Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

“ETOS KERJA DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM ISLAM”

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah


Pendidikan Agama Islam
Dosen : Deden Syarif, M.Ag

DISUSUN OLEH:

GANJAR NUGRAHA (171321013)


ILHAM TEGAR PRAYOGA (171321016)
D3 TEKNIK LISTRIK

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Dengan penulisan makalah ini semoga dapat dijadikan sebuah sarana sebagai
penunjang pembelajaran.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk Deden Syarif, M.Ag sebagai
dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas makalah
ini sehingga kami dapat mengerti tentang Etos kerja dan Kewirausahaan Dalam
Islam. Serta teman-teman yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.

Bandung , 6 September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................................2
D. Manfaat....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Etos Kerja.................................................................................................................................3
1. Pengertian Etos Kerja...............................................................................................3
2. Pengertian Kerja.......................................................................................................4
B. Karakteristik Etos Kerja Islami..............................................................................................10
C. Prinsip Etos Kerja dalam Islam..............................................................................................10
D. Etos Kerja dan Kewirausahaan dalam Islam..........................................................................12
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP.........................................................................................14
A. KESIMPULAN......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai tuntunan


dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam
segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam
masalah yang berkenaan dengan kerja. Islam sebagai agama Allah yang sempurna
memberikan petunjuk kepada manusia tentang bidang usaha yang halal, cara
berusaha, dan bagaimana manusia harus mengatur hubungan kerja dengan sesama
mereka supaya memberikan manfaat yang baik bagi kepentingan bersama dan dapat
menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup bagi segenap manusia.
Rasulullah SAW. bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu
hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”
Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di
bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik
dari pada muslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
Nyatanya, kita lebih condong bersikap dan bertingkah laku berlawanan dengan apa
yang telah diungkapkan tadi. Dalam bidang usaha dan wiraswasta Islam benar-benar
memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas untuk dapat dijadikan pedoman melakukan
usaha dan wiraswasta yang baik.
Selain itu, Islam juga mengatur secara jelas hubungan kerja antara pemberi
kerja dan karyawan atau buruh atau pembantu yang melaksanakan perintah dari
pemberi kerja. Islam juga memberikan petunjuk dengan jelas masalah utang-piutang
antara seseorang dan yang lain dalam melakukan transaksi untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, karena masalah utang-piutang merupakan hal yang tidak bisa
diabaikan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam situasi globalisasi saat ini,
kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan
tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak
boleh melampaui batasan yang telah ditetapkan al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits dan
sunnah Rasul).

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka berikut ini akan
dirumuskan permasalahan pokok dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan etos kerja?
2. Apa saja karakteristik etos kerja?
3. Apa saja prinsip etos kerja dalam Islam?
4. Apa Etos Kerja dan Kewirausahaan dalam Islam?

C. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk memaparkan etos kerja yang
sesuai dengan ajaran islam.

D. Manfaat

Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini untuk mengetahui.


1. Apa yang dimaksud dengan etos kerja
2. Apa saja karakteristik etos kerja?
3. Apa saja prinsip etos kerja dalam Islam
4. Apa Etos Kerja dan Kewirausahaan dalam Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etos Kerja

1. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,


memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal saleh yang optimal (high performance).
Etos kerja muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya atau menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu
manifestasi dari amal saleh. Sehingga bekerja akan menunjukkan sikap dan perilaku
beribadah kepada Allah SWT. sesuai dengan QS. Adz – Dzaariyat : 56
‫س اِاَّل لَِي ْعبُ ُد ْو ِن‬ ِ ِ ‫وما خلَ ْق‬
َ ْ‫ت اجْل َّن َوااْل ن‬
ُ َ ََ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyat : 56).
Istilah etos sebagaimana yang diterangkan dalam kamus berasal dari bahasa
Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karakter. Secara lengkapnya, makna
etos adalah karakteristik, sikap, kebiasaan serta ke-percayaan yang bersifat khusus
tentang seseorang sebagai individu atau sebagai sekelompok manusia. Dari istilah
“etos” terambil pula istilah “etika” dan “etis” yang merujuk pada makna “akhlaq”
dan atau bersifat “akhlaqi”, yaitu kualitas esensial seseorang atau sekelompok
masyarakat, termasuk suatu bangsa. Etos juga berarti jiwa khas suatu kelompok
manusia yang dari jiwa khas itu berkembang pandangan bangsa tersebut tentang yang
baik dan yang buruk, yakni etikanya.
Secara sederhana, etos dapat didefinisikan sebagai watak dasar dari suatu
masyarakat. Perwujudan etos dapat dilihat dari struktur dan norma sosial
masyarakat itu. Sebagai watak dasar dari masyarakat, etos menjadi landasan
perilaku diri sendiri dan lingkungan sekitarnya yang terpancar dalam kehidupan
masyarakat. Karena etos menjadi landasan bagi kehidupan manusia, maka etos
juga berhubungan dengan aspek evaluatif yang bersifat menilai dalam kehidupan
masyarakat. Weber mendefinisikan etos sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai
panduan tingkah laku seseorang, sekelompok atau sebuah institusi (guiding beliefs
of a person, group or institution). Jadi etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin
tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai hal
yang baik dan benar yang berwujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka.

3
Adapun indikasi-indikasi orang atau sekelompok masyarakat yang beretos
kerja tinggi, menurut Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama, ada bebeapa
sikap yang menandai hal itu, yakni:
1. Efisien
2. Rajin
3. Teratur
4. Disiplin atau tepat
Di sisi lain, Taufik Abdullah mendefinisikan etos kerja dari aspek
evaluatif yang bersifat penilaian diri terhadap kerja yang bersumber pada identitas
diri yang bersifat sakral, yakni realitas spiritual keagamaan yang diyakininya.
(Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Pengembangan Ekonomi, (Jakarta:
LP3ES, 1982), hlm. 3). Karena itu, etos tidak dapat dipisahkan dari sistem
kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai watak dasar suatu masyarakat, etos berakar
dalam kebudayaan masyarakat itu sendiri. Kebudayaan, sebagai suatu sistem
pengetahuan gagasan yang dimiliki suatu masyarakat dari proses belajar, adalah
induk dari etos itu. Maka setiap masyarakat (yang berbeda kebudayaannya),
mempunyai etos yang berbeda pula termasuk dalam hubungannya dengan etos
kerja.
Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, terj.
Talcott Parson, (New York: Charles Scribner‟s Son, 1958). Dalam mengaitkan
makna etos kerja di atas dengan agama, maka etos kerja merupakan sikap diri
yang mendasar terhadap kerja yang merupakan wujud dari kedalaman pemahaman
dan penghayatan religius yang memotivasi seseorang untuk melakukan yang terbaik
dalam suatu pekerjaan. Dengan kata lain, etos kerja adalah semangat kerja yang
mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap pekerjaannnya yang bersumber
pada nilai-nilai keagamaan yang dianutnya.
Beberapa indikasi dan ciri-ciri dari etos kerja dari pendapat-pendapat di
atas, secara umum cukup menggambarkan segi- segi etos kerja yang baik pada
manusia yang diimplementasikan dalam aktivitas kerja.

2. Pengertian Kerja

Kerja adalah aktualisasi diri manusia untuk mencari karunia Tuhan (rizki) di
bumi sebagai kelanjutan makna dan tugas kekhalifahan manusia. Kerja yang
dilakukan manusia merupakan proses penemuan diri sekaligus pencarian hasil yang
bisa dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan lahir dan batin manusia.
Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan
manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun
hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah
perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk
mencari nafkah.

