Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETOS KERJA PRIBADI MUSLIM YANG TINGGI


Makalah ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qur’an Hadits II
Dosen Pengampu:
Dr. H. Suaib H. Muhammad, M. Ag

Disusun Oleh:
Gus Nafi’ Unnur Hasan 19110048

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik
serta hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah untuk
memenuhi mata kuliah “Qur’an Hadits II” ini tepat pada waktunya.
Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap semoga makalah ini dapat
menambah wawasan tentang materi Etos Kerja Pribadi Muslim yang Tinggi kepada
penulis dan para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini mulai dari awal sampai akhir, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca akan kami harapkan dan terima demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 21 September 2021

PENULIS

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... ii
BAB 1..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................................2
BAB II ................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ................................................................................................................3
A. Pengertian Etos Kerja..........................................................................................3
B. Pandangan Al-Qur’an dan Hadits Mengenai Etos Kerja ..................................4
C. Hikmah Etos Kerja dalam Pribadi Muslim......................................................11
BAB III .............................................................................................................................12
PENUTUP ........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Agama yang memiliki ajaran yang
mengatur keseluruhan aspek kehidupan manusia, baik kehidupan spiritual maupun
kehidupan materiil mereka, termasuk juga mengatur persoalan etos kerja. Banyak
diantara ayat Al-Qur’an maupun Hadits yang secara tidak langsung menganjurkan umat
Islam untuk selalu bekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam setiap urusannya,
seperti yang telah disebutkan dalam QS. Al-Insyirah ayat 7-8, “Jika kamu sudah selesai
(dari satu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”.
Anjuran dalam Al-Qur’an dan Hadits tersebut meminta setiap pribadi muslim
untuk terus memacu dirinya dalam bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin
dalam urusan yang dihadapinya. Hal ini berarti bahwa setiap pribadi muslim dituntut
untuk memiliki sikap etos kerja yang tinggi dalam kehidupannya. Sehingga ia mampu
meraih kesuksesan dan keberhasilan dalam menjalani kehidupan dunianya di samping
juga meraih kesuksesan kehidupan akhiratnya.
Namun dalam realita kehidupan, banyak pribadi muslim yang masih bermalas-
malas dalam bekerja, kurang disiplin, tidak mau bersusah payah dalam bekerja, bekerja
semaunya dan seenaknya. Hal inilah yang membuat pekerjaan mereka tidak
memperoleh hasil seperti yang ia harapkan dan mimpikan. Ini berarti masih banyak
diantara para pribadi muslim yang memiliki tingkat etos kerja yang rendah dalam
kehidupannya.
Padahal kehidupan di tengah arus globalisasi saat ini, setiap muslim dituntut
untuk menunjukkan etos kerja tinggi miliknya yang tidak hanya rajin, disiplin, gigih,
bersungguh-sungguh, tetapi juga senantiasa menginternalisasikan nilai-nilai keislaman
dalam setiap pekerjaan mereka. Sehingga dari semua itu mereka mampu
menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya serta memperoleh kesuksesan dan
keberhasilan pada kehidupan keduanya. Oleh karena itulah, dalam makalah ini akan
dijelaskan sedikit tentang etos kerja yang disertai dengan alasan pentingnya memiliki
etos kerja yang tinggi, pandangan Al-Qur’an dan Hadist tentangnya dan juga hikmah-
hikmahnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etos kerja?
2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an dan Hadits mengenai etos kerja?
3. Apa saja hikmah yang didapat oleh pribadi muslim yang memiliki etos kerja yang
tinggi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari etos kerja
2. Mengetahui pandangan Al-Qur’an dan Hadits mengenai etos kerja
3. Mengetahui hikmah-hikmah yang didapat oleh pribadi muslim yang memiliki etos
kerja yang tinggi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja


