Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ORGANISASI BISNIS DALAM ISLAM

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ETIKA BISNIS ISLAM


DOSEN PENGAMPU : DEDI WAHYUDI, M.E.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
RIKA APRILIYA (21010387)
MUTIYA (21020123)

PROGRAM SARJANA EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (STEBI)
TANGGAMUS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat,
karunia, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Organisasi Bisnis Dalam Islam dengan baik dan tepat waktu meskipun banyak
kekurangan di dalamnya.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dedi Wahyudi,


M.E. selaku Dosen mata kuliah Etika Bisnis Islam yang telah memberikan tugas
ini. Berkat tugas yang diberikan, dapat menambah wawasan kami berkaitan
dengan topik yang diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan bagi pembaca mengenai Organisasi Bisnis Dalam
Islam. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Kota Agung, 10 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Definisi Organisasi Bisnis Islam .................................................................. 3
B. Tipe dan Bentuk Organisasi Bisnis dalam Islam .......................................... 3
C. Organisasi Bisnis dengan Prinsip Musyarakah ............................................. 4
D. Organisasi Bisnis dengan Prinsip Mudharabah .......................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 24
A. Kesimpulan ............................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah organisasi saat ini sudah sangat familiar di kalangan masyarakat.


Apalagi dengan istilah bisnis. Namun jika dua kata tersebut dipadankan menjadi
organisasi bisnis, tentu tidak semua memahami dan familiar dengan istilah ini.

Sebagai agama yang komprehensif, Islam tentu memiliki pandangan terhadap


keberadaan organisasi bisnis ini. Sejatinya organisasi yang ideal adalah sebuah
organisasi bisnis yang memiliki Moral Actor view yaitu organisasi, perusahaan,
bahkan negara dianggap factor moral yang harus bertanggung jawab moral secara
entitas. Maksudnya, perusahaan dianggap seperti orang, manusia, atau sebagai
penduduk yang baik.

Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan


kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan
dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun
tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu
usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai
resiko untuk gagal.

Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu


prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam
perekonomian Islam.

Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah profit
and loss sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang direkomendasikan
dalam Islam karena bebas dari sistem riba. Oleh karena itu, penulis berusaha
mendiskripsikan mengenai musyarakah dan mudharabah dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Organisasi Bisnis Islam?


2. Bagaimana Tipe dan Bentuk Organisasi Bisnis dalam Islam?
3. Bagaimana Organisasi Bisnis dengan Prinsip Musyarakah?
4. Bagaimana Organisasi Bisnis dengan Prinsip Mudharabah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Definisi Organisasi Bisnis Islam


2. Untuk mengetahui Tipe dan Bentuk Organisasi Bisnis dalam Islam
3. Untuk mengetahui Organisasi Bisnis dengan Prinsip Musyarakah
4. Untuk mengetahui Organisasi Bisnis dengan Prinsip Mudharabah

D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai bahan untuk menambah khasanah keilmuan, pengetahuan, dan


wawasan tentang Organisasi Bisnis dalam Islam
2. Sebagai bahan referensi dari sumber-sumber yang telah ada sebelumnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Organisasi Bisnis Islam

Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terpisah mendefinisikan organisasi


sebagai “kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian
(orang, dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya, untuk tujuan
tertentu”, atau “kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama.’

Sementara bisnis didefinisikan sebagai “usaha komersial di dunia perdagangan;


bidang usaha; atau disebut juga usaha dagang”. Secara umum bisnis dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif
dan efisien.

Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis
dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan
hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan
dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).

B. Tipe dan Bentuk Organisasi Bisnis dalam Islam

1. Kepemilikan Tunggal (Sole Propritorship)

Kepemilikan tunggal sebagai bentuk yang sangat sederhana dalam


organisasi bisnis dan hampir ada disetiap ekonomi non-sosialis dan jenis ini
sekaligus sebagai bentuk paling tua dalam menjalankan bisnis. Bentuk lain
organisasi bisnis berkembang kemudian dengan kebutuhan dan kompleksitas
kehidupan ekonomi dan sosial.

