Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETOS KERJA DALAM BISNIS ISLAMI


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu: Muhammad Khoirul Fikri, M.E.I

Disusun Oleh:

1. Nabilahtul Shobriyyah (4121048)


2. Wiyanda Nurhanifah (4121049)
3. Khalimi Shubhi (4121145)

KELAS A
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID
PEKALONGAN
2023
PRAKATA

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Etos Kerja Dalam Bisnis Islami” ini dengan tepat waktu.Sholawat serta
salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Tidak lupa, kami
berterima kasih kepada Bapak Muhammad Khoirul Fikri, M.E.I selaku dosen mata
kuliah Sistem Informasi Manajemen yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sehingga kami mendapatkanwawasan dan pengalaman lebih.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baikdari susunan kalimat, maupun struktur makalah. Oleh karena itu,
dengan sangat terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang membangun
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.Semoga makalah sederhana yang telah
kami susun ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk pembaca.

Pekalongan, 23 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA .............................................................................................................2
DAFTAR ISI .........................................................................................................3
BAB I .....................................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
BAB II ....................................................................................................................3
A. Etos Kerja ...................................................................................................3
B. Anjuran Bekerja Keras ...............................................................................4
C. Etos Kerja Qur’ani ......................................................................................9
D. Konsep Dasar Kewirausahaan ..................................................................10
E. Keuntungan dan Etika ..............................................................................13
BAB III ................................................................................................................15
PENUTUP ...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menyaksikan
perkembangan pesat dalam dunia bisnis dan ekonomi. Globalisasi, teknologi,
dan perubahan sosial telah menciptakan peluang yang tak terbatas untuk
pertumbuhan dan kemajuan bisnis. Namun, pertumbuhan ini juga telah
menyebabkan beberapa tantangan, seperti meningkatnya kesenjangan sosial,
ketidaksetaraan, dan dampak lingkungan yang merugikan. Di tengah
dinamika ekonomi ini, etos kerja dalam bisnis Islami menjadi semakin
relevan dan penting.
Bisnis Islami, yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam,
menawarkan kerangka kerja yang unik untuk berbisnis dengan berlandaskan
pada nilai-nilai agama. Prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, kejujuran,
tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap sesama, memainkan peran
sentral dalam membentuk etos kerja dalam bisnis Islami. Ini berarti bahwa
tujuan bisnis dalam konteks ini tidak hanya mencari laba, tetapi juga mencari
ridha Allah dan memberikan manfaat positif kepada masyarakat.
Pentingnya etos kerja dalam bisnis Islami juga tercermin dalam
sejarah Islam. Dalam masa awal Islam, pedagang dan pengusaha Muslim
dikenal karena etos kerja yang kuat dan komitmen mereka untuk berdagang
secara adil dan jujur. Karena itu, etos kerja dalam bisnis Islami bukanlah
konsep baru, melainkan nilai yang telah menjadi bagian integral dari budaya
bisnis Islam.
Namun, dalam era bisnis global yang semakin kompleks,
implementasi etos kerja dalam bisnis Islami tidak selalu mudah. Perusahaan
dan individu sering dihadapkan pada tekanan untuk mencapai keuntungan
maksimal dalam lingkungan yang kompetitif. Oleh karena itu, perlu dianalisis
lebih lanjut bagaimana prinsip-prinsip Islam dapat diintegrasikan dalam
praktik bisnis modern dan bagaimana etos kerja dalam bisnis Islami dapat
menjadi panduan untuk mengatasi berbagai tantangan ini.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan etos kerja?

2. Apa saja anjuran bekerja keras?

3. Bagaimana etos kerja qur’ani?

4. Bagaimana konsep dasar kewirausahaan?

5. Apa yang dimaksud dengan keuntungan dan etika?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai definisi etos kerja.

