi terjadi.

3) Riba
Riba jual beli yaitu riba fadlal yaitu kelebihan yang diperoleh
dalam tukar-menukar barang. Riba berkaitan juga dengan

14
penetapan harga barang, jika harga yang ditetapkan pembeli
sangat besar maka penjual tidak akan rela untuk membayar
barang tersebut. Jadi dalam penentuan harga harus ada
kesepakatan antar penjual dan pembeli yang dilakukan secara
baik dan atas dasar suka sama suka. Penentuan harga seorang
penjual harus tetap menghormati pembeli dengan
memberikan sikap toleran.

4) Ihtikar
Ihtikar atau menimbun barang untuk mendapatkan harga
yang tinggi dikemudian hari. Ihtikar tidak diperbolehkan
karena akan mengakibatkan kerugian bagi banyak orang.
Penimbunan, membekukan, menahan, dan menjatuhkannya
dari peredaran akan menyebabkan susahnya pengendalian
pasar.

5) Mengurangi timbangan atau takaran


Perdagangan identik dengan timbangan atau takaran sebagai
alat penjualan. Kecurangan dalam hal timbangan dan takaran
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara cepat.
Perilaku mengurangi timbangan ini termasuk dalam penipuan
karena mengurangi hak orang lain. Bisnis dengan melakukan
jual beli adalah perdagangan yang dilakukan di dunia,
sedangkan bisnis akhirat dilakukan dengan melaksanakan
kewajiban Syariat Islam yang ada. Keuntungan yang akan
diperoleh di akhirat akan lebih utama dari pada keuntungan
yang diperoleh di dunia.

2.5. Ciri-ciri Bisnis Islami dan Non-Islami

Islami Karakter Bisnis Non-Islami

15
Aqidah Islam (nilai- Sekularisme (nilai-nilai
ASAS
nilai transendental) material)
Dunia – akhirat MOTIVASI Dunia
Profit & Benefit (non
materi/qimah),
Profit pertumbuhan
Pertumbuhan, ORIENTASI
keberlangsungan
Keberlangsungan,
Keberkahan
Tinggi, Bisnis adalah Tinggi, bisnis adalah
ETOS KERJA
bagian dari ibadah kebutuhan duniawi
Maju dan produktif,
Maju & produktif
Konsekuensi dan
SIKAP MENTAL sekaligus konsumtif
keimanan, Manifestasi
konsekuensi akualisasi diri
kemusliman
Cakap & ahli di
bidangnya, Cakap & ahli dibidangnya,
Konsekuensi dan KEAHLIAN konsekuensi dari motivasi
keahlian dari seorang reward & punishment
muslim
Terpercaya &
Tergantung kemanuan
bertanggung jawab,
AMANAH individu (pemilik kapital),
tujuan tidak
tujuan menghalalkan cara
menghalalkan cara
Halal MODAL Halal & haram
Sesuai dengan akad
Sesuai dengan akad
SDM kerjanya atau sesuai
kerjanya
keinginan pemilik modal
Halal SUMBER DAYA Halal & haram
Visi dan misi MANAJEMEN Visi dan misi organisasi
organisasi terkait erat STRATEGIK ditetapkan berdasarkan

16
dengan misi pada kepentingan material
penciptaan manusia di belaka
dunia
Jaminan halal bagi Tidak ada jaminan halal
setiap masukan, bagi setiap masukan,
Proses dan keluaran, MANAJEMEN proses & keluaran
Mengedepankan OPERASI mengedepankan
produktivitas dalam produktivitas dalam
koridor syariah koridor manfaat
Jaminan halal bagi Tidak ada jaminan halal
setiap masukan, MANAJEMEN bagi setiap masukan,
proses dan keluaran KEUANGAN proses & keluaran
keuangan keuangan
Pemasaran dalam MANAJEMEN Pemasaran mengahalkan
koridor jaminan halal PEMASARAN cara
SDM profesional &
berkepribadian Islam,
SDM adalah SDM profesional, SDM
pengelola bisnis, MANAJEMEN adalah faktor produksi,
SDM bertanggung SDM SDM betanggung jawab
jawab pada diri, pada diri & majikan
majikan & Allah
SWT

17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Secara etimologi, bisnis mempunyai arti dimana seseorang atau
sekelompok dalam keadaan yang sibuk dan menghasilkan keuntungan atau
profit bagi dirinya atau kelompok. Bisnis berbasis syariah adalah kegiatan
bisnis yang dilakukan oleh seseorang dengan berlandaskan syariat agama
Islam, dimana setiap cara memperoleh dan menggunakan harta yang mereka
dapatkan harus sesuai dengan aturan agama Islam baik yang halal dan
menghindari yang haram. Prinsip-prinsip bisnis yang diajarkan oleh ajaran
Islam, dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yaitu: customer oriented,
transparansi, persaingan yang sehat, dan fairness.
Bisnis dalam ajaran agama Islam bertujuan untuk mencapai empat hal
utama yaitu target hasil (profit-materi dan benefit nonmateri), pertumbuhan,
keberlangsungan, dan keberkahan. Tujuan bisnis dalam agama Islam tidak
hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-
tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit
(keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan
dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan,
kepedulian sosial dan sebagainya.
Setiap pelaku bisnis syariah memiliki aturan-aturan atau etika yang
harus dilakukan. Etika bisnis Islam ini bertujuan agar setiap kegiatan
ekonomi yang dijalankan dapat menyelamatkan sumber daya alam dari
penggunaan yang dieksploitasi dan merugikan baik lingkungan maupun
sumber daya manusianya. Secara umum etika bisnis syariah adalah Kesatuan
(Tauhid), Keseimbangan (keadilan), tidak melakukan monopoli,
bertanggungjawab, jujur, produk yang dijual halal, tidak melakukan praktek
mal bisnis (Gharar, Tidak menipu (al-Gabn dan Tadlis), riba, ihtikar, dan
mengurangi timbangan atau takaran).

18
3.2. Kritik dan Saran
Dalam pelaksanaan bisnis menurut aturan agama Islam, banyak hal-hal
yang perlu diperhatikan baik yang diperbolehkan (halal) maupun yang
dilarang (haram). Sebagai umat islam kita harus memperhatikan etika dalam
berbisnis yang sesuai dengan aturan agama islam agar mendapat berkah dari
Allah SWT.

19
REFERENSI
https://media.neliti.com/media/publications/141373-ID-bisnis-dalam-perspektif-islam-
telaah-kon.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/7050/3/BAB%20II.pdf

https://sg.docworkspace.com/d/sADmCBVD04OBU2vrf66enFA

https://sg.docworkspace.com/d/sAHKnXFX04OBUlZ7b66enFA

20

Anda mungkin juga menyukai