• Pra-penulisan: 25%
• Penulisan: 25%
• Revisi: 50% (45% revisi dan 5% proofreading)
Walau tahapan yang digambarkan sebelumnya terlihat kaku tetapi dengan mengacu pada
Gambar 1, alur penulisan tidak kaku tetapi alurnya dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan
penulis. Misalkan penulis mendapatkan ide baru setelah sudah sampai tahap penulisan
sehingga penulis harus kembali ke tahap pra-penulisan untuk memikirkan kembali rencana
penulis sesuai dengan ide baru yang diperoleh ini.
• Keuntungan audiens
Selalu menunjukkan keuntungan yang akan didapatkan audiens dalam pesan yang
disampaikan. Mengadaptasi pesan penulis pada kebutuhan audiens berarti penulis
menempatkan dirinya pada keadaan audiens. Hal ini disebut sebagai empati. Contoh:
o Fokus pada Penulis: “Kami menawarkan paket belajar bahasa yang dipercaya
dapat memenuhi kebutuhan belajar bahasa Anda.”
o Fokus pada Audiens: “Semakin cepat Anda memesan paket belajar bahasa
kami, semakin cepat Anda dapat mempelajari dan memahami bahasa ini”
• Sudut pandang audiens
Disebut juga sebagai “you” attitude. Artinya bahwa pesan yang disampaikan fokus
pada sudut pandang Audiens yaitu sudut pandang orang kedua (Anda, kamu). Karena
kebanyakan audiens memiliki ketertarikan pada diri mereka masing-masing maka
tekankan penggunaan kata “Anda” atau “kamu” sebisanya. Sebisanya dalam artian
bahwa jangan sampai pesan penulis bersifat manipulatif atau bersifat mengkhususkan
audiens dengan sering menekankan “Anda” dan menghilangkan pernyataan “saya”
dan “kami”.
Contoh: “Anda tidak dapat mengklaim garansi sebelum Anda mengisi surat
pernyataan”. Kalimat ini menyebutkan Anda dua kali dalam satu kalimat. Audiens bisa
saja merasa sangat terkritik dengan pesan semacam ini. Pesan ini dapat diganti
menjadi “Garansi dapat diklaim setelah pelanggan mengisi surat pernyataan”. Disini
kata Anda diganti dengan pelanggan agar sifatnya tidak personal dan hanya
disebutkan sekali. Pesan ini memiliki tone yang berbeda dengan pesan pertama. Pesan
kedua terlihat lebih positif dan tidak sangat mengkritisi audiens karena mereka lupa
surat pernyataannya.
• Bersifat percakapan sehari-hari tetapi tetap profesional
Pada zaman modern, komunikasi langsung dapat digantikan dengan aplikasi pesan
instan seperti e-mail, SMS, chat, dan media sosial. Penggunaan aplikasi ini sangat
efektif untuk mengirimkan pesan yang bersifat informal dengan gaya bahasa
percakapan biasa. Namun, pesan-pesan pada tempat kerja jangan sampai pada
tingkat yang sangat tidak profesional (gaya bahasa terlalu santai). Contoh:
Gaya terlalu santai:
Setelah mengembangkan outline, penulis harus menetapkan dimana ide utama akan
diletakkan pada pesan. Jika ide utama diletakkan di awal pesan, pesan ini memiliki pola
langsung (direct pattern). Pola langsung meletakkan ide utama dahulu lalu dilanjutkan dengan
penjelasan atau bukti-bukti. Jika ide utama diletakkan setelah penjelasan atau bukti-bukti,
pesan ini memiliki pola tak langsung (indirect pattern).
Contoh:
“Sudah beberapa tahun kita mengalami kesulitan dalam penjadwalan hari libur, hari pribadi,
dan waktu sakit. Bagian HRD mengalami kesulitan dengan absensi yang tidak terjadwal.
Setelah dilakukan investigasi, bagian manajemen akan mencoba program cuti berbayar
terpusat dimulai dari bulan Januari tanggal 1. Memo ini akan menjabarkan keuntungan-
keuntungan dan prosedur-prosedurnya”
Pola langsung:
• Menghormati perasaan audiens. Jika pesan yang disampaikan memuat berita buruk,
audiens dapat mempersiapkan diri sebelum sampai pada berita buruk yang
disampaikan di ide utama pesan
• Mendorong pembaca untuk mendengarkan pesan secara menyeluruh.
• Meminimalisir reaksi negatif.
C. Pengembangan Teknik Menulis
Penulisan pesan bisnis harus memenuhi kaidah EYD. Kalimat harus lengkap, memuat
setidaknya subjek dan predikat. Kalimatnya tidak boleh terlalu panjang. Berdasarkan
American Press Institute, tingkat pemahaman pembaca menurun jika kalimatnya semakin
panjang.
• Frasa-frasa yang panjang lebar. Misalnya pada kalimat “Perusahaan ini sangat sedikit
mengalami masalah”, frasa “sangat sedikit” dapat diganti dengan “jarang”. Kalimat
yang baru menjadi “Perusahaan ini jarang mengalami masalah”.
