Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi
juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa
merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk
mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan
derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal
ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga
manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri
manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi
manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan
tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan
hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang
sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam
segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan
maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat
dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya
mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak
langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa
mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian puasa?
2.    Apa macam- macam puasa?
3.    Apa  syarat dan rukun puasa?
4.    Apa saja yang membatalkan puasa?
5.    Apa saja sunat-sunat dalam berpuasa?

C. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam dalam
menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Puasa “Saumu” menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”,
seperti  menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan
sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang
membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari
dengan niat dan beberapa syarat.”
Firman Allah Swt :
‫وكلواوشربواحتىي يتبين@ لكم الخيط االبيض من الخيط االسو دمن الفجر‬                                          
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar.”(Al-baqarah:187).

B. Macam - Macam Puasa


1. Puasa Wajib
Puasa wajib artinya puasa yang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak
dikerjakan mendapat dosa.
Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
 Puasa Ramadhan
Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum
melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi
syarat wajibnya.
            Firman Allah Swt.
)183:‫ (البقرة‬  َ‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ن‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا ُكت‬ 
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬
                     Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S.
Al Baqarah [2] : 183).
Puasa ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam
puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus dilaksanakan malam hari sebelum puasa.
Sedang untuk puasa sunah boleh dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum matahari
condong ke barat (masuk waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum makan atau
minum sama sekali.
Hal-hal yang disunahkan ketika berpuasa antara lain :
a)    memperbanyak membaca Al Qur’an.
b)   Segera berbuka jika sudah waktunya tiba.

2
c)    Ketika berbuka dengan makanan atau minuman yang manis, lebih utama
berbuka dengan kurma.
d)   Berdoa lebih dahulu ketika akan berbuka.
                 Doanya sebagai berikut :
ُ ْ‫ت َو َعلَى ِر ْز قِكَ اَ ْفطَر‬
ِ ‫ت بِ َرحْ َمتِكَ يَا اَرْ َح َم الر‬
َ‫َّاح ِم ْين‬ ُ ‫ك آ َم ْن‬ ُ َ‫اللَّهُ َّم لَك‬
ُ ‫ص ْم‬
َ ِ‫ت َوب‬
                          Artinya : 
      “Ya Allah, untuk-Mu saya berpuasa, kepada-Mu beriman dan dengan rizki-Mu saya
berbuka. Dengan rahmat-Mu ya Tuhan yang Maha Pengasih.”
e)    Mengakhirkan makan sahur kira-kira 15 menit sebelum waktunya imsak (habis).
f)    Memberi makan untuk berbuka atau sahur kepada orang yang berpuasa.
g)   Memperbanyak ibadah, sedekah dan infak.
 Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat
berpuasa (pada siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang
bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu :
a)    puasa dua bulan berturut-turut, atau
b)   memerdekakan seorang budak muslim, atau
c)    memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.
 Puasa Nazar
     Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika
keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking
pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka
puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar
sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib
dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai
keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh
dilaksanakan.

2. Puasa Sunah
Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering
disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila
tidak dilakukan tidak berdosa. Ada beberapa  macam puasa sunah yang waktu
pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a. Puasa Syawal,

