Anda di halaman 1dari 21

LABA DALAM AKUNTANSI SYARIAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu: Eka Nur Rofik, S.E., M.Ak

Disusun oleh:

KELOMPOK 11

1. Mohammad Rizal Hariri Yusuf Al Amin (126403202173)


2. Fathiya Ikrimah (126403203182)
3. Himdatus Shulfa (126403203188)

AKUNTANSI SYARIAH 6D

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH

TULUNGAGUNG

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
kelompok kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kaidah Fiqh Muamalah Untuk Transaksi Syariah” ini
tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Bapak Eka Nur Rofik, S.E., M.Ak pada
mata kuliah Teori Akuntansi Syariah di UIN Sayid Ali Rahmatullah Tulungagung. Makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kaidah Fiqh Muamalah Untuk Transaksi Syariah
bagi para pembaca dan juga tentunya bagi penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Eka Nur Rofik, S.E.,
M.Ak selaku Dosen mata kuliah Teori Akuntansi Syariah. Dengan adanya tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tuliskan.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuan dan telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 30 Maret 2023

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1) Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
2) Rumusan Masalah................................................................................................... 1
3) Tujuan...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
1) Pengertian Laba....................................................................................................... 3
2) Laba Dalam Perspektif Konvesional Dan Islam..................................................... 5
3) Laba Dalam Akuntansi Syariah............................................................................... 9
4) Konsep Pendistribusian Laba.................................................................................. 12
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 18
1) Kesimpulan.............................................................................................................. 18
2) Saran........................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1) LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia yang memberikan
pedoman bukan hanya pada aspek spiritual dalam hubungan manusia dengan Allah Swt.,
namun juga duniawi atau material dalam hal muamalah manusia dengan sesama makhluk
dan bumi ini. Dalam konteks muamalah, Islam sangat menganjurkan aktivitas usaha atau
bisnis. Namun, berbeda dengan tujuan bisnis dalam konteks konvensional seperti sistem
konvensional yang bertujuan untuk memaksimalkan perolehan laba dan keberlanjutan
usaha. Bisnis dalam sistem ekonomi syariah bertujuan utama untuk memberikan
kemaslahatan bukan hanya untuk pemilik namun juga bagi para pemangku kepentingan
termasuk bumi ini. Dalam ekonomi Islam, aktivitas bisnis juga diatur oleh bingkai
syariah, tidak boleh mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran Islam. Laba
dalam laporan keuangan dapat menjadi tolok ukur kepatuhan suatu perusahaan dalam
operasionalnya kepada syariat Islam.

Di dalam bisnis konvensional maupun bisnis yang menjunjung tinggi nilai


keIslaman, sukses tidaknya suatu bisnis tersebut dapat ditentukan dengan besarnya laba
yang telah diperoleh. Laba sendiri memiliki arti yaitu keuntungan yang diperoleh dari
aktivitas bisnis suatu perusahaan atau organisasi. Laba berasal dari selisih besarnya
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan operasional bisnis dengan besarnya biaya atau
beban yang digunakan untuk kegiatan operasional suatu bisnis, sehingga laba menjadi
sesuatu hal yang sangat penting dalam berlangsungnya suatu bisnis, karena apabila suatu
bisnis tidak mendapatkan laba, maka bisnis tersebut sedang dalam masalah

2) RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Laba?
2. Bagaimana Laba Dalam Perspektif Konvesional Dan Islam?
3. Bagaimana Laba Dalam Akuntansi Syariah ?
4. Bagaimana Konsep Pendistribusian Laba?

1
3) TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian Laba
2. Untuk Mengetahui Laba Dalam Perspektif Konvesional Dan Islam
3. Untuk Mengetahui Laba Dalam Akuntansi Syariah
4. Untuk Mengetahui Konsep Pendistribusian Laba
5. Untuk Mengetahui Alat Tukar Dalam Jual Beli
6. Untuk Mengetahui Pengetahuan Khiyar
7. Untuk Mengetahui Dalil Pensyariatan Khiyar
8. Untuk Mengetahui Macam-Macam Khiyar

2
BAB II
PEMBAHASAN
1) PENGERTIAN LABA

Laba berasal dari besarnya pendapatan yang diterima perusahaan atau organisasi
dikurangi dengan besarnya biaya atau beban yang dikeluarkan perusahaan atau
organisasi, kemudian besar kecilnya laba bagi suatu bisnis digunakan untuk mengukur
tingkat kesuksesan dan kemajuan suatu bisnis tersebut.