2. Untuk mengetahui anjuran bekerja keras.

3. Untuk mengetahui etos kerja qur’ani.

4. Untuk mengetahui konsep dasar kewirausahaan.

5. Untuk mengetahui keuntungan dan etika.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etos Kerja
Menurut. Nurcholis Majid (1995), etos artinya watak, karakter, sikap,
kebiasaan dan kepercayaan yang bersifat khusus tentang seseorang induvidu
atau sekelompok manusia.1 Sedangkan Cliffoot Greertz (1997), etos adalah
sikap mendasar manusia terhadap diri dan dunia yang dipancarkan dalam
hidup, dan etos erat kaitannya dengan aspek moral maupun etika yang
dihasilkan oleh budaya.
Pandji Anoraga (1992), kerja adalah bagian yang paling esensial dari
kehidupan manusia, ia akan memberikan status dari masyarakat yang ada di
lingkungannya, sehingga dapat memberikan makna dari kehidupan manusia
yang bersangkutan.2 Sedangkan El-Qussy(1974), seorang pakar Ilmu Jiwa
kebangsaan Mesir, mengatakan bahwa kerja adalah perbuatan yang
berhubungan dengan mental, yang mempunyai ciri kepentingan, yaitu untuk
mencapai maksud atau mewujudkan tujuan tertentu.
Dari sejumlah definisi tersebut, dapatlah dipahami bahwa etos kerja,
Pertama adalah sikap seseorang atau suatu bangsa yang sangat mendasar
tentang kerja, yang merupakan cerminan dari pandangan hidup yang
berorientasi dari nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah). Kedua, Etos kerja adalah
pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadap kerja dan kerja
yang dimaksud adalah kerja bermotif yang terikat dengan penghasilan atau
upaya memperoleh hasil, baik yang bersifat material manupun non material
(spiritual).
Menurut Naim (2019) bahwa etos kerja seseorang erat kaitannya
dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Etos merupakan totalitas
kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini
dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak

1
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1995)
2
Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992)

3
dan meraih amal yang optimal. Etos menunjukkan sikap dan harapan
seseorang. Teori selanjutnya bahwa Etos kerja merupakan seperangkat
perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai
komitmen total paradigma kerja tertentu. Etos kerja merupakam perilaku khas
pada suatu komunitas atau organisasi yang mencakup motivasi untuk
menggerakkan karakterteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik,
kode moral, kode perilaku, sikap, aspirasi, keyakinan, prinsip dan standar-
standar kerja.

B. Anjuran Bekerja Keras


Kerja adalah gerak universal alam semesta. Al-Qur'an memuat sangat
banyak kejadian alam semesta, yang menurut Dr. Mahdi Ghulsyani
(cendekiawan muslim Iran) jumlahnya mencapai 10% dari ayat-ayat al-Qur'an.
Semua berpusat pada ketundukan, tasbih, dan sujud jagad raya pada Tuhannya.
Salah satu di antaranya, "Bertasbihlah kepada Allah semua yang ada di langit
dan di bumi, dan Dia Maha Per-kasa lagi Mahabijaksana, (QS. Ash-Shaff, 61:
1). Maka, bekerja pada dasarnya adalah seirama dengan gerak universal alam
semesta, seirama dengan sujud alam semesta.3
Oleh karena itu, manusia sangatlah dianjurkan untuk mencari rezeki
karena setiap manusia memerlukan harta untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satunya dengan cara bekerja. Dan yang perlu diperhatikan bahwa
pengertian bekerja bukan hanya melakukan aktivitas di dalam suatu industri
pemerintahan maupun perusahaan tetapi melakukan aktivitas bisnis pun juga
termasuk bekerja. Bisnis jika dilihat dari sudut agama manapun tentu sangat
mewajibkan aspek kehalalan baik dalam modal, cara melakukan bisnis tersebut
maupun pengelolaannya. Bisnis yang dilakukan dengan cara- cara licik dalam
memperoleh nya keuntungan tidak akan membawa berkah dari Allah justru
banyak mendatang kan aspek negatifnya dari pada aspek positifnya. Begitu
juga ketika menafkahkan hartanya di jalan kemaksiatan.
Dalam bekerja seorang muslim hendaknya mempunyai kekuatan 3-Q.
yaitu kualitas iman dan kerja, (2) ketepatan atau kepercayaan waktu (quick)