3
Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan
Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara
berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
‫ ثُ َّم أَتَّبَ َع@ هُ ِس@تًّا‬   َ‫ض@ان‬ َ ‫ َم ْن‬:‫ال‬
َ ‫صا َم َر َم‬ َ ِ‫ أَ َّن َرسُوْ َل هللا‬ ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ‫اريْ َر‬
ِ ‫ص‬َ ‫ب ْاألَ ْن‬
ِ ْ‫ع َْن اَبِي اَيُّو‬
)‫ (رواه مسلم‬ ‫صيَا ُم ال َّد ْه ِر‬ ِ ‫ِم ْن َشوَّا ٍل َكانَ َك‬
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW.
pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul  dengan berpuasa 6
(enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R
Muslim)
b. Puasa hari Arafah
Puasa sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya
dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus
dosa selama 2 (dua) tahun,  yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan
datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
. . . ُ‫ أَحْ تَ ِسبُ َعلَى هللاِ أَ ْن يُ َكفِّ َر ال َّسنَةَ الَّتِى قَ ْبلَهُ َوال َّسنَةَ الَّتِى بَ ْع َده‬:َ‫صيَا ُم يَوْ ِم َع َرفَة‬
ِ :‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
)‫(رواه مسلم‬
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu
tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.”   (HR Muslim ).
c. Puasa Asyura
Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.      Berpuasa tiga hari yaitu, tanggal  9,  10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2.      Berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di  bulan Syura atau Muharam.
3.      Berpuasa satu hari yaitu,  tanggal 10 Syura atau Muharam.
Bulan Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang
siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
)‫ (رواه مسلم‬ ُ‫ب َعلَى هللا أَ ْن يُ َكفِ َر ال َّسنَ ِة الَّتِى قَ ْبلَه‬
َ ‫ أَ َحت ِس‬:‫صيَا ُم يَوْ َم عَا ُشوْ َرا ِء‬
ِ
Artinya :
“ Puasa pada hari As Syura menghapus ( dosa )  selama satu tahun yang lalu.” ( H.R.
Muslim).
d. Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan
puasa di bulan Sya’ban  lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik. 

4
Nabi bersabda :

ِ َ‫ َكانَ يَصُوْ ُم َش ْعب‬,ُ‫كاَنَ يَصُوْ ُم َش ْعبَانَ ُكلَّه‬


)‫ (أخرجه البخارى‬ ً‫ان اِالَّ قَلِ ْيال‬
Artinya :
“ Rasulullah pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan
sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit
jumlahnya)” (H.R. Bukhari)

e.  Puasa hari Senin dan Kamis


Allah Swt pada setiap Senin dan kamis  mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya
kita diampuni dosanya oleh Allah,  maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
َ ‫ض َع َملِى َواَنَ@@ا‬
‫ص@ائِم (رواه‬ َ @‫ْس فَأ َ َحبُّ اَ ْن يُ ْع‬
َ ‫@ر‬ ِ ‫ تُ ْع َرضُ ْاألَ ْع َما ِل ُك َّل ْاثنَ ْي ِن َو خَ ِمي‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
)‫أحمد والترمذى‬
Artinya : “ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin
dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan, maka aku berpuasa.”  (HR Ahmad dan
Tirmidzi ).  
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:

ِ ‫صيَا ُم ْا ِال ْثنَي ِْن َو ْالخَ ِمي‬


)‫ (رواه الترمذى‬ ‫ْس‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ِم يَتَ َحرَّى‬ ْ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهَا قَال‬
َ ‫ َكانَ النَّبِ ُّي‬:‫ت‬ ِ ‫ع َْن عَائِ َشةَ َر‬
Artinya : “Dari Aisyah ra. Ia berkata: Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa
hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi).
f.  Puasa pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda Rasulullah saw.
)‫صا َم ال َّد ْه َر ُكلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى‬
َ ‫صا َم ثَالَ ثَةَ اَي ٍَّام ِم ْن ُك ِّل َشه ٍْر فَقَ ْد‬
َ ‫ع َْن اَبِى َذ ٍّر َم ْن‬
Artinya :
“ Dari Abu Dzar,  : Barang siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah
puasa selama satu tahun penuh.”  ( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadis Abu Dzar yang lain menjelaskan:
َ ‫ث َع َش َرةَ َواَرْ بَ َع َع َش َرةَ َوخَ ْم‬
)‫ (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان‬  َ‫س َع َش َرة‬ ُ َ‫ت ِمنَ ال َّشه ِْر ثالَ ثَةَ ف‬
َ َ‫ص َّم ثَال‬ ُ ‫ص ْم‬
ُ ‫اِ َذا‬
Artinya :
“Ketika kamu ingin puasa setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14
dan 15 setiap bulannya. (H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)
g. Puasa Daud

5
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka
( tidak berpuasa ).
Nabi SAW. bersabda :