4
KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim
adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh aset dan zikirnya
untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah SWT.
yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat
yang terbaik. Seperti dalam surat Al-Qashash ayat 77:

‫َح ِس ن َك َم ا‬ ِ َ ‫ص يب‬ ِ ِ ‫اك اللَّه ال د‬ ِ


ْ ‫ك م َن ال ُّد ْنيَا َوأ‬ َ َ‫نس ن‬ َ َ‫َّار اآْل خ َر َة َواَل ت‬
َ ُ َ َ‫يم ا آت‬ َ ‫َو ْابتَ ِغ ف‬
ِِ ُّ ِ‫ض إِ َّن اللَّهَ اَل حُي‬
‫ين‬
َ ‫ب الْ ُم ْفسد‬ َ ‫َح َس َن اللَّهُ إِلَْي‬
ِ ‫ك َواَل َتْب ِغ الْ َف َس َاد يِف اأْل َْر‬ ْ‫أ‬

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-
Qashash: 77).
Bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan untuk mencapai tujuannya tersebut, dia
berupaya dengan penuh kesungguhannya untuk mewujudkan prestasi yang optimal
sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT. Seorang pekerja yang ikhlas
dan terampil adalah ciri insan yang cerdas dan ahli dalam melakukan sesuatu atau ahli
dalam pekerjaannya, mampu menunaikan tugas yang diberikan kepadanya secara
terampil dan sempurna, dan diiringi adanya perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam
setiap pekerjaannya serta semangat yang penuh dalam meraih keridhaan Allah dibalik
pekerjaannya.
Di dalam kaitan ini, Al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan
keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang
kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga
dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan
kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam Al-Qur’an banyak kita
temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya:
1. Kita temukan 22 kata ‘amilu (bekerja), di antaranya dalam surat Al-Baqarah: 62,
An-Nahl: 97, dan Al-Mukmin: 40.
2. Kata ‘amal (perbuatan) sebanyak 17 kali, di antaranya dalam surat Hud: 46, dan
Al-Fathir: 10.
3. Kata wa’amiluu (mereka telah mengerjakan) sebanyak 73 kali, diantaranya surat
Al-Ahqaf: 19 dan An-Nur: 55.
4. Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat Al-Ahqaf: 90 dan Hud: 92.
5. Sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka, ‘amaluhu, ‘amalikum,
‘amalahum, ‘aamul dan amullah. Diantaranya dalam surat Hud: 15, Al-Kahf:
102, Yunus: 41, Az-Zumar: 65, Al-Fathir: 8, dan At-Thur: 21.
6. Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal dan a’malu seperti dalam
surat Al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan Al-Ahzab: 31.

5
7. Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan istilah
seperti shana’a, yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul khoirot,
misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya.
Di samping itu, Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan
bagian dari iman, Allah SWT berfirman:

... ‫صاحِلًا‬ ِ ِ
َ ‫ فَ َم ْن َكا َن َيْر ُجو ل َقاءَ َربِّه َف ْلَي ْع َم ْل َع َماًل‬...
“…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110).
Ada pula ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit,
misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.

ِ ‫وس لَ ُكم لِتُح‬


... ‫صنَ ُك ْم ِم ْن بَأْ ِس ُك ْم‬ َ ُ‫َو َعلَّ ْمنَاه‬
ْ ْ ٍ ُ‫صْن َعةَ لَب‬
“Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu…” (Al-Anbiya: 80).
Dalam surah Al-Jumu’ah ayat 9 dan 10, Allah SWT menyatakan:

‫اس َع ْوا إِىَل ِذ ْك ِر اللَّ ِه َو َذ ُروا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ود‬ ِ ِ ِ َّ


ْ َ‫ي للصَّاَل ة م ْن َي ْوم اجْلُ ُم َع ة ف‬ َ ُ‫ين َآمنُ وا إ َذا ن‬ َ ‫يَا أَيُّ َه ا الذ‬
‫الَْبْي َع َذلِ ُك ْم َخْيٌر لَ ُك ْم إِ ْن ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang


pada hari Jumaat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(Al-Jumu’ah: 9).

