Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

Aneka Ragam Bisnis Islam Kontemporer

Disusun Oleh : Eulis Tarliah ( 1710020 )

Erna Nurhamidah ( 1710022 )

Agum Purnamadani ( 1710027 )

Yustika Sari ( 1710039 )

Siti Masturoh ( 1710037 )

Rifki Angin Angin ( 1710030 )

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI LATIFAH MUBAROKIYAH

TAHUN AJARAN 2018/2019

SURYALAYA
KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat
dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah.
Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang
berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Manajemen Bisnis Islami
pada Program Studi Manajemen dengan ini penulis mengangkat judul “Aneka Ragam
Bisnis Islam Kontemporer”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Ciawi, Februari 2019

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A.  Latar Belakang....................................................................................................................1
B.   Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C.   Tujuan Makalah.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3
2.1  Pengertian Bisnis Syariah..................................................................................................3
2.2    Tujuan Bisnis Syariah.......................................................................................................4
2.3  Perkembangan Bisnis Islam Kontemporer .......................................................................6
2.4     Perbankan Syariah ..........................................................................................................7
2.5     Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )..................................................................................11
2.6     Pegadaian Syariah...........................................................................................................12
2.7     Asuransi Syariah.............................................................................................................14
2.8     Pasar Modal Syariah.......................................................................................................16
2.9     Obligasi Syariah .............................................................................................................18
2.10     Proses Produksi dan Promosi dalam Bisnis Syariah.....................................................19
2.10.1     Produksi dalam Bisnis Syariah............................................................................19
2.10.2     Promosi dalam Syariah .......................................................................................22
2.11    Perilaku Pelaku Bisnis Syariah......................................................................................23
BAB 111 PENUTUP.............................................................................................................25
A.   Kesimpulan.......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................26

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bisnis syariah menjadi primadona di Indonesia. Tata cara bisnis perbankan dan
pembiayaan yang mengikuti kaidah islam ini juga diminati non muslim. Bahkan,
beberapa bank asing sudah melebarkan sayapnya menekuni bisnis ini.

Sebut saja HSBC, hingga bebrapa nama lain yang ‘antre’ menunggu izin resmi
dari Bank Indonesia (BI) untuk bisa menjalankan bisnis syariah. Pada tahun 2008, unit
usaha syariah Bank Rakyat indonesia (BRI) resmi menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
Layanan perbankan syariah sudah mampu menjangkau masyarakat di 74 kabupaten/kota
dan 27 provinsi. Pengembangan kapasitas jangkauan layanan tercermin dari 2,6 juta
rekening nasabah dan pembiayaan kepda kelompok UMKM sebesar 38,01 persen.
Namun market share dari perbankan syariah masih dua persen terhadap bank
konvensional. Miris melihat kenyataan tersebut, mengingat penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam. Hal tersebut disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat
dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah


      1. Apa pengertian bisnis syariah ?
2. Apa tujuan bisnis syariah ?
3.   Bagaimana perkembangan bisnis islam kontemporer?
      4.   Apa perbankan syariah?
      5.  Apa saja tipologi bisnis syariah?
      6.   Bagaimana proses produksi dan promosi dalam bisnis syariah?