Seperti dalam sistem ekonomi kapitalis, ekonomi islam mengizinkan


perusahaan swasta oleh individu dan tidak mengikatnya dalam cara lain kecuali

3
bisnis dijalankan dalam ikatan syariah Islam. Organisasi tersebut harus mampu
mendaptkan modal, menggaji tenaga kerja, dan faktor lain pada produksi,
utamanya dalam menghadapi resiko kerugian apapun yang mungkin terjadi.

2. Kerja Sama

Hubungan antara dua atau lebih orang dalam mendistribusikan


keuntungan dan kerugian sebuah bisnis berjalan dengan seluruh atau salah satu
dari mereka menanggungnya. Bentuknya terdiri dari :

a. Musyarakah
b. Mudharabah
c. Perusahaan

C. Organisasi Bisnis dengan Prinsip Musyarakah

1. Pengertian Al-Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama dan bagi hasil antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dengan cara masing-masing pihak memberikan
kontribusi atau menggabungkan modal, dana atau mal dengan kesepakatan
bahwa hak-hak, kewajiban, risiko dan keuntungan ditanggung secara bersama
dengan nisbah (bagi hasil) ditentukan sesuai jumlah modal dan peran masing-
masing.

Musyarakah disebut juga dengan istilah sharikah atau syirkah. Secara


bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-ikhtilath
(percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-
masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau perserikatan usaha.
Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 8 Tahun 2000, pengertian al-syirkah adalah
pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan dana bahwa keuntungan dan risiko akan di tanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.

4
Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam pasal 1 angka 13
disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu produk pembiayaan pada
perbankan syariah. Musyarakah adalah suatu transaksi dua orang atau lebih,
transaksi ini meliputi pengumpulan dana dan penggunaan modal. Keuntungan
dan kerugian di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun
demikian modal tidak selalu berbentuk uang tetapi dapat berbentuk lain.

Berikut definisi dan pengertian musyarakah dari beberapa sumber buku:


a. Menurut Antonio (2001), musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
b. Menurut Ascarya (2013), musyarakah adalah akad bagi hasil ketika dua
atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra
usaha membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra
usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan,
tetapi itu tidak merupakan keharusan.
c. Menurut Ridwan (2007), musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberi kontribusi dana atau mal, dengan kesepakatan bahwa risiko dan
keuntungan akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
d. Menurut Sutedi (2009), musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha,
dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka
untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang
sama.
e. Menurut Saeed (2003), musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi di
antara para pemilik dana untuk menggabungkan modal, melalui usaha
bersama dan pengelolaan bersama dalam suatu hubungan kemitraan. Bagi
hasil ditentukan sesuai dengan kesepakatan (biasanya ditentukan
berdasarkan jumlah modal yang diberikan dan peran serta masing-masing
pihak).

5
f. Menurut Naf'an (2014), musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi
di antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan
modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan,
dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

2. Dasar Hukum Musyarakah

Musyarakah merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Alqur'an, sunnah,


dan ijma ulama. Musyarakah dalam Alqur'an disebutkan dalam surat Shaad ayat
24, yaitu:

ً ِ‫ن َكث‬
َّ‫يرا َو ِإن‬ َ َ‫ض ُه َّْم لَيَ ْب ِغى ْٱل ُخل‬
ََّ ‫طا ٓ َِّء ِم‬ ُ ‫علَىَّ بَ ْع‬
َ ‫ضإِل‬ ََّ ‫ع ِملُواَّ َءَّا َمنُواَّ اٱلذ‬
ٍ ‫ِين َّّبَ ْع‬ َ ‫ت َو‬ ََّ ‫ما َوقَ ِليلَّ ٱلص ِل‬
َِّ ‫ح‬
َّ‫ُه ْم‬
Artinya: "Dari sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh; dan amat sedikitlah mereka
ini" (Q.S Shaad:24).

Musyarakah dalam Al-Hadist seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari
Abu Hurairah, yaitu:

Artinya: "Nabi SAW bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku adalah
yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya
tidak mengkhianati temanya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila
salah seorang menghianatinya".