Sugiharto, B., & Utara-Medan 2020) mendefinisikan laba sebagai suatu


keuntungan yang didapat dari selisih antara hasil penjualan produk baik berupa barang
ataupun jasa dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya untuk menghasilkan produk
tersebut dalam kegiatan operasional perusahaan. Sehingga dengan begitu, faktor utama
dalam menentukan besar kecilnya laba perusahaan adalah pendapatan dan biaya, dan
besar kecilnya laba tersebut merupakan indikator dalam sukses atau tidaknya suatu
perusahaan.

Menurut (Suginam 2019) Laba yaitu suatu pos dasar yang begitu penting pada
laporan keuangan, dimana laba tersebut mempunyai keuntungan dalam berbagai konteks.
Secara umum, laba dilihat sebagai acuan dalam menentukan berbagai kebijakan, yaitu
diantaranya untuk membayar dividen, perpajakan, dasar melakukan investasi dan dalam
mengambil keputusan, serta unsur untuk memprediksi kinerja suatu perusahaan. Laba
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis diantaranya laba kotor, laba operasional,
laba sebelum dikurangi pajak, laba bersih. Selanjutnya, kegunaan dari laba yaitu untuk
pengukuran prestasi atau kinerja dari suatu badan usaha, indikator efisiensi pemanfaatan
dana, dasar pengenaan pajak, dasar kompensasi pembagian bonus, dasar pembagian
dividen, dan lain sebagainnya. Laba yaitu suatu ukuran untuk melihat kinerja dan prestasi
suatu manajemen atas pengelolaan sumber daya dalam melaksanakan suatu usaha. Untuk
menentukan laba dibutuhkan konsep pengukuran untuk proses menentukan jumlah uang
untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan
laporan laba rugi (Ekasari 2014).

Menurut (Nashrullah 2019) Laba terbentuk dari 4 hal yang nanti pada akhirnya
akan menyebabkan laba bersih atau rugi bersih, yaitu yang pertama adalah keuntungan

3
(gain), kedua yaitu pendapatan (revenue), ketiga merupakan kerugian (loss) dan yang
keempat yaitu beban (expense). Berdasarkan jurnal artikel tersebut, maka konsep laba
terdiri dari susunan keuntungan, pendapatan, kerugian dan beban, dimana hal ini juga
masih umum sama seperti akuntansi konvensional, bahwa laba diperoleh dari transaksi
jual beli yag dilakukan oleh suatu entitas bisnis, dan belum spesifik ke akuntansi syariah.
Bersumber dari jurnal artikel yang ditulis (Kurniawati 2013), dengan judul “Laba dalam
Akuntansi Syariah” sudah sesuai dengan ajaran dan syariat agama Islam, dimana bahwa
terdapat beberapa konsep didalam Islam yang berhubungan dengan konsep laba,
diantaranya :

1. Adanya mekanisme prosedur pembayaran zakat jika memperoleh laba dari bisnis.
Dimana dalam melaksanakan penghimpunan zakat, dilakukan oleh pihak yang
berhak yaitu pemerintah dan selanjutnya dilakukan pendistribusian zakat untuk
mencapai kesejahteraan pada lini masyarakat yang membutuhkan, tujuannya
hanya untuk menjalankan perintah Allah SWT. Dimana Zakat dipungut terhadap
pendapatan (laba), untuk orang-orang yang memiliki beberapa barang tertentu.
Misalnya logam mulia seperti emas dan perak, atau yang disetarakan dengan
uang, ternak, hasil dari pertanian, serta profit dari suatu bisnis. Hal tersebut
membutuhkan indikator penilaian dan konsep yang sangat matang untuk membuat
pedoman dasar dan kisaran besaran zakat yang wajib disetorkan.

2. Sistem pembayaran laba yang diperoleh dari bisnis tanpa bunga. Didalam Islam
mengenal larangan adanya bunga. Tetapi dengan tidak adanya bunga, bukan
berarti didalam Islam tidak ada biaya modal, didalam Islam yang dilarang adalah
cara penggunaan dan pengelolaan laba untuk pedoman melakukan pembayaran
zakat, namun dapat diminimalisir sebaik mungkin apabila terjadi konflik
kepentingan dan manipulasi di dalam penyusunan laporan keuangan, yang
digunakan dalam penentuan tingkat penyetoran pengembalian atas modal,
misalnya penyetoran uang dengan tidak adanya pembagian resiko yang berasal
dari setoran angsuran atas pinjaman, serta adanya pengakuan terhadap harga yang
ditangguhkan (akibat dari adanya pembayaran angsuran) lebih tinggi dari
pembayaran secara tunai.

