ABSTRAK
Bahwa secara normatif, etika bisnis menurut hukum Islam memperlihatkan
adanya suatu struktur yang berdiri sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal itu
disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak (moral), struktur etika dalam agama Islam lebih
banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran baik pada tataran niat atau ide
hingga perilaku dan perangai. Nilai moral tersebut tercakup dalam empat sifat, yaitu
shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat menjaga
pengelolaan institusi-institusi ekonomi dan keuangan secara profesional dan menjaga
interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan permainan yang berlaku.
Dalam hukum Islam, etika bisnis tidak hanya dipandang dari aspek etika secara parsial,
tetapi dipandang secara keseluruhan yang memuat kaidah-kaidah yang berlaku umum
dalam agama Islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum Islam harus dibangun
dan
dilandasi
oleh
prinsip-prinsip
kesatuan
(unity),
keseimbangan/keadilan
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Konsep Etika Bisnis Islam....................................................................................3
2.1.1 Konsep Etika Bisnis Secara Umum...............................................................3
2.1.2 Konsep Etika Bisnis dalam Islam..................................................................4
2.2. Konsep Hukum Islam...........................................................................................9
2.3 Bisnis yang Sesuai dengan Hukum Islam..........................................................11
2.4 Relevansi Etika Bisnis Islam dengan Hukum Islam.........................................14
BAB III SIMPULAN......................................................................................................16
3.1 Simpulan...............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dengan kemajuan jaman yang semakin pesat, sistem perekonomianpun menunjukan
eksistensinya dalam dunia persaingan yang sangat ketat, pelaku ekonomi melakukan
berbagai inovasi dalam rangka memperbaharui sistem perekonomian, jauh dari sekarang
islam pernah mendapatkan kejayaan pada masa rosulullah dalam sistem perekonomian
perdagangan, dengan julukan al-amin rosulullah membawa islam bukan hanya di daerah
arab akan tetapi dalam pangsa pasar internasional, karena pada waktu itu rosulullah
mengedepankan etika bisnis yang bersesuaian dengan hukum islam.
Keberadaan etika mampu memberikan konstibusi dalam berbisnis, menjadikan
sesuatu yang lebih menarik dan memiliki nilai tersendiri, bisnis merupakan salah satu
bagian dari bermuamalah, dalam islam diatur sebagai mana tata cara bermuamalah yang
baik, yaitu yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain, bukan untuk memberikan
kerugiaan bagi orang lain. Setiap tingkah laku yang kita lakukan dapat menjadi timbal
balik apa yang akan kita dapatkan. Karena seorang muslim yakin bahwa setiap tindakan
pasti Allah selalu mengawasinya, dengan sikap inilah semoga kita mampu melakukan
bisnis yang sesuai dengan syariat agama.
Dalam kehidupan realiti, bisnis baik sebagai aktivitas maupun sebagai entitas, telah
ada dalam sistem dan strukturnya yang baku. Bisnis berjalan sebagai proses yang
telah menjadi kegiatan manusia sebagai individu atau masyarakat untuk mencari
keuntungan dan memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Sementara itu, etika
telah dipahami sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan karenanya terpisah dari
bisnis. Etika adalah ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar
atau yang salah, yang baik atau buruk, yang bermanfaat atau tidak. Dalam kenyataan itu
bisnis dan etika dipahami sebagai dua hal yang terpisah bahkan tidak ada kaitannya.
