Disusun :
Tak lupa juga shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan kita, sang revolusioner ternama yaitu Nabi Muhammad SAW, yang
telah gagah berani melawan kemunafikan di muka bumi. Juga menuntun umat
manusia kepada jalan yang benar yang diridhai Allah SWT. Dan kepada para
sahabat, keluarga, serta umatnya hingga akhir zaman.
Penyusun sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar terpacu menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Penyusun juga mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya serta para pembaca, lebih khususnya lagi dapat bermanfaat
bagi kegiatan perkuliahan di STIE Latifah Mubarokiyah Suryalaya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Dagang............................................................................................................3
3.1 Kesimpulan...................................................................................................39
3.2 Saran.............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa orang terkaya yang kita sering dengar seperti Bill Gates, Warren
Buffet, Carlos Slim, dan lain sebagainya datang dari kalangan pebisnis. Begitu
juga di Indonesia, kekayaan dikuasai oleh para pebisnis seperti Abu Rizal Bakry,
Antoni Salim, Chairul Tandjung, dan lain-lain. Sesuai dengan hadits Nabi SAW,
fakta ini menunjukkan bahwa berbisnis merupakan pintu utama rezeki. Selain itu,
merujuk pada sejarah, profesi bisnis adalah profesi yang mulia, sebagian besar
Nabi Allah merupakan pebisnis, termasuk Nabi Muhammad SAW.
2.1 Dagang
2.1.1. Pengertian Dagang
Dan berikut adalah beberapa definisi dari perdagangan menurut para ahli :
Marwati Djoened : Perdagangan ialah suatu kegiatan ekonomi yang
menghubungkan produsen dan konsumen. Dan sebagai sebuah kegiatan distribusi,
maka perdagangan menjamin terhadap penyebaran, peredaran dan juga
penyediaan barang dengan melalui mekanisme pasar yang ada.
Bambang Utoyo : Perdagangan adalah suatu proses tukar menukar baik barang
maupun jasa dari sebuah wilayah ke wilayah lainnya. Kegiatan perdagangan ini
terjadi dikarenakan adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki dan perbedaan
kebutuhan.
Agus Trimarwanto, Bambang Prishardoyo & Shodiqin : Menurut ketiga orang ini
perdagangan ialah salah satu jenis kegiatan perusahaan dikarenakan menggunakan
sumber daya/faktor-faktor produksi dalam rangka untuk meningkatkan atau
menyediakan pelayanan umum.
ِ Nع ِد ب ِن الرَّبيNNهُ وبينَ سNَلَّم بينNه وسNNلَّى هللاُ عليN فآخَى النبي ص،ََوف المدينَة
ِّاريNNع األ ْنصN ٍ ق ِد َم عب ُد الرح َم ِن بنُ ع
،وق ُّ ك دُلَّني علَى
ِ Nالس َ Nك ومال َ Nِك في أهلNNا َركَ هَّللا ُ لNNرح َم ِن بNN ُد الN عب:الNN فق،ُصفَهُ أهلَهُ ومالَه ْ ض علي ِه
ِ أن يُنا َ فع َر
فربِ َح َشيئًا من أَقِ ٍط و َس ْم ٍن
َ
ُور ْ َب أ
ٍ « َع َم ُل ال َّر ُج ِل بِيَ ِد ِه َو ُكلُّ بَي ٍْع َم ْبر:طيَبُ ؟ قَا َل ِ يَا َرسُو َل هَّللا ِ أَيُّ ْال َك ْس: قِي َل:يج قَا َل
ٍ »ع َْن َرافِ ِع ْب ِن خَ ِد
Dari Rafi’ bin Khadij ia berkata, ada yang bertanya kepada Nabi: ‘Wahai
Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?’. Rasulullah menjawab: “Pekerjaan
yang dilakukan seseorang dengan tangannya dan juga setiap perdagangan yang
mabrur (baik)” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 5/263, dishahihkan Al Albani
dalam Silsilah Ash Shahihah 607)
Demikian juga para ulama salaf, banyak diantara mereka yang merupakan para
pengusaha dan pedagang. Dengan demikian mereka hidup mulia dan tidak
bergantung pada belas kasihan orang. Pernah suatu ketika Sufyan Ats Tsauri
sedang sibuk mengurus hartanya. Lalu datanglah seorang penuntut ilmu
menanyakan sebuah permasalahan kepadanya, padahal beliau sedang sibuk
berjual-beli. Orang tadi pun lalu memaparkan pertanyaannya. Sufyan Ats Tsauri
lalu berkata: ‘Wahai anda, tolong diam, karena konsentrasiku sedang tertuju pada
dirhamku, dan ia bisa saja hilang (rugi)’. Beliau pun biasa mengatakan,
“Jika dirham-dirham ini hilang, sungguh para raja akan memanjakan diriku”
Ayyub As Sikhtiani rahimahullah juga berkata:
Yang beliau maksud adalah para pedagang yang durjana, yang bermaksiat dalam
usaha dagangnya. Dalam Al Mu’tashar (1/334), Imam Jamaludin Al Malathi Al
Hanafi (wafat 803 H) berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebut
pedagang sebagai tukang maksiat secara mutlak karena demikianlah yang paling
banyak terjadi, bukan berarti secara umum mereka demikian. Orang arab biasa
memutlakan penyebutan pujian atau celaan kepada sekelompok orang, namun
yang dimaksud adalah sebagian saja”.