Maksud yang terkandung dari hadis di atas adalah Allah SWT akan
menjaga, memelihara dan menolong pihak-pihak yang melakukan kerja sama
serta menurunkan berkah atas kerja sama yang dijalankannya. Apa saja yang
mereka lakukan harus sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati agar tidak
terjadi persengketaan di antara masing-masing pihak.

Musyarakah menurut ijma ulama disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam


kitabnya Al-Mughni, disebutkan "kaum mulismin telah berkonsensus terhadap

6
legitimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat
dalam beberapa elemen darinya".

3. Jenis-Jenis Musyarakah

a. Syirkah Al-Milk
Syirkah al-Milk atau Al-Amlak adalah kepemilikan bersama antara pihak
yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat dua orang atau lebih
secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas sesuatu kekayaan
tanpa adanya perjanjian kemitraan secara resmi. Syirkah al-Milk biasanya
berasal dari warisan. Pendapatan atas barang warisan ini akan dibagi hingga
porsi hak atas warisan itu sampai dengan barang warisan itu dijual. Misalnya
tanah warisan, sebelum tanah ini dijual maka bila tanah ini menghasilkan,
maka hasil bumi tersebut dibagi kepada ahli waris sesuai dengan porsi
masing-masing. Syirkah al-Milk muncul bukan karena adanya kontrak, tetapi
karena suka rela dan terpaksa.

Syirkah Al-Milk dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah ikthtiar dan
syirkah jabar. Syirkah ikhtiar adalah syirkah yang lahir atas kehendak dua
pihak yang bersekutu, contohnya dua orang yang membeli suatu barang.
Sedangkan syirkah jabar adalah persekutuan yang terjadi di antara dua orang
atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang mendapatkan
sebuah warisan, sehingga barang yang menjadi warisan tersebut menjadi hak
milik kedua orang yang bersangkutan.

b. Syirkah Al-Uqud
Syirkah Al-Uqud adalah akad kerja sama antar dua orang atau lebih
dalam mengelola harta dan resiko, baik keuntungan maupun kerugian
ditanggung bersama. Syirkah al-Uqud merupakan contractual partnership
yang dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya karena pada

7
pihak yang bersangkutan secara sukarela yang berkeinginan untuk membuat
suatu perjanjian investasi bersama dan berbagai untung dan risiko.

Syirkah Al-Uqud dibagi menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut:

1) Syirkah Mufawwadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang


atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-
Musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja,
tanggung jawab, dan beban utang dibagi masing-masing pihak.

2) Syirkah Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap
pihak memberikan suatu porsi dar keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi
masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil,
tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.

3) Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual
barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan
kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh
tiap mitra.

4) Syirkah A’mal adalah adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan
dari pekerjaan itu. Misalnya kerja sama dua orang arsitek untuk
menggarap sebuah proyek atau kerja sama, dua orang penjahit untuk
menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini
kadang disebut dengan syirkah abdan atau sanaa'i.

8
5) Syirkah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara pemilik
modal dan seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan
perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan kesepakatan
bersama. Syirkah Mudharabah merupakan kerja sama usaha antara
dua pihak atau lebih yang mana satu pihak sebagai shahibul maal yang
menyediakan dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak
menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha yang
dijalankan, disebut mudharib.

4. Rukun, Syarat dan Prinsip Musyarakah

Menurut Naf'an (2014), rukun musyarakah adalah sebagai berikut:

a. Ijab-qabul (sighat). Adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak


yang bertransaksi.
b. Dua pihak yang berakad ('aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta.
c. Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup
modal atau pekerjaan.
d. Nisbah bagi hasil.

Menurut Anshori (2010), syarat-syarat musyarakah adalah sebagai berikut:

a. Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan
secara verbal/tertulis, kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan.
b. Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan perwalian.
c. Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari
aset perdagangan, hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten dan
sebagainya).
d. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan
tidak diperbolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan
tidak ikut sertanya mitra lainnya. Namun porsi melaksanakan pekerjaan
tidak perlu harus sama, demikian pula dengan bagian keuntungan yang
diterima.