‫ص@الَةُ دَا ُو ُد َعلَ ْي@ ِه‬


َ ِ‫الص@الَ ِة اِلَى هللا‬
َّ َّ‫ َوأَ َحب‬,َ‫ص@يَا ُم دَا ُود‬
ِ ِ‫الص@يَ ِام اِلَى هللا‬
ِّ َّ‫ اِ َّن أَ َحب‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي@ ِه َو َس@لَّ ِم‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
)‫اويُف ِط ُر يَوْ ًما (اخرجه البخارى‬ ْ ُ َّ
َ ‫ َو َكانَ يَصُوْ ُم يَوْ ًم‬,ُ‫ َويَنَا ُم ُس ُد َسه‬, ُ‫ َويَقوْ ُم ثَلَثَه‬,‫ َكانَ يَنَا ُم نِصْ فَ الل ْي ِل‬:‫ال َّسالَ ِم‬

Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh
Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah
adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam,
kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari
(selang-seling)” (H.R. Bukhari).

3.  Puasa makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
 Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara
mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu
berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.”
 Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari
kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali
seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
 Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan
Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka
‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai
Abal Qasim saw.
4.  Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya
atau karena kondisi pelakukanya.
a.  Hari Raya Idul Fitri

6
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu
adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat
telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai
pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus
membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b. Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat
Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk
menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta
keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan
qurban itu dan merayakan hari besar.
c. Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam
masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk
berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk menyembelih hewan qurban
sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
d. Puasa sepanjang tahun / selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk
mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu
dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah SAW
menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari
berbuka

C.  Penentuan Awal Puasa


Puasa Ramadhan adalah puasa yang telah ditentukan jumlah bilangan hari dan waktu
pelaksanaannya, yakni satu bulan penuh. Ada yang berjumlah 30 hari ada pula yang
berjumlah 29 hari. Perintah puasa pertama kali adalah pada tahun ke-2 Hijriah. Untuk
menentukan awal dan akhir bulan ramadhan dapat dimulai dengan salah satu sebab
sebagai berikut:
1.    Dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit tanggal satu bulan
qamariyah dengan mata telanjang.
‫فمن شهد منكم الشهر فليسمه‬                                                                                        
Artinya: “maka diantara kamu sekalian yang menyaksikan akan adanya awal ramadhan
haruslah ia puasa”(QS. AL-Baqarah:185)
Oleh para ulama masih dipersoalkan tentang Hilal (melihat bulan):
 Menurut Imam Hanafi

7
a)    Jika seandainya langit cerah, wajib yang melihat itu semuanya/orang banyak
(melihat bulan). Dan orang tersebut mengatakan ashadu dan bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah.
b)   Dan kalau seandainya cuaca tidak cerah (mendung/berkabut), maka cukup satu
orang yang adil, berakal, baliqh (kesaksian). Dan tidak perlu mengucap ashadu.
 Menurut Imam Maliki
a)    Yang melihat hilal itu orang banyak, maka wajib puasa, sekalipun orang yang
melihat hilal itu tidak semuanya adil.
b)   Bahwa yang melihat hilal itu 2 orang yang adil.
c)    Kalau yang melihat hilal hanya 1 orang (laki-laki), maka yang wajib puasa hanya
dia sendiri.
 Menurut Imam Syafi’i
a)    Melihat oleh orang yang adil, walaupun hanya 1 orang (baik laki-laki / perempuan)
dan wajib mengucap ashadu.
b)   Kalau yang melihat hilal itu orang yang tidak adil (baik laki-laki / perempuan) maka
puasa wajib hanya bagi dirinya.
 Menurut Imam Hambali
Diterima,apabila hilal itu dilihat (perkadaan) 1 orang mukallaf (laki-laki/perempuan,
merdeka/hamba) yang adil, baik adil secara zhahir maupun secara batin. Baik cuaca
cerah /mendung dan mengucapkam ashadu.
kesimpulan hukum bahwa permulaan puasa itu harus berdasarkan atas rukyat bila cuaca
cerah; dan atas dasar istikmal (menggenapkan jumlah bilangan bulan Sya'ban) bila
cuaca buruk, misalnya karena mendung sehingga tidak memungkinkan dilakukan
rukyat.  
2.    Berita terlihatnya bulan
a.    Menurut Malik, tidak boleh berpuasa dan berbuka kalau informasinya kurang dari
dua orang yang adil. Riwayat dari Malik bahwa dia tidak menerima kesaksian dua
orang informan, kecuali bila cuaca berawan.
b.    Menurut Syafi’I dari riwayat Muzani, untuk memulai puasa cukup seorang
informan, sedangkan untuk berbuka atau berahri raya minimal dua orang informan.
c.    Menurut Abu Hanifah, kalau cuaca berawan, cukup seorang informan, kalau cuaca
cerah harus sekelompok informan. Riwayat dari Abu hanifah bahwa dia menerima
kesaksian dua orang informan yang adil pada saat cuaca cerah.
3.    Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil mereka
akan dapat sepakat berdusta atau sekata atas kabar yang dusta.
4.    Percaya kepada orang yang melihat.
5.    Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).