ل منNNات أفضNNديم الواجبNNدل على أن تقNNذا يNNات ; وهNN سارعوا إلى الطاع: فاستبقوا الخيرات أي: قوله تعالى
رى أنNة يNا حنيفNإن أبNوقت ; فNالة في أول الNا إال في الصNادات كلهNه في العبNك ال اختالف فيN وذل، تأخيرها
، رNN وفيه دليل على أن الصوم في السفر أولى من الفط، وعموم اآلية دليل عليه ; قاله إلكيا، األولى تأخيرها
” وقد تقدم جميع هذا في ” البقرة.
Firman Allah ” Maka berlomba-lombalah kalian dalam berbuat kebaikan ”
maksudnya bersegeralah kalian pada keta’atan. Ayat ini menunjukkan bahwa
mendahulukan kewajiban lebih utama daripada mengaakhirkannya, hal ini tdk ada
perbedaan ulama’ dalam hal ibadah semuanya kecuali dalam masalah sholat di
awwal waktu.karena sesungguhnya imam abu hanifah berpendapat bahwa yang
lebih utama adalah mengakhirkan sholat. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa
puasa saat berpergian lebih utama daripada tidak berpuasa, keterangan semuanya
telah ada sebelumnya dalam surat al baqoroh.
Tafsir Ibnu Katsir (3/130)
ة هللاNNيرات ) وهي طاعNN ( فاستبقوا الخ: فقال، ثم إنه تعالى ندبهم إلى المسارعة إلى الخيرات والمبادرة إليها
والتصديق بكتابه القرآن الذي هو آخر كتاب أنزله، الذي جعله ناسخا لما قبله، واتباع شرعه.
Kemudian Allah memberikan anjuran kepada mereka agar bergegas kepada
kebaikan dan bersegera kepada kebaikan, maka Allah berfirman : ” Maka
berlomba-lombalah kalian dalam berbuat kebaikan “ yaitu ta’at kepada Allah dan
mengikuti syare’atnya yang Allah jadikan sebagai penghapus atas syare’at
sebelumnya,dan membenarkan kitab-Nya yaitu al Qur’an yang menjadi akhir
kitab yang diturunkan-Nya. Bersegeralah/berlomba2lah dalam amal shaleh dan
ibadah/mendekatkan diri pada ALLOH :
، رب إلى ربكمNN والق، الNNالحات من األعمNN إلى الص، اسNNا النNN فبادروا أيه: يقول تعالى ذكره: قال أبو جعفر
بينNN ليت، ا لكم وابتالءNN فإنه إنما أنزله امتحان، ] نبيكم391 :بإدمان العمل بما في كتابكم الذي أنزله إلى [ ص
يركمNNه مصNNإن إليNN ف، هNNيركم إليNNد مصNNزاءه عنNNه جNNازي جميعكم على عملNN فيج، يءNNن منكم من المسNNالمحس
بينN وت، اءNل القضNل بينهم بفصN فيفص، رىNرق األخNه الفNالف فيNان يخN فيخبر كل فريق منكم بما ك، جميعا
ق منهم منNN المح، اNNزب عيانNNل حNN حينئذ كN فيتبين، من المسيء بعقابه إياه بالنار، المحق مجازاته إياه بجناته
المبطل
Maksud dari فاستبقوا الخيراتadalah keinginan atau kegemaran bertemu secara tiba2
pada pekerjaan baik dan memperbanyak pekerjaan baik.