C. Tujuan Makalah
1.   Menjelaskan pengertian bisnis syariah.
2. Menjelaskan tujuan bisnis syariah.
3.   Menjelaskan enjelaskan tipologi bisnis syariah.
4.   Menjelaskan bagaimana perdagangan dalam syariah.
5.   Menjelaskan bagaimana proses produksi dan promosi dalam bisnis syariah.
6. Mengidentifikasi bagaimana perilaku pelaku bisnis syariah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bisnis Syariah
Kata Bisnis berasal dari bahasa inggris,Bussines (plural business). Mengandung
sebuah arti di antaranya Commercial Activity involving the exchange of money for
goods or services- Usaha komersial yang menyangkut soal penukaran uang bagi
produsen dan distributor (goods) atau bidang jasa (services). Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengartikannya sebagai :
“ Segala bentuk aktivitas dari berbagai transaksi-transaksi yang di lakukan manusia
guna mengahsilakn keuntungan, baik berupa barang atau jasa untk memenuhi
kebutuhan masyarakat sehari-hari”.
Bisnis juga dapat di definisikan sebagai pertukaran barang dan jasa,atau uang
yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Ada yang mengartikan bisnis
sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan distribusi atau
penjualan barang dan jasa-jasa yang di inginkan konsumen untuk memperoleh profit
(keuntungan).
Kata syariat biasa di sebut asy-syariah (mufrad dari syara’i) secara harfiah
berarti jalan ke sumber air dan tempatorang-orang yang minum. Singkatnya tujuan dari
syariah itu sendiri adalah menjamin keselamatan manusia secara fisik,moral,dan
spiritual di dunia ini dan untuk menyiapkan perjumpaan dengan Allah di hari yang akan
datang.
Dari penjelasan di atas,dapat di tarik kesimpulan bahwa, Bisnis Syariah
merupakan
“ Serangkaian aktivitas bisnis  dalam berbagai bentuknya(yang tidak di batasi),Namun
di batasi dalam cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Dalam arti,Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat (aturan-
aturan dalam Al-Quran Dan Al-Hadits ). Dengan demikian syariat merupakan nilai
utama yang menjadi paling strategis maupun taktis bagi pelaku kegaiatan ekonomi
(bisnis).

2.2 Tujuan Bisnis Syariah


Bisnis Syariah memeiliki tujuan tertentu yaitu :
A.    Target Hasil, Profit Materi dan Benefit Nonmateri
Tujuan Biisnis Tidak selalu mencari Profit (Qimah Maddiyah atau nilai materi ),
tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat )
nonmateri,baik bagi si pelaku bisnis sendiri maupun pada lingkungan yang lebih luas,
seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian social dan sebagainya. Di samping
untuk mencari qimah maddiyah, juga masih ada orientasi lainnya yaitu qimah
khuluqiyahdan ruhuhiyah.
Qimah khuluqiyah yaitu nilai-nilai akhlak mulia yang menjadi suatu kemestian
yang muncul dalam kegiatan bisnis, sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang
islami, baik antara majikan dengan buruh, maupun antara penjual dengan pembeli,
bukan hanya hanya sekedar hubungan fungsional maupun professional semata.
Qimah Ruhuhiyah, berarti perbuatan tersebut di maksudkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu aktivitas bisnis, maka
harus di sertai dengan kesadaran hubungannya dengan Allah SWT. Inilah yang di 
maksud, bahwa setiap perbuatan muslim adalah ibadah. Amal perbuatannya bersifat
materi, sedangkan kesabaran akan hubungannya dengan Allah ketika melakukan bisnis
di namakan ruhnya.
Dalam bisnis, mencari keuntungan harus di syariatkan, Kecuali apabila di
lakukan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum syara’. Jadi
prinsipnya, setiap keuntungan berasal dari usaha bisnis yang legal di halalkan. Bisnis
Apapun yang bersumber dari kegiatan Ilegal, jelas di haramkan.
Legalitas suatu usaha bisnis menurut Abdullah abdul Husain At- tariqi, dapat di lakukan
dengan tujuh syarat :
a.       Kerelaan dari dua belah pihak yang melakukan transaksi.
b.      Pihak yang merelakan transaksi merupakan orang yang di izinkan secara syar’i.
c.       Barang yang di perniagakan merupakan barang yang memiliki nilai guna sekaligus
di perbolehkan perdagangannya.
d.      Barang yang di perniagakan adalah barang yang menjadi miliknya.
e.       Barang yang di perniagakan dapat di perkirakan masa penyerahannya.
f.       Di ketahui harga umum di pasaran dan barang itu sendiri di beri patokan harga.
g.      Barang yang di perniagakan merupakan barang yang dapat di identifikasi cirri-ciri
fisiknya.
Mengenai cara-cara haram dalam mengeruk keuntungan di antaranya :
1.      Keuntungan dari memperdagangkan komoditi haram.
2.      Keuntungan dari perdagangan curang dan manipulasi.
3.      Keuntungan melalui penyamaran harga yang tidak wajar.
4.      Keuntungan melalui penimbunan barang dagangan.
Soal keuntungan dalam bisnis tidak ada standarisasinya, baik bersifat minimal maupun
maksimal.
B.     Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit non materi telah di raih, maka di upayakan pertumbuhan
atau kenaikan akn terus-menerus meningkat setiap tahunnya dari profit dan benefit
tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syariat. Misalnya, dalam
meningkatkan jumlah produksi, seiring dengan perluasan pasar dan peningkatan inovasi
agar bias menghasilkan produk baru dan sebagainya.
C.     Keberlangsungan
Pencapaian target hasil dan pertumbuhan terus di upayakan keberlangsungannya dalam
kurunwaktu yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor
syariat islam.
D.    Keberkahan dari Allah SWT
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho ALLAH SWT, merupakan puncak
kebahagiaan hidup setiap umat muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi
keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis selalu
berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhoan ALLAH.