• Kalimat pengantar yang terlalu bertele-tele, misal “Pesan ini disampaikan kepada
pegawai bahwasannya program cuti berbayar akan dilaksanakan pada tanggal 1
Januari tahun depan”. Kalimat “Pesan ini disampaikan kepada pegawai bahwasannya”
tidak diperlukan sehingga hasil revisinya menjadi “Program cuti berbayar akan
dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari tahun depan”.
• Penggunaan penguat kata keterangan yang berlebihan. Contoh “Kita tidak benar-
benar peduli pada persoalan proposal yang ditolak”. Kata “benar-benar” dihapus saja
sehingga menjadi “Kita tidak peduli pada persoalan proposal yang ditolak”.
• Kata-kata pengisi (fillers) yang tidak dibutuhkan dan hanya memanjangkan kalimat
saja. Contoh “Hanya ada satu kandidat yang akan diterima perusahaan ini” Kata “ada”
dapat dihapus sehingga menjadi “Hanya satu kandidat yang akan diterima perusahaan
ini”.
• Penggunaan kata-kata yang sama berulang-ulang. Penulis dapat mengganti kata
tersebut dengan sinomim untuk menghindari pesan yang monoton. Contoh “Suatu
percobaan dilakukan para siswa. Percobaan itu terdiri atas percobaan titik lebur,
percobaan tekanan air, dan percobaan listrik statis.” Kata “percobaan” disini sering
diulang-ulang. Dua kata “percobaan” pertama dibiarkan saja, 3 kata “percobaan”
terakhir diganti, misal menjadi “Percobaan itu terdiri atas tes titik lebur, uji tekanan
air, dan eksperimen listrik statis”
• Pengunaan kata yang mubazir. Contoh “Tingginya ukuran patung tersebut adalah 200
cm” menjadi “Tinggi patung tersebut adalah 200 cm”
• Penggunaan jargon. Jargon berarti kata-kata yang digunakan khusus pada suatu
pekerjaan atau aktivitas tertentu. Penulis hanya menggunakan jargon jika konteks
pesannya terspesialisasi. Contoh jargon: “ekskavasi” bisa diganti “penggalian”.
“protokol” dapat diganti “tata-cara” atau “peraturan”. “Sinkron” diganti menjadi
“serentak”, dll.
• Penggunaan slang. Contoh slang seperti “galau”, “OTW”, “gaje”, dll. harus dihindari
penulis.
• Penggunaan kata kerja/benda berlebihan. Contoh “Para peserta rapat mencapai
persetujuan untuk melanjutkan proyek yang sempat berhenti” diganti menjadi “Para
peserta rapat menyetujui untuk melanjutkan proyek yang sempat berhenti”.
• Penggunaan kata benda yang sifatnya umum. Penulis mengusahakan untuk menyebut
kata benda dalam bentuk yang jelas bentuk atau nominalnya. Contoh “Sony
meluncurkan gadget terbarunya” diganti menjadi “Sony meluncurkan smartphone
terbarunya yaitu Xperia Z1”.
C. Memahami Proses Proofreading
Penulis melakukan proofreading setelah pesan sudah selesai disusun. Proofreading
tidak dilakukan di awal waktu sebelum pesan selesai karena ada bagian pesan yang bisa saja
dibuang atau diubah. Proofreading sebelum pesan selesai membuang-buang waktu. Hal-hal
yang harus diperhatikan pada saat proofreading secara garis besar adalah tatanan kata,
struktur kalimat, EYD, tanda baca, nama dan angka, serta format penulisan.
Untuk dokumen-dokumen yang rutin disusun dibutuhkan proofreading yang ringan.
Metode paling aman yang dapat dilakukan adalah membaca dari pesan yang sudah dicetak.
Hal ini dilakukan karena pesan yang dibaca dari hasil ketikan terkadang memiliki tone yang
berbeda setelah pesan tersebut dicetak. Dari pesan yang tercetak juga dapat diketahui bahwa
apakah ada cetakan yang salah sehingga format halamannya harus diperbaiki.
Untuk dokumen-dokumen yang sifatnya rumit, panjang, dan penting, hal-hal yang
harus dilakukan dalam proses proofreading adalah:
• Dokumennya dicetak lalu biarkan dahulu selama minimal sehari sebelum dilakukan
proofreading. Penulis diberikan waktu untuk mempersiapkan diri secara penuh untuk
melakukan proofreading.
• Siapkan waktu yang cukup. Kekurangan waktu adalah alasan umum yang
menyebabkan buruknya hasil proofreading.
• Mempersiapkan diri untuk menemukan kesalahan. Secara psikologis, diri sendiri tidak
memiliki ekspetasi untuk mencari kesalahan atau tidak ingin mencari kesalahan
tersebut. Hambatan ini dapat diredam dengan tidak mengkritisi diri sendiri setiap
menemukan kesalahan.
• Membaca pesan setidaknya dua kali.
• Membaca pelan-pelan
• Untuk dokumen yang harus sempurna, penulis dapat meminta orang lain untuk
membacakan dokumen tersebut secara utuh.
• Menandai bagian-bagian yang direvisi. Misal dengan coretan tinta merah. Pada teknik
proofreading sendiri ada tanda khusus yang dijadikan pedoman. Tanda-tanda tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5