عNNيرات جمNNه و الخNNفالمراد من االستباق هنا المعنى المجازي وهو الحرص على مصادفة الخير واإلكثار من
خير على غير قياس كما قالوا سرادقات وحمامات.
ذاتNNادم اللNNية هNNة خشNNادرة بالتوبNNك المبNNوالمراد عموم الخيرات كلها فإن المبادرة إلى الخير محمودة ومن ذل
وفجأة الفوات
Berlomba lomba dalam hal yang kebaikan.
Beberapa macam jual beli yang diakui Islam antara lain adalah:
A. Jual beli barang dengan uang tunai
B. Jual Beli barang dengan barang (muqayadlah/barter)
C. Jual beli uang dengan uang (Sharf)
D. Jual Utang dengan barang, yaitu jual beli Salam (penjualan barang dengan hanya
menyebutkan ciri-ciri dan sifatnya kepada pembeli dengan uang kontan dan
barangnya diserahkan kemudian)
E. Jual beli Murabahah ( Suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah
keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang membeli barang kemudian
menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Karakteristik Murabahah adalah
si penjual harus memberitahu pembeli tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.”
Jual beli merupakan salah satu aktifitas manusia yang mendapatkan apresiasi
dan pembahasan yang sangat banyak dalam syariat Islam, karena kehidupan
manusia tidak akan bisa tegak dan maksimal tanpa adanya praktek jual beli
(bisnis) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu bentuk apresiasi Islam
sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt dalam berfirman:
ْ َب أ
ُلN َع َم :ا َلNNَطيَبُ ق ِ Nول هللاِ أَىُّ ْال َك ْس
َ Nا َر ُسNNَل يN َ Nَيج ق
َ Nال قِيN ٍ ِدNَع ب ِْن خN ِ Nِ َراف عن 4
)أحمد والحاكم (رواه . ُور ٍ ال َّر ُج ِل بِيَ ِد ِه َو ُكلُّ بَي ٍْع َم ْبر
“Dari Rafi’ bin Khadij ia berkata: dikatakan kepada Rasulullah saw, pekerjaan
apa yang paling baik? Beliau menjawab: Hasil kerja seseorang dengan
tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang mabrur”. [HR. Ahmad]
ُ ُد ْوN الص
ق َّ اج ُر َ َع ْن أَبِى َس ِع ْي ٍد َع ِن النَّبِ ِّي
َ َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق
ِ َّ الت:ال 5
)األَ ِمي ُْن َم َع النَّبِيِّي َْن َولصِّ ِّد ْيقِي َْن َوال ُّشهَ َدا ِء (رواه الترمذى
“Dari Abi Sa’id, dari Nabi saw bersabda: Pedagang yang jujur dan terpercaya
bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada’”. (HR. Tirmidzi)
6
Meskipun jual beli merupakan perkara yang dihalalkan dalam syariat Islam,
namun bukan berarti boleh melakukannya tanpa batasan dan aturan. Karena itu
dalam syari’at Islam dikenal ada jenis jual beli yang dihalalkan dan jual beli yang
diharamkan atau dilarang. Jenis jual beli yang diharamkan antara lain; jual beli
barang haram, jual beli dengan penipuan, dan lain sebagainya.
Sedangkan terkait dengan hukum jual beli di area masjid, Secara khusus memang
terdapat hadis danatsar sahabat yang melarang praktik jual beli di dalam masjid.
Namun demikian, harus dicermati betul maksud dan kreteria area masjid, jenis
barang yang diperjual belikan, cara berjualan sampai dampak yang ditimbulkan
terhadap pelaksanaan ibadah, kebersihan dan kesucian masjid. Sehingga praktek
jual beli di area masjid dapat ditetapkan status hukumnya, apakah halal, haram
ataukan sesuatu hal yang harus dihindari (makruh).
Dalam hadis nabi saw dan atsar sahabat dijumpai beberapa larangan berjualan di
area masjid, antara lain:
Dari hadis dan atsar sahabat tersebut tidak dijumpai kalimat yang secara tegas
mengharamkan jual beli di area masjid. Namun hanya terkait dengan keberkahan
atau keuntungan, dan alternatif ideal untuk melakukan jual beli serta fungsi pokok
masjid sebagai rumah Allah (suq al akhirah: pasar akhirat). Oleh sebab itu, dalam
memahami hadis dan atsar tersebut, Imam asy-Syaukani menjelaskan bahwa
jumhur (mayoritas) ulama menafsirkan makna larangan atau himbauan dalam
hadis tersebut memiliki makna makruh (sesuatu yang tidak disukai atau tidak etis)
melakukan jual beli di masjid, dan tidak sampai haram. (Nail al-Authar, II: 158-
159). Sedangkan mengenai batasan area masjid yang dilarang untuk melakukan
aktifitas jual beli di dalamnya adalah tempat yang sudah layak untuk
melaksanakan salat tahiyatul masjid. Adapun tempat parkir, taman, halaman
masjid, aula, atau ruang serba guna bukan termasuk area yang dilarang.