3
M.K. Sutrisna Suryadilaga, The Balance Ways (Bandung: Hikmah 2007), Hlm. 40

4
serta kuantitas yang dihasilkan dari sebuah pekerjaan (quantity) dengan
menganjurkan memperbanyak amal baik dan usaha keras Untuk itu, orang-
orang yang menjadikan kerja sebagai pengabdian kepada Sang Maha Pencipta
akan memiliki beberapa ciri, yaitu:
1. Motivasi kerjanya hanya semata-mata untuk mencari ridha Allah Swt.
2. Cara kerjanya senantiasa disesuaikan dengan aturan keyakinan yang
dimilikinya.
3. Bidang kerja yang dilakukan senantiasa baik dan benar.
4. Manfaat kerjanya senantiasa memberikan kebaikan, kesejahteraan dan
keselamatan bagi semua (rahmatan lil 'alamin).
Bekerja sebagai motivasi ibadah semestinya selalu memberikan yang
terbaik. Selalu bekerja semaksimal mungkin (maximize action). Bukan
seadanya. Itulah yang disebut "IHSAN" (berbuat baik) atau "ITQAN" (hasil
terbaik). Allah bahkan memerintahkan kita untuk meniru karya Allah dalam
bekerja, "... maka berbuat baiklah (fa ahsin) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu," (QS. Al- Qashash, 28: 77). Artinya, etos kerja tinggi akan
terwujud jika seseorang bekerja dengan penuh semangat/dorongan-dorongan
di samping ability. Dorongan itu dapat berupa dorongan ibadah, ekonomi, dan
bermanfaat untuk orang lain. Hal ini dapat digambarkan 5.1 sebagai berikut:

Etos Kerja

Ability / Semangat /
Profesionalitas Motivasi

1. Spiritual
2. Ekonomi sebagai bekal
ibadah
3. Sosial (membangun
sesama)
4. Kehidupan yang baik di
dunia dan akhirat
5
Menurut Amru Khalid (2005: 104), sungguh disayangkan seluruh
aktivitas yang kita lakukan kini masih dalam tataran teori yang
diperbincangkan, pelaksanaan yang tapa didukung profesionalisme dan acuh
terhadap kualitas. Sering kita mendapati buku pegangan murid, petunjuk
industri, dan penataran guru. Anehnya, sebagian kalangan menganggapnya
sebagai kemampuan yang alami. Sementara Islam jelas- jelas menyebutkan
bahwa profesionalisme merupakan sunnah kehidupan bagi Muslimin, "Allah
mencintai hamba yang bila melakukan aktivitas selalu memperhatikan
profesionalitas", sabda Nabi (H.R. Thabrani).
Bangsa Barat menjadikan profesionalitas sebagai konsep hidup
mereka. Tidak mengherankan bila kemudian mereka tampil memimpin dunia
dan menjadi negara yang maju. Sebab, kepemimpinan erat kaitannya dengan
sistem dan aturan yang baku. Semakin hari umat semakin membengkak. Angka
pengangguran berada jauh di atas mereka yang telah mendapat pekerjaan tetap,
pertanyaannya mengapa ini dapat terjadi? Semuanya disebabkan oleh
keacuhan dan ketidakprofesionalan Profesionalisme kerja merupakan
kewajiban Anda. Bila Anda mencita citakan kebangkitan bangsa, Anda harus
memulainya dengan profesionalitas. Hasil penelitian yang dilakukan di negara-
negara Arab tentang jam kerja pegawainya sungguh mengejutkan. Sangat
mungkin Anda tidak mempercainya. Sebab, hal tersebut memang sulit untuk
dibenar kan. Jam kerja rata-rata seorang pegawai berkisar antara 12 hingga 13
menit per hari. Bahkan didapati mereka yang hanya mencapai angka 5 menit
per harinya. Sementara di Barat kisaran jam kerja mereka antara 8 sampai 10
jam. Sungguh merupakan perbedaan yang sangat amat jauh. Padahal bila
berbicara tentang anjuran untuk bekerja keras sebagaimana dalam hadits nabi
jam kerja di negara-negara Arab sangat jauh dengan apa yang di-inginkan oleh
nilai-nilai ajaran Islam. Berikut ini hadits-hadits berkenaan dengan anjuran
untuk bekerja keras:
"Dari Miqda ra. dari Nabi Muhammad Saw, bersabda: Tidaklah makan
seseorang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud as
makan dari hasil usahanya sendiri." (H.R. Bukhari).
"Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Muhammad Saw: Sesungguhnya Nabi