‫ض ِل اللَّ ِه َواذْ ُك ُروا اللَّهَ َكثِ ًريا‬


ْ َ‫ض َو ْابَتغُوا ِم ْن ف‬
ِ ‫ت الصَّاَل ةُ فَا ْنتَ ِش ُروا يِف اأْل َْر‬ ِ ‫ضي‬ ِ ِ
َ ُ‫فَإ َذا ق‬
‫لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُحو َن‬
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(Al-Jumu’ah: 10).

‫وك قَائِ ًما قُ ْل َما ِعْن َد اللَّ ِه َخْي ٌر ِم َن اللَّ ْه ِو‬


َ ‫َوإِ َذا َرأ َْوا جِت َ َار ًة أ َْو هَلًْوا ا ْن َفضُّوا إِلَْي َها َوَتَر ُك‬
ِ َّ ‫و ِمن التِّجار ِة واللَّه خير‬
َ ‫الرا ِزق‬
‫ني‬ َُْ ُ َ َ َ َ َ

Dan apabila melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah:

6
‘Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan’, dan
Allah Sebaik-baik Pemberi rezki. (Surah Al-Jumu’ah: 11).
Konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian yang luas, namun
demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan
kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas spiritual)
maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh
jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup
pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan swasta,
dan lembaga lainnya.
Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas,
praktek mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad yang lalu, dalam pengertian ini
memperhatikan empat macam pekerja:
1. Al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang
kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas,
seperti mereka yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.
2. Al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para
pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri.
3. Al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan
cara jual beli seperti pedagang keliling.
4. Al-Muzarri’un: para petani.

Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis


Rasulullah SAW. dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW. bersabda, “berikanlah
upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya.” (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah,
dan Thabrani).
Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan: “Besar gaji disesuaikan
dengan hasil kerja.” Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah
orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat
memuaskan kedua belah pihak.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT mencintai salah
seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan
teliti).” (HR. Al-Baihaki).
Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat Al-Qur’an
menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja
dengan muatan ketaqwaan. Penggunaan istilah perniagaan, pertanian, hutang untuk
mengungkapkan secara ukhrawi menunjukkan bagaimana kerja sebagai amal saleh
diangkatkan oleh Islam pada kedudukan terhormat.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu diperjelas dengan usaha sedalam-
dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja
tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai)
pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan dalam hadits lain, Rasulullah SAW. bersabda:

7
‫ لَي خِب‬: ‫اهلل ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم‬ِ ‫ال رس و ُل‬
ُ‫س َرْيِ ُك ْم َم ْن َت َر َك ُد ْنيَ اه‬ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫َع ْن أَن‬
ِ ‫الد ْنيا بالَغٌ إِآَل اأْل‬
‫َخ َر ِة‬ ِ ِ ِ ‫صي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫أِل‬
َ َ ُّ ‫ب مْن ُه َم ا مَج ْي ًع ا فَإ َّن‬َ ْ ُ‫َخَرت ه َوَت َر َك أَخَرتَهُ ل ُد ْنيَاهُ َحىَّت ي‬
(‫(ر َواه ابن عساكر‬ ِ ‫َوالَ تَ ُك ْونُ ْوا َكالًّ َعلَى الن‬
َ ‫َّاس‬

Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw bersabda, “Tidak baik orang yang
meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk
kepentingan dunia saja, tetapi harus memperoleh kedua-duanya. Karena kehidupan
dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali-kali menjadi
beban orang lain.” (HR. Ibnu `Asakir).
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi
rendahnya niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk
mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Nilai suatu pekerjaan tergantung
kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak
membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga
mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya.