Dari ulasan tersebut maka menurut kami, menghukumi kebolehan dan keharaman
berjualan di area masjid harus dilihat secara kasuistis dan praktek yang terjadi di
lapangan. Jika seseorang berjualan di dalam masjid yang merupakan bagian pokok
tempat pelaksanaan ibadah serta dapat mengganggu ketenangan dan kehusyu’an
orang beribadah, dapat mencederai kemuliaan dan kesucian masjid, tentu hal ini
termasuk praktek yang dilarang. Namun jika hal tersebut dilakukan di teras
masjid, halaman atau wilayah sekitar masjid, seperti menjual buku-buku
keislaman, tuntunan shalat, minyak wangi, sajadah, peci untuk mendukung
pelaksanaan beribadah dan dakwah serta barang-barang tertentu yang selaras
dengan syari’at Islam dan kesucian masjid, maka tentu hal ini termasuk hal yang
mubah hukumnya.
Lebih idealnya adalah; jika takmir (pengurus) masjid menyediakan tempat-tempat
khusus di sekitar halaman (area) masjid dengan memberikan regulasi khusus baik
menyangkut jenis-jenis barang yang boleh dijual, waktu operasional dan aturan-
aturan lain yang dapat mendukung dakwah dan fungsi masjid secara umum, maka
hal ini dapat menjadi solusi yang ideal. Sehingga fungsi masjid secara lebih luas
baik untuk ibadah khusus, pusat kajian keislaman (Islamic center), pengajaran,
pemberdayaan ekonomi umat dapat terealisir dengan tetap menjaga kehormatan
dan kemmuliaan masjid. (Ruslan Fariadi)
ُ َِو َما ت َۡوفِيقِ ٓي إِاَّل بِٱهَّلل ۚ ِ َعلَ ۡي ِه تَ َو َّك ۡلتُ َوإِلَ ۡي ِه أُن
٨٨ يب
“Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya
kepada Allah aku berserah diri dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud:
88)
Kemudian beliau mengancam mereka dengan siksaan yang pernah menimpa
umat-umat yang masa dan tempatnya di sekitar mereka.
ٰ
ٖ ض ِع ٗيف ۖا َولَ ۡواَل َر ۡهطُ َك لَ َر َجمۡ نَ ۖ َك َو َمٓا أَنتَ َعلَ ۡينَا بِ َع ِز
٩١ يز َ َوإِنَّا لَنَ َر ٰى َك فِينَا
“Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seseorang yang lemah di
antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami sudah merajam
kamu, sedangkan kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi
kami.” (Hud: 91)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
َّقَا َل ٰيَقَ ۡو ِم أَ َر ۡه ِط ٓي أَ َع ُّز َعلَ ۡي ُكم ِّم َن ٱهَّلل ِ َوٱتَّ َخ ۡذتُ ُموهُ َو َرٓا َء ُكمۡ ِظ ۡه ِريًّ ۖا إِن
٩٢ يط ٞ ون ُم ِح َ َُربِّي بِ َما ت َۡع َمل
“Syu’aib menjawab, ‘Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut
pandangan kalian daripada Allah, sedangkan Allah kamu jadikan sesuatu yang
terbuang di belakangmu? Sesungguhnya Rabbku meliputi apa yang kamu
kerjakan’.” (Hud: 92)
Ketika melihat kekerasan mereka, beliau berkata,
3. Begitu pula kesombongan pada diri seorang fakir (miskin), jauh lebih
buruk keadaannya dibandingkan kesombongan yang dimiliki oleh seseorang yang
mempunyai harta. Demikian pula pencurian yang dilakukan oleh orang yang
sebetulnya tidak membutuhkan harta curian itu, dosanya jauh lebih besar daripada
pencurian yang dilakukan oleh orang yang memang sangat membutuhkan harta
yang dicurinya.