Dalam pengertian secara etimologi, kata “etos” berasal dari kosa kata bahasa
Yunani yakni ethos yang memiliki arti karakter atau watak. Dalam Islam, kata etos
diambil dari kata “etika” dan “etis” yang artinya merujuk pada kata “akhlaq” yaitu
kualitas esensial dalam diri seseorang atau kelompok atau bangsa. 1 Senada dengan
pengertian tersebut, Nurcholis Madjid menyampaikan bahwa etos ialah watak, karakter,
sikap, kebiasaan dan kepercayaan yang bersifat khusus tentang seorang indvidu atau
sekelompok manusia. 2 Dari pengertian tersebut, diketahui bahwa sikap etos tidak hanya
dimiliki oleh setiap individu, tetapi juga dimiliki oleh setiap kelompok dan bahkan
masyarakat. Sedangkan kata “kerja” dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) memiliki arti kegiatan untuk melakukan sesuatu, suatu perbuatan yang
dilakukan untuk mencari nafkah. 3 Toto Tasmara mengungkapkan bahwa kerja adalah
segala aktivitas dinamis yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
dan dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk
mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah
SWT.4
Sehingga pengertian etos kerja dalam perspektif Islam adalah sikap dasar
seseorang atau kelompok atau masyarakat tentang kerja, yang juga menjadi cerminan
dari pandangan hidupnya yang berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan. Selain itu, etos
kerja juga dapat diartikan sebagai suatu pancaran sikap yang mendasar manusia
terhadap kerja yang berkaitan dengan upaya memperoleh suatu hasil atau penghasilan,
baik bersifat material maupun non material. 5
Bekerja merupakan kewajiban setiap insan. Bahkan, Islam menggolongkan
bekerja adalah bentuk ibadah. Hal ini karena dengan bekerja, seorang muslim mampu
memperoleh penghasilan yang berguna untuk dirinya, keluarganya dan juga
memberikan kemaslahatan kepada masyarakat. Sehingga dengan begitu Islam sangat

1
Cihwanul Kirom, Etos Kerja dalam Islam, Tawazun: Jurnal of Sharia Economic Law, Vol. 1, No. 1, 2018, hlm.
59
2
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1995)
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, https://kbbi.web.id/kerja.html, diakses pada tanggal 22
September 2021 pukul 08.00 WIB
4
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja yang Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002)
5
Saifullah, Etos Kerja dalam Perspektif Islam, Jurnal Sosial Humaniorah, Vol. 3, No. 1, 2010, hlm. 55

3
menuntut seorang muslim untuk memiliki sikap etos kerja yang tinggi dalam
kehidupannya. Etos kerja yang menekankan pada aspek kesungguhan usaha dan
kreativitas dalam bekerja. Disamping itu, Islam juga menuntut agar etos kerja tersebut
dihiasi oleh sikap kejujuran, kebaikan, kebenaran, qana’ah dan zuhud. Dengan
demikian seorang muslim yang bekerja mampu mencapai kesuksesan dan keberhasilan
sebagaimana yang mereka harapkan dengan tetap berada di jalan yang telah di ridhoi
Allah SWT.