6
Daud a.s., tidak makan kecuali dari hasil usahanya sendiri." (HR. Bukhari)
"Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh
seandai nya salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar dan memikul
ikatan kayu itu, maka itu lebih baik, daripada ia meminta-minta kepala
seseorang, baik orang itu memberinya ataupun tidak." (HR. Bukhari dan
Muslim).
"Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-'Awwam ra, ia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengamb
beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul
seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukup
kan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada
sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak." (HR. Bukhari)
"Dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda: Barang siapa pada malam hari
merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia
diampuni Allah" (Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir) "Rasulullah saw
pernah ditanya, Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab,
Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan
semua perjualbelian yang dianggap baik," (HR Ahmad dan Baihaqi).
Dalam hadits-hadits yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa
bekerja merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam.
Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja.
Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga
untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya
dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang
teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya
sendiri. Ketika seseorang merasa kelelahan atau capai setelah pulang bekerja,
maka Allah Swt mengampuni dosa-dosanya saat itu juga. Selain itu, orang
yang bekerja, berusaha untuk mendapatkan penghasilan dengan tangannya
sendiri baik untuk membiayai kebutuhannya sendiri ataupun kebutuhan anak
dan isteri (jika sudah berkeluarga), dalam Islam orang seperti ini dikategorikan
jihad fi sabilillah. Dengan demikian Islam memberikan apresiasi yang sangat
tinggi bagi mereka yang mau berusaha dengan sekuat tenaga dalam mencari

7
nafkah (penghasilan).
Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah
bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah
martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias
menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya
sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan
menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Tindakan mengemis,
merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Seperti
hadits di atas Rasulullah mengutarakan bahwa orang yang pergi ke gunung
dengan membawa seutas tali untuk mencari kayu bakar yang kemudian ia jual,
maka apa yang dihasilkan dari menjual kayu bakar itu lebih baik daripada ia
meminta-minta kepada sesama manusia. Nabi Muhammad Saw serta para
sahabat pekerja keras Bahkan beberapa sahabat merupakan saudagar kaya yang
kerap kali memberikan hartanya untuk membiayai pasukan Islam tatkala harus
bertempur dengan musuh-musuh Islam.4
Bekerja dalam Islam akan mendapatkan pahala, kenapa? Jawaban nya
sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau
fardhu. Dalam kaidah fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan
mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang mening galkannya akan terkena
sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja, Rasulullah bersabda, Mencari rezeki
yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan
sebagainya), (HR ath Thabrani dan al-Baihaqi). Karena bekerja merupakan
kewajiban, maka tak heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang
yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tak suka
melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk di masjid, sementara sang
mentari sudah terpancar bersinar. Akan tetapi perlu diingat bahwa yang
dimaksud dalam hadits-hadits di atas adalah orang yang bekerja sesuai dengan
ajaran Islam. Bekerja pada jalur halal dan bukan bekerja dengan pekerjaan
yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi, 'tidak ada keberhasilan tanpa kerja
keras".