9
Menurut Perwatatmadja (1996), pembiayaan musyarakah mempunyai prinsip-
prinsip sendiri yang membedakan dengan pembiayaan lainnya, yaitu sebagai
berikut:

a. Proyek atau kegiatan usaha yang akan dikerjakan fleksibel dan tidak
bertentangan dengan syariah.
b. Pihak-pihak yang turut dalam kerja sama memasukkan dana musyarakah
dengan ketentuan; dapat berupa uang tunai atau aset yang likuid, Dana
yang terhimpun bukan lagi milik perorangan, tetapi menjadi milik usaha.

5. Ketentuan Pembiayaan Musyarakah

Ketentuan pembiayaan musyarakah diatur di dalam fatwa DSN-MUI Nomor 08


Tahun 2000, yaitu sebagai berikut:

a. Akad
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:

1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan


kontrak (akad).
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

b. Pihak-pihak
Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan
hal-hal berikut:
1) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.

10
4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
5) Seseorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

c. Modal

Modal yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang lainnya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-
barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus
terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali
atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan.
d. Kerja

Pelaksanaan kerja dan hubungannya dengan mitra usaha dilakukan dengan


Syarat berikut :

1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan


musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari
yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi
dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi
kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

11
e. Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan yang diperoleh dan kerugian yang timbul memiliki ketentuan
sebagai berikut:

1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan


perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
4) Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal.

f. Biaya operasional dan persengketaan

Ketentuan mengenai biaya operasional yang digunakan dan penyelesaian


sengketa adalah sebagai berikut:

1) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

2) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.

D. Organisasi Bisnis dengan Prinsip Mudharabah

1. Pengertian Mudharabah

Mudharabah adalah bentuk akad, perjanjian atau kontrak antara dua


pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama menjalankan suatu usaha untuk

12
memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pemilik modal dapat disebut shahibul
maal, rabbul maal, atau propretior. Pengelola modal disebut mundharib. Modal
yang digulirkan disebut ra'sul maal. Kerja sama yang dilakukan berdasarkan
pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua
menjalankan usaha. Pendapatan atau keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang
telah disepakati di awal akad menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit
and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing).

Istilah mudharabah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu darb,
yang memiliki arti memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung,
menghindar berubah, mencampur, berjalan, dan lain sebagainya. Secara
terminologi mudharabah adalah bentuk kontrak (perjanjian) antara pemilik
modal (shahibul maal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan aktivitas
yang produktif di mana keuntungan dibagi kedua belah pihak antara pemilik
modal dan pengelola dana. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik
modal, jika kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal (shahibul maal)
tidak boleh intervensi kepada pengelola dana (mudharib) dalam menjalankan
usahanya (Mardani, 2012).

Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000, definisi


mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah
kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha yang produktif. Dalam
pembiayaan ini posisi lembaga keuangan sebagai pemilik dana dan membiayai
100% atas usaha pengelola, sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006, pengertian
mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada
pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi
pendapatan (net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.

Berikut definisi dan pengertian mudharabah dari beberapa sumber buku:


a. Menurut Ismail (2015), mudharabah adalah akad perjanjian antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama usaha. Satu sebagai penyedia

13
modal sebesar 100% yang disebut sebagai Shahibul Maal dan pihak
lainnya sebagai pengelola usaha yang disebut sebagai Mudharib.
b. Menurut Naf'an (2014), mudharabah adalah akad antar pihak pemilik
modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh
pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi
berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
c. Menurut Umam (2016), mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik
dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan
kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi
untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan
(revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya.
d. Menurut Karim (2006), mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua
pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan
mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua,
yakni si pelaku usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan uang.
e. Menurut Dahlan (2012), mudharabah adalah bentuk kontrak kerja sama
yang didasarkan pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik
modal dan yang kedua menjalankan usaha. Modal disini berupa uang dan
tidak boleh berbentuk barang. Pemilik modal dapat disebut shahibul maal,
rabbul maal, atau propretior. Pengelola modal disebut mundharib. Modal
yang digulirkan disebut ra'sul maal.

