2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
ucapkan puji syukur atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada pemakalah sehingga
tugas makalah dapat terselesaikan. Shalawat serta salam atas junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, sebagai uswatun khasanah, sosok teladan yang baik bagi manusia untuk
meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Makalah ini telah kami susun dengan proses analisis dan diskusi yang maksimal dan
juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak serta beberapa sumber terpercaya sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan,
baik dalam segi kalimat, tata bahasa serta isi dari makalah. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari para pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini sehingga mendekati kata sempurna.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Muhammad, Bisnis Syariah. Raja Grafindo Persada, Depok, 2018.
2
Fakhrurazi Reno Sutan, “Kajian Hukum Bisnis Syariah,” Misykat Al-Anwar Jurnal 1, no. Kajian Islam
dan Masyarakat (2018): 1–9.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di
dalam makalah tentang masalah dalam shalat adalah sebagai berikut:
a. Bagimana tinjauan umum hukum bisnis syariah?
b. Bagaimana bisnis dalam perspektif islam?
c. Bagaimana karakteristik bisnis dalam islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
dan memahami tentang ruang lingkup hukum bisnis syariah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
U. Adil. Bisnis Syariah di Indonesia: Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Mitra Wacana Media, 2017.
Hal 1
4
Sutan, “Kajian Hukum Bisnis Syariah.”
5
Nurhayati, “MEMAHAMI KONSEP SYARIAH, FIKIH, HUKUM DAN USHUL FIKIH Nurhayati,”
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Volume 2 (2018).
3
kebutuhan tersier. Bukan hanya mencarinya, tetapi membelanjakan rezeki juga
harus sesuai dengan ketentuan dalam agama. 6
6
Evan Hamzah Muchtar, “KONSEP HUKUM BISNIS SYARIAH DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-
BAQARAH [2] AYAT 168-169 (Kajian Tematis Mencari Rezeki Halal),” Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam 2, no. 02 (2018): 156, https://doi.org/10.30868/ad.v2i02.354.
7
U. Adil. Bisnis Syariah di Indonesia: Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Mitra Wacana Media, 2017.
Hal 11.
4
yang senantiasa berkata jujur sebagaimana para Nabi, para shiddiqin dan
para syu- hada." (HR. Tirmidzi)
3. Ijma' yaitu kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Islam tentang
hukum syara' pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Tentang
ijma (konsensus ulama) tentang bisnis syariah telah banyak dituangkan
dalam kitab-kitab fiqh, misalnya ijma' ulama tentang haramnya riba.
4. Ijtihad yaitu mengerahkan seluruh kemampuan secara maksimal, baik
untuk mengistinbatkan hukum syara', maupun dalam penerapannya.
Menurut definisi ini ijtihad terbagi kepada dua bentuk, yaitu ijtihad
istinbathi, seperti ijtihad yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
dalam bentuk fatwa, dan ijtihad tatbiqi (penerapan hukum).
5. Prinsip-prinsip Hukum lainnya
a. Istihsan, Adapun pengertian istihsan secara terminologis, yaitu
beralih dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas yang lain yang
lebih kuat daripadanya (qiyas yang pertama).
b. Maslahah, Maslahah mengandung dua sisi yang menarik atau
mendatangkan kemaslahatan dan menolak atau menghindarkan
kemudaratan. Menurut al-Khawarizmi, seperti yang dikutip oleh Prof.
Dr. Amir Syarifuddin, maslahah secara defenitif yaitu memelihara
tujuan syara' (dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan
kerusakan dari manusia.
c. Istishab, Secara terminologis, istishab adalah apa yang pernah berlaku
secara tetap pada masa lalu, pada prinsipnya tetap berlaku pada masa
yang akan datang.
Secara garis besar, ruang lingkup kajian bisnis Syariah mengkaji tentang
akad akad non bagi hasil jasa perbankan dan akad bagi hasil.
5
harus ditetapkan diawal sesuai kesepakatan dan barang harus
memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama. Dalam
istishna pembayaran dapat di muka, di cicil sampai selesai, atau di
belakang, serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industri dan
barang manufaktur."
d. Ijarah, Ijarah biasa disebut sewa, jasa atau imbalan. Ijarah adalah
akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.