B. Pandangan Al-Qur’an dan Hadits Mengenai Etos Kerja


1. QS. Al-Jumuah ayat 9-11
‫ص ََلةِ ِم ْن يَ ْو ِم ْال ُج ُمعَ ِة فَا ْسعَ ْوا إِلَ ٰى ِذ ْك ِر َّللاَّ ِ َوذَ ُروا ْالبَ ْي َع ۚ ٰذَلِ ُك ْم‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِي َن آ َمنُوا إِذَا نُود‬
َّ ‫ِي ِلل‬
‫ض ِل‬ ْ َ‫ض َوابْتَغُوا ِم ْن ف‬ ِ ‫ص ََلة ُ فَا ْنتَش ُِروا فِي ْاْل َ ْر‬ َّ ‫ت ال‬ ِ َ‫ضي‬ ِ ُ‫﴾ فَإِذَا ق‬٩ ﴿ َ‫َخي ٌْر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون‬
َ‫ارة ً أ َ ْو لَ ْه ًوا ا ْنفَضُّوا إِلَ ْي َها َوت ََر ُكوك‬
َ ‫﴾ َوإِذَا َرأ َ ْوا تِ َج‬١٠ ﴿ َ‫يرا لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬ َّ ‫َّللاِ َواذْ ُك ُروا‬
ً ِ‫َّللاَ َكث‬ َّ
﴾١١ ﴿ َ‫الر ِازقِين‬ َّ ‫َّللاُ َخي ُْر‬َّ ‫ارةِ ۚ َو‬ َ ‫َّللاِ َخي ٌْر ِمنَ اللَّ ْه ِو َومِنَ التِ َج‬
َّ َ‫قَائِ ًما ۚ قُ ْل َما ِع ْند‬
Artinya, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntng. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka
bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri
(berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada
permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki.
Dalam pembahasan tafsirnya, beberapa ayat diatas membahas dua hal
yakni tentang kewajiban menghadiri sholat jumat dan juga tentang perintah
untuk mencari rezeki Allah SWT di muka bumi. Dengan rincian, perintah
kewajiban menghadiri sholat jumat ini tertera dalam QS. Al-Jumuah ayat 9.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab Tafsir Muyassar, “Wahai orang-
orang yang membenarkan Allah dan RasulNya serta melaksanakan syariatNya,
bila muadzin menyerukan shalat pada Hari Jum’at, maka berangkatlah untuk
menyimak khutbah dan menunaikan shalat, tinggalkanlah jual beli dan segala
urusan yang menyibukkan kalian darinya. Apa yang Allah perintahkan kepada
kalian ini adalah lebih baik bagi kalian. Bila kalian mengetahui kemaslahatan

4
diri kalian, maka lakukanlah. Dalam ayat ini terkandung dalil yang mewajibkan
untuk menghadiri Shalat Jum’at dan mendengar khutbah.6
Lebih jelasnya, Kementrian Agama Republik Indonesia dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa maksud dari bersegera dalam QS. Al-Jumuah ayat 9 ini
yakni dilakukan dengan cara yang wajar, tidak berlari-lari, tetapi berjalan
dengan tenang sampai ke masjid. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi
Muhammad SAW, “Apabila salat telah diiqamahkan, maka janganlah kamu
mendatanginya dengan tergesa-gesa. Namun, datangilah salat dalam keadaan
berjalan biasa penuh ketenangan. Lalu, berapa rakaat yang kamu dapatkan
maka ikutilah, sedangkan rakaat yang ketinggalan maka sempurnakanlah. (HR.
Bukhari dan Muslim). 7
Kemudian, pada lafadz َ‫ ٰذ َ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَ ُك ْم ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون‬dijelaskan bahwa
meninggalkan jual beli dan usaha lainnya untuk berangkat melaksanakan sholat
jumat merupakan suatu hal yang lebih baik dilakukan dari pada terus sibuk jual
beli dan bekerja sampai meninggalkan sholat jumat. Hal ini karena seandainya
seseorang mengetahui betapa besar pahala yang akan diperoleh orang yang
mengerjakan salat Jumat di akhirat nanti dengan baik, niscaya orang tersebut
akan pergi kemasjid untuk melaksanakan shalat jumat dan meninggalkan jual
belinya dan usaha-usaha lain beserta dengan keuntungan-keuntungannya yang
hanya bersifat keduniawian. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. A’la
ayat 17:
ٰ ْ ‫َو‬
‫اْل ِخ َرة ُ َخي ٌْر َّواَب ْٰقى‬
Artinya, “Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”.
Sedangkan perintah untuk mencari rezeki Allah SWT di muka bumi
tertera dalam ayat selanjutnya, yakni ayat 10 dan 11. Dalam Tafsir Jalalain
dijelaskan bahwa setelah umat Islam selesai melaksanakan salat jumat, Allah
SWT memperbolehkan mereka untuk kembali lagi melakukan jual beli atau
pekerjaan lainnya sebagaimana yang mereka lakukan sebelum salat untuk
mencari rezeki yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada mereka. Meski
begitu, umat Islam dalam melakukan pekerjaannya masing-masing tetap

6
Kementrian Agama Saudi Arabia, Tafsir Muyyassar versi online, https://tafsirweb.com/10909-quran-surat-al-
jumuah-ayat-9.html. Diakses pada tanggal 23 September pukul 10.00 WIB
7
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm.
134