2. Landasan Hukum Mudharabah

Landasan hukum syariah yang membahas mengenai mudharabah lebih


merujuk kepada anjuran untuk melakukan kegiatan usaha. Landasan hukum
mudharabah terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadist maupun Ijma Ulama, yaitu
sebagai berikut:

a. Al-Quran

Surat Al-Muzzammil ayat 20, yaitu:

14
Artinya: "Dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT".(Q.S Al-Muzzammil : 20)

Surat Al-Jumu'ah ayat 10, yaitu:

Artinya: "Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di


muka bumi dan carilah karunia Allah SWT". (Q.S Al-Jumu'ah : 10)

b. Al-Hadits
HR Ibnu Majah No.2280 dalam kitab At-Tijarah
“Dari Shalih bin Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk dijual".

c. Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus
terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Qiyas
merupakan dalil lain yang membolehkan mudharabah dengan
mengqiyaskannya (analogi) kepada transaksi musaqat, yaitu bagi hasil
yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik
kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan menyiram,
memelihara dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang
perawat (penyiram) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan
kesepakatan di depan dari out put perkebunan (pertanian). Dalam
mudharabah, pemilik dana (shahibul maal) dianalogikan dengan pemilik
kebun, sedangkan pemeliharaan kebun dianalogikan dengan pengusaha
(entrepreneur).

15
3. Rukun, Syarat dan Prinsip Mudharabah

Menurut Suhendi (2002), rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur


Ulama ada tiga, yaitu: dua orang yang melakukan akad (al-aqidani), modal
(ma'qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul). Sedangkan menurut ulama
Syafi'iyah lebih memerinci lagi menjadi enam rukun, yaitu:

a. Pemilik modal (shohibul maal).


b. Pelaksanaan usaha (mudharib atau pengusaha).
c. Akad dari kedua belah pihak (ijab dan kabul).
d. Objek mudharabah (pokok atau modal).
e. Usaha (pekerjaan pengelola modal).
f. Nisbah keuntungan.

Menurut Afandi (2009), syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:

a. Akad

Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (Aqidain), yaitu:

1) Cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai orang yang


berakad (aqid).
2) Pemilik dana tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi kepada
pengelola dana.

b. Modal

Syarat terkait dengan modal, antara lain yaitu:

1) Modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.

16
2) Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset
diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan memiliki nilai atau
historinya pada saat mengadakan kontrak.
3) Besarnya ditentukan secara jelas di awal akad.
4) Modal bukan merupakan pinjaman (hutang).
5) Modal diserahkan langsung kepada pengelola dana dan secara tunai.
6) Modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang disepakati.
7) Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu
penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa akad
mudharabah.

c. Keuntungan

Syarat yang terkait dengan keuntungan, antara lain yaitu:

1) Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.


2) Pemilik dana siap mengambil risiko rugi dari modal yang dikelola.
3) Penentuan angka keuntungan dihitung dengan persentase hasil usaha
yang dikelola oleh pengelola dana berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
4) Pengelola dana hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang
telah diinvestasikan dalam usaha.
5) Pengelola dana berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha
yang diambil dari modal mudharabah.

d. Kegiatan Usaha
Kegiatan usaha oleh pengelola (mundharib), sebagai pertimbangan (muqabil)
modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal
berikut:

1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mundharib, tanpa campur tangan


penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan.

17
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
3) Pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.

Menurut Nurhasanah (2015), prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam


pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:

1) Prinsip berbagi keuntungan di antara pihak-pihak yang melakukan


akad mudharabah. Laba bersih yang telah diperoleh harus dibagi
antara pemilik dana dan pengelola dana secara adil sesuai dengan
porsi yang sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pembagian laba ini harus dilakukan setelah adanya pengurangan
biaya-biaya dan juga modal dari pemilik dana telah dikembalikan
secara utuh.

2) Prinsip bagi kerugian di antara masing-masing pihak yang berakad.


Dalam mudharabah, asas keseimbangan dan keadilan terletak pada
pembagian kerugian apabila usaha yang dijalankan pengelola dana
mengalami kerugian. Kerugian tersebut dapat ditanggung oleh pemilik
dana, akan tetapi apabila terbukti ada kelalaian yang dilakukan oleh
pengelola dana, maka pengelola dana yang akan menanggung
kerugian tersebut.