4
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam : Implementasi Etika Islami untuk Dunia Usaha
(Bandung: Alfabeta, 2013), Hlm.119

8
C. Etos Kerja Qur’ani
Etos kerja adalah motor penggerak produktivitas. Islam mengajar
kan pada umatnya mau bekerja keras untuk mengubah nasibnya sendiri berlaku
jujur dalam berbisnis, mencari usaha dari tangannya sendin berlomba-lomba
dalam kebaikan. Bahkan ada ayat al-Qur'an yang secara khusus menggunakan
bahasa "untung-rugi", misalnya surat al-Asyr.5
Sebagai motor penggerak produktivitas, etos kerja mengandung
sejumlah indikator yang menjadi ciri-ciri utamanya. Ada 25 indikator etos
kerja muslim, yaitu:
1. Menghargai waktu
2. Memiliki moralitas yang bersih
3. Jujur, dapat dipercaya dan tidak sombong
4. Memiliki komitmen dan kesungguhan menyelesaikan pekerjaan,
keinginan untuk maju
5. Kuat pendirian (Istiqamah)
6. Disiplin tinggi
7. Berani menghadapi tantangan
8. Percaya diri
9. Kreatif dan inovatif dalam bekerja sehingga lebih efektif dan efisien
10. Bertanggungjawab
11. Suka melayani
12. Memiliki harga diri
13. Memiliki jiwa kepemimpina
14. Berorientasi ke depan
15. Hidup berhemat dan efisien
16. Memiliki jiwa entrepreneur
17. Memiliki insting bertanding (fastabiqul khairat)
18. Keinginan untuk mandiri

5
Muhammad Yunus, Islam dan Kewirausahaan Inovatif, (Malang: UIN Press, 2008), Hlm. 10

9
19. Haus terhadap ilmu
20. Memiliki semzangat merantau
21. Memperhatikan kesehatan dan gizi
22. Tangguh dan pantang menyerah
23. Berorientasi pada produktivitas
24. Memperkaya jaringan silaturrahim
25. Memiliki spirit of change
Dari beberapa indikator di atas, maka dapat disebutkan beberapa ayat-
ayat al-Qur'an dan hadits yang berhubungan dengan etos kerja berikut ini:
1. QS. Al-Jumuah, 62:10

ً ِ‫ّلل َوٱ أذ ُك ُروا ٱ َّّللَ َكث‬


‫يرا‬ ِ َّ ‫ض ِل ٱ‬ ِ ‫صلَ ٰوة ُ فَٱنتَش ُِروا فِى ٱ أْل َ أر‬
‫ض َوٱ أبتَغُوا ِمن فَ أ‬ َّ ‫ت ٱل‬ ِ ُ‫فَإِذَا ق‬
ِ َ‫ضي‬
َ‫لَّعَلَّ ُك أم ت ُ أف ِل ُحون‬
"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung."
2. QS. Al-Baqarah, 2-202
َٰٓ
‫ب‬ َ ‫س ِري ُع ٱ أل ِح‬
ِ ‫سا‬ َ ُ‫سبُوا ۚ َوٱ َّّلل‬ ِ ‫أُو ٰلَئِكَ لَ ُه أم ن‬
َ ‫َصيبٌ ِم َّما َك‬
"Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang
mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya."
3. QS. Al-Nur, 24:37

‫لزك َٰو ِة ۙ َيخَافُونَ َي أو ًما‬


َّ ‫صلَ ٰو ِة َو ِإيتَا َٰٓ ِء ٱ‬
َّ ‫ّلل َو ِإقَ ِام ٱل‬ َ ‫ِر َجا ٌل ََّّل ت ُ أل ِهي ِه أم ِت ٰ َج َرة ٌ َو ََّل َب أي ٌع‬
ِ َّ ‫عن ِذ أك ِر ٱ‬
َ ٰ ‫وب َوٱ أْل َ أب‬
‫ص ُر‬ ُ ُ‫ب ِفي ِه ٱ ألقُل‬ ُ َّ‫تَتَقَل‬
"laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati
dan penglihatan menjadi guncang."