5
diperintahkan untuk terus mengingatlah Allah SWT. Hal ini dilakukan agar
mereka memperoleh keberuntungan dalam urusan mereka.8 Pada ayat ke-10 ini,
secara tersirat Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk memiliki
etos kerja yang tinggi dalam kehidupan. Hal ini ditunjukkan dengan
diperintahkannya umat Islam untuk berusaha mencari rezeki Allah yang tersebar
di muka bumi ini yakni dengan bertebaran pergi atau berangkat ke manapun
tempat yang dapat mereka gunakan untuk mencari rezeki tersebut baik itu
kantor, ladang, sawah, sekolah maupun tempat lainnya. Selain itu juga
ditunjukkan dengan adanya perintah untuk terus mengingat Allah SWT di kala
mereka mencari rezeki di muka bumi.
Kemudian mengenai tafsir ayat ke-11, menjelaskan bahwa pada ayat ini
Allah SWT menegur dan mencela perbuatan kaum muslimin yang
meninggalkan Rasulullah SAW ketika sedang menyampaikan khutbah Jumat
untuk berburu barang dagangan para kafilah dagang yang tiba di Madinah,
hiburan musik dan tari diselenggarakan guna menyambut kafilah dagang yang
baru tiba dari Syam. Kemudian melalui Nabi Muhammad SAW, Allah SWT
berfirman bahwa segala sesuatu yang ada di sisi Allah seperti kenikmatan surga
yang diberikan kepada orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya itu lebih
baik daripada permainan, hiburan, musik dan tari, dan perdagangan barang-
barang berharga yang mereka cari dan sukai, Dan Allah lah pemberi rezeki
terbaik kepada setiap manusia. 9
Kandungan dari tiga ayat diatas adalah pentingnya menyeimbangkan
kehidupan umat Islam antara kehidupan dunia dan akhirat. Kita diperbolehkan
oleh agama untuk melakukan pekerjaan jenis apa pun yang menyangkut urusan
duniawi, baik jual beli, bekerja kantoran, berkebun, bertani, maupun yang
lainnya. Meskipun begitu, apabila kita sudah panggilan adzan, terkhusus adzan
untuk menunaikan salat jumat, kita diharuskan meninggalkan pekerjaan-
pekerjaan tersebut. Hal ini karena kerja kita telah diniatkan untuk mencari ridha
Allah SWT, sehingga jika ada panggilan untuk ibadah kepada-Nya, kita tidak

8
Imam Jalaluddin Al-Mahallu dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain,Terj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat dari Surat Az-Zumar s.d Surat An-Naas Jilid 4, (Bandung: Sinar Baru
Algendindo, 2012)
9
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Op. Cit., hlm. 137

6
boleh enggan untuk mengerjakan. Jika salat ini telah dilakukan, kita pun
diperbolehkan untuk kembali melanjutkan aktivitas sebagaimana sebelumnya.
Dengan demikian, dibolehkan bagi kita mengejar kehidupan duniawi,
tetapi tidak boleh sampai terlena sehingga lupa pada kehidupan akhirat. Kita
memang diperintahkan untuk terus berusaha produktive dan bersungguh-
sungguh dalam hal bekerja, karena hal tersebut mampu membuat etos kerja
meningkat dalam diri kita. Namun, apabila etos kerja ini dibarengi tanpa
melaksanakan kewajiban kita terhadap Allah SWT, niscaya etos kerja yang kita
miliki hanya akan meningkat ke arah yang salah dan dimurkai Allah SWT. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk memiliki keseimbangan antara kehidupan
dunia dan akhirat, peningkatan etos kerja yang dibarengi dengan tetap
melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT seperti halnya beribadah kepada-
Nya, etos kerja yang kita miliki akan meningkat dua kali lipat dari pada
sebelumnya dan memperoleh ridha Allah SWT. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri
seseorang yang mempunyai etos kerja tinggi, diantaranya:
a. Memiliki jiwa kepemimpinan (Leadhership)
b. Selalu berhitung
c. Menghargai waktu
d. Tidak pernah puas untuk berbuat kebaikan
e. Hidup berhemat dan efisien
f. Memiliki jiwa wiraswasta
g. Memiliki insting bersaing dan bertanding
h. Keinginan untuk mandiri
i. Haus untuk memiliki sifat keilmuan
j. Berwawasan luas
k. Memperhatikan kesehatan dan gizi
l. Ulet dan pantang menyerah
m. Berorientasi pada produktivitas
n. Memperkaya jaringan silaturrahim10

10
Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1995), hlm. 29-59.