8
D. Waktu Niat Puasa
Sebagaimana diketahui, bahwa niat itu adalah salah satu rukun dri puasa, namun bukan
saja puasa, tetapi semua ibadah harus dimulai dengan niat yang ikhlas kepada Allah.
Nabi bersabda:           
)‫ (رواه البخارى ومسلم‬...... ‫اءنمااال عما ل با لنيا ت‬      
“sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat…” (HR. Bukhari,        muslim).
Mengenai waktu niat, terdapat perbedaan pendapat. Dalam hal niat puasa wajib (jenis
apa saja), para ulama berbagai mazhab sepakat bahwa niat harus dilaksanakan pada
malam hari. Pendapat ini didasarkan pada hadis Rasul saw. yang diriwayatkan oleh
Sayidah 'Aisyah:
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak
sah puasanya".
Lain halnya puasa sunnah, waktu berniat tidak harus malam hari, tapi bisa dilakukan
setelah terbit fajar sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) dengan
syarat ia belum makan/minum sedikitpun sejak Subuh. Bahkan ulama mazhab Hambali,
untuk puasa sunah, membolehkan berniat setelah waktu Dzuhur. Kembali ke persoalan,
seandainya lupa berniat pada malam hari atau tertidur, bolehkah melakukan niat setelah
terbit fajar atau pagi harinya?
Ada beberapa pendapat mengenai waktu niat puasa menurut 4 madzhab :
1.    Pendapat mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan
bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika
dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya
menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadha, puasa kafarat, puasa karena telah
melakukan haji tamattu' dan qiran --sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah
puasanya.
Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam
hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu,
seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan pusa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan
sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.
2.    Mazhab Malikiyah : Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan
pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang
berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum
tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa
sunnah.
3.    Mazhab Syafi'iyah : Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada
waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadhan; yang sifatnya menjadi tanggungan
seperti qadha, nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa
sunnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari.

9
Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada 'Aisyah: 'Apakah kamu mempunyai
makanan?'. Jawab 'Aisyah: 'Tidak punya'. Terus Nabi bilang: 'Kalau begitu aku puasa'.
Lantas 'Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya:
'Adakah sesuatu yang bisa dimakan?'. Jawab 'Aisyah: 'Ada'. Lantas Nabi berkata: 'Kalau
begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa'.
4.    Mazhab Hanbaliyah : Tidak beda dari Syafi'iyah, mazhab ini mengharuskan niat
dilakukan pada malam hari, untuk semua jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah,
berbeda dari Syafi'iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur
(dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).

E.  Syarat–Syarat Puasa
1.      Syarat Wajib Puasa
a.    Berakal, orang yang gila tidak wajib Puasa.
b.    Balig (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib
puasa.
c.    Kuat berpuasa, orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua atau sakit, tidak
wajib puasa.

