Anda di halaman 1dari 11

ISLAM TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL BAGI PELAKU BISNIS

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Etika Bisnis (juga dikenal sebagai etika korporasi) adalah suatu bentuk etika terapan atau etika


profesi yang mempelajari prinsip-prinsip etis dan moral atau masalah-masalah etika yang muncul dalam
lingkungan bisnis (sumber: Wikipedia). Ini berlaku untuk semua aspek perilaku bisnis dan relevan
dengan perilaku individu dan organisasi bisnis secara keseluruhan. Etika Terapan adalah bidang etika
yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan etis dalam berbagai bidang seperti medis, teknik,
hukum dan etika bisnis. Etika bisnis dapat menjadi suatu disiplin ilmu
baik normatif maupun deskriptif. Sebagai praktik perusahaan dan spesialisasi karir, bidang ini terutama
normatif. Cakupan dan kuantitas etika bisnis mencerminkan derajat yang usahanya dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai sosial non-ekonomi. . Sebagai contoh, hari ini situs perusahaan yang
paling besar memberikan tekanan pada komitmen untuk mempromosikan nilai-nilai sosial non-ekonomi
di bawah berbagai pos (misalnya kode etik, tanggung jawab sosial). Dalam beberapa kasus, perusahaan
harus merumuskan kembali nilai-nilai inti mereka dalam pertimbangan etika bisnis.

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep


bahwa organisasi, khususnya perusahaan memiliki suatu tanggung jawab
terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan (sumber: Wikipedia). CSR berhubungan erat dengan "pembangunan
berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya
harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan
atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini
maupun untuk jangka panjang. Etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan.merupakan dua
permasalahan yang seringkali kurang diperhatikan oleh para pelaku bisnis karena itu dalam artikel ini
akan dibahas bagaimana hubungan etika bisnis dengan tanggung jawab sosial perusahaan.[1]

B.            Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dikemukakan masalah sebagai berikut:

a.         Apa saja Macam-macam Etika Bisnis Islam?

b.        Bagaimana Prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam?


C.           Tujuan

a.         Untuk  Mengetahui  Macam-macam Etika Bisnis Islam.

b.        Untuk  Mengetahui Prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A.           Islam, Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial

Dalam ekonomi konvensional kita mengenal “Tanggung jawab sosial perusahaan dan masyarakat” atau
yang lebih dikenal dengan {Corporate Social Responsibility/CSR} oleh korporasi besar, khususnya
disektor industri ekstraktif {minyak, gas, dan pertambangan lainnya}, dari sini kita bisa menelaah praktik
CSR berkaitan dengan peran aktif masyarakat  sipil dalam memaknai dan turut berperan aktif dalam
membentuk konsep kemitraan yang merupakan salah satu kondisi yang dibutuhkan dalam mewujudkan
CSR.[2]

Ada perbedaan mendasar dalam model ekonomi islam dan ekonomi lainnya, yaitu ekonomi islam
memadukan antara ilmu dan etika, dan juga tidak memisahkan antara ilmu ilmu yang lain dengan etika
apakah itu politik,teknik, antropologi, militer, kedokteran, dan lain lainnya. Islam merupakan risalah
yang diturunkan Allah melalui Rasul untuk memenahi akhlaq  manusia. Hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah saw bahwa “sesungguhnya aku  diutus untuk menyempurnakan akhlaq mulia”

Sistem ekonomi islam lebih bertujuan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik bagi umat manusia
dalam berkehidupan. Yaitu dengan cara memahami AL Quran dan Hadis tersebut serta
mengaplikasikannya dalam praktek kehidupan sehari hari. Posisi manusia sangat penting seperti ini
seperti firman Allah SWT      “sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi” {QS. Al-
Baqarah:30}, dan yang ditunjuk sebagai khalifah diatas muka bumi ini adalah manusia yang diberi hak
untuk mengelola isi bumi ini, seperti firman Allah “Dia telah menciptakan kamu dari muka bumi {tanah}
dan menjadikan kamu pemakmurnya” QS. Huud:61}.  Dengan begitu manusia diberi mandat oleh Allah
SWT untuk mengelola isi bumi ini dan juga untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah ia lakukan
tersebut nantinya dihadapan Allah SWT.[3]