7
2. QS. Al-Qashash ayat 77
َّ َ‫َصيبَكَ ِمنَ الد ُّ ْنيَا َوأ َ ْحس ِْن َك َما أ َ ْحسَن‬
‫َّللاُ ِإلَيْكَ َوْل‬ ِ ‫سن‬ َ ‫اآلخ َرة َ َوْل ت َ ْن‬
ِ ‫َّار‬ َ ‫َوا ْبت َغِ فِي َما آتَاكَ َّللاَّ ُ الد‬
﴾٧٧﴿ َ‫ض إِ َّن َّللاَّ َ ْل يُ ِحبُّ ْال ُم ْف ِسدِين‬ ِ ‫اْلر‬
ْ ‫سادَ فِي‬ َ َ‫تَبْغِ ْالف‬
Artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
Dalam kitab tafsirnya, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini
merupakan nasihat para pemuka kaum Nabi Musa AS yang diberikan kepada
Qarun, yang mana ia boleh berusaha sekuat tenaga untuk meraih kesuksesan
dunia melalui cara-cara yang dibenarkan oleh Allah SWT. Namun, hal tersebut
jangan sampai membuat dirinya melupakan tujuan manusia sesungguhnya di
dunia, yakni beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, segala hal yang didapatkan
di dunia seyogyanya diorientasikan untuk kepentingan akhirat. 11
Kemudian maksud dari lafadz ‫َصي َبكَ ِمنَ الدُّنْ َيا‬ َ ‫ َوْل ت َ ْن‬merupakan
ِ ‫س ن‬
larangan untuk seseorang melupakan bagian mereka dalam kehidupan
duniawinya. Larangan tersebut dipahami oleh sebagian ulama dalam artian
mubah (boleh untuk mengambilnya), bukan dalam artian haram
mengabaikannya dan wajib untuk mengambil bagian tersebut. Sehingga orang
tersebut diperbolehkan untuk mengambil atau mengabaikan bagian mereka
(harta benda) dari dunia. Lebih jelasnya, Ibn ‘Asyur menyatakan bahwa
seseorang boleh menggunakan hartanya untuk tujuan kenikmatan duniawi
selama hak Allah menyangkut harta telah dipenuhinya dan selama
penggunaannya tidak melanggar ketentuan Allah SWT dan bermaksiat kepada-
Nya. 12
Kandungan dalam ayat ini sama halnya kandungan QS. Al-Jumuah ayat
9-11 diatas. Dimana keduanya sama-sama membicarakan pentingnya
keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Dimana dengan keseimbangan
pada dua-duanya kita bisa memiliki etos kerja yang tinggi dalam kehidupan.