ِ ِ ِ َّ ِ ِ َ ‫يا أَيُّ َها الَّ ِذين آمنُوا اَل ُتْب ِطلُوا‬


َ‫ص َدقَات ُك ْم بالْ َم ِّن َواأْل َ َذ ٰى َكالذي يُْنف ُق َمالَهُ رئَاء‬ َ َ َ
 ۖ ‫َّاس َواَل يُ ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ِر‬
ِ ‫الن‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian…” (Al-Baqarah: 264)
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan
dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan
petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan iman berarti mengucilkan Islam dan
aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemashlahatannya
sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah
SWT serta pengembangan umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus
selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya
iman dan barometer bagi pahala dan siksa. Hendaknya setiap pekerjaan disamping
mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan
utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang
teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental
sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian
upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-
mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi
untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu

8
memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang
berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada
prinsip-prinsip Islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:       
1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat,
mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan
secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk
bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras
memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah
usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR. Hambali)
2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah
SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang
kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya
dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
3. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan
sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang
teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan
benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan
akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya
produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan
alat-alat produksi.
Karena kerja merupakan proses untuk mendapatkan hasil maka persoalan etos
kerja sangat penting dijadikan landasan proses tersebut. Hasil kerja tidak ada nilainya
jika proses yang dilakukan bertentangan dengan hukum – hukum yang ada dalam
alam semesta (keindahan, kebenaran, dan kebaikan).
Sementara sejumlah Hadits Nabi Muhammad Saw. juga telah meletakkan
dasar yang kokoh bagi optimalisasi potensi kerja manusia. Dalam salah satu hadis
Rasulullah Saw. bersabda:

‫لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻲﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا‬: ‫ﻦﻣ ﻞﻛﺄﯾ نا ﻦﻣ ﺮﯿﺧ ﻂﻗ ﺎﻣ ﺎﻌط ﺪﺣا ﻞﻛا ﺎﻣ‬
‫ﻦﻋ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ماﺪﻘﻤﻟا ﻦﻋ‬
.(‫ )ىرﺎﺨﺒﻟا هاور‬. ‫هﺪﯾ ﻞﻤﻋ ﻦﻣ ﻞﻛﺄﯾ نﺎﻛ مﻼﺴﻟا ﮫﯿﻠﻋ دواد ﻲﺒﻨﻟا ناو هﺪﯾ‬
‫ﻞﻤﻋ‬
Terjemahnya :

9
Dari Miqdam ra. Nabi Saw. bersabda: Tidaklah seseorang makan sesuatu
lebih baik dari pada makanan yang dihasilkan melalui tangannya (usahanya)
sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud as. telah makan dari hasil tangannya.
B. Karakteristik Etos Kerja Islami

Orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam
sikap dan tingkah lakunya. Ada semacam panggilan hati untuk terus menerus
memperbaiki diri, mencari prestasi, dan tampil sebagai bagian dari umat yang
terbaik. Ciri-ciri pribadi yang memiliki etos kerja Islami adalah (Tasmara, 2002:73).
1. Kecanduan terhadap waktu
2. Memiliki moralitas yang bersih
3. Kecanduan kejujuran
4. Memiliki komitmen
5. Istiqamah dan kuat pendirian
6. Kecanduan disiplin
7. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan
8. Memiliki sikap percaya diri
9. Orang yang kreatif
10. Tipe orang yang bertanggung jawab
11. Bahagi karena melayani
12. Memiliki harga diri
13. Memiliki jiwa kepemimpinan
14. Berorientasi masa depan
15. Hidup hemat dan efisien
16. Memiliki jiwa wiraswasta
17. Memiliki insting bertanding
18. Keinginan untuk mandiri
19. Kecanduan belajar dan haus mencari ilmu
20. Memiliki semangat perantauan
21. Memperhatikan kesehatan dn gizi
22. Tangguh dan pantang menyerah
23. Berorientasi pada produktivitas
24. Memperkaya jaringan silaturahmi
25. Memiliki semangat perubahan

C. Prinsip Etos Kerja dalam Islam

Dalam Islam, etos kerja memiliki beberapa prinsip yang diantaranya yaitu:
1. Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun
cara menjalankannya. Contohnya, orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan
di pasar. Murninya, pekerjaan ini adalah halal, namun jika pedagang tersebut
melakukan hal-hal yang tidak baik (membahayakan orang lain), misalnya
menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal
menjadi haram (‘haram lighairihi’).