Jika pun ada malah dipandang sebagai hubungan negatif dimana, praktek bisnis
merupakan kegiatan yang bertujuan mencapai laba sebesar-besarnya dalam situasi
persaingan bebas. Sebaliknya etika bila diterapkan dalam dunia bisnis dianggap dapat
mengganggu upaya mencapai tujuan bisnis. Dengan demikian hubunan antara bisnis
dan etika telah melahirkan hal yang problematis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Etika Bisnis Islam
2.1.1 Konsep Etika Bisnis Secara Umum
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan etika bisnis secara umum, maka
kita perlu membandingkan dengan moral. Baik etika dan moral sering dipakai secara
dapat dipertukarkan dengan pengertian yang sering disamakan bagitu saja. Ini
sesungguhnya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja
mempunyai pengertian yang sama sekali berbeda dengan moral. Sehubungan dengan
itu, secara teoritis dapat dibedakan dalam dua pengertian, walaupun dalam penggunaan
praktis sering tidak mudah dibedakan. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos,
yang dalam bentuk jamaknya (ta etha), berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam
pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika
berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan
segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau
dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku
berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. Yang menarik dalam hal ini,
adalah bahwa pengertian etika justru persis sama dengan pengertian moral yang berasal
dari kata Latin mos, bentuk jamaknya mores, berarti adat istiadat atau
kebiasaan.
Jadi, dalam pengertian pertama ini, yaitu secara harfiah, etika dan moral, samasama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia
yang telah diinstruksionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian
terwujud dalam pola perilaku yang terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana
layaknya sebuah kebiasaan. Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang
sekaligus berbeda dengan moral. Etika dalam pengertian ini dimengerti sebagai filsafat
moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh
moral dan etika dalam pengertian pertama di atas. Dengan demikian, etika dalam
pengertian pertama, sebagaimana halnya moral, berisikan nilai dan norma-norma
konkrit yang menjadi pedoman dan pegangan hidup
kehidupannya.
aktivitas
produksi
dan
penjualan
barang-barang
dan
jasa-jasa
yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.Adapun dalam Islam bisnis
dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak
dibatasi jumlahnya, kepemilikan hartanya (barang/ jasa) termasuk profitnya, namun di
batasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan
haram ).
Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem
transaksi bisnis, yang dijalankan seseorang.Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan
etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah nilai spiritual, humanisme, kejujuran,
keseimbangan, dan semangatnya untuk memuaskan mitra bisnisnya.Nilai-nilai di atas
telah melandasi tingkah laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian
sebagai .Manajer profesional. Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilainilai tauhid yang diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar berikut ini
sebagai dasar transaksi ekonominya.
1. Tauhid
Sistem etika Islam, yang meliputi kehidupan manusia di bumi secara
keseluruhan, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya
berhubungan dengan Tuhan. Umat manusia tak lain adalah wadah kebenaran, dan harus
memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua manifestasi duniawi, firman Allah
swt :
Tuhanmu
menjadi
saksi
atas
segala
Artinya : Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah)
nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu.Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah.dia Telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.. (QS : Yusuf: 40)
Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep tauhid merupakan dimensi vertikal
Islam. Tauhid memadukan di sepanjang garis vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan
agama dari kehidupan manusia menjadi suatu kebulatan yang homogen dan
konsisten.Tauhid rububiyyah merupakan keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini
adalah memiliki dan dikuasai oleh Allah SWT. Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan
darinya dalam menjalankan kehidupan.Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam
kegiatan ekonomi, bahwa setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik
Allah swt. Pelaku ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola
(istikhlaf), dan oleh karenanya seluruh aset dan transaksi harus dikelola sesuai dengan
ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad saw,
Dalam meninggalkan praktik riba , transaksi fiktif (gharar), perjudian dan spekulasi
(Maysir) dan komoditi haram adalah wujud dari keyakinan tauhid ini.
2. Keseimbangan (Adil)
Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai
keharmonisan alam.
Artinya : Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang.Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang?Kemudian pandanglah sekali lagi
niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan
sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (QS Al
Mulk: 3-4)
Seimbangan atau keharmonisan sosial,merupakansuatu sifat dinamis yang
mengerahkan kekuatan hebat menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga
harus terwujud dalam kehidupan ekonomi.Sungguh, dalam segala jenis bisnis yang
dijalaninya, Nabi Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai standard utama.
Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui prinsip akad yang
saling setuju. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharobah
(100% project financing) atau kontrak musyarakah (equity participation), karena sistem
Profit and lost sharing system
3. Kehendak Bebas
Salah satu kontribusi Islam yang paling original dalam filsafat sosial adalah
konsep mengenai manusia bebas.Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam
batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan
Tuhan meliputi segala kegiatan manusia selama ia tinggal di bumi, tetap kebebasan
manusia juga diberikan oleh Tuhan.Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi
Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah halal,
seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang
diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi dan ekspansi seluas sebesar-besarnya,
bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama.Dalam
kaitan ini, kita memperoleh pelajaran yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw,
termasuk skema kerja sama bisnis yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar
praktek ribawi yang dianut masyarakat masa itu.Model-model usaha tersebut antara
lain, mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lainlain.
4. Bertanggung Jawab
Nabi Muhammad SAW mewariskan pula pilar tanggung jawab dalam kerangka
dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban
manusia, setelah menetukan daya pilih antara yang baik dan buruk, harus menjalani
konsekuensi logisnya:
Artinya : Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS
AI-Muddatstsir:38).
Karena
keuniversalan
sifat
al-adl,
maka
setiap
individu
harus
Artinya : Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orangorang yang zalim saja di antaramu(QS Al-Anfal :25).
Wujud dari etika ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan
bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap
klausul kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli,
pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di samping
itu, beliaupun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap
10
11
Mengenai etika bisnis dalam Islam, Sudarsono dalam bukunya yang berjudul
Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, mengatakan bahwa, etika Islam adalah doktrin
etis yang berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW., yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur dan sifatsifat yang terpuji (mahmudah). Dalam agama Islam, etika ataupun perilaku serta tindak
tanduk dari manusia telah diatur sedemikian rupa sehingga jelas mana perbuatan atau
tindakan yang dikatakan dengan perbuatan atau tindakan asusila dan mana tindakan atau
perbuatan yang disebut bermoral atau sesuai dengan arturan agama. Berkaitan dengan
nilai-nilai lihur yang tercakup dalam Etika Islam dalam kaitannya dengan sifat yang
baik dari perbuatan atau perlakuan yang patut dan dianjurkan untuk dilakukan sebagai
sifat terpuji, lebih jauh Sudarsono menyebutkan, antara lain :
Berlaku jujur (Al Amanah), berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul
Waalidaini), memelihara kesucian diri (Al Iffah), kasih sayang (Ar Rahman dan
Al Barry), berlaku hemat (Al Iqtishad), menerima apa adanya dan sederhana
(Qonaah dan Zuhud), perikelakuan baik (Ihsan), kebenaran (Shiddiq), pemaaf
(Afu), keadilan (Adl), keberanian (Syajaah), malu (Haya), kesabaran (Shabr),
berterima kasih (Syukur), penyantun (Hindun), rasa sepenanggungan (Muwastt),
kuat (Quwwah)
Dalam etika Islam, ukuran kebaikan dan ketidakbaikan bersifat mutlak, yang
berpedoman kepada Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Dipandang dari segi
ajaran yang mendasar, etika Islam tergolong Etika Theologis. Menurut Hamzah Yaqub,
bahwa yang menjadi ukuran etika theologis adalah baik buruknya perbuatan manusia
didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang
baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan yang buruk, yang
sudah dijelaskan dalam kitab suci. Etika Islam mengajarkan manusia untuk menjalain
kerjasama, tolong menolong, dan menjauhkan sikap iri, dengki dan dendam.
Mempelajari etika ekonomi menurut Al-Quran adalah bahagian normatif dari
ilmu ekonomi, bahagian ilmu positifnya akan lahir apabila telah dilakukan
penyelidikanpenyelidikan empiris mengenai yang sesungguhnya terjadi, sesuai atau
tidak sesuai dengan garis Islam. Ekonomi merupakan bagian dari kehiupan. Namun, ia
bukan pondasi bangunannya dan bukan tujuan risalah Islam. Ekonomi juga bukan
lambang peradaban suatu umat. Ekonomi Islam adalah bertitik tolak dari Tuhan dan
memiliki tujuan akhir pada Tuhan. Tujuan ekonomi ini membantu manusia untuk
12
menyembah Tuhannya yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar serta mengamankan mereka dari ketakutan. Juga untuk menyelamatkan manusia
dari kemiskinan yang bisa mengkafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa.