11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 405
12
Ibid., hlm. 406

8
Melalui QS. Al-Qashash ayat 77 ini, Allah SWT menyampaikan tentang
bagaimana cara-cara yang dapat dilakukan agar setiap dari kita, umat Islam,
memiliki etos kerja yang tinggi. Cara-cara tersebut terbagai menjadi empat hal,
diantaranya:
a. Mencari kebahagiaan akhirat melalui apapun yang telah dianugerahkan
Allah SWT ketika berada di dunia
b. Tidak melupakan bagian kenikmatan dari dunia
c. Berbuat baik dengan sesama manusia
d. Tidak berbuat kerusakan dan kemaksiatan di muka bumi
Melalui empat cara diatas, niscaya seseorang tersebut akan bersungguh-sungguh
dan berupaya dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk terus produktif dan kreatif
dalam setiap urusan mereka. Karena orientasinya sudah tidak hanya
kebahagiaan dunia, tetapi juga kebahagiaan di akhirat kelak. Sehingga dari hari
ke hari setiap pribadi umat Islam semakin meningkat etos kerjanya dalam
kehidupan.
3. HR. Ibnu Majah No. 2129
‫ع ْن خَا ِل ِد ْب ِن َم ْعدَا َن عَ ْن‬
َ ‫س ْع ٍد‬ ٍ ‫ار َحدَّثَنَا إِ ْس َم ِعي ُل بْ ُن عَي‬
ِ ‫َّاش عَ ْن بَ ِح‬
َ ‫ير بْ ِن‬ َ ‫َحدَّثَنَا ِهشَامُ بْ ُن‬
ٍ ‫ع َّم‬
‫الر ُج ُل‬
َّ ‫ب‬ َ َ‫سلَّ َم قَا َل َما َكس‬َ ‫علَيْ ِه َو‬ َ ُ‫َّللا‬َّ ‫صلَّى‬ َ ِ َّ‫سو ِل َّللا‬ُ ‫ع ْن َر‬
َ ِ ‫الزبَ ْيدِي‬ُّ ‫ب‬ َ ‫ْال ِم ْقدَ ِام ب ِْن َم ْعدِي َك ِر‬
ٌ‫صدَقَة‬َ ‫علَى نَ ْف ِس ِه َوأ َ ْهلِ ِه َو َولَ ِد ِه َوخَاد ِِم ِه فَ ُه َو‬ َّ َ‫ع َم ِل يَ ِد ِه َو َما أ َ ْنفَق‬
َ ‫الر ُج ُل‬ َ ‫ب ِم ْن‬ ْ َ ‫َك ْسبًا أ‬
َ َ‫طي‬
Artinya, "Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar
berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy dari Bahir bin
Sa'd dari Khalid bin Ma'dan dari Al Miqdam bin Ma'dikarib Az Zubaidi dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak ada yang
lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya sendiri.
Dan apa-apa yang diinfakkan oleh seorang laki-laki kepada diri, isteri, anak
dan pembantunya adalah sedekah.
Hadits diatas merupakan sebuah motivasi yang diberikan Nabi
Muhammad SAW kepada umat Islam untuk memiliki etos kerja yang tinggi
dalam kehidupannya. Motivasi untuk bekerja agar menghasilkan hasil/upah
dengan keringat dan tanganya sendiri, yang mana dengan hasil tersebut ia
gunakan untuk menafkahi anggota keluarga mereka. Hal ini dikarenakan
bekerja dengan keringat dan tangannya sendiri merupakan bentuk ikhtiyar
yang ia lakukan untuk mencari rezeki Allah SWT di muka bumi. Hal ini