D. Konsep Dasar Kewirausahaan


Kewirausahaan adalah seseorang yang menemukan gagasan baru

10
dan selalu berusaha menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal
untuk mencapai tingkat keuntungan tertinggi. 2 Orang yang memiliki
pandangan yang tidak lazim, yaitu orang yang dapat mengenali potensi atas
barang dan jasa.6
Entrepreneur berasal dari bahasa Prancis yaitu entreprendre /
wirausaha yang artinya memulai atau melaksanakan. Wiraswasta/ wirausaha
berasal dari kata: Wira: utama, gagah berani, luhur; swa: sendiri; sta: berdiri;
usaha: kegiatan produktif. Dari kata tersebut, wiraswasta pada mulanya
ditujukan pada orang-orang yang dapat berdiri sendiri. Di Indonesia kata
wiraswasta sering diartikan sebagai orang-orang yang tidak bekerja pada sektor
pemerintahan, yaitu: para pedagang, pengusaha, dan orang-orang yang bekerja
di perusahaan swasta, sedangkan wirausahawan adalah orang-orang yang
mempunyai usaha sendiri. Wirausahawan adalah orang yang berani membuka
kegiatan produktif yang mandiri.
Istilah kewirausahaan, kata dasarnya berasal dari terjemahan
entrepreneur, yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan between take atau go
between. Pada abad pertengahan istilah entrepreneur digunakan untuk
menggambarkan seseorang aktor yang memimpin proyek produksi. Konsep
wirausaha secara lengkap dikemukakan oleh Josep Schumpeter, yaitu sebagai
orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan
barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau
mengolah bahan baku baru. Orang ter-sebut melakukan kegiatannya melalui
organisasi bisnis yang baru atau pun yang telah ada.
Dalam definisi tersebut ditekankan bahwa wirausaha adalah orang
yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk
memanfaatkan peluang tersebut. Ada 6 hakekat penting kewirausahaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang
dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses,
dan hasil bisnis.

6
Suryadi, dkk, Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, (Jakarta: Salemba
Empat, 2011), Hlm. 7

11
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru dan berbeda (ability to create the new and different).
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi
dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan.
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu
usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth).
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru
(creative), dan sesuatu yang berbeda (innovative) yang bermanfaat
memberi nilai lebih.
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda
untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan
dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan
baru, menemukan cara baru untuk meng- hasilkan barang dan jasa yang
baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan
menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.
Dahulu orang beranggapan bahwa kewirausahaan adalah bakat bawaan
sejak lahir (entrepreneurship are born not made) dan hanya diperoleh dari hasil
praktik di tingkat lapangan dan tidak dapat. dipelajari dan diajari, tetapi
sekarang kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang dapat dipelajari
dan diajarkan. Ilmu kewirausahaan adalah disiplin ilmu yang mempelajari
tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi
tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang
mungkin dihadapinya.
Dalam konteks bisnis, kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin,
proses sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam memenuhi
kebutuhan dan peluang di pasar. Wirausaha sejak diperkenalkan oleh Richard
Castillon Pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal
sejak abad 16, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20
Beberapa istilah wirausaha seperti di Belanda dikenal dengan ondernemer, di

12
Jerman dikenal dengan unternehmer.
Ada tiga jenis wirausaha, yaitu:
1. Necessity Entrepreneur yaitu menjadi wirausaha karena terpaksa dan
desakan kebutuhan hidup.
2. Replicative Entrepreneur, yaitu wirausaha yang cenderung meniniru bisnis
yang sedang ngetren sehingga rawan terhadap persaingan dan kejatuhan.
3. Innovate Entrepreneur, yaitu wirausaha inovatif yang terus berpikir kreatif
dalam melihat peluang dan meningkatkannya.
Wirausahawan yang sukses haruslah orang yang mampu melihat ke
depan, berpikir dengan penuh perhitungan, serta mencari pilihan dari berbagai
alternatif dan solusinya. Geoffrey G. Meredith mengemukakan ciri-ciri
wirausahawan sebagai berikut7:
a. Percaya diri
b. Berorientasi pada Tugas dan Hasil
c. Berani mengambil risiko
d. Kepemimpinan
e. Keorisinalan
f. Berorientasi pada Masa Depan.