2.      Syarat Sah Puasa


a.         Islam, orang yang bukan islam tidak sah puasa.
b.        Mumayiz (dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik).
c.         Suci dari darah haid (kotoran) ataupun nifas(darah sehabis melahirkan).
Orang yang haid atau nifas itu tidak sah puasa, tetapi keduanya wajib mengqada
(membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.
d.        Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang pada dua hari raya
dan hari Tasyriq (tanggal 11-12-13)..

F. Rukun Puasa
1.      Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan ramadhan. Yang dimaksud
dengan malam puasa ialah malam yang sebelumnya.
Kecuali puasa sunat, boleh  berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari
condong ke barat)
2.      Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.

10
G. Perkara yang Membatalkan Puasa
1.    Makan dan Minum
Firman Allah Swt :
‫وكلواوشربواحتىي يتبين@ لكم الخيط االبيض من الخيط االسو دمن الفجر‬                                          
“ Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu
fajar.”(Al-baqarah : 187)
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah dilakukan dengan sengaja. Kalau
tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “  Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan
atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah
yang memberinya makan dan minum.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Memasukan sesuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga,
hidung, dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum,
artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan qias, diqiaskan
(disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu
tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut
pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa,
begitu juga memasukkan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan
sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakan makan
atau minum.
2.    Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam. Muntah yang
tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw, telah berkata, “ Barang siapa terpaksa muntah,
tidaklah wajib mengqada puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah,
maka hendaklah dia mengqada puasanya. “ Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu
Hibban).

3.      Bersetubuh
Firman Allah Swt :
‫احل لكم ليلة الصيا م الرفث ال نسا بكم‬                                                                       
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri
kamu.” (Al-baqarah :187)

11
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan
Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
Kafarat ini ada 3 tingkat :
a.    Memerdekakan hamba
b.    Kalau tidak sanggup memerdekakan hamba puasa dua bulan berturut-turut.
c.    Kalau tidak kuat puasa bersedekah dengan makanan yang mengenyangkan kepada
enam puluh fakir miskin, tiap-tiap orang ¾ liter.

4.      Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sejabis melahirkan).


“ Dari Aisyah. Ia berkata, “ Kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan
tidak disuruhnya untuk mengqada shalat. “ (Riwayat Bukhari)

5.      Gila, jika gila itu dating waktu siang hari, batallah puasa.
6.      Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau
lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan,
maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi,
mengkhayal, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa.

Orang-orang yang diperbolehkan berbuka pada Bulan Ramadhan adalah sebagai berikut
:
1.        Orang yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa, atau apabila berpuasa maka
sakitnya akan bertambah parah atau akan melambatnya sembuhnya menurut keterangan
yang ahli dalam hal itu. Maka orang tersebut boleh berbuka, dan ia wajib mengqada
apabila sudah sembuh, sedangkan waktunya adalah sehabis bulan puasa nanti.
2.        Orang yang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka, tetapi ia wajib
mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.        
3.        Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena tuanya, atau karena
memang lemah fisiknya, bukan karena tua. Maka ia boleh berbuka, dan ia wajib
membayar Fidyah (bersedekah) tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu
(makanan yang mengenyangkan) kepada fakir dan miskin.
4.        Orang hamil dan orang yang menyusui anak. Kedua perempuan tersebut, kalau
takut akan menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka,
dan mereka wajib mengqada sebagaimana orang yang sakit. Kalau keduanya hanya
takut akan menimbulkan mudarat terhadap anaknya (takut keguguran atau kurang susu
yang dapat menyebabkan si anak kurus), maka keduanya boleh berbuka serta wajib
qada dan wajib Fidyah (memberi makan fakir miskin, tiap-tiap hari ¾ liter).
Keterangannya adalah ayat di atas dan sabda Rasulullah Saw, berikut ini :

12
“Dari Anas. Rasulullah Saw. Telah berkata, “ sesungguhnya Allah telah memaafkan
setengah Shalat dari orang musafir, dan memaafkan pada puasanya, dan Dia
memberikan (kemurahan) kepada wanita yang hamil dan yang sedang menyusui.”
(Riwayat lima orang ahli hadis).