B.            CSR dalam perspektif Islam

CSR dalam perspektif Islam adalah praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara Islami.
Perusahaan memasukan norma-norma agama Islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan
dalam menjaga kontrak sosial di dalam operasinya. Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR
Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun tidak dibatasi jumlah
kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya
dibatasi oleh aturan halal dan haram oleh syari’ah.

Menurut Islam, CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan kebajikan yang dilakukan bukan
melalui aktivitas-aktivitas yang mengandung unsur riba, melainkan dengan praktik yang diperintahkan
Allah berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga harus mengedepankan nilai kedermawanan dan
ketulusan hati. Perbuatan ini lebih Allah cintai dari ibadah-ibadah mahdhah. Rasulullah SAW
bersabda, “Memenuhi keperluan seorang mukmin lebih Allah cintai dari pada melakukan dua puluh kali
haji dan pada setiap hajinya menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”.  Dalam hadits lain, Rasulullah
SAW juga bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi keperluan sesama muslim, itu lebih baik
baginya daripada melakukan tujuh puluh kali thawaf di Baitullah.”

Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah satu upaya mereduksi permasalahan-
permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan mendorong produktivitas masyarakat dan
menjaga keseimbangan distribusi kekayaan di masyarakat. Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi
pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir
orang . Allah Berfirman : “....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara
kamu...”  (QS. Al hasyr: 7).

Praktik CSR dalam Islam menekankan pada etika bisnis islami. Operasional  perusahaan harus terbebas
dari berbagai modus praktik korupsi dan memberi jaminan layanan maksimal sepanjang
operasionalnya,  termasuk layanan terpercaya bagi setiap produknya (provision and development of
safe and reliable products).  Hal ini yang secara tegas tercantum dalam Al-Quran. Allah SWT
berfirman: “.... Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya,....” (QS. al-A’raf ayat 85).

Dengan demikian, melakukan praktik CSR jika motivasinya (niat) tulus membantu masyarakat yang
membutuhkan, niscaya bisa dikategorikan ke dalam ghairu mahdhoh. Maksudnya, kendati program itu
pada asalnya bukan termasuk ibadah, namun karena semata untuk membantu orang lain dan berharap
ridha Allah SWT, maka subjek pelakunya akan mendapat pahala sebagaimana melakukan ibadah.
Apabila niat yang dicanangkan seperti itu, maka keuntungan melakukan CSR tidak saja perusahaan akan
semakin dekat dengan masyarakat. Namun yang lebih bermakna, para pengelolanya akan semakin dekat
dan mendapat pahala dari Allah SWT.

Apabila tidak, katakan saja program CSR itu hanya bermotif ekonomi semata, niscaya tidak akan
memperoleh pahala ibadah , karena sejak awal telah terealinasasi dari nilai- nilai teologis yang sejatinya
dapat disetting sejak merencanakan program. Karena itu betapa ruginya perusahaan yang melakukan
program CSR hanya semata- mata ingin meraih keuntungan duniawi sesaat, terpisah sama sekali dari
nilai- nilai teologis yang transenden ukhrowiyah.[4]

C.           Pandangan Islam terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut Sayyid Qutb, Islam mempunyai prinsip pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala
bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara individu dan keluarga, antara individu dan
sosial dan, antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Tanggung jawab sosial merujuk pada
kewajiban-kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi dan memberi kontribusi kepada masyarakat
dimana perusahaan itu berada.

Sebuah perusahaan mengemban tanggung jawab sosial dalam tiga domain:

1.             Pelaku-Pelaku Organisasi, meliputi:

a.       Hubungan Perusahaan dengan Pekerja.