3) Prinsip kejelasan. Sebelum melakukan kontrak mudharabah ini, antara


pemilik dana dan pengelola dana harus jelas dalam menyatakan modal
yang disertakan, syarat-syarat, porsi bagi hasil yang akan diterima
oleh masing-masing pihak dan juga jangka waktu berlakunya akad
tersebut.

4) Prinsip kepercayaan dan amanah. Unsur terpenting dalam


melaksanakan akad mudharabah ini adalah saling percaya. Pemilik

18
dana mempercayakan dananya untuk dikelola oleh pengelola dana
(mudharib). Pemilik dana bisa saja membatalkan kontrak perjanjian
akad mudharabah tersebut apabila sudah tidak ada rasa saling percaya.

5) Prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian menjadi kunci


keberhasilan dari berlangsungnya akad mudharabah. Apabila prinsip
kehati-hatian ini tidak dimiliki oleh masing-masing pihak, maka yang
terjadi akan menimbulkan kerugian finansial, waktu, dan juga tenaga.

4. Jenis-Jenis Mudharabah

Pembiayaan dengan prinsip mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:


a. Mudharabah Muthlaqah
Muthlaqah merupakan akad mudharabah yang digunakan untuk kegiatan
usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan
daerah bisnis sesuai dengan permintaan pemilik dana (shahibul maal).
Pembiayaan mudharabah muthlaqah juga disebut dengan investasi pemilik
dana kepada bank syari’ah. Bank syari’ah tidak mempunyai kewajiban untuk
mengganti rugi atas pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau
kesalahan bank sebagai Mudharib. Sebaliknya, apabila kesalahan atau
kelalaian dalam mengelola dana investor (Shahibul Maal) dilakukan secara
sengaja, maka bank syari’ah wajib mengganti semua dana Investasi
Mudharabah Mutlaqah. Penerapan mundharabah muthlaqah dapat berupa
tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu
mundharabah dan deposito mundharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada
pembatasan dalam menggunakan dana yang dihimpun.

b. Mudharabah Muqayyadah

Muqayyadah merupakan akad mudharabah yang mana dalam melakukan


kegiatan usahanya, pemilik dana (shahibul maal) memberikan syarat-syarat
tertentu atau dibatasi dengan adanya spesifikasi tertentu kepada pengelola
dana. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan
umum si shahibul maal dalam jenis dunia usaha. Mudharabah muqayyadah

19
atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah.

Akad mudharabah muqayyadah ada dua macam, yaitu:


1) Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet, yaitu akad kerja sama
usaha yang mana mudharib ikut menanggung resiko atas kerugian
dana yang diinvestasikan oleh Shahibul Maal. Dalam akad ini,
Shahibul Maal juga memberi batasan secara umum misalnya, batasan
tentang jenis usaha, jangka waktu pembiayaan, dan sektor usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini; Pertama, pemilik dana harus wajib
menetapkan syarat atau membuat akad yang wajib di penuhi oleh
Mudharib. Kedua, bank wajib memberitahu pemilik dana mengenai
nisbah dan tata cara bagi hasil serta pembagian secara risiko yang
dicantumkan dalam akad. Ketiga, sebagai tanda bukti simpanan, bank
menerbitkan bukti simpanan khusus yang memisahkan dana dari
rekening lainnya. Keempat, untuk Deposito Mudharabah, bank wajib
memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito
kepada deposan.

2) Mudharabah Muqayyadah Of Balance Sheet, yaitu jenis mudharabah


yang merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada
pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi
oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan
pelaksanaan usahanya. Karakteristik jenis penyimpanan ini
diantaranya Pertama, sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan
bukti simpanan khusus yang memisahkan dana dari rekening lainnya.
Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administratif. Kedua, dana simpanan khusus harus disalurkan
langsung kapada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. Ketiga,
bank menerima komisi atas jasanya mempertemukan kedua belah

20
pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku
nisbah bagi hasil.

5. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah

Skema pembiayaan mudharabah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Adapun penjelasan ketentuan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:

a. Nasabah (mundharib) mengajukan pembiayaan kepada bank (shahibul


maal) atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi
sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan
syarat dan analisis yang ditetapkan oleh pihak bank. Pada tahap negosiasi
tercapai kesepakatan berarti sudah terjadi asas konsensualisme.

b. Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan.


Pada tahap ini data diartikan sebagai asas formalisme. Di mana akad
terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan
peraturan yang berlaku, bank sebagai shahibul maal (pihak pertama), dan
nasabah sebagai mundharib (pihak kedua).

c. Nasabah menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah


disepakati.

21
d. Nasabah memberikan nisbah bagi hasil atau nilai keuntungan sesuai
dengan nilai kontrak. Lazimnya dibayarkan secara regular dalam interval
per-bulan.

e. Perjanjian pembiayaan akad mundharabah selesai sesuai dengan nota


perjanjian atau sebagian pihak mengakhiri dengan beberapa alasan
peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.

Menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN/IV/2000, ketentuan umum pembiayaan


mundharabah adalah sebagai berikut:

a. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS


kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana)


membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha
(nasabah) bertindak sebagai mundharib atau pengelola usaha.

c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian


keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS
dengan pengusaha).

d. Mundharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati


bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam
manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak melakukan
pembinaan dan pengawasan.

e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk


tunai dan bukan piutang.

22
f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mundharabah. Kecuali dari mundharib (nasabah) melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, menyalahi perjanjian.

g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mundharabah tidak ada jaminan,


namun agar mundharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan dari mundharib atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat
dicairkan apabila mundharib terbukti melakukan hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam akad.

h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian


keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan dalam fatwa DSN-
MUI.

i. Biaya operasional dibebankan pada mundharib.

j. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau


melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mundharib berhak
mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Organisasi bisnis islam adalah keseluruhan koordinasi antara subsistem


yang saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan usaha yang didasari
aturan syari’ah. Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan
salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam
perekonomian Islam.

Terdapat dua tipe organisasi bisnis dalam islam, yaitu Kepemilikan


tunggal dan kerja sama. Kepemilikan tunggal sebagai bentuk yang sangat
sederhana dalam organisasi bisnis dan hampir ada disetiap ekonomi non-sosialis
dan jenis ini sekaligus sebagai bentuk paling tua dalam menjalankan bisnis. Kerja
sama adalah Hubungan antara dua orang atau lebih dalam mendistribusikan
keuntungan dan kerugian sebuah bisnis. Bentuknya terdiri dari musyarakah,
mudharabah, dan perusahaan.

Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah


profit and loss sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang
direkomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba.

Musyarakah adalah akad kerja sama dan bagi hasil antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dengan cara masing-masing pihak memberikan
kontribusi atau menggabungkan modal, dana atau mal dengan kesepakatan bahwa
hak-hak, kewajiban, risiko dan keuntungan ditanggung secara bersama dengan
nisbah (bagi hasil) ditentukan sesuai jumlah modal dan peran masing-masing.
Sedangkan Mudharabah adalah bentuk akad, perjanjian atau kontrak antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama menjalankan suatu usaha untuk

24
memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pemilik modal dapat disebut shahibul
maal, rabbul maal, atau propretior. Pengelola modal disebut mundharib.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aghistina Laila. “Organisasi Bisnis dalam Islam” Diakses 9 Januari 2022 Pukul
20.30
https://lailaghistina.blogspot.com/2014/06/organisasi-bisnis-dalam-islam.html

Riadi Muchlisin. 2020 “ Musyarakah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis


dan Ketentuan Pembiayaan)“ Diakses 9 Januari 2022 Pukul 20.45
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/musyarakah.html

Riadi Muchlisin. 2020 “ Mudharabah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis


dan Ketentuan Pembiayaan)“ Diakses 9 Januari 2022 Pukul 21.00
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/mudharabah.html

Apriyanto Anto. 2017 “ Organisasi Bisnis dalam Islam “ 9 Januari 2022 Pukul
21.15
https://www.slideshare.net/Anhal234/organisasi-bisnis-dalam-islam-anto-
apriyanto

Anda mungkin juga menyukai