10
2. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah).
Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban hidup orang lain (benalu).
Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi
pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau
membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya
diatas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi
atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena
memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardu’ain, tidak dapat diwakilkan, dan
melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan
“Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan
tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri,
keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu
Majah).
4. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam
mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang
kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan
mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di
lingkungan sekitar.

D. Etos Kerja dan Kewirausahaan dalam Islam

Wirausaha (entrepreneurship) adalah suatu usaha yang dikembangkan dengan


metodologi atau konsep yang dibentuk dengan topangan skill (kemampuan) yang
bernilai khas, yang didukung dengan willing, dan capital yang memadai serta
komprehensif kemampuan atas usaha tersebut. Selain itu juga wirausaha merupakan
suatu cara memanfaatkan peluang sedemikian rupa, dimana tanggapan terhadap
peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan, pada akhirnya akan
membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif.
Wirausaha pada dasarnya bertujuan untuk mencapai usaha yang inovatif dan
bersinergi aktif di dunia bisnis. Tentu ini tidak lepas dari usaha untuk berkerja keras
dan berusaha secara inovatif dan kreatif.
Dalam pandangan Islam, bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha boleh
dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena
keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan
membawanya ke arah yang lebih baik. Dalam Islam, anjuran untuk berusaha dan giat
bekerja sebagai bentuk realisasi dari kekhalifahan manusia tercermin dalam surat Ar-
Ra’d: 11.
ۚ ‫ت ِّم ۢ ْنَبنْي ِ يَ َديْ ِه َوِم ْن َخْل ِف ٖه حَيْ َفظُْونَهٗ ِم ْن اَْم ِر ال ٰلّ ِه ۗ اِ َّن ال ٰلّ هَ اَل يُغَِّي ُر َم ا بَِق ْوٍم َحىّٰت يُغَِّي ُر ْوا َم ا بِاَْن ُف ِس ِه ْم ۗ َواِ َذاۤ اََر َاد ال ٰلّ هُ بَِق ْوٍم ُس ْۤوءًا فَاَل َم َر َّد لَ ٗه‬
ٌ ‫ٗه ُم َع ِّقٰب‬
‫َو َما هَلُ ْم ِّم ْن ُد ْونِهٖ ِم ْن َّو ٍال‬

"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di


muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap

11
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. Ar-Ra'd:11).
Sebagai agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya
keberdayaan ummatnya, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha
merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadis Nabi
Muhammad SAW yang menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu. Di antaranya :