·           Keputusan Perekrutan, Promosi, dll bagi pekerja. Islam mendorong kita untuk memperlakukan
setiap muslim secara adil. Sebagai contoh, dalam perekrutan, promosi dan keputusan-keputusan lain
dimana seorang manajer harus menilai kinerja seseorang terhadap orang lain, kejujuran dan keadilan
adalah sebuah keharusan.

·           Upah yang adil. Dalam organisasi Islam, upah harus direncanakan dengan cara yang adil baik bagi
pekerja maupun juga majikan. Pada hari pembalasan, Rasulullah SAW akan menjadi saksi terhadap
orang yang mempekerjakan buruh dan mendapatkan pekerjaannya diselesaikan olehnya namun tidak
memberikan upah kepadanya.

·           Penghargaan terhadap keyakinan pekerja. Pengusaha Muslim tidak boleh memperlakukan


perkerjaannya seolah-olah Islam tidak berlaku selama waktu kerja. Sebagai contoh, pekerja Muslim
harus diberi waktu untuk mengerjakan shalat, tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan aturan moral Islam, harus di beri waktu istirahat bila mereka sakit dan tidak dapat
bekerja, dan lain-lain. Untuk menegakkan keadilan dan keseimbangan, keyakinan para pekerja non-
muslim juga harus dihargai.

·           Akuntabilitas. Meskipun majikan atau pekerja secara sengaja saling menipu satu sama lain,
namun mereka berdua harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan Allah SWT. sebagai
contoh, Rasulullah SAW tidak pernah menahan upah siapapun.

·           Hak Pribadi. Jika seorang pekerja memiliki masalah fisik yang membuatnya tidak dapat
mengerjakan tugas tertentu atau jika seorang pekerja telah berbuat kesalahan di masa lalu, sang
majikan tidak boleh menyiarkan berita tersebut. Hal ini akan melanggar hak pribadi sang pekerja.

b.      Hubungan Pekerja dengan Perusahaan

Berbagai persoalan etis mewarnai hubungan antara pekerja dengan perusahaan, terutama berkaitan
dengan persoalan kejujuran, kerahasiaan, dan konflik kepentingan. Dengan demikian, seorang pekerja
tidak boleh menggelapkan uang perusahaan dan juga tidak boleh membocorkan rahasia perusahaan
kepada orang luar. Praktek tidak etis lain terjadi jika para manajer menambahkan harga palsu untuk
makanan dan pelayanan dalam pembukuan keuangan perusahaan mereka. Beberapa dari mereka
melakukan penipuan karena merasa dibayar rendah dan ingin mendapatkan upah yang adil. Pada saat
yang lain, hal ini dilakukan hanya karena ketamakkan. Bagi para pekerja Muslim, Allah SWT memberikan
peringatan yang jelas di dalam Al-quran:
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”

Pekerja Muslim yang menyadari makna ayat diatas seharusnya tidak berbuat sesuatu dengan cara-cara
yang tidak etis.

c.       Hubungan Perusahaan dan Pelaku Usaha Lain

·         Distributor. Berkaitan dengan distributor, etika bisnis menyatakan bahwa seseorang harus
melakukan negosiasi dengan harga yang adil dan tidak mengambil keuntungan berdasarkan bagian atau
kekuasaan yang lebih besar. Untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan, Allah SWT telah
memerintahkan kita untuk membuat perjanjian kewajiban bisnis secara tertulis. Transaksi gharar antara
perusahaan dan pemasoknya juga dilarang dalam Islam.selain persoalan di perbolehkannya praktek
agensi secara umum, pedagang dilarang campurtangan dalam sistem pasar bebas melalui suatu bentuk
perantaraan tertentu. Perantaraan semacam ini mungkin akan menyebabkan terjadinya inflasi harga.