Mentakhirkan Qada
Batas waktu melakukan qada puasa adalah sampai datang bulan puasa berikutnya bagi
orang yang mungkin menqadanya. Tetapi apabila tidak dilakukannya, maka ia wajib
mengqada serta membayar Fidyah (member makan fakir miskin tiap-tiap hari ¾ liter
beras atau yang sama dengan itu). Pendapat tersebut berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh Daruqutni, dari Abu Hurairah, tetapi Daruqutni sendiri mengatakan
bahwa hadist itu lemah, sebenarnya hanya perkataan Abu Hurairah saja. Kata pemuka
islam syaukani, membayar fidyah itu tidak berasalan satu hadis pun dari Rasulullah
Saw, dan perkataan sahabat tidak dapat menjadi alas an. Jadi, sebenarnya hal itu tidak
wajib dilakukan karena tidak ada keterangan yang mewajibkannya.
Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur diwajibkan segera mengqada
puasanya itu pada hari permulaan kesempatan yang didapatnya sesudah hari raya.
Sebagian ulama berpendapat, tidak wajib mengqada dengan segera, tetapi sepanjang
tahun, itu adalah waktunya untuk mengqada. Ia boleh memilih sembarang hari dalam
tahun itu untuk mengqada.

Berpantik (berbekam)
Berpantik pada siang hari bagi orang yang puasa, membatalkan puasa atau tidak ?
sebagian ulama berpendapat tidak, Mereka mengambil alasan hadis berikut : “ Dari
Ibnu Abbas, “ Sesungguhnya Nabi Saw, telah berpantik ketika beliau dalam keadaan
ihram dan puasa. “ ( Riwayat Bukhari).
Ulama yang lain berpendapat bahwa berpantik itu membatalkan puasa pendapat ini
beralasan :
Sabda Rasulullah : “ Rasulullah Saw, berkata, “ Batallah puasa orang yang memantik
dan yang berpantik. “ (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)
Hadist yang pertama lebih kuat daripada hadist yang kedua. Maka dengan sendirinya
pendapat yang pertama lebih kuat daripada pendapat yang kedua.

Junub sampai pagi hari puasa


Ada orang islam yang menyangka bahwa junub sampai pagi (sampai terbit fajar) dalam
bulan Ramadan dapat membatalkan puasa. Persangkaan yang demikian tidak beralasan.
Sebenarnya hal itu tidak mengurangi puasa, baik junub karena bersetubuh ataupun
sebab lain, sebaiknya dia segera mandi sebelum terbit fajar karena dikhawatirkan terjadi
hal yang membatalkan misalnya kemasukan air ketika mandi.

13
Menggantikan Puasa Orang Lain
Orang yang meninggalkan Puasa Ramadhan karena udzur, kemudian ia mati sebelum
mengqada puasanya, umpanya udzurnya terus menerus sampai ia meninggal, ia tidak
berdosa dan tidak wajib qada, tidak pula wajib fidyah . Adapun apabila ia meninggal
sesudah ada kemungkinan untuk mengqada, tetapi tidak dikerjakannya, hendaklah
dikerjakan (diqada) oleh familinya.
Sabda Rasulullah Saw : “ Dari Aisyah Rasulullah Saw, telah berkata, “ Barang siapa
yang mati dengan meninggalkan kewajiban (qada) puasa, hendaklah walinya berpuasa
untuk menggantikannya. “ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan “wali” dalam hadist ini ialah keluarga dekatnya. Adapula
pendapat lain, bahwa puasa yang boleh dikerjakan oleh orang lain itu hanya puasa
nazar. Adapula pendapat lain, yaitu hendaklah diambilkan dari harta peninggalannya
dan disedekahkan kepada fakir miskin, tiap-tiap hari ¾ liter makanan yang
mengenyangkan.
2.8    Sunat Puasa
1.    Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah
terbenam.
Sabda Rasulullah Saw :
“ Dari Sabl Sa’ad, “Rasulullah Saw. Berkata, ‘senantiasa manusia dalam kebaikan
selama mereka menyegerakkan berbuka puasa’.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2.    Berbuka dengan Kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
Diriwayatkan :
Dari Anas, “ Nabi Saw. Berbuka dengan rutab (kurma gemading) sebelum shalat, kalau
tidak ada dengan kurma, kalau tidak ada juga , beliau minum beberapa teguk. “(Riwayat
Abu Dawud dan Tirmidzi)
3.    Berdoa sewaktu berbuka puasa
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Ibnu Umar, “Rasulullah Saw. Apabila berbuka puasa, beliau berdoa: Ya Allah,
karena engkau saya puasa, dan dengan rezeki pemberian Engkau saya berbuka, dahaga
telah lenyap dan urat-urat telah minum, serta pahala tetap bila allah Swt.
Menghendaki.”( Riwayat Bukhari dan Muslim)
4.    Makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan
ketika puasa.
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Anas. “Rasulullah Saw. Telah berkata,’ makan sahurlah kamu. Sesungguhnya
makan sahur itu mengandung berkat (menguatkan badan menahan lapar karena
puasa)’.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)
5.    Mentakhirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.