E. Keuntungan dan Etika


Sebagaimana dianut pandangan bisnis yag ideal bahwa keuntungan
adalah hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan
tujuan satu-satunya.Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang
buruk. Bahkan secara moral,keuntungan merupakan hal yang baik dan
diterima, karena :
a. Keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam bisnisnya;
b. Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang
bersediamenanamkan modalnya

7
Suryadi, dkk, Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, (Jakarta: Salemba
Empat, 2011), Hlm. 9

13
c. Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan, melainkan
jugadapat menghidupi pegawai-pegawainya, bahkan pada tingkat dan
taraf hidupyang semakin baik.

Disamping itu, ada beberapa argumen yang dapat diajukan untuk


menunjukkan bahwa justru demi memperoleh keuntungan, etika sangat
dibutuhkan, sangat relevan danmempunyai tempat yang sangat strategis dalam
bisnis dewasa ini :
a. Dalam bisnis modern dewasa ini hanya orang profesional yang akan
menangdan berhasil dalam bisnis yang penuh dengan persaingan ketat.
Kinerja yangmenjadi prasyarat keberhasilan bisnis juga menyangkut
komitmen moral, pelayanan, sikap mengutamakan mutu, pengahrgaan
terhadap hak dankepentingan dengan pihak-pihak terkait yang
berkepentingan.
b. Dalam persaingan yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar
bahwakonsumen adalah benar-benar raja. Oleh karena itu, kepercayaan
konsumentidak hanya dipertahankan dengan bonus , kartu pelanggan,
hadiah dan yanglainnya.
c. Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat
netral, para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin menghindari campur
tangan pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan
bisnisnya.
d. Perusahaan-purusahaan modern juga semakin menyadari bahwa
pegawai bukanlah tenaga kerja yang siap untuk dieksploitasi demi
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etos kerja dalam bisnis Islami adalah konsep yang menggabungkan
nilai-nilai agama Islam dengan praktik bisnis. Dalam makalah ini, kita telah
mempelajari berbagai aspek etos kerja dalam bisnis Islami dan bagaimana
nilai-nilai Islam memengaruhi perilaku individu dan organisasi dalam dunia
bisnis.
Etos kerja dalam bisnis Islami bukan hanya tentang mencari
keuntungan materi, tetapi juga tentang menjalankan bisnis dengan integritas,
tanggung jawab sosial, dan kesadaran akan nilai-nilai etika yang tinggi. Ini
melibatkan keseimbangan antara dunia dan akhirat, menghindari praktik
haram, serta upaya untuk mencapai kesuksesan dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama.
Dengan memahami dan menerapkan etos kerja dalam bisnis Islami,
individu dan organisasi dapat mencapai kesuksesan yang berkelanjutan sambil
menjaga integritas, etika, dan tanggung jawab sosial. Etos kerja ini bukan
hanya bermanfaat bagi bisnis itu sendiri, tetapi juga berdampak positif pada
masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk terus
memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip etos kerja dalam bisnis Islami
guna mencapai keberkahan dan keberlanjutan bisnis.
B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan pakar
utama, penulis mengharapkan kritik dan saran ataupun tegur sapa yang
sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P. (1992). Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.


Aziz, A. (2013). Etika Bisnis Perspektif Islam : Implementasi Etika Islami untuk
Dunia Usaha. Bandung: Alfabeta.
Madjid, N. (1995). Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina.
Suryadi. (2011). Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda.
Jakarta: Salemba Empat.
Suryadilaga, M. S. (2007). The Balance Ways . Bandung: Hikmah.
Yunus, M. (2008). Islam dan Kewirausahaan Inovatif. Malang: UIN Press.

16

Anda mungkin juga menyukai