Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ETIKA AL GHAZALI

ETIKA BISNIS DALAM PANDANGAN AL-GHAZALI

Disusun Oleh

1. Adya Azharani
2. Erna Wati (212321060)
3. Rahayu Endah Lestari
4. Syuhud Munfadil
5. Itmamul Ahkam

PROGRAM STUDI MANAJEMEN dan EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA AL GHAZALI CILACAP
TAHUN 2022
Jl. Kemerdekaan Barat No.17, Gligir, Kesugihan Kidul, Kec. Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah 53274
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ETIKA AL GHAZALI TENTANG
BISNIS” guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika Al-Ghazali.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan sumbang saran dan keritik dari semua
pihak yang membaca makalah ini yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas
dukungannya sehingga terwujudnya makalah ini.

Cilacap, November 2022

Kelompok V
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Memperbincangkan etika merupakan suatu hal yang selalu menarik dan tidak
pernah berakhir, karena etika merupakan aturan yang sangat penting dalam tatanan
kehidupan manusia. Tanpa etika atau moralitas, manusia akan meninggalkan hati
nuraninya. Manusia tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
sebagai makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, manusia memiliki kedudukan
khusus di antara makhluk lain.
Etika berkaitan dengan norma-norma atau tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang
baik, dan segala kebiasaan yang dianut serta diwariskan dari satu orang ke orang yang
lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Jadi etik atau ethics berasal dari bahasa
Yunani: “ethos” yang berarti adat, kebiasan, perilaku atau karakter yang berlaku dalam
hubungannya dengan suatu kegiatan manusia.
Nilai-nilai etika seakan memudar atau menghilang dalam pengepungan modern
ini. Kecenderungan masyarakat untuk bergerak bebas tampaknya telah mengepung setiap
profesi. Ketika kita berbicara tentang masalah etika, hal pertama yang terlintas dalam
pikiran adalah norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa masalah etika merupakan masalah serius dalam menciptakan kehidupan yang
harmonis. Di bidang yang lebih luas, masalah etika juga menjadi sangat penting bagi
dunia bisnis. Perilaku setiap orang dalam dunia bisnis merupakan salah satu indikator
yang menentukan berhasil tidaknya suatu perjalanan bisnis. Semakin etis seseorang
dalam berbisnis, semakin otomatis mereka akan berhasil. Di sisi lain, jika pengusaha
menjalankan bisnisnya jauh dari nilai-nilai etika, mereka pasti akan menderita kegagalan
bisnis dalam waktu dekat.
Bisnis adalah sebuah kegiatan berorientasi pada profit yang memproduksi barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan ekonomis masyarakat. Bisnis
merupakan salah satu pilar penopang perkembangan ekonomi pada umumnya. Oleh
karena itu, banyak orang-orang yang berkecimpung di dunia bisnis.
Islam menawarkan konsep etika atau perilaku dalam bisnis sebagai pendorong
bangkitnya perputaran roda ekonomi Islam. Sehingga, dasar dari filosofi yang menjadi
suatu catatan yang penting bagi pembisnis dalam etika usah yang dijalankan dengan
konsep membangun hubungan manusia antara manusia, serta hubungan manusia dengan
tuhannya. Sehingga aspek-aspek perilaku ekonomi dalam etika bisnis yang perlu
dikembangkan meliputi tujuan hidup cara memandang dan menganalisis prinsip-prinsip
dan etika ekonomi dalam Islam.
Etika bisnis Islami merupakan suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal
yang benar dan yang salah yang selanjutnya tentu melakukan hal yang benar. Kualitas
moral kebijaksanaan organisasi, konsep umum dan standar untuk perilaku moral dalam
bisnis, berperilaku penuh tanggung jawab dan bermoral. Etika bisnis Islami merupakan
suatu kebiasaan atau budaya moral yang berkaitan dengan kegiatan bisnis suatu
perusahaan.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal
yang bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga
dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya, jika
orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan
totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan
kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam,
pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh
kegiatan kita di dunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih
keuntungan atau pahala akhirat (Ahmad Kholiq, 2011).