9
sesuai dengan prinsip tawakal yang di ajarkan oleh Islam, yakni ikhtiyar,
berdoa dan serahkan hasilnya kepada Allah SWT. Selain itu, dengan bekerja
sendiri demi keluarga termasuk dalam nilai plus dan luhur di mata Allah
SWT. Bukan hanya itu saja, hasil atau upah yang ia berikan kepada keluarga
dihitung sebagai nilai sedekah oleh Allah SWT.
4. HR. Ibnu Majah No. 1826
‫ع ْر َوة َ عَ ْن‬ُ ‫ي قَ َاْل َحدَّثَنَا َو ِكي ٌع عَ ْن ِهش َِام ب ِْن‬ ُّ ‫َّللاِ ْاْل َ ْو ِد‬
َّ ‫ع ْم ُرو بْنُ عَ ْب ِد‬ َ ‫ي ْبنُ ُم َح َّم ٍد َو‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
ُّ ‫ع ِل‬
‫ي ْال َجبَ َل‬ ْ ْ
َ ِ‫سلَّ َم َْل َ ْن يَأ ُخذَ أ َ َحدُ ُك ْم أ َ ْحبُلَه ُ فَيَأت‬ َ ُ َّ‫صلَّى َّللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫أَبِي ِه عَ ْن َج ِد ِه قَا َل قَا َل َر‬
ُ‫اس أ َ ْعطَ ْوه‬َ َّ‫ي بِث َ َمنِ َها َخي ٌْر لَهُ ِم ْن أ َ ْن يَ ْسأ َ َل الن‬ َ ِ‫ست َ ْغن‬ َ ‫علَى‬
ْ َ‫ظ ْه ِر ِه فَيَبِيعَ َها فَي‬ َ ‫ب‬ ٍ َ‫ئ بِ ُح ْز َم ِة َحط‬ َ ‫فَيَ ِج‬
ُ ‫أ َ ْو َمنَعُوه‬
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad dan
Amru bin Abdullah Al-Audi, keduanya berkata: telah menceritakan kepada
kami Waki' dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Kakeknya, ia berkata,
"Rasulullah SAW bersabda, "Sekiranya salah seorang dari kalian mengambil
tali dan membawanya ke gunung, lalu ia datang dengan membawa satu ikat
kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya hingga dapat memenuhi
kebutuhannya adalah lebih baik daripada meminta-minta manusia, baik mereka
memberi ataupun tidak.
Kandungan hadits ini yakni pentingnya seorang muslim untuk
memenuhi kebutuhannya dengan usaha mereka sendiri. Sikap kemandirian
seperti ini lebih baik bagi mereka dari pada mereka meminta-minta kepada
orang lain. Hal ini karena demi menjaga harga diri setiap pribadi muslim miliki.
Dengan meminta-minta, secara tidak langsung ia sudah merendahkan
martabatnya dan menghancurkan harga dirinya di depan mata orang lain. Maka
dari itulah Rasullah SAW memuji mereka yang berusaha sekuat tenaga dan rela
bersusah payah demi memenuhi kebutuhan mereka daripada menanggung malu
dan menghancurkan harga dirinya dengan meminta-minta kepada orang lain.
Rasullullah SAW sendiri memberikan contoh kemandirian yang luar
biasa, sebagai pemimpin seluruh para nabi dan umat Islam beliau tak segan
menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad,
mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan- pekerjaan lainnya.
Begitu pula, dengan para sahabat yang juga mencontohkan untuk selalu

10
bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dikerjakan sendiri maka dia tidak akan
meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya. 13
Hal inilah yang memang Islam sangat tekankan kepada setiap pribadi
muslim, sikap kemandirian. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil
keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Hanya Allah SWT lah,
tempatnya bergantung serta berharap. Sehingga dengan demikian, ia memiliki
etos kerja yang tinggi dalam kehidupannya.

C. Hikmah Etos Kerja Tinggi dalam Pribadi Muslim


Hukum alam tidak pernah terlepas dalam kehidupan manusia. Orang yang rajin
dan bersungguh-sungguh akan mendapatkan apa yang mereka inginkan, begitu juga
orang yang bekerja semaunya dan bermalas-malasan akan mendapatkan balasan atas
apa yang mereka lakukan. Semua hal itu, akan ia dapatkan sesuai dengan apa yang telah
mereka lakukan dan usahakan. Sama halnya seorang muslim yang memiliki sikap etos
kerja yang tinggi dalam kehidupannya, ia pun akan mendapatkan hikmah karenanya.
Hikmah tersebut antara lain:
1. Menaikkan Tingkat Kerohanian
Seseorang yang memiliki etos kerja tinggi, tidak akan pernah melupakan
pencipta sekaligus penguasa langit dan bumi ini, Allah SWT. Segala sesuatu
yang diperintahkan dan dilarang oleh-Nya akan selalu dilaksanakan tanpa
melanggar batas-batasnya. Karena orang yang memiliki etos kerja tinggi
memiliki prinsip bekerja, berdoa, dan serahkan kepada Sang Penguasa.
2. Keadaan Ekonomi Membaik
Bekerja dengan giat dan bersungguh-sungguh di lingkungan kerja
membuat pasti akan mendapatkan hasil yang maksimal. Sehingga dengan hasil
tersebut akan menaikkan keadaan ekonomi seseorang sedikit demi sedikit.
3. Menaikkan Martabat Diri dan Status Sosial
Seiring dengan tingkat etos kerja yang dimilikinya dan naiknya keadaan
ekonominya, masyarakat akan memandang bahwa orang tersebut adalah orang
yang berkepribadian baik, beriman, pekerja keras dan bersemangat, sehingga
secara tidak langsung hal itu akan menaikkan status sosialnya. Bahkan di
lingkungan kerjanya, ia memperoleh peluang untuk promosi kenaikan jabatan