Menurut Sayyid Sabiq ijarah adalah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Jadi, hakikatnya ijarah
adalah penjualan manfaat.
e. Ijarah wa iqtina, Ijarah wa iqtina adalah transaksi sewa beli dengan
perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir
periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek
sewa. Ijarah mempunyai kemiripan dengan leasing pada sistem
keuangan konvensional karena keduanya terdapat pengalihan sesuatu
dari satu pihak kepada pihak lain atas dasar manfaat.
f. Ujr, Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu
pekerjaan yang dilakukan. Akad ujr diaplikasikan dalam produk-
produk jasa keuangan bank syariah, seperti untuk penggajian,
penyewaan safe deposit box penggunaan ATM dam sebagainya
g. Sharf, Sharf adalah jual-beli suatu valuta dengan valuta lain. Produk
jasa perbankan yang menggunakan akad sharf adalah fasilitas
penukaran uang (money changer)
2. Bagi Hasil, mencakup:
a. Mudharabah, Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari
salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain." Menurut Al-Mushlih
dan Ash-Shawi yang di kutip oleh Ascarya bahwa mudharabah adalah
penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia
mendapatkan persentase keuntungan Dalam praktiknya mudharabah
antara Siti Khadijah dan Nabi SAW, saat itu Siti Khadijah
mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi SAW ke
luar negeri Dalam kasus ini Khadijah berperan sebagai pelaksana
usaha (mudharib).
b. Musyarakah, Dalam akad musyarakah pihak-pihak yang bertransaksi
saling mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.
Di sini, keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai dengan
porsi modal Karena itu, kontrak ini tidak memberikan kepastian
pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu
(timing)-nya.
c. Muzara'ah, Muzaraah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti
sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan
benihnya di tanggung pemilik tanah kemudian pembagian basil dari
6
tanaman pertanian itu dibagi sesuai dengan kesepakatan, dan
keuntungan dan kerugian di tanggung bersama.
d. Musaqah, Musaqah adalah bentuk kerja sama di mana pemilik tanah
memberikan pohon atau tanaman kepada petani untuk dikelola atau
disirami, sementara pembagian hasilnya sesuai dengan kesepakatan
antara dua belah pihak yang melakukan akad tersebut, menjadi satu
kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan.
e. Mukhabarah, Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain)
seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat) Sedangkan biaya pengerjaan
dan benihnya di tanggung orang yang mengerjakan (petani). Pada
akad ini juga kerugian dan keuntungan di tanggung bersama antara
pemilik tanah dan penggarap tanah (petani). 8
Adapun fungsi dari hukum bisnis syariah yaitu:
1. Sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis untuk
memahami hak-hak dan kewajiban dalam praktik bisnis, agar terwu- jud
watak dan perilaku aktivitas di bidang bisnis yang berkeadilan, wajar,
sehat, dinamis (yang dijamin oleh kepatian hukum).
2. Untuk mewujudkan konsep adil dan ihsan dalam praktik dan transaksi
bisnis. 9
8
U. Adil. Bisnis Syariah di Indonesia: Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Mitra Wacana Media, 2017.
Hal 8-11.
9
Mardani. Hukum bisnis syariah. Jakarta : Kencana, 2014.
10
, Waldi Nopriansyah. Hukum Bisnis di Indonesia Dilengkapi dengan Hukum Bisnis Dalam Perspektif
Syariah. Prenada Media Group, Jakarta, 2019. hal 8
7
Sedangkan dalam padangan Islam bisnis didefinisikan sebagai serangkaian
aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas)
kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara
perolehan dan pendayagunaan hartanya alias ada aturan halal dan haramnya
(Yusanto dan Karebet, 2002 : 18). Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya
yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bahwa bekerja merupakan salah satu akar
sebab yang dapat memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
meningkatkan manusia agar berusaha mencari nafkah karena Allah SWT telah
melapangkan bumi dan menyediakan berbagai macam fasilitas dan juga cara agar
kita dapat memanfaatkan hal tersebut untuk mencari rezeki. Firman Allah dalam
Quran surah Al Mulk ayat 15 :
Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami adakan
bagimu di muka bumi itu (sumber-sumber) penghidupan.