Menarik untuk dibahas adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan
etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi
catatan penting bagi bisnis Islam adalah, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia
adalah konsepi hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusia dengan
Tuhan. Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi
hubungan sesama manusia yang bersifat sempit, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi
dari ibadah secara total kepada sang pencipta. Oleh karena itu dari sedikit prakata di atas
penulis akan mencoba membahas tentang etika bisnis dalam pandangan al-Ghazali.
Menurut beliau, etika sangat penting untuk diikutsertakan dalam dunia bisnis. Beliau
seorang ulama besar yang sebagian orang mengenal dirinya sebagai seorang sufi padahal
pandangan-pandangannya tentang ekonomi sudah tidak diragukan lagi. Begitu banyak
karya beliau yang membahas etika bisnis, salah satunya adalah kitab yang sangat
fenomenal yaitu kitab Ihya Ulum al Diin, di dalam kitab itu banyak pemikiran beliau
mengenai ekonomi, khususnya etika bisnis.. Pemikiran Al-Ghazali telah diakui banyak
pihak, karena tidak hanya berlaku dan eksis pada zamannya.
tujuan penulisan ini supaya pembaca dapat memahami pemikiran dan solusi yang
ditawarkan al-Ghazali mengenai bisnis yang beretika yang sesuai dengan syariah.
Sedangkan di antara manfaatnya agar bisnis yang dijalankan sesuai dengan tuntunan
syariah sehingga hasil yang diperoleh dari bisnis menjadi rezeki yang halal yang baik dan
yang tidak melanggar hakhak orang banyak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Bagaimana etika bisnis menurut Al-Ghazali?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa maksud dari etika bisnis
2. Untuk menjelaskan etika bisnis menurut Al-Ghazali
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Bisnis
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos yang berarti sikap,
cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, watak kesusilaan. Ethos dalam bentuk
jamak yaitu ta-etha mempunyai arti adat kebiasaan. Dalam khazanah keilmuan islam
etika lebih dipahami sebagai akhlak. Akhlak berasal dari Bahasa Arab bentuk jamak
dari khulq yang artinya tabiat atau watak. Etika dalam Islam identik dengan ilmu akhlak,
yakni ilmu tentang keutamaan- keutamaan dan bagaimana cara mendapatkannya agar
manusia berhias dengannya, dan ilmu tentang hal yang hina bagaimana cara menjauhinya
agar manusia terbebas dari padanya. Etika di lain pihak, seringkali dianggap sama dengan
akhlak. Persamaannya memang ada, karena keduanya membahas masalah baik buruknya
tingkah laku manusia, akan tetapi akhlak lebih dekat dengan kelakuan atau budi pekerti
yang bersifat aplikatif, sedangkan etika lebih cenderung kepada landasan filosofinya,
yang membahas ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
Al-Ghazâlî sendiri mendefinisikan akhlak dengan “Ungkapan tentang kondisi
yang menetap di dalam jiwa, dimana semua perilaku bersumber darinya dengan penuh
kemudahan tanpa memerlukan proses berpikir dan merenung. Apabila kondisi jiwanya
menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang baik lagi terpuji, baik secara akal dan syariat,
maka kondisi itu disebut sebagai akhlak yang baik, dan apabila yang bersumber darinya
adalah perbuatanperbuatan yang jelek, maka kondisi itu disebut sebagai akhlak yang
buruk. Definisi di atas menunjukkan bahwa akhlak adalah keadaan dan jiwa yang
tertanam berupa keinginan kuat yang menghasilkan tindakan secara langsung dan
berulang-ulang tanpa pikir panjang. Keadaan jiwa terkadang merupakan kualitas alami,
didorong oleh sifat manusia untuk melakukan sesuatu tindakan atau tidak melakukan.