·         Pembeli atau Konsumen. Pembeli seharusnya menerima barang dalam kondisi baik  dan dengan
harga yang wajar.mereka juga harus di beri tau bila terdapat kekurangan  pada suatu barang islam
melarang praktek praktek di bawah ini ketika berhubungan dengan konsumen atau pembeli:

a.    Penggunaan alat ukur atau timbanagan yang tidak tepat

b.    Penimbunan dan manipulasi harga

c.    Penjualan barang palsu atau rusak

d.   Bersumbah palsu untuk mendukung sebuah penjualan

e.    Membeli barang curian

f.     Larangan mengambil bunga atau riba

·         Pesaing. Meskipun negara negara barat menyatakan diri sebagai kawasan berdasarkan prinsip
persaingan pasar, publikasi publikasi bisnis utama akan memperlihatkan bahwa sebuah bisnis akan
brusaha memenangkan dirinya dan mengeliminasi para pesaingnya. Dengan mengeliminasi para
pesaingnya, sebuah perusahaan selanjutnya akan dapat memperoleh hasil ekonomi di atas rata rata
melalui praktek penimbunan dan monopoli harga.

2.             Lingkungan Alam

Kaum muslim selalu didorong untuk menghargai alam. Bahkan, Allah telah menunjuk keindahan alam
sebagai salah satu dari tanda-tanda-Nya. Islam menekankan peran manusia atas lingkungan alam
dengan membuatnya bertanggung jawab terhadap lingkungan sekelilingnya sebagai khalifah Allah SWT.
Dalam peranannya sebagai khalifah, seorang pengusaha Muslim diharapkan memelihara lingkungan
alamnya. Kecenderungan mutakhir paham environmentalisme bisnis, dimana sebuah usaha secara
proaktif memberi perhatian sangat cermat dalam memperhatikan lingkungan, sebenarnya bukan
merupakan suatu yang baru. Sejumlah contoh semakin memperjelas betapa pentingnya hubungan Islam
dengan lingkungan alam, perlakuan terhadap binatang, polusi lingkungan dan hak-hak kepemilikan, dan
polusi lingkungan terhadap sumber-sumber alam “bebas” seperti misalnya udara dan air.

3.             Kesejahteraan Sosial Masyarakat

Selain harus bertanggung jawab kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam usahanya dan
lingkungan alam sekelilingnya, kaum Muslim dan organisasi tempat mereka bekerja juga diharapkan
memberikan perhatian kepada kesejahteran umum masyarakat dimana mereka tinggal. [5]

D.           Islam Dan Etika Bisnis

1.         Sumber Islam

Konsep tatanan ekonomi islam disusun berdasarkan sumber dari AL Quran, Hadis, Qiyas dan Ijma’ para
ulama. AL Quran diturunkan kedunia ini melalui perantaraan nabi muhammad saw, maka dengan begitu
AL Quran redaksinya langsung berasal dari Allah SWT. Karena AL Quran dan hadis dijadikan rujukan
dalam kehidupan umat  muslimin diseluruh dunia.

2.         Islam dan Etika Bisnis serta Tanggung Jawab Sosial

Ada perbedaan mendasar dalam model ekonomi islam dengan ilmu ekonomi lainnya, yaitu ekonomi
islam memadukan antara ilmu dan etika,dan juga tidak memisahkan antara ilmu ilmu yang lain dengan
etika. Sistem ekonomi islam lebih bertujuan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik bagi umat
manusia dalam berkehidupan.

   Bagi seorang muslim ia harus menyadari bahwa kekayaan yang ia peroleh itu hanya merupakan titipan
sementara yang diberikan oleh Allah SWT kepada hambaNya, apakah itu jabatan, materi, anak, dan
lainnya untuk dikelola sebaik baiknya dan memberi manfaat kepada banyak makhluk
lainnya.  Sebagaimana firman Allah SWT dalam AL Quran bahwa   “hai kaumku, sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah kesenanangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
Barang siapa yang mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding
dengan kejahatannya itu. Dan barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki laki maupun perempuan
sedangkan ia beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki didalamnya tanpa
dihisab.” {QS. AL-Mukmin:39-40}[6]