2.3 Perkembangan Bisnis Islam Kontemporer


Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah telah diadopsi ke dalam kerangka
besar kebijakan ekonomi di indonesia dewasa ini. Adapun kebijakan tersebut dipelopori
oleh Bank Indonesia dengan diberlakunya Undang-undang No. 10 tahun 1998 sebagai
dengan menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking
system. Selain itu, Departemen keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah mengakui keberadaan lembaga keuangan
syariah non-banking seperti asuransi dan pasar modal syariah. Sementara, Departemen
agama telah mengeluarkan akreditasi bagi organisasi-organisasi pengelola zakat baik di
tingkat pusat maupun daerah. Hal tersebut memunculkan kedinamisan dalam
perkembangan ekonomi dan bisnis syariah di indonesia yang menunjukan arah positif
dan signifikan dalam pembangunan ekonomi pada umumnya.

Tahun 1990 Majelis Ulama Indonesia memprakarsai terselenggaranya 


Lokakarya Ekonomi Syariah. Lokakarya tersebut tadi membuka pandangan kalangan
ulama dan cekiawan muslim bahwa indonesia yang merupakan negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia, namu sangat tertinggal dalam
mengimplementasikan ekonomi syariah. Oleh karena itu, salah satu rekomendasi yang
dihasilkan dalamlokakarya ini adalah pendirian bank syariah. Momen penting yang
tercatat dalamperkembangan perbankan syariah di indonesia adalah dari pengalaman
selama krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998, ternyata faktamenunjukan
bahwa perbankan syariah tidak terseret badai krisis dan menjadi salah satu sektor
perbankan yang tidak perlu dilakukan rekap oleh pemerintah.  Tanggal 10 februari 1999
MUI membentuk Dewan Syariah Nasional  (DSN).DSN ini dibentuk untuk menjawab
kekhwatiran terjadinya perbedaan fatwa yang dikeluarkan oleh DPS di masing-masung
LKS. Oleh karena itu, DSN ini membawahi seluruh DPS/LKS di Indonesia.

Fungsi utama dari DSN adalah menggali,mengkaji dan merumuskan nilai dan
prinsip hukum Islam (syariah) untuk dijadikan pedoman dalamkegiatan LKS serta
mengawasi implementasinya. Dalam praktek pengawasan inilah dimasing-masing LKS
ditempatkan DPS. Dengan dikembangnya produk-produk ekonomi  syariah, diharapkan
bisa mewujudkan pasar modal indonesia menjadi suatu market yang bisa menarik para
investor yang ingin berinvestasi dengan memperhatikan kesesuaian produk dan
intrumen yang sejalan dengan kaedah-kaedah syariah islam. Hal ini tidak hanya
terhadap investor lokal akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah hal ini
diharapkan pula bisa memberikan daya tarik tersendiri terhadap minat investor dari
mancanegara.

2.4 Perbankan Syariah

 Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat


Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat
krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit
dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu
bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat
Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat,
saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

 Serupa Namun Berbeda antara Bank Syariah dan Bank Konvensional


Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank
konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat
banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan
sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan
dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana
hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional

Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan


hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu
bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat
Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat,
saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan BankSyariah di Indonesia
telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992
tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.

Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut,


yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal
mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-
syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan
keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang
dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yangdijalankan pada Bank
Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.

Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan


legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama
tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank
syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan
itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya
untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti
bagi hasil, jual beli atau sewa –menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini,
justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.

Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank
syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur
organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-
produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada
posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan
pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di
setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk
sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk
Dewan Syariah Nasional.

Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank


Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki
kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih
bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para
karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.

Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank


Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya
menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai
mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena
nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian
pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara
bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan
dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut
merasakan untung rugi usaha tersebut.

Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di
bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil
keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang
disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau
kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang
dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggungjawab dari bank. Penabung tak
memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti
penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.

Menurut sudarsono Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang beroperasi pada prinsip syariah.

Ciri-ciri bank syariah menurut Hosen dan Hasan Ali:


  Bank syariah menjadikan uang sebagai alat tukar, bukan komoditi yang
diperdagangkan
  Bank syariah menggunakan cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi ril
bukan sistem bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya ditetapkan di
muka.
  Resiko usaha yang di hadapi bersama antara nasabah dengan bank syariah dan tidak
mengenal selisih negatif.
  Pada bank syariah terdapat badan pengawas syariah (DPS) sebagai kegiatan
pengawas operasional bank syariah agar tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah.
Dalam perbankan syariah menggunakan prinsip-prinsip tertentu yang konsisten
berdasarkan tuntunan Al-quran dan Al_hadits.
Prinsip-Prinsip tersebut ialah :
 Prinsip titipan atau simpanan (Al-wadiah),
 Prinsip bagi hasil,
 Prinsip jual beli (At-tijaroh),
 Prinsip sewa( Al-ijaroh),
 Prinsip jasa.
2.5 Baitul Maal wat Tamwil ( BMT )

Baitul mal wa tamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan


dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkemgangkan bisnis usaha mikro dan  kecil dalam
rangka mengangkat martabat dan serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara
konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At Tamwil =
Pengembangan Harta). Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya
berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha
proktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegitan ekonomi pengusaha bawah
dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan. Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984
dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga
pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan
oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara
operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam
bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam
yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya.
BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru
untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang
berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan
upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi
krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan
suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para
nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya,
kemudian menyebar ke daerah lainnya.

Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di
Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin
meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.
Seperti halnya lembaga keuangan syariah yang lainnya BMT dalam kegiatan
operasionalnya menggunakan 3 prinsip, yaitu:

1)      Prinsip bagi hasil

Prinsip ini maksudnya ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan
BMT, yakni dengan konsep mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah

2)      Jual beli dengan  margin (keuntungan)

Dalam sistem ini, BMT memakai prinsip pada aqad murabahah, ba’i As-Salam,
ba’i Al-Istisna.

3)      Sistem profit lainnya

Kegiatan operasional dalam menghimpun dana dari masyarakat dapat berbentuk


giro wadi’ah, tabungan mudharabah, Deposito investasi mudharabah, Tabungan haji,
Tabungan Qurban.

2.6 Pegadaian Syariah

Pegadaian ialah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.


Atau juga akad atau perjanjian utang piutang dengan menjadikan harta sebagai
kepercayaan atau penguat utang dan yang memberi pinjaman berhak menjual barang
yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Sedangkan pegadaian syari’ah
adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip
syari’ah.
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal
kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi
yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah
hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum
Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi
Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai
dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa
aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui
kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah
sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha
syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern
yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam.
Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang
Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di
bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis
mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Pada saat pendirian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum
Pegadaian melalui program musyarakah ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah
yang akan didirikan, yang keduanya mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah.
Visi pegadaian syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di
Indonesia. Sedangkan misinya ada tiga:
a.       Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi ang
halal.
b.      Memberikan superior return bagi investor
c.       Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.
Jadi tujuan pendirian pegadaian syariah meliputi seluruh stakeholder yang
berkaitan dengan usaha layanan pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan.
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian
konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk
memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan
bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh
dalam waktu yang tidak relatif lama
( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup
dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang
juga singkat.
2.7 Asuransi Syariah

Asuransi syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong menolong


diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Di Indonesia lembaga syariah sekarang
berkembang dengan sangat pesat baik asuransi ataupun perbankan dan usaha lainnya
yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sebagai seorang mahasiswa kita harus bisa
mengetahui lebih jauh tentang asuransi syariah, baik perkembangan, pengertian,
manfaat, risikonya dan lain-lain.

Asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan modern yang melakukan


manajemen risiko yang mungkin dihadapi dimasa yang akan datang. Hal ini sangat
menarik mengingat kemungkinan adalah suatu ketidakpastian. Karena asuransi
berbicara tentang sesuatu yang tidak pasti, sebagian melihat bahwa praktik asuransi
tidak dibenarkan dalam Islam karena mengandung unsur-unsur gharar, maysir dan riba
didalamnya. Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa unsur-unsur yang haram
dalam asuransi bisa dihilangkan sehingga  praktik asuransi dapat diterima oleh Islam.
Oleh karenanya, praktik asuransi modern mendapat sambutan yang beragam dikalangan
para ulama. Sebagian ulama ada yang menolak perjanjian asuransi dengan alasan
tertentu, sebagian yang lain menerimanya dengan argumentasi tertentu pula.
Pada umumnya, alasan-alasan para ulama yang menentang praktik asuransi
antara lain:
1.      Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan merupakan perjudian semata-mata.
2.      Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti.
3.      Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan irodat
allah.
4.      Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak mengetahui
berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai ia mati.
Menurut pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian,
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga
yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Didalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak ada satupun ketentuan ketentuan yang
mengatur secara eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi dalam
islam termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi ini halal atau
haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh melalui ijtihad.
Prinsip – Prinsip Dasar Asuransi Syariah :
 Saling bekerja sama atau Bantu-membantu.
Seorang muslim bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
seorang muslim dituntut mampu merasakan dan memikirkan  saudaranya yang akan
menimbulkan sikap saling membutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
“Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan)kebaikan dan taqwa. Dan
jangan tolong,menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS.Al Maidah[5];2)   
 Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain
       Hubungan sesame muslim ibarat suatu badan yang apabila satu anggota badan
terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka saling
membantu  dan tolong-menolong menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem
kehidupan masyarakat
 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenangwenang. Dan
terhadap orang yang meminta-minta maka, janganlah kamu menghardiknya”’.
(Adh.Duiha [93]9-10)
 Sesama muslim saling bertanggungjawab
            Kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab
sesama muslim. Sebagaimana dalam firman Allah swt surat Ali Imran93) ayat 103.
            “Dan peganglah kamu kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah  akan  nikmat Allah kepamu ketika dahulu (masa Jahilliyah)
bermusuh-musuhan, maka, Allah merpersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena
nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.

 Menghindari  unsur gharar, maysir, dan riba.


Artinya dalam asuransi syariah sangat menghindari hal hal yang merujuk ke unsur-
unsur yag di haraman dalam islam.

2.8 Pasar Modal Syariah

Pasar modal syariah adalah pasar modal yang di dalamnya ditransaksikan


instrumen keuangan atau modal yang sesuai dengan syariat Islam dan dengan cara-cara
yang berlandaskan syariah pula atau pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah antara lain melarang setiap transaksi yang mengandung unsur ketidak jelasan
dan instrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal.
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek
adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham
Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
a.)    Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada
perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk
mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal
dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan
efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.Namun demikian, tidak semua
saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham
syariah.
Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut
diterbitkan oleh:
  Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan
dengan Prinsip-prinsip syariah.
  Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya
bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan
Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana
diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
  perjudian dan permainan yang tergolong judi;
  perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
  perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
  bank berbasis bunga;
  perusahaan pembiayaan berbasis bunga;

b.)    Sukuk atu Obligasi ayariah


Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah
obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak
dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan.
Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk
sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi
(syuyu’/undivided share) atas: Aset berwujud tertentu (ayyan maujudat); nilai manfaat
atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan
ada; jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada aset proyek tertentu
(maujudat masyru’ muayyan); dan atau kegiatan investasi yang telah ditentukan
(nasyath ististmarin khashah)”
c.)    Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana
dari masyarakat pemodal sebagai pemilik harta ( shabib al-mal/rabb al-mal) untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi sebagai wakil
shahib al-mal menurut ketentuan dan prinsip Syariah islam. Portofolio efek adalah
kumpulan  (kombinasi) sekuritas, surat berharga  atau efek , atau instrument yang
dikelola.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu
alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal
yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi
mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun danadari masyarakat
yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya
memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas

2.9 Obligasi Syariah

Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002,


"Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan
Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo".

Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan


Obligasi Syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:

1.      Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi
Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001.
2.      Peringkat investment grade
3.      Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen JII.
Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad
sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa
diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.
Manfaat Obligasi Syari’ah :

a.       Menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank Non Islam


(konvensional) yang menyebabkan berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat
Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama di bidang
kegiatan bisnis dan perekonomiannya.
b.      Menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan
melalui kegiatan investasi.
c.       Dapat beramar ma’ruf di bidang bisnis antara semua pihak yang ada dalam investasi
obligasi syariah
d.      Obligasi Syari’ah sebagai bentuk pendanaan dan sekaligus investasi yang
memungkinkan bentuk struktur dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan dari riba.

2.10 Proses Produksi dan Promosi dalam Bisnis Syariah


2.10.1 Produksi dalam Bisnis Syariah
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana
seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri.
Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari ”falah” kebahagiaan demikian pula
produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah  tersebut. Di bawah
ini ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam proses produksi yang
dikemukakan oleh Muhammad Al-Mubarak dalam kitabnya ”Nizam Al-Islami Al-
Iqtisadi:  “Mabadi Wa Qawa’id ‘Ammah” dan beberapa implikasi mendasar  bagi
kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain:
1.        Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang
Islami.
Sejak dari kegiatan mengorganisir faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran
dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Perbedaan
dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada
kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Produksi barang dan jasa yang
dapat merusak moralitas dan menjauhkan  manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan
diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang  bermanfaat untuk
mencapai falah,  yaitu :Kehidupan, Harta Kebenaran Ilmu pengetahuan dan
Kelangsungan keturunan.Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas
”Dharuriyah, Hajjiyah dan Tahsiniyah” dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta
melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam
produksinya.
2.        Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas sekumpulan yang
tercela karena bertentangan dengan syari’ah “haram”.
3.        Dalam sistem ekonomi islam tidak semua barang dapat diproduksi atau
dikonsumsi. Islam dengan tegas mengklasifikasikan barang-barang “silah” atau
komoditas dalam dua katgori:
 Barang-barang yang disebut Al-Qur’an Thayyibat  yaitu barang-barang yang
secara hukum halal dikonsumsi dan diproduksi.
 Khabaits adalah barang-barang yang secara hukum haram dikonsumsi dan
diproduksi. Seperti penegasan Al-Qur’an dalam Surat Al-Araf Ayat 157:
“…..Dan mengahalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan menghalalkan
bagi mereka yang buruk…..”.
4.        kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan,dan 
memenuhi kewajiban zakat, sedekah, infak dan wakaf. 
5.        Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan
lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih luas.
Selain itu, masyarakat juga nerhak  menikmati hasil produksi  secara memadai dan
berkualitas. Jadi produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen saja,
tapi juga masyarakat secara keseluruhan. Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi
bagi  keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan
tujuan utama kegiatan ekonomi.
6.        Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah pada kezaliman. Seperti
riba dimana kezaliman menjadi illat hokum bagi haramnya riba. Penegasan Al-Qur’an
dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279, melandasi pandangan ini:“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika
kamu orang-orang yang beriman, Maka jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa
riba, Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat dari pengambilan riba, Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya
dan tidak pula dianiaya”. Seperti dijelaskan di atas, kezaliman merupakan illat bagi
haramnya riba, dan riba secara bertahap dapat menghilangkan keadialan ekonomi, yang
merupakan ciri khas ekonomi islam, dan berdampak negative bagi perekonomian umat.
Sayyid Sabiq dalam fiqih sunnah merumuskan empat kejahatan ekonomi yang
diakibatkan riba yaitu:
  Riba dapat mengakibatkan atau menimbulkan permusuhan antara pelaku ekonomi
yang akibatnya mengancam semangat kerja sama antar mereka.
  Riba dapat mengakibatkan milyuner-milyuner baru tanpa kerja, sebagaimana riba
dapat mengakibatkan penumpukkan harta pada mereka.
  Riba adalah senjata penjajah, dari itu dikatakan:  Penjajah berjalan di balik pedagang
dan pendeta. Dan kita sudah merasakan betapa riba menjajah dan memporakporandakan
negara kita. Karena itu islam menganjurkan seseorang meminjamkan harta kepada
saudaranya tanpa di iringi dengan bunga, lalu Allah akan membalas dengan pahala yang
banyak.
  Madharat atau kerusakan yang diakibatkan kerja ekonomi ribawi dapat merusak dan
merugikan ekonomi pribadi, rumah tangga, perusahaan. Lebih berbahaya lagi ketika
kebijakan pemerintah yang menghandalkan hutang luar negeri dengan dalil kepentingan
rakyat, seperti yang dialami rakyat saat ini.
7.        Permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih
kompleks,
Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi
untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan
pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam
maupun manusia. Sikap tersebut dalam Al-Qur’an sering disebut  sebagai kezaliman
atau pengingkaran terhadap nikmat Allah.
8.        Segala bentuk penimbunan “Ikhtikar” terhadap barang-barang kebutuhan bagi
masyarakat adalah dilarang sebagai perlindungan syari’ah terhadap konsumen dari
msyarakat. Pelaku penimbunan, menurut Yusuf Kamal mengurangi tingkat produksi
untuk mengusai pasar, sangat tidak menguntungkan bagi konsumen dan masyarakat
karena berkurangnya suplai dan melonjaknya harga barang. Hal ini menurut qayyim
sama dengan kezaliman yang dikutuk Allah.
9.        Memelihara lingkungan. Manusia memiliki keunggulan jadi manusia dibumi
ditunjuk sebagai wakil “Khalifah Fil Ardh” tuhan dibumi bertugas menciptakan
kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya, “Imar Al Ard” yang dalam
perspektif ekonomi islam dapat di uraikan sebagai berikut: Pertama “setiap manusia
adalah produsen, untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang dalam prosesnya
bersentuhan langsung dengan bumi sebagai faktor utama produksi”.  Kedua “Bumi
selain sebagai faktor produksi, juga berfungsi mendidik manusia mengingat kebesaran
Allah”.  Ketiga “sebagai produsen dalam dalam melakukan produksi tidak boleh
melakukan tindakan-tindakan yang merusak lingkungan hidup”.
Jadi landasan-landasan moral dalam islam seperti syarat-syarat produksi dalam
islam tidak boleh mengandung Al-khabaits, keji, zalim, dan ihtikar . Dalam hal ini akan
membawa implikasi  bahwa prinsip produksi  bukan sekedar efisiensi, tetapi secara luas
adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam
kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya. 