Juga untuk merendahkan suara orang zalim di atas suara orang-orang beriman. Manusia
muslim, individu mauun kelompok dalam lapangan ekonomi atau bisnis, di satu sisi
diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Namun di sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika (moral) sehingga ia tidak
bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Ia
harus melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip nilai-nilai kejujuran,
keadilan, dan kebenaran, serta kemanfaatan bagi usahanya. Di samping itu, ia harus
mepedomani norma-norma, kaidahkaidah yang berlaku dan terdapat dalam sistem
hukum Islam secara umum.
13
pihak
termasuk
ahli
ekonomi
merupakan
hal
yang
problematik.
Problematikanya terletak pada kesangsian apakah moral atau akhlak mempunyai tempat
dalam kegiatan bisnis dan ekonomi pada umumnya. Dari kalangan yang menyangsikan
kemudian muncul istilah mitos bisnis amoral. Menurut Ricard T. De George dalam
Business Ethic, mitos bisnis amoral berkeyakinan bahwa perilaku tidak bisa
dibarengkan dengan aspek moral. Antara bisnis dan moral tidak ada kaitan apa-apa dan
karena itu, merupakan kekeliruan jika aktivitas bisnis dinilai dengan menggunakan tolak
ukur moralitas.
Selain itu, dalam realitas bisnis kekinian terdapat kecenderungan bisnis yang
mengabaikan etika. Persaingan dalam dunia bisnis adalah persaingan kekuatan modal.
14
Pelaku bisnis dengan modal besar berusaha memperbesar jangkauan bisnisnya, sehingga
para pengusaha kecil (pemoda kecil) semakin terseret. Demikian juga praktek Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme (KKN) telah memainkan peranan penting dalam proses
tersebut. Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia, pada kenyataannya tidak
bisa dilepaskan dari proses kegiatan perekonomian yang demikian, yakni menipisnya
nilai-nilai moral dalam aktivitasnya.
Dari realitas inilah yang melahirkan anggapan bahwa bisnis adalah dunia
hitam. Sementara itu, pemikiran etika bisnis dalam Islam muncul ke permukaan,
dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan
aturam-aturan ajaran (doktrin) dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam
kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Islam
merupakan agama yang memberikan cara hidup terpadu mengenai aturan-aturan aspek
sosial, budaya, ekonomi, sipil dan politik. Ia juga merupakan suatu sistem untuk seluruh
aspek kehidupan, termasuk sistem spiritual maupun sistem perilaku ekonomi dan
politik. Namun, dalam perkembangannya etika bisnis Islam tidak sedikit dipahami
sebagai representasi dan pengejewantahan dari aspek hukum. Misalnya, keharaman jual
beli (gharar), menimbun, mengurangi timbangan, dan lain-lain.
Pada tataran ini, etika bisnis Islam, tidak jauh berbeda dengan pengejawantahan
hukum dalam fiqih muamalah. Dengan kondisi demikian, maka pengembangan etika
bisnis Islam yang mengedepankan etika sebagai landasan filosofisnya merupakan
agenda yang signifikan untuk dikembangkan. Menurut Quraish Shihab, dalam
Muhammad Fauroni R Lukman, secara normatif, AlQuran relatif lebih banyak
memberikan prinsip-prinsip mengenai bisnis yang bertumpu pada kerangka penanganan
bisnis sebagai pelaku ekonomi dengan tanpa membedakan kelas. Dalam mengajak dan
mengamalkan tuntutan-tuntutannya, Al-Quran seringkali menggunakan istilah-istilah
yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual beli, sewa menyewa, utang-piutang, dan
lain sebagainya. Al-Quan merupakan wahyu yang diturunkan dengan berbagai tujuan.