‫ض ِل ال ٰلّ ِه َوا ْذ ُك ُروا ال ٰلّ هَ َكثِْي ًرا‬


ْ َ‫ض َو ْابَتغُ ْوا ِم ْن ف‬
ِ ‫الص ٰلوةُ فَا ْنتَ ِش ُر ْوا ىِف ااْل َْر‬
َّ ‫ت‬ ِ ِ
ِ ‫ضي‬
َ ُ‫فَا َذا ق‬
‫لَّ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْو َن‬
"Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan
carilah karunia Allah" ( QS Al Jumuah:10).
"Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas
tali, kemudian pergi ke gunung kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan
menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu
lebih baik daripada meminta – minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi
maupun tidak." (HR Bukhari).
“Pernah suatu saat Rasulullah ditanya oleh para sahabat, “pekerjaan apa yang
paling baik ya Rasulullah ? Rasulullah menjawab, seorang bekerja dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli yang bersih.” (HR Al Bazzar).
“Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama – sama Nabi, orang –
orang shadiqin, dan para syuhada” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
“Perhatikan olehmu sekalian, sesungguhnya perdagangan itu di dunia ini
adalah sembilan dari sepuluh pintu rezeki” (HR Ahmad).
Hadis – hadis di atas memperlihatkan bagaimana kewirausahaan merupakan
aktifitas yang inhern dalam ajaran Islam. Sedemikian strategisnya kedudukan
kewirausahaan dan perdagangan dalam Islam, hingga teologi Islam itu dapat
disebutkan sebagai “teologi perdagangan” (commercial theology). Hal tersebut dapat
dilihat dalam kenyataan bahwa hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia
bersifat perdagangan betul, Allah adalah Saudagar sempurna. Ia (Allah) memasukkan
seluruh alam semesta dalam pembukuan-Nya. Segalanya diperhitungkan, tiap barang
diukur. Ia telah membuat buku perhitungan, neraca – neraca, dan Ia (Allah) telah
menadi contoh buat bisnis - bisnis yang jujur.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. KESIMPULAN

Etos kerja islami bermakna sebagai aktivitas yang dilakukan seorang muslim
dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk
mengaktualisasikan dirinya sebagai hamba Allah, yang melahirkan hasil pekerjaan
yang terbaik dan bermanfaat tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang lain.
Sihingga akan melahirkan sikap dan kepribadian yang melahirkan keyakinan yang
sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,
menampakan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal
saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Bagi seorang muslim bekerja adalah manifestasi dari keimanan dan
ketaqwaannya kepada Allah yang terwujud dalam bentuk amal saleh. Oleh sebab itu,
jika bekerja adalah amal saleh, maka bekerja termasuk dalam katagori ibadah. Dan
jika bekerja itu merupakan ibadah kepada Allah, maka kehidupan seorang muslim
tidak bisa dilepaskan dari bekerja, karena dalam keyakinannya ketika meninggalkan
bekerja maka yang ia dapatkan adalah kemurkaan Allah.
Orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam
sikap dan tingkah lakunya. Ada semacam panggilan hati untuk terus menerus
memperbaiki diri, mencari prestasi, dan tampil sebagai bagian dari umat yang
terbaik.
Etos kerja memiliki beberapa prinsip yaitu bekerja secara halal (thalaba ad-
dunya halalan), bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-
mas’alah), bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi), dan
bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi).
Wirausaha pada dasarnya bertujuan untuk mencapai usaha yang inovatif dan
bersinergi aktif di dunia bisnis. Tentu ini tidak lepas dari usaha untuk berkerja keras
dan berusaha secara inovatif dan kreatif. Dalam pandangan Islam, bekerja dan
berusaha, termasuk berwirausaha boleh dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan
dari kehidupan manusia karena keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan
untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Fadloli, Agama Islam untuk Mahasiswa Politeknik, Pusat pengembangan


pendidikan politeknik, Bandung, 1995
Mohammad Irham, Etos Kerja dalam Perspektif Islam , Fakultas Ushuluddin IAIN
Ar-Raniry, Banda Aceh, 2012
Bagus Mohamad Ramadhan, Muhamad Nafik Hadi Ryandono, Etos Kerja Islami
pada Kinerja Bisnis
Pedagang Muslim Pasar Besar Kota Madiun, Bisnis-Universitas Airlangga - JESTT
Vol. 2 No. 4 ,2015
Erwin Jusuf Thaib, Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai Sumber Inspirasi Etos Kerja Islami, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN
Sultan Amai Gorontalo - Vol. 15, No. 1, 2014
Drs. Ahmad Djanan Asifudin, M.A. Etos Kerja Islami, Institut Agama Islam Negeri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003
Tasmara Toto, Membudayakan Etos Kerja Islami, Gema insani, 2002
Didi Sunardi, ETOS KERJA ISLAMI, Universitas Muhammadiyah, Jakarta, 2003

14

Anda mungkin juga menyukai