4
2) LABA DALAM PERSPEKTIF KONVENSIONAL DAN ISLAM

Perbedaan paham idealisme akan menghasilkan perbedaan cara pandang terhadap


dunia ini (worldview) yang mengakibatkan perbedaan dalam berperilaku termasuk dalam
bidang ekonomi. Cara pandang ini juga akan berpengaruh pada perbedaan dalam
menjelaskan konsep laba suatu perusahaan.

1. Laba dalam Perspektif Kapitalisme

Makna laba dalam sistem kapitalisme berdasar pada ajaran dari Adam
Smith, seorang tokoh ekonomi kapitalisme liberal, yang menjelaskan laba sebagai
hasil dari pembagian kerja, kapital, pasar bebas, dan harga pasar serta dipengaruhi
oleh tingkat upah buruh, bunga, kolonialisme, kepastian kondisi ekonomi, ukuran
perusahaan, dan kebijakan pemerintah. Adam Smith menawarkan konsep pasar
bebas dalam sistem ekonomi, di mana pasar harus bebas dari intervensi
pemerintah. Kebebasan ini mendorong keserakahan kaum kapitalis untuk bersaing
tajam dalam memperoleh laba dengan memproduksi komoditi yang akhirnya
menyebabkan terjadinya kelebihan produksi. Akibatnya terjadi krisis ekonomi,
pengangguran, dan inflasi tinggi yang sulit dikendalikan.

Sebagai anti thesis dari pemikiran Adam Smith yang dinilai gagal
sehingga menyebabkan krisis ekonomi pada tahun 1930-an, Maynard Keynes
hadir dengan pemikiran bahwa harus ada campur tangan pemerintah dalama
ktivitas ekonomi. Perbedaan pemikiran antara Adam Smith dan Maynard Keynes
disebabkan perbedaan kondisi perekonomian. Pada zaman Smith, orang yang
mencari barang sehingga kaum kapitalis relative lebih mudah dalam
menghasilkan laba, sedangkan pemikiran Keynes lahir dari krisis ekonomi
kapitalis tahun 1930 an dimana barang yang mencari konsumen sehingga
persaingan untuk menghasilkan laba semakin meningkat. Harga pokok produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku dan upah buruh serta biaya peralatan produksi
merupakan hal yang ditekankan pada pemikiran Keynes. Perusahaan akan
memperoleh laba jika harga pasar lebih tinggi dari harga pokok produksi suatu
barang. Selain itu, laba juga ditentukan oleh konsumen. Proses produksi akan

5
terus berjalan jika produk tertentu memberikan kepuasan kepada konsumen.
Perbedaan mendasar pemikiran Smith dan Keynes adalah keterlibatanpemerintah
dalamperekonomian. Menurut Keynes, salah satu faktor yang juga mempengaruhi
laba suatu perusahaan adalah kebijakan pemerintah baik di bidang fiskal, moneter,
belanja negara, dan biaya modal. Teori ekonomi Keynes ini banyak diadopsi oleh
beberapa negara termasuk Indonesia.Hal yang bisa disimpulkan dari penjelasan di
atas adalah bahwa hakikatnya system ekonomi kapitalis liberal adalah proses
penciptaan laba. Tujuan utama perusahaan adalah untuk menghasilkan dan
memaksimalkan laba bagi pemiliknya. Tujuan ini tentu saja berpengaruh besar
dalam pola pengelolaan perusahaan.

Hubungan antara kapital dan laba yang kemudian menentukan pola


perilaku manusia (Triyowono et al., 2016). Kapital yang merupakan motor
penggerak sistem sosial kapitalisme liberal harus dikelola untuk menghasilkan
laba yang akan diakumulasi menjadi kapital baru. Perilaku pelaku ekonomi
difokuskan untuk mengelola kapital demi memaksimalkan laba. Salah satu aspek
perilaku manusia yang juga dipengaruhi oleh konsep laba yang dianut
pahamkapitalisme ini adalah konsep akuntansi. Dampak negatif dari idealisme ini
adalah perilaku kecurangan akuntansi seperti window dressing atau manajemen
laba di mana manajemen berupaya untuk merekayasa laporan keuangan
perusahaan agar memperlihat kinerja keuangan yang diharapkan. Hal ini tentu
saja akan menyesatkan pihak yang berkepentingan.