14
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Abu Zar,”Rasulullah Saw. Telah berkata ,’senantiasa umatku dalam kebaikan
selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.”(Riwayat Ahmad)
6.    Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
7.    Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa
8.    Memperbanyak membaca Al-quran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar)
karena mengikuti perbuatan Rasulullah Saw.

2.9    Hikmah Puasa
Ibadah puasa mengandung beberapa hikmah, diantaranya sebagai berikut :
1.    Tanda terimakasih kepada Allah Swt karena semua ibadah yang mengadung arti
terimakasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya,
dan tidak ternilai harganya.
Firman Allah Swt :
‫وان تعدوا نعمت هللا التحصوها‬                                                                                    
“ Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidak dapat kamu
menghinggakannya.”(Ibrahim: 34)
2.    Didikan kepercayaan
Seorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta yang halal
kepunyaannya sendiri, karena ingat perintah Allah, sudah tentu ia tidak akan
meninggalkan segala perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar segala larangan-
Nya.
3.    Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir-miskin karena seseorang yang telah
merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan dapat mengukur kesedihan
dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan
karena ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan dan suka
menolong fakir miskin.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Puasa adalah salah satu rukun islam yang wajib dikerjakan oleh hamba Allah yang
bertakwa, didalamnya banyak terdapat manfaat bagi jasmani dan rohani, puasa sendiri
dibagi menjadi dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Puasa wajib adalah puasa wajib dikerjakan yang dilaksanakan mendapat pahala dan
tidak dikerjakan mendapat dosa. Puasa Sunnah adalah puasa yang boleh dikerjakan
ataupun tidak. Puasa wajib meliputi puasa ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nadzar.
Sedangkan puasa sunah meliputi puasa daud, puasa senin kamis, puasa syawal, puasa
arafah, puasa asyura, puasa sya’ban, dan puasa pada bulan pertengahan komariah.
Puasa haruslah dilakukan pada selain hari-hari yang telah diharamkan dan dalam
menjalankannyapun harus menghindari hal-hal yang dapat membatalkan
puasa.diantaranya muntah dengan sengaja,ragu, berubah niat, danlain sebagainya.
Puasa mengandung banyak hikmah baik dalam segi kejiwaan seperti membiasakan
sabar dan berprilaku baik. Dalam segi social seperti sikap saling tolong
menolong.dalam segi kesehatan seperti, membersihkan usus. Maupun dalam segi rohani
yaitu selalu berdzikir kepada allah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rasyid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo


Rusyid, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid. Jakarta: Pustaka Amani
Http://Suyantoaddimawi.Blogspot.Com/2013/05/Fikih-Puasa.Html, tanggal 13 April
2014, pukul 13.15 WIB
Http://Perbandingan Mazhab (Sebab-Sebab Timbulnya Pendapat).Html, tanggal 13
April 2014, pukul 13.30 WIB
Http://Cara Niat Puasa Menurut Empat Mazhab ~ Kajian Islami.Html, tanggal 13 April
2014, pukul 14.00 WIB

17

Anda mungkin juga menyukai