Tindakan yang terjadi adalah tanda dan bukti
keberadaan akhlak. Dapat disimpulkan bahwa etika merupakan suatu ilmu dari hasil
pemikiran kritis (filsafat) yang berisi tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-nilai (atau
seperangkat moral) mengenai baik buruknya perilaku manusia. Etika berperan
menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak diperkenanakan untuk dilakukan oleh
seorang individu sehingga etika merupakan suatu bidang ilmu yang bersifat normatif.

Bisnis berasal dari kata Bahasa Inggris yang artinya perusahaan urusan atau usaha
apabila dikaitkan dengan perusahaan, bisnis dapat dikatakan sebuah organisasi yang
merupakan segala sesuatu menyediakan barang atau jasa maksud tujuan untuk
mendapatkan keuntungan atau laba pada kegiatan ekonomi. Dalam artian luas bisnis
adalah suatu kegiatan individu atau kelompok untuk menghasilkan dan menjual
barang/jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Bisnis merupakan suatu aktivitas yang terus menerus dilakukan yang
dimulai dengan pengadaan barang atau jasa, proses produksi hingga distribusinya ke
tangan konsumen yang bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan serta kesejahteraan.
Bisnis merupakan suatu interaksi yang terjadi karena kebutuhan yang tidak dapat
dipenuhi oleh diri sedniri. Di dalam bisnis terjadi kegiatan jual beli, memproduksi,
distribusi yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan.
Etika bisnis merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dalam wilayah ekonomi.
Sasaran etika bisnis adalah perilaku pelaku bisnis dalam bidang ekonomi yang tujuannya
berusaha untuk melarang pelaku bisnis agar tidak melakukan sesuatu tidak boleh
dikerjakan. Etika bisnis mempengaruhi bagaimana pebisnis berperilaku kepada
konsumen, bagaimana pebisnis berperilaku terhadap perusahaan. Dapat disimpulkan etika
bisnis adalah akhlak baik yang sesuai dengan tuntutan syariat yang dihadirkan pada
kegiatan ekonomi/bisnis.
B. Etika Bisnis Menurut Al-Ghazali
Problematika bisnis yang terjadi saat ini adalah baik sebagai aktivitas maupun
entitas, yang telah ada dalam sistem dan strukturnya yang baku. Bisnis berjalan sebagai
proses yang telah menjadi kegiatan manusia sebagai individu atau masyarakat untuk
mencari keuntungan dan memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Etika telah
dipahami sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan karenanya terpisah dari bisnis,
dalam kenyataan itu, bisnis dan etika dipahami sebagai dua hal yang terpisah bahkan
tidak kaitan, jikapun ada hanya dianggap sebagai hubungan negatif, di mana praktek
bisnis merupakan kegiatan yang bertujuan mencapai laba sebesar-besarnya dalam situasi
persaingan bebas, sebaliknya etika bila diterapkan dalam dunia bisnis dianggap akan
mengganggu upaya mencapai tujuan bisnis, dengan demikian hubungan antara bisnis dan
etika telah melahirkan hal yang problematis (Arman el-Hakim, 2009). Dalam kehidupan
bisnis yang terjadi di masyarakat saat ini telah terjadi kesangsian-kesangsian terhadap ide
moral dari suatu ajaran agama, yang telah melahirkan mitos-mitos dalam hubungan bisnis
dan etika, seperti mitos bisnis amoral, mitos bisnis immoral, mitos bisnis pengejar
maksimalisasi keuntungan dan mitos bisnis sebagai permainan.
Al-Ghazali dalam pemikirannya seputar ekonomi-bisnis didasarkan pada
pendekatan tasawuf, karena pada masa hidupnya orang-orang kaya, para pejabat
pemerintahan yang berkuasa, sarat dengan pretise yang sulit menerima pendekatan fiqih
dan filosofis dalam mempercayai yaum al-hisab (hari pembalasan), yang beliau tuangkan
dalam karyanya yang terdapat dalam kitab Ihya ’Ulum al-Din.