2. Laba dalam Perspektif Islam

Ada pendapat umum yang berkembang bahwa sistem ekonomi Islam tidak
mengenal maksimalisasi keuntungan karena dianggap tidak berorientasi pada
akhirat. Sayangnya tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah
yang menyatakan hal tersebut. Sebaliknya, ada beberapa dalil yang menyiratkan
tentang bolehnya memperoleh keuntungan dalam suatu aktivitas bisnis dan
bahkan memandangnya sebagai suatu berkah dan rahmat dari Allah yang harus
diperjuangkan. Terkait harta (termasuk keuntungan yang diperoleh darinya), hal
yang dipertanyakan pada hari pertanggung jawaban kelak adalah “darimana

6
diperoleh” dan “kemana dibelanjakan” harta tersebut, bukan “mengapa”
diperoleh. Beberapa dalil baik Al-Qur’an maupun al-Hadits yang menjadi dasar
diperbolehkannya menjadikan laba sebagai salah satu tujuan suatu aktivitas
ekonomi.

I. Al-Qur’an

Dalil Al-Qur’an pertama adalah QS. Al-Baqarah ayat 16 yang


merupakan satu-satunya ayat yang menyebutkan kata “Rib” yang artinya
laba atau keuntungan sebagai berikut: “Mereka itulah yang membeli
kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung
dan mereka tidak mendapat petunjuk”.Salah satu interpretasi terhadap ayat
ini adalah suatu pertukaran tanpa adanya keuntungan bukanlah suatu
perdagangan atau jual beli, kecuali jika mengandung suatu manfaat dari
pihak yang bertransaksi. Jual beli terjadi jika kedua belah pihak memiliki
tujuan untuk memperoleh keuntungan. Suatu aktivitas bisnis tanpa adanya
keuntungan hanya membuang waktu dan tenaga. Pada ayat yang lain,
Allah mendukung orang-orang beriman yang telah membuat kesepakatan
yang menguntungkan. Jadi kita melihat Allah memuji mereka karena
membuat kesepakatan yang akan menghasilkan keuntungan yang tinggi
bagi mereka. Oleh karena itu, salah satu prinsip bisnis yang dianut adalah
pihak-pihak yang bertransaksi akan samasama memperoleh keuntungan
atau manfaat.

II. Al-Hadits

Ada beberapa kisah dari sahabat yang menyiratkan bolehkan


memperoleh keuntungan dalam suatu aktivitas bisnis dan bahkan tanpa
ada batasan maksimal keuntungan yang ditetapkan. Seorang sahabat
bernama Urwah al-Bariqi yang diberikan satu dinar oleh Nabi untuk
membeli seekor kambing. Dalam perjalananpulang setelah membeli
kambing, dia ditawari untuk menjual kambing tersebut seharga dua dinar.
Dia menerima kesepakatan transaksi itu, lalu kembali ke pasar untuk

7
membeli kambing seharga satu dinar lalu setelahnya diserahkan kepada
Nabi beserta dengan keuntungan satu dinar dari penjualan kambing
sebelumnya. Nabi menerimanya dengan senang dan mendoakan
keberkahan atas negosiasi transaksi yang dilakukan Urwah al-Bariqi. Pada
kondisi tertentu, upaya perolehan keuntungan diwajibkan. Salah satu
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi: “Barang siapa yang
menjadi waliharta anak yatim, maka hendaklah ia memperdagangkanya
agar tidak terjerumus zakat”. Hadits ini mewajibkan para wali harta anak
yatim untuk menginvestasikannya dalam kegiatan yang menghasilkan
keuntungan untuk memastikan bahwa keuntungan yang dihasilkan cukup
tidak hanya untuk pembayaran zakat, tetapi juga untuk menutupi
biayasehari-hari anak yatim. Hal ini juga diperintahkan oleh Khalifah
Umar bin Khattab yang mengatakan bahwa: “Lakukan jual beli harta anak
yatim untuk menyelematkannya dari zakat”.