2.10.2        Promosi dalam Syariah


Promosi adalah suatu pesan yang dikomunikasikan kepada calon pembeli
melalui berbagai unsur yang terdapat dalam progam.
Promosi adalah salah satu bahagian dari kegiatan ekonomi Islam didalam
pelaksanaannya juga harus didasarkan dan bersumber pada AlQur’an, Hadist.
Syariah/Fiqh dan Praktek Pemasaran Islam dalam sejarah dan Pemikiran Ilmuwan
Muslim tentang pemasaran. Sumber tesebut diatas akan menjadi jiwa kegiatan
pemasaran. Ia bagai pelita yang memerangi lingkungannnya, memancarkan cahaya
kebenaran ditengah-tengah kegelapan. Meluruskan praktek-praktek pemasaran yang
menyimpang seperti  kecurangan, kebohongan, propaganda, iklan palsu, penipuan,
kezaliman dan sebagainya. Dengan demikian nilai-nilai kebenaran yang dianut seorang
akan selalu terpancar dalam praktek pemasaran yang Islami sehari-hari. Jadi
sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad Syakir Sula bahwa syariah marketing
(pemasaran yang Islami) merupakan suatu proses bisnis yang keseluruhan prosesnya
menerapkan nilai-nilai Islam dan sebagai suatu bisnis strategis yang mengarahkan
proses penciptaan penawaran, dan perubahan value dari suatu inisiator kepada
stakehodelrnya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-
prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam.
Strategi promosi Rasulullah SAW meliputi: memilki kepribadian spiritual
(taqwa), berperilaku baik dan simpatik (siddiq), memilki kecerdasan dan intelektualitias
(fathanah), komunikatif, transparan dan komunikatif (tablig), bersikap melayani dan
rendah hati (Khidmah), jujur, terpercaya profesional, kredibilitas dan bertanggung
jawab (AlAmanah), tidak Suka berburuk sangka (su’uzh-zhann), tidak suka
menjelekjelekkan (ghibah), tidak melakukan sogok atau suap (risywah) , berbisnislah
kalian secara adil, demikian kata Allah. Dari sembilan etika pemasar tersebut empat
diantaranya merupakan sifat Nabi SAW dalam mengelola bisnis yaitu shiddiq, amanah,
fatahanan dan tablih yang merupakan ”Key Succes Factor ”.