Oleh karena inilah Nabi Syu’aib ‘alaihissalam mengatakan sebagaimana
disebutkan dalam ayat,
إِنِّ ٓي أَ َر ٰى ُكم بِ َخ ۡي ٖر
“Sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan yang baik (mampu).” (Hud:
84)
Yakni, kalian dalam keadaan penuh kenikmatan dan kesenangan yang berlimpah,
maka apa sesungguhnya yang mendorong kalian sehingga kalian begitu tamak
kepada apa yang ada di tangan manusia dengan cara yang diharamkan?
Tentunya jelas bagi kita bahwa ini adalah mazhab (pendapat dan keyakinan)
orang-orang ibahiyyin (yang menganggap mubah atau halalnya segala sesuatu),
dan mereka ini merupakan sejahat-jahatnya makhluk.
Mazhab kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tidak jauh berbeda dengan mazhab ini.
Karena mereka mengingkari Nabi Syu’aib ‘alaihissalam yang melarang mereka
dari muamalah yang bersifat zalim, dan mengizinkan muamalah yang selain itu.
Mereka menentangnya karena menganggap mereka bebas berbuat apa saja
terhadap harta mereka.
Sama seperti ini adalah perkataan orang-orang yang disebutkan oleh
Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya,
ٱلربَ ٰو ۗ ْا
ِّ إِنَّ َما ۡٱلبَ ۡي ُع ِم ۡث ُل
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Barang siapa yang menyamakan antara yang dihalalkan dan diharamkan oleh
Allah subhanahu wa ta’ala berarti dia telah menyimpang dari fitrah dan akalnya,
setelah dia melakukan penyimpangan pula dari agamanya.
7. Orang yang memberi nasihat kepada orang lain, memerintahkan
(kebaikan) dan melarang mereka (dari kejelekan), agar sempurna
penerimaan manusia terhadap nasihatnya itu, maka apabila dia
memerintahkan suatu kebaikan hendaklah dia menjadi orang yang mula-
mula mengerjakan kebaikan tersebut. Apabila dia melarang mereka dari
suatu kemungkaran, maka hendaklah dia menjadi orang yang pertama
sekali meninggalkan dan menjauhinya.
Demikianlah yang dikatakan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam sebagaimana firman
Allah subhanahu wa ta’ala,
ُ َو َمٓا أُ ِري ُد أَ ۡن أُ َخالِفَ ُكمۡ إِلَ ٰى َمٓا أَ ۡن َه ٰى ُكمۡ َع ۡن ۚه...
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang
aku larang.” (Hud: 88)
8. Para nabi diutus dengan membawa kebaikan dan untuk memperbaiki, serta
mencegah timbulnya kejahatan dan kerusakan.
Seluruh kebaikan dan perbaikan dalam urusan agama dan dunia merupakan ajaran
para nabi, terutama imam dan penutup para nabi tersebut yaitu Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau telah menampakkan dan
mengulang kembali landasan utama ini dan telah pula meletakkan dasar-dasar
yang besar manfaatnya, di mana mereka berjalan di atasnya dalam berbagai
urusan duniawi, sebagaimana juga beliau telah meletakkan dasar-dasar utama
dalam urusan agama.
9. Pada dasarnya wajib bagi tiap orang untuk berupaya dengan sungguh-
sungguh dalam kebaikan dan perbaikan. Wajib pula baginya untuk
meminta pertolongan Rabbnya dalam usaha tersebut agar dia mengetahui
bahwa dia tidak mampu melakukan atau menyempurnakannya kecuali
dengan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala, seperti yang dikatakan
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, sebagaimana dalam firman Allah subhanahu
wa ta’ala,
ُ َِو َما ت َۡوفِيقِ ٓي إِاَّل بِٱهَّلل ۚ ِ َعلَ ۡي ِه تَ َو َّك ۡلتُ َوإِلَ ۡي ِه أُن
٨٨ يب
“Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya
kepada Allah aku berserah diri dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud:
88)
10. Seorang da’i yang mengajak umat kembali kepada Allah subhanahu wa
ta’ala sangat membutuhkan sifat santun, akhlak yang baik, serta
kesanggupan mengimbangi perkataan dan perbuatan yang buruk yang
ditujukan kepadanya dengan perbuatan yang sebaliknya.
Sepantasnya dia tidak memedulikan gangguan orang lain dan jangan sampai
menghalangi mereka sedikit pun dari seruannya. Akhlak seperti ini yang paling
sempurna hanya ada pada diri para rasul ‘alaihimussalam.