Selain didorong untuk mencari rizki islam juga mendorong atau
mengharuskan agar kiranya dalam mencari rizki perlu mempertimbangakn aspek
halal dan haramnya baik itu dari segi perolahan maupun pendayagunaan. Dengan
tegas Allah berfirman dalam QS. Al An’aam ayat 141 :
ََو ًَل تُس ِأرفُ أوا َۗاِنَّهٗ ًَل يُحِ بُّ أال ُمس ِأرفِيأن
Dan janganlah kalian berbuat israf (menafkahkan harta di jalan
kemaksiatan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
israf. 11
C. Karakteristik Bisnis Dalam Islam
Karakteristik Hukum Bisnis Syariah dalam Al-qur’an berlandaskan Fondasi yang
kokoh, Yaitu Perintah Allah SWT. Hukum bisnis ini merupakan sebuah sistem hukum yang
komprehensif, memadukan prinsip-prinsip bisnis dan moral sekaligus. Tujuan utamanya
memelihara solidaritas masyarakat dan memperkenalkan moralitas yang tinggi di lapangan
bisnis berdasarkan hukum Allah. Hukum bisnis Islam memiliki karakteristik yang khas
yang tidak ada dalam sistem hukum bisnis lainnya. Sebagai wahyu (firman) yang
datang dari Allah SWT maka hukum bisnis Islam memiliki dimensi duniawi dan
ukhrawi. Beberapa karakteristik tersebut sebagai berikut.
11
Norva dewi, Bisnis dalam Perspektif Islam AL-TIJARY, Vol. 01, No. 01, Desember 2015,
8
membuat suatu aturan hukum adalah hak prerogratif Allah SWT, sebagaimana
firmanNya.
Karena bersumber dari Sang Pencipta maka kebenarannya mutlak dan akan
selalu sesuai untuk seluruh umat manusia kapan saja, di mana saja, dan dalam
keadaan bagaimanapun juga. Hukum Allah SWT yang dimaksud adalah syariat
Allah SWT yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Aturan hukum
yang ada pada keduanya adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, adapun
permasalahan yang bersifat fiqhiyyah maka diperlukan adanya ijtihad dalam
bentuk fiqh oleh para ahli hukum Islam. 12
Hukum bisnis Islam memiliki aspek halal dan haram sehingga setiap
aktivitas bisnis yang akan dilakukan haruslah didasarkan pada syariah Islam,
apakah hal tersebut dihalalkan atau sebaliknya diharamkan. Atas dasar ini maka
ia memiliki dua corak. Pertama, bersifat duniawi dan berpijak pada perbuatan
dan tindakan yang tampak dan tak berhubungan dengan apa yang tersembunyi
dalam batin manusia. Kedua, bersifat ukhrawi, yaitu pahala bagi yang
melaksanakan syariat-Nya dan hukuman bagi yang melanggarnya.
12
Prawiro, A., Siswanto, A., Farid, F., Prawiro, A. M. B., Siswanto, A., Farid, F., & Prawiro, I. A. M. B.
Pengantar Bisnis Syariah. Api. penerbitsalemba. com. (2020).
9
Harmoni ‘aqli dan naqli maksudnya adalah terjadi keselarasan antara dalil-
dalil dari Al-Qur;an dan As-Sunnah dengan logika manusia. Sebagai contoh, Al-
Qur’an dan Hadits mengharamkan riba maka keharaman riba bukan hanya
karena ada dalilnya, tetapi juga memang bertentangan dengan logika manusia di
mana riba mengandung unsur kezaliman terhadap orang lain. Demikian juga
dengan hukum bisnis Islam lainnya, sesuatu yang dibolehkan dalam Islam
menjadi hal yang mubah untuk dilakukan. Bahkan sesuatu yang awalnya haram,
tetapi karena adanya kedaruratan menjadi boleh, sama seperti dengan hukum
yang makruh kemudian karena adanya keperluan maka boleh dilakukan.
Misalnya, dibolehkannya akad hawalah (pengalihan hutang) karena adanya
haajat (kebutuhan). 13
3. Komprehensif (Syumuliyyah): Mengatur Seluruh Bidang Hukum
Hukum bisnis Islam memiliki karakter yang komprehensif, artinya ia
mengatur seluruh aspek bisnis secara menyeluruh. Bukan hanya dalam akad
saja, tetapi juga dalam penyelesaian sengketa yang akan terjadi di kemudian
hari. Komprehensivitas hukum bisnis Islam tercermin dari aturan yang sangat
lengkap mengenai awal terjadinya akad, proses pelaksanaan akad hingga
berakhirnya akad tersebut. Komprehensivitas ini menjadikan dimensi hukum ini
sempurna dari berbagai aspek kehidupan.
Sebagai sistem hukum bisnis yang komprehensif maka hukum bisnis Islam
akan mampu memberikan solusi untuk berbagai persoalan bisnis, baik yang
sedang terjadi atau yang belum pernah terjadi. Hal ini karena perangkat dari
sistem ini sudah lengkap. Maka tidak akan pernah ada model bisnis yang tidak
bisa diselesaikan dengan hukum bisnis Islam.