13
Husni Fuaddi, Etos Kerja dalam Perspektif Islam, Jurnal Al-Amwal, Vol. 7, No. 1, 2018 , hlm. 25-26

11
sangat tinggi karena kepribadian yang disiplin dan baik adalah salah satu sifat
pemimpin.
4. Menjaga Kesehatan
Seseorang yang selalu positif akan memberikan dampak luar biasa bagi
kesehatannya. Pekerjaan baik membuat hasil yang diperoleh hasil/nafkah ynag
juga bersifat baik dan halal. Hasil/nafkah yang baik dan halal akan mendorong
seorang muslim untuk menyajikan atau membeli barang-barang yang baik pula
seperti makanan dan minuman yang sehat. Hal ini akan mempengaruhi
kesehatan mentalnya, kesehatan organ tubuhnya dan juga etos kerja seseorang.

BAB III

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etos kerja dalam perspektif Islam memiliki pengertian sikap dasar seseorang
atau kelompok atau masyarakat tentang kerja, yang juga menjadi cerminan dari
pandangan hidupnya yang berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan. Sikap etos kerja yang
tinggi perlu dimiliki oleh setiap pribadi muslim dalam melakukan setiap pekerjaan atau
urusan lainnya. Sebagaimana Islam mengajarkan bahwa etos kerja yang tinggi itu
menekankan pada aspek kesungguh-sungguhan, produktivitas, kreativitas, dan
kemandirian, dengan dihiasi oleh sifat-sifat yang mulia di dalamnya seperti kejujuran,
kebaikan, kebenaran, qana’ah dan zuhud. Dengan begitu, etos kerja yang dimiliki oleh
setiap pribadi muslim tidak hanya tinggi, tetapi juga terus meningkat ke arah yang benar
dan diridhoi Allah SWT. Sehingga dengan demikian, ia mampu memaksimalkan
peribadatannya kepada Allah SWT tanpa mengabaikan kehidupannya saat di dunia dan
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat sepenuhnya.
B. Saran
Pentingnya makalah ini dipelajari oleh para pembaca agar dapat menambah
wawasan mereka mengenai etos kerja dalam Islam. Selain itu, makalah ini dibuat
dimaksudkan agar para pembaca dapat mengambil pelajaran mengenai betapa
pentingnya memiliki etos kerja yang tinggi dalam kehidupannya, sehingga mereka bisa
mencapai kepada kebahagiaan dua kehidupan, yakni dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
apabila dalam makalah ini terdapat kekurangan materi atau kesalahan penulisan, kami
pihak penulis memerlukan koreksi yang berupa kritik maupun saran dari para pembaca.
Dengan demikian kami dapat memperbaiki makalah ini pada kesempatan berikutnya
dengan semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

13
Kirom, Cihwanul. 2018. Etos Kerja dalam Islam. Tawazun: Jurnal of Sharia Economic Law.
Vol. 1. No. 1
Fuaddi, Husni. 2018. Etos Kerja dalam Perspektif Islam. Jurnal Al-Amwal. Vol. 7. No. 1
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Tafsir Jalalain. Terj. Bahrun
Abu Bakar. 2012. Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat dari Surat Az-Zumar s.d
Surat An-Naas Jilid 4. Bandung: Sinar Baru Algendindo
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, https://kbbi.web.id/kerja.html. diakses
pada tanggal 22 September 2021 pukul 08.00 WIB
Kementrian Agama Saudi Arabia, Tafsir Muyyassar versi online, https://tafsirweb.com/10909-
quran-surat-al-jumuah-ayat-9.html. Diakses pada tanggal 23 September pukul 10.00
WIB
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 10. Jakarta:
Widya Cahaya
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Jilid 10. Jakarta: Lentera Hati
Madjid, Nurcholis. 1995. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina
Saifullah. 2010. Etos Kerja dalam Perspektif Islam. Jurnal Sosial Humaniorah. Vol. 3. No. 1
Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa
Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja yang Islami. Jakarta: Gema Insani Press

14

Anda mungkin juga menyukai