Walaupun tidak ada dalil yang mengatur besarnya perolehan


keuntungan dalam suatu aktivitas bisnis, alGazali menyarankan agar para
pedagang tidak menjual barangnya pada tingkat harga yang jauh lebih
tinggi dari harga yang berlaku sebab hal in akan menyebabkan tingkat laba
yang berlebihan. Bahkan al-Gazali memperkirakan bahwa besar harga
normal itu kira-kira 5-10% dari harga jual dan menyarankan kepada para
pedagang untuk lebih memperhatikan keuntungan yang sejati yaitu
keuntungan akhirat. Disimpulkan bahwa dalam perspektif Islam ,
profitabilitas memiliki makna yang jauh lebih luas dari sekedar profit
material (Pratama & Jaharuddin, 2018). Konsep laba harus didasari
tauhidullah di mana tujuan pencapaian laba berorientasi pada
akhirat.Lebih jauh dan lebih dalam, makna laba dalam bingkai
spiritualisme-religius yang didasarkan pada filsafat spiritualisme Islam Al-
Ghazali bahwa laba adalah hasil kerja manusia yang diridai Tuhan untuk
dimanfaatkan demi kesejahteraan seluruh umat manusia, lingkungan
sosial, dan kemakmuran lingkungan alam(Triyuwono et al., 2016). Laba
tidak hanya dipandang sebagai hasil untuk memuaskan tujuan berupa

8
materi, tetapi untuk membangun akhlak mulia yang sejalan dengan fitrah
manusia yaitu rendah hati (tawadhu), mengutamakan kepentingan umum
(itsar), hidup sederhana, senang membantu orang lain, dan selalu berbuat
baik. Dengan memandang laba sebagai rezeki dari Allah, maka manusia
harus mengupayakan memperolehnya tentu dengan cara-cara yang
diridhoi Allah dan menyalurkannya sesuai ketentuan ketentuan syariah
pula. Oleh karena itu, laba bukanlah sepenuhnya menjadi hak pemilik
modal karena modal diyakini sebagai titipan Allah untuk dimanfaatkan
dan dikelola sesuai dengan ketentuannya. Dengan memandang laba
sebagai rezeki pemberian Allah, maka pemilik perusahaan dan manajemen
yang mengelola perusahaan tersebut akan merasakan kedekatan kepada
sang Pemberi. Sehingga tujuan akhir dari laba adalah untuk memperoleh
keridhoan dan kedekatan kepada Allah.

3) LABA DALAM AKUNTANSI SYARIAH

Menurut (Hameed n.d.) tujuan akuntansi syariah dari pandangan makro yaitu:

I. Sebagai pedoman melakukan perhitungan terhadap zakat.

II. Sebagai pedoman dalam melakukan pembagian keuntungan,


pendistribusian kesejahteraan dan melakukan pengungkapan atas suatu
kejadian dan nilai-nilai.

III. Untuk memberikan keyakinan bahwa bisnis yang dijalankan berdasarkan


syariat Islam mendapatkan hasil berupa laba yang didapatkan tidak akan
menyebabkan masyarakat Islam mengalami kerugian.

Akuntansi syariah menjadikan subperkara berasal perkara ekonomi dan keuangan


Islam, digunakan seperti instrument simpatisan penggunaan etiketik Islami, yang
merupakan bagian ddalam domain akuntansi, kelebihan utamanya adalah seperti
perlengkapan manajemen yang dijadikan bukti untuk sisi internal dan eksternal organisasi
(Khadaffi, M., Siregar, S., Noch, M. Y., Nurlaila, N., Harmain, H., & Sumartono 2017).
Sehigga Laba yang diperoleh dalam akuntansi syari’ah didapatkan dari transaksi yang

9
halal berdasarkan kesepakatan bersama, dimana nantinya tidak akan diperoleh satu pihak
pun yang merasa dirugikan, juga berpedoman pada nilai keadilan dan kejujuran.

Perbedaan cara pandang dalam sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi
Islam termasuk dalam hal konsep laba mengakibatkan perbedaan tujuan akuntansi.
Akuntansi akan merekam setiap aktivitas bisnis suatu perusahaan sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan dari suatu sistem akuntansi akan menggambarkan sistem
ekonomi bahkan pola perilaku ekonomi pemilik dan manajemen perusahaan. Sistem
kapitalisme yang bertujuan untuk memaksimalkan laba dari pengelolaan kapital pemilik
sehingga tujuan utama akuntansi keuangan adalah untuk menghasilkan laporan keuangan
yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi terutama oleh
investor dan kreditor (Kieso et al., 2018). Penekanan utama adalah pada laporan laba rugi
untuk menilai profitabilitas perusahaan yang pada akhirnya dijadikan dasar pembagian
dividen kepada pemilik serta akan menambah ekuitas perusahaan serta kemampuan untuk
membayar bunga dan pinjaman kreditor.

Masyarakat muslim yang memandang laba sebagai rahmat dari Allah akan sangat
hati-hati dalam hal cara perolehan serta penggunaannya. Oleh karena itu, selain bertujuan
untuk menyediakan informasi keuangan kepada pengguna untuk pengambilan keputusan
ekonomi, tujuan laporan keuangan dalam