4. Universal: Bisa dilaksanakan kapan saja, di mana saja, dan dalam keadaan
bagaimanapun juga
Prinsip-prinsip dasar dalam hukum bisnis Islam tidak pernah berubah-ubah,
seperti an-taradhin (saling rela) dalam berbagai transaksi atau jual-beli,
menolak mudharat, menghindari perbuatan dosa, memelihara hak, dan juga
menerapkan tanggung jawab individual. Sementara itu, dimensi fiqih yang
berpijak pada qiyas atau analogi dan bertujuan memelihara kemashlahatan dan
adat istiadat (yang baik) bisa berubah dengan berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman, kemaslahatan manusia dan lingkungan yang berbeda dalam
konteks ruang dan waktu selama hukum berada dalam wilayah yang sesuai
dengan tujuan-tujuan syariat (maaqashid asy-syari’ah) prinsip-prisipnya yang
benar. Inilah yang dimaksud dengan kaidah, “Hukum berubah sesuai dengan
perubahan zaman” (taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-azman).
13
Prawiro, A., Siswanto, A., Farid, F., Prawiro, A. M. B., Siswanto, A., Farid, F., & Prawiro, I. A. M. B.
Pengantar Bisnis Syariah. Api. penerbitsalemba. com. (2020).
10
Ajaran Islam bersifat universal, ia meliputi alam tanpa batas, tidak seperti
ajaranajaran Nabi sebelumnya. Hukum bisnis Islam berlaku bagi orang Arab dan
orang ‘ajam (non-Arab), kulit putih, dan kulit hitam. Universalitas hukum Islam
ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaan-Nya tidak terbatas,
yaitu Allah SWT. Di samping itu, hukum Islam mempunyai sifat dinamis (cocok
untuk setiap zaman). Bukti yang menunjukkan apakah hukum Islam memenuhi
sifat tersebut atau tidak, harus dikembalikan kepada Al-Qur’an karena Al-
Qur’an merupakan wadah dari ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT kepada
umat-Nya di muka bumi. Al-Qur’an juga merupakan garis kebijaksanaan Tuhan
dalam mengatur alam semesta termasuk manusia.
Demikian pula dalam bisnis, fakta saat ini menunjukan banyak orang
nonmuslim yang menabung di bank syariah, demikian juga banyak di antara
mereka yang melaksanakan sistem bisnis syariah. Hal ini karena hukum bisnis
syariah bersifat universal sehingga siapa saja bisa melaksanakannya. Lebih dari
itu hak-hak mereka akan dilindungi dengannya. 14
ِ اًل ألبَا
.ب لَ َعلَّكُ أم تَتَّقُ أون َ اص َح ٰيوة ٌ يّّٰٰٓــاُولِى أ
ِ صَ َولَكُ أم فِى أال ِق
“Dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai
orang-orang yang berakal supaya kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah (2): 179)
14
Prawiro, A., Siswanto, A., Farid, F., Prawiro, A. M. B., Siswanto, A., Farid, F., & Prawiro, I. A. M. B.
Pengantar Bisnis Syariah. Api. penerbitsalemba. com. (2020).
11
6. Duniawi dan Ukhrawi: Bersifat Keduniaan dan Keakhiratan
Hukum bisnis Islam yang bersifat baku memiliki hukuman bagi yang
melanggarnya, hukuman ini bersifat duniawi dan ukhrawi. Hukuman di dunia
dalam bentuk yang sudah ditetapkan semisal al-hudud serta hukuman yang
merupakan keputusan hakim (at-ta’zir) yang dilaksanakan di dunia. Hukuman
yang bersifat ukhrawi adalah ancaman siksa setelah kematian hingga
dimasukkan ke dalam neraka. Hukum Islam juga berfungsi sebagai penebus
dosa karena sanksi yang dijatuhkan di dunia dapat menebus azab di akhirat.
Ubadah bin Shamit ra. berkata: Kami pernah bersama Rasulullah SAW
dalam suatu majelis dan beliau bersabda, “Kalian telah membaiatku untuk tidak
menyekutukan Allah dengan apa pun, tidak mencuri dan tidak berzina.”