Perhatikanlah keadaan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dan kemuliaan akhlaknya
bersama kaumnya. Bagaimana beliau mengajak kaumnya dengan segala macam
cara, sementara mereka justru memperdengarkan kepada mereka kata-kata yang
buruk dan membalas seruan itu dengan perbuatan-perbuatan yang keji.
Beliau ‘alaihissalam tetap menunjukkan sikap santun, memaafkan mereka dan
berbicara kepada mereka dengan kalimat-kalimat yang tidak keluar dari orang
seperti beliau selain kebaikan.
Akhlak seperti ini adalah akhlak orang-orang yang berhasil dan memiliki
keberuntungan yang besar. Tentunya pemiliknya mempunyai kedudukan mulia
dan kenikmatan yang kekal di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Dengan ini semua, menjadi ringanlah baginya untuk mengobati umat yang telah
demikian rusak akhlak mereka, (yang bagi orang lain) adalah suatu perkara yang
sangat sulit dan bahkan lebih sulit daripada upaya membongkar sebuah gunung
dari dasarnya.
Apakah Anda mengira, bahwa orang-orang seperti mereka ini akan merasa cukup
puas hanya dengan ucapan semata bahwa keyakinan dan pemikiran yang mereka
anut adalah salah dan rusak? Ataukah Anda mengira bahwa mereka akan
memaafkan orang yang mencaci-maki mereka dan menghina keyakinan mereka?
Sekali-kali tidak, demi Allah.
11. Perlu diperhatikan pula perlunya mendahulukan hal-hal yang paling utama
kemudian yang berikutnya. Yang paling besar usahanya melaksanakan
semua ini adalah penutup para nabi dan imam seluruh makhluk ini, yaitu
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu a’lam.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
* Pengertian dagang
Berdagang adalah salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Perdagangan yang dilakukan adalah kegiatan tukar
menukar barang atau jasa antara penjual dan pembeli. Usaha perdagangan dalam
ekonomi Islam merupakan usaha yang mendapatkan penekanan khusus, karena
keterkaitannya secara langsung dengan sektor riil.
*Fastabiqul Khairat
Secara etimologi perdagangan yang intinya jual beli, berarti saling menukar. Al-
Bai' arti nya menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang
lainya) dan asy-Syira' artinya beli
* Berdagang di mesjid
Jual beli merupakan salah satu aktifitas manusia yang mendapatkan apresiasi dan
pembahasan yang sangat banyak dalam syariat Islam, karena kehidupan manusia
tidak akan bisa tegak dan maksimal tanpa adanya praktek jual beli (bisnis) untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya
Menurut Imam Al-Ghozali ada enam sifat perilaku yang terpuji dalam
perdagangan, yaitu:
1. Tidak mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia dagang.
Jika dipikirkan perilaku demikian ini, maka dapat dipetik hikmahnya, yaitu
menjual barang lebih murah dari saingan atau sama dengan pedagang lain yang
sejenis, membuat konsumen akan lebih senang dengan pedagang seperti ini,
apalagi diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan.
2. Membayar harga agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah amal
yang lebih baik daripada sedekah biasa.
3. Memurahkan harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin, hal
ini dapat mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang telah kami susun ini yang berjudul
bisnis islam sebagai pekerjaan yang mulia, masih memeliki kekurangan-
kekurangan maka dari itu diharapkan para pembaca untuk mengkonsumsi buku-
buku atau sumber lainnya yang penulis pakai dalam menyusun makalah ini untuk
mengetahui terlebih dalam lagi kelengkapan dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://tugasarifitri.blogspot.com/p/makalah-perdagangan.html?m=1
https://pegadaiansyariah.co.id/manfaat-berdagang-ternyata-luar-biasa-detail-
4839
https://www.google.com/amp/s/abufawaz.wordpress.com/2012/04/10/hadits-
hadits-shohih-tentang-keutamaan-perniagaan-dan-pengusaha-muslim/amp/
https://www.google.com/amp/s/anisanurul2728.wordpress.com/2017/06/20/m
emaknai-arti-kata-fastabiqul-khoirot-atau-berlomba-lomba-dalam-
kebaikan/amp/
https://m.facebook.com/permalink.php?
story_fbid=617699335017056&id=607871769333146
https://m.facebook.com/riddatunsyadidah/posts/268338196709546
http://asysyariah.com/kisah-nabi-syuaib/
http://alvirima.blogspot.com/2013/03/perilaku-terpuji-dalam-
perdagangan.html
http://ruslanfariadiam.blogspot.com/2017/12/hukum-berjualan-di-area-
masjid.html