Dalam ihya’ ’ulum al-din al-Ghazali (2000) berkata: ”Tidaklah pantas bagi
pedagang hanya memfokuskan pandangannya terhadap dunia saja, dengan melupakan
akhirat. Jika yang terjadi demikian, maka umurnya akan sia-sia. Sebaiknya bagi yang ber-
akal dianjurkan untuk memelihara dirinya dengan cara menjaga modalnya. Dan modal
manusia di dalam kehidupan ini adalah agama dan bisnis (perdagangan) yang ada
padanya”. Sebagaimana Allah Swt (QS. alQashas, 28:77) berfirman; ”Janganlah kamu
melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia”.
Untuk mencapai target maksimal dalam berbisnis, al-Ghazali membagi ada tujuh
hal etika yang perlu diperhatikan dalam menjalankan bisnis atau melakukan aktivitas
ekonomi (al-Ghazali, 2000).
Pertama, meluruskan niat, niat yang baik dan akidah yang suci merupakan
langkah pertama dalam berdagang. Berniatlah bahwa kita berdagang untuk menjauhkan
diri dari tindakan mengemis dan minta-minta kepada orang lain. Kita menetapkan niat
bahwa dengan berdagang, kita mendapatkan uang halal. Dengan berdagang, kita terjauh
dari tindakan mencari harta dengan cara haram, seperti mencuri dan berzina. Dengan
berdagang, kita bisa menegakkan agama dan membiayai keluarga. Jika niat ini tertanam,
ia merupakan satu saham yang kita inventasikan untuk akhirat. Adapun laba yang kita
dapatkan merupakan bonus kita di dunia. Kalaupun kita rugi di dunia, yakinlah kita
beruntung di akhirat.
Kedua, melaksanakan fardhu kifayah. Dalam berdagang atau bekerja, niatkanlah
bahwa kita sedang melaksanakan fardhu kifayah. Jika bidang industri dan bisnis kita
tinggalkan, kehidupan akan macet sehingga menimbulkan bencana bagi seluruh mahluk.
Untuk menata seluruh aspek kehidupan, dibutuhkan gotong royong antar individu. Setiap
orang menjalankan pekerjaannya secara konsisten. Jika semua orang bekerja pada satu
jenis pekerjaan, niscaya aspek yang lain akan terbengkalai dan menimbulkan bencana.
Oleh sebab itu, nabi saw berkata, ”perbedaan pendapat umatku adalah rahmat”. Yakni
berbeda dalam industri dan profesi. Selanjutnya al-Ghazali memberikan nasihat terutama
bagi pelaku bisnis dalam bidang industri dan perdagangan, terdapat bidang yang penting
dan bidang yang tidak begitu penting. Maka diharapkan industri yang penting lebih
diprioritaskan agar bisa mencukupi kebutuhan hidup masyarakat. Adapun bidang yang
tidak diperlukan yang hanya menambah kesenangan dan keindahan di dunia hendaklah
dijauhi. Yang dimaksud oleh al-Ghazali sesuatu yang tidak penting dan harap dijauhi
adalah membuat baju sutra untuk laki-laki, membuat cawan emas atau perak, dan cincin
emas untuk laki-laki. Semua itu adalah berdosa dan upah yang diterima adalah haram.
Dan kurang disukai hukumnya menjual kain kafan karena penjualan ini menunggu
manusia wafat (al-Ghazali, 2000).
Ketiga, memperhatikan pasar akhirat. Jangan sampai pasar dunia melalaikan pasar
akhirat, pasar akhirat adalah masjid. Oleh karena itu al-Ghazali berharap bahwa saat
menjalankan aktivitas di pasar, semata-mata hanya untuk menjalankan perintah Allah
swt. Jika di siang hari mendengar suara adzan maka segeralah meninggalkan semua
pekerjaan, sehingga saat itu tidak ada seorang pun yang ada dipasar kecuali anak-anak di
bawah umur.
Keempat, terus berdzikir selama berada di pasar. Tidak cukup dengan penjelasan
di atas, al-Ghazali menambahkan yang harus dilakukan bagi pelaku bisnis di pasar yang
sedang menjalankan transaksi, yaitu dengan terus-menerus berdzikir kepada Allah swt.