Kemudian beliau membaca keseluruhan ayat, “Siapa di antara kalian
memenuhinya maka pahalanya di sisi Allah. Siapa saja yang mendapatkan dari
hal itu sesuatu, kemudian diberi sanksi maka sanksinya menjadi penebus dosa
baginya. Siapa saja yang mendapatkan dari hal itu sesuatu maka Allah
menutupinya jika Dia berkehendak, Dia mengampuninya atau mengazabnya.”
(HR Al-Bukhari).
Hadits ini menjelaskan bahwa sanksi dunia, yakni sanksi yang dijatuhkan
negara bagi pelaku kejahatan, akan menggugurkan sanksi di akhirat. Oleh
karena itu, pada masa Rasulullah SAW pelaku zina seperti Maiz dan Al-
Ghamidiyah tidak segan-segan datang kepada Rasulullah untuk mengakui
perzinaannya dan meminta negara agar menjatuhkan sanksi atas pelanggaran
mereka di dunia agar sanksi di akhirat atas mereka gugur.
Karakter inilah yang membedakan antara hukum bisnis Islam dengan sistem
hukum bisnis lainnya, ia menjadi pedoman dalam pelaksanaan bisnis sekaligus
menjadi ancaman bagi orang-orang yang melanggarnya. Hukuman yang didapat
bagi yang melanggar dalam bentuk hukum yang jelas ada di Al-Qur’an dan As-
Sunnah demikian juga ancaman hukuman di akhirat telah jelas dalam Islam.
Misalnya, seorang yang memakan riba atau berjudi maka balasannya di akhirat
adalah azab yang pedih. Sementara di dunia dihukum dengan ta’zir, yaitu
hukuman yang ditetapkan oleh hakim dalam Islam yang didasarkan pada nilai-
nilai dasar Islam. 15
Merujuk pada karakteristik hukum bisnis Islam maka dapat dipahami bahwa
dimensi hukum Islam dalam bidang bisnis memiliki karakteristik yang khas
yang tidak ada pada sistem hukum bisnis lainnya. Karakter khas tersebut adalah
bahwa hukum bisnis Islam bukan hanya bicara tentang seperangkat peraturan
yang memberikan keadilan di dunia saja, melainkan ia juga menjadi jalan
keselamatan bagi umat Islam di akhirat sana.
15
Prawiro, A., Siswanto, A., Farid, F., Prawiro, A. M. B., Siswanto, A., Farid, F., & Prawiro, I. A. M. B.
Pengantar Bisnis Syariah. Api. penerbitsalemba. com. (2020).
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum bisnis syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang meliputi adil,
transparan, bertanggung jawab, dan tidak melanggar ketentuan agama. Bisnis harus
mematuhi prinsip-prinsip ini dalam semua aspek operasionalnya. Didalamnya
mengatur tentang transaksi yang diizinkan dalam Islam, seperti jual beli dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan, investasi dalam bisnis yang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip Islam, dan pengelolaan keuangan yang menghindari riba
(bunga) dan maysir (perjudian) Ruang lingkup hukum bisnis syariah juga mencakup
pendirian, pengelolaan, dan pengawasan perusahaan yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Hal ini mencakup aspek hukum seperti struktur perusahaan,
kepemilikan saham, kebijakan dividen, dan tanggung jawab sosial perusahaan yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hukum bisnis syariah melibatkan pengawasan dan
penegakan hukum untuk memastikan bahwa praktik bisnis sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah. Hal ini dapat mencakup lembaga pengawas khusus, seperti badan
keuangan Islam, serta sistem hukum yang memfasilitasi penyelesaian sengketa sesuai
dengan hukum syariah. Kesadaran akan prinsip-prinsip hukum bisnis syariah juga
penting dalam ruang lingkupnya. Pendidikan dan promosi tentang hukum bisnis
syariah diperlukan agar pemangku kepentingan, termasuk pelaku bisnis, konsumen,
dan regulator, dapat memahami pentingnya dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut
dalam aktivitas bisnis mereka.
B. Saran
Dari penjelasan materi di atas, penulis berharap agar para pembaca dapat
memahami materi dengan baik dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca, sangat kami harapkan agar bisa dijadikan
perbaikan untuk ke depannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Norva. Bisnis dalam Perspektif Islam AL-TIJARY, Vol. 01, No. 01, Desember 2015,
Kadir, A. 2010. Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset).
Nopriansyah, Waldi. 2019. Hukum Bisnis di Indonesia Dilengkapi dengan Hukum Bisnis
Dalam Perspektif Syariah. Prenada Media Group, Jakarta.
14