      Islam memiliki keinginana kuat untuk membangun rsa persaudaraan yang kuat antara sesama muslim
ini tercermin tegas dalam sabda Rasulullah sa “bukan muslim yang baik, orang yang tidur dengan
kenyangsementara tetangganya tak tidur karena kelaparan.”  [7]

   Setiap individu yang bekerja harus dijamin hak haknya dan ia harus terbebaskan dari eksploitasi
individu lainya. Islam dengan tegas melarang setiap muslim merugikan orang lain. “dan janganlah
kalian  merugikan manusia pada hak haknya dan janganlah kalian merajalela dimuka bumi dengan
membuat kerusakan” {Asy-syuaraa:183}
Disisi lain Rasulullah saw mengingatkan “Wahai manusia takutlah akan kedzaliman {ketidak adilan}
sebab sesungguhnya dia akan menjadi kegelapan pada hari pembalasan nanti” [HR Iman
Ahmad}peringatan  seperti ini bertujuan penuh untuk melindungi hak-hak individudalam kehidupan
ditengah masyarakat terutama dilingkungan kerja.

3.         Islam dan Aturan Bisnis yang Beretika

Dalam hidup ini khususnya dalam berbisnis sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai
persaudaraan, sehingga dalam masyarakat islam berbisnis bukan hanya bertujuan untuk mencari
rezeki  atau keuntungan semata tapi lebih jauh dari itu untuk menambah persaudaraan yang lebih jauh
dengan erbagai golongan, suku, ras, dari berbagai bangsa didunia ini khususnyasesama muslim.
Sehingga nantinya dengan berdagang akan menambah dan mempererat ikatan ukhuwah islamiyah yang
semakin lebih baik.[8]

Maka dari itu Allah swt melarang umatnya untuk melakukan kedzaliman di atas muka bumi ini.
Khususnya kedzaliman bagi sesama manusia apalagi dengan memanfaatkan ketidak tahuan manusia
tersebut terhadap sesuatu hal seperti suatu barang  contohnya seperti bai’ul gharar.

Bagi seorang muslim khususnya yang berprofesi sebagai pebisnis maka memahami islam secara dalam
sangat diharuskan terutama persoalan halal dan haram, karena sedikit saja kesalahan itu akan berakibat
fatal. Kesalahan itu bisa saja dengan seperti memainkan takaran secara curang sehingga merugikan
konsumen. “Dan Syu’aob berkata: Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan dimuka bumi ini dengan membuat kerusakan.” {QS Huud:85}[9]

E.            Perusahaan Dan Kebijakan Etika

Sebagai bagian dari  komprehensif program kepatuhan dan etika, banyak perusahaan telah merumuskan


kebijakan internal yang berkaitan dengan perilaku etis dari karyawan. Kebijakan-kebijakan ini mendapat
perhatian yang luas, bahasa yang sangat umum (biasanya disebut pernyataan etika perusahaan), atau
mereka membuat kebijakan yang lebih rinci, yang berisi persyaratan perilaku tertentu (biasanya disebut
kode etik perusahaan). Mereka umumnya dimaksudkan untuk mengidentifikasi harapan pekerja
perusahaan dan memberikan bimbingan pada penanganan beberapa masalah etis lebih umum yang
mungkin timbul dalam melakukan bisnis. Diharapkan bahwa memiliki kebijakan seperti itu akan
menyebabkan kesadaran etis yang lebih besar, konsistensi dalam aplikasi, dan menghindari bencana
etis.

Peningkatan jumlah karyawan perusahaan juga membutuhkan karyawan untuk menghadiri seminar
tentang perilaku bisnis, termasuk diskusi tentang kebijakan perusahaan, studi kasus khusus, dan
persyaratan hukum. Beberapa perusahaan bahkan meminta karyawan mereka untuk menandatangani
perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan mematuhi peraturan perilaku yang dibuat perusahaan.