2.11 Perilaku Pelaku Bisnis Syariah


   

Menurut Imam AL-Ghazali ada enam perilaku yang harus dilakukan dalam bisnis
syariah, yaitu:
a)      Tidak mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia dagang. Jika
dipikirkan perilaku demikian ini, maka dapat dipetik hikmahnya, yaitu menjual barang
lebih murah dari saingan atau sama dengan pedagang lain yang sejenis, membuat
konsumen akan lebih senang dengan pedagang seperti ini, apalagi diimbangi dengan
pelayanan yang memuaskan.
b)      Membayar harga agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah amal yang
lebih baik daripada sedekah biasa.
c)      Memurahkan harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin, hal ini
dapat mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
d)     Bila membayar hutang, pembayaran dipercepat dari waktu yang telah ditentukan.
Jika  yang dihutang berupa barang, maka usahakan dibayar dengan barang yang lebih
baik, dan yang berhutang datang sendiri kepada yang berpiutang pada waku
pembayaranya. Bila hutang berupa uang, maka lebihkanlah pembayarannya sebagai
tanda terimakasih, walaupun tidak diminta oleh orang yang berpiutang. Demikian yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
e)      Membatalkan jual beli, jika pihak pembeli menginginkannya. Ini sejalan dengan
“Customer is King” dalam ilmu marketing. Pembeli itu adalah raja, jadi apa kemauanya
perlu diikuti sebab penjual harus tetap menjaga hati langganan, sampai langganan
merasa puas. Kepuasan konsumen adalah merupakan target yang harus mendapatkan
prioritas dari penjual. Dengan adanya kepuasan, maka langganan akan tetap terpelihara,
bahkan akan meningkat karena langganan lama menarik langganan baru. Ingatlah
promosi dari suatu produk yang berbunyi: “Kepuasan Anda dambaan kami”, Kami
Ingin Memberi Kepuasan yang Istimewa”, “Jika Anda Merasa Puas Beritahu Teman-
teman Anda, Jika Anda Tidak Puas Beritahu Kami”.
f)       Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan
ditagih bila orang miskin itu tidak mampu untuk membayarnya, dan membebaskan
mereka dari utang jika meninggal dunia.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah telah diadopsi ke dalam kerangka
besar kebijakan ekonomi di indonesia dewasa ini. Adapun kebijakan tersebut dipelopori
oleh Bank Indonesia dengan diberlakunya Undang-undang No. 10 tahun 1998 sebagai
dengan menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking
system.
Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat
Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat
krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
Pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya
berpegang kepada prinsip syari’ah. Asuransi syariah merupakan usaha salimng
melindungi dan tolong menolong diamtara sejumlah orang atau pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Pasar modal syariah bukanlah pasar modal yang independen atau fraksi
tersendiri di dalam pasar modal.  Pasar modal di indonesia tidak mengenal dikotomi
antara syariah dan konvensional.
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan
Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
DAFTAR PUSTAKA

Widodo,Hertanto,Dkk,panduan praktis operasional baitul mal wa tamwil Bandung:


Mizan, 2000.
Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002)
al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181
Prof.DR.H.Man Suparman S, S.H., S.U., “ Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berharga “( Bandung, PT.Alumni, 2003)
http://adzaniahdinda.wordpress.com//2013/04/07/aneka-ragam-bisnis syariah/

Anda mungkin juga menyukai