Di antara tujuan tersebut adalah untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,
kebodohan, penyakit dan penderitaan hidup lainnya, serta pemerasan manusia atas
manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, hukum dan agama. Selain tiu, Al-Quran
juga merupakan sumber ajaran agama Islam yang menyangkut semua dimensi
kehidupan manusia. Dengan tujuan dan eksistensinya, Al-Quran merupakan sumber
15
16
Artinya : apakah mereka yang membagi-bagi rahmat tuhanmu? Kamilah yang akan
menentukan antara mereka penghidupan dalam kehidupan dunia, dan kami
telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat bekerja untuk sebagian yang lain.
Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari pada apa yang mereka
kumpulkan.(QS.43: 32)
Dan untuk itu islam mewajibkan setiap orang untuk menggunakan sebagian dari
hak miliknya untuk kepentingan baik perseorangan, agama,dan masyarakat. Dalam hal
ini islam telah memberikan garis-garis pokok berupa ajaran dan ketentuan yang wajib
dipenuhi dan dilaksanakan oleh setiap orang terhadap harta yang telah menjadi
miliknya, agar harta tersebut bermanfaat sesuai dengan kedudukannya dan fungsinya,
yaitu tidak saja bermanfaat bagi diri nya tetapi juga bagi masyarakat. Ini semua
dikarenakan cara usaha untuk memperoleh harta dan penggunaanya adalah juga
merupakan amanat Allah.
Ketentuan khusus tentang bentuk pelanggaran yang dilarang dalam memperoleh
harta dengan jalan usaha, yaitu : merampas harta benda orang lain (QS. 5:33), mencuri,
menipu( QS, 5: 38), melakukan penggelapan(QS, 4: 58), menyuap dan disuap (QS 2 :
188), berjudi (QS, 2:215) dan memakan riba (QS, 2: 275-279; 3 :130).
Di dalam berbinis kejujuran adalah satu nilai etika mendasar dalam islam, islam
adalah nama lain dari kebenaran (QS, 3: 95). Allah berbicara benar dan memerintahkan
semua muslin untuk jujur dalam segala urusan dan perkataan (QS, 33: 70).Islam dengan
tegas melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun.Nilai kebenaran ini
memberikan pengaruh pada pihak-pihak yang melakukan bisnis untuk tidak berdusta,
menipu dan melakukan pemalsuan.
17
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan (rezeki) dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya
ekonomi secara efektif dan efisien. Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlahnya,
kepemilikan hartanya (barang/ jasa) termasuk profitnya, namun di batasi dalam cara
memperolehnya dan pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan haram ).
Empat pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya yang dilakukan oleh
rosulullah SAW.yaitu tauhid,keseimbangan (adil), Kehendak Bebas, bertanggung jawab.
Menurut Prof. Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang
dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf
yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam .
Pada prinsipnya islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang
untuk memperoleh harta, demikian pula islam tidak membatasi kadar banyak sedikit
hasil yang dicapai oleh usaha seseorang.
18
DAFTAR PUSTAKA
Basu Swasta, Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan
Modern), Yogyakarta : Liberty, 1988, hal 33.
Gemala dewi,S.H.,LL.M., Asfek-asfek hokum dalam perbankan dan perasuransian di
Indonesia, (Jakarta : kencana, 2007), hal.1-3
Muhammad, Faurori R. Lukman, Visi Al-Quran Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta :
Diniyah, 2002, hal. 1. 3
Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Jakarta : Bina Aksara, 1989, hal. 41.
Syafri harahap, sofyan. Akuntasi keuangan islam. (Jakarta: bumi aksara, 1997), hal. 228
Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtisadil Islam (Norma dan Etika
Ekonbomi Islam), (Jakarta:Gema Insani Press 1995), hal. 44.