Banyak perusahaan yang menilai faktor lingkungan yang dapat menyebabkan karyawan untuk terlibat
dalam perilaku tidak etis. Sebuah lingkungan bisnis yang kompetitif dapat menyebabkan perilaku yang
tidak etis. Berbohong telah menjadi yang diharapkan dalam bidang-bidang seperti perdagangan. Tidak
semua orang mendukung kebijakan perusahaan yang mengatur etika. Beberapa menyatakan bahwa
masalah etika lebih baik ditangani oleh karyawan dengan menggunakan penilaian mereka sendiri.
Idealnya, perusahaan akan menghindari tuntutan hukum karena karyawan akan mengikuti aturan.
Haruskah gugatan terjadi, perusahaan dapat mengklaim bahwa masalah tersebut tidak akan muncul jika
karyawan mengikuti kode etik dengan benar.[10]

Terkadang ada pemutusan hubungan antara kode etik perusahaan dan praktik aktual perusahaan. Para
ahli etika menyarankan bahwa kebijakan tentang kode etik perusahaan harus:

·         Mendapat dukungan tegas dari manajemen puncak, baik oleh kata dan contoh.

·         Dijelaskan secara tertulis dan lisan, dengan pengulangan secara periodik.

·         Karyawan dapat melakukan sesuatu yang dapat dipahami dengan baik.

·         Dimonitor oleh manajemen puncak, dengan pemeriksaan rutin untuk kepatuhan dan perbaikan.

·         Didukung oleh konsekuensi yang jelas dalam hal ketidakpatuhan.

F.            Pentingnya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Skala dan sifat keuntungan dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) berbeda-beda tergantung dari
sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR,
walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur
tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya
Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial
dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan
antara kinerja CSR (corporate social responsibility) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate
financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai
bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global
yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social
Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih  memudahkan perusahaan untuk
menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.

Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto),
Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000
responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60%
mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang
merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi
40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya
1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.

Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin
"menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau
bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari
argumentasi di bawah ini:

a.              Sumberdaya manusia

Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar. Lebih
jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama
sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan
untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekrut tenaga kerja
dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan
komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja
yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja
yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan
yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan
gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.

b.             Manajemen resiko

Manajemen resiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang
dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden
seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti
itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media
massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait
dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan
komponen CSR pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.

c.              Membedakan merek

Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan
yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat
berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga
merupakan nilai yang dianut masyarakat. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis
kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social
marketing  (CSM) dan  cause related marketing  (CRM). Pada CSM, perusahaan  memilih satu atau
beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di
masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka
lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki
kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk
perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih
langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu
memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk
tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual
atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin
menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk
tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa
mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli
orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.

d.             Ijin usaha

Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau


peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat
meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan
masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka
dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat
memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan
memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan
demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.

BAB III

PENUTUP

A.           Kesimpulan

B.            Saran

Diharap kepada seluruh mahasiswa agar lebih giat lagi belajar tentang Etika Bisnis, supaya kita lebih
mengetahui apa saja ilmu-ilmu yang terkandung dalam kehidupan, yang wajib diketahui, dipelajari, dan
dipraktekan, serta dilaksanakan dalam kehidupan. 

DAFTAR PUSTAKA

http://e-jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/414.pdf
http://dosenmudaiain.blogspot.com/2017/04/bab-8-pandangan-islam-tentang-tanggung.html

Muhammad Djakfar, (2012),  Etika Bisnis, Jakarta: Penebar Plus.

[1] http://e-jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/414.pdf

[2] Agus Arijanto etika bisnis bagi pelaku bisnis {jakarta:idea pers. 2012} hal 133

[3]Irham Fahmi etika bisnis {bandung:alfabeta bandung. 2015} hal 225

[4] Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Jakarta: Penebar Plus, 2012, hlm.224-228.

[5] http://dosenmudaiain.blogspot.com/2017/04/bab-8-pandangan-islam-tentang-

Anda mungkin juga menyukai