Demikianlah idealnya pedagang yang mengais rezeki untuk bisa hidup di dunia secara
cukup, bukan saja hanya mencari kemewahan hidup. Para pedagang yang menjadikan
dunia sekedar sarana akhirat tidak mungkin lupa akan laba di akhirat. Mereka menjadikan
pasar sebagai tempat untuk mengingat Allah swt. Nabi saw bersabda: ”Takutlah kamu
kepada Allah di mana saja kamu berada” (HR. Al-Turmudzi dari Abi Dzarr).
Kelima, jangan terlalu ambisius ketika berbisnis. Selanjutnya al-Ghazali
menyarankan agar tidak terlalu ambisi (rakus) meraih untung besar. Beliau
mencontohkan orang yang masuk pasar pertama dan pulang terakhir dan orang yang
berniaga memaksa diri mengarungi lautan demi perniagaannya. Kedua hal tersebut,
sepatutnya untuk tidak dilakukan. Al-Ghazali berkata: ”Hendaknya jangan terlalu ambisi
meraih untung besar (atau memaksakan diri). Misalnya, orang yang masuk pasar pertama
dan pulang terakhir dan orang yang berniaga memaksakan diri mengarungi lautan demi
perniagaannya”. Kedua hal tersebut, sepatutnya untuk tidak dilakukan. Al-Ghazali
memberikan solusi terbaik yaitu dengan menggunakan waktu dalam berdagang sesuai
dengan kebutuhan dan tidak memaksakan dirinya.
Keenam, menjauhkan segala yang meragukan (syubhat). Sebaiknya, batasan jual
beli tidak terbatas pada barang yang diharamkan, tetapi juga pada barang yang
meragukan. Dalam hal ini tidak hanya mendengarkan fatwa ulama saja, namun yang
terpenting juga adalah mendengarkan hati nuraninya sendiri. Jika mendapatkan sesuatu
yang kurang pada dirinya (apakah halal atau tidak), hendaknya meninggalkannya. Dan
manakala dihadiahkan kepadanya suatu barang yang meragukan, hendaklah ia meminta
penjelasan, sampai ia yakin akan kehalalannya, jika tidak, maka ia telah makan syubhat.
Ketujuh, senantiasa intropeksi dalam perdagangan. Sudah sewajarnya bagi
seorang pedagang selalu meneliti kembali dan mengawasi apa yang telah berlangsung
antara dia dan pada orang bertransaksi padanya. Oleh karenanya al-Ghazali menyarankan
untuk selalu berbuat ’ adl (keadilan), ihsan (kebaikan) dan syafaqah (Keprihatinan dan
kepedulian) dalam menjalankan aktivitas ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari kesimpulan di atas dapat di Tarik kesimpulan bahwa etika bisnis adalah
akhlak baik yang sesuai dengan tuntutan syariat di dalam suatu organisasi yang
menjual/menghasilkan barang dan atau jasa (bisnis). Etika bisnis menurut al-Ghazali
yaitu tidaklah pantas bagi pedagang (pebisnis) hanya memfokuskan pandangannya
terhadap dunia saja, dengan melupakan akhirat. Jika yang terjadi demikian, maka
umurnya akan sia-sia. Sebaliknya bagi yang ber-akal dianjurkan untuk memelihara
dirinya dengan cara menjaga modalnya. Dan modal manusia di dalam kehidupan ini
adalah agama dan bisnis (perdagangan) yang ada padanya. Al-Ghazali membagi etika
bisnis menjadi tujuh, yaitu; meluruskan niat dalam berbisnis, meniati untuk melakukan
fardhu kifayah, selain memperhatikan pasar dunia juga memperhatikan pasar akhirat,
ketika bertransaksi di pasar selalu mengingat Allah swt, tidak terlalu ambisi dalam
berbisnis, menjauhi dan meninggalkan bisnis yang shubhah apalagi yang haram, dan
senantiasa berhati-hati (introspeksi) dalam berbisnis jangan sampai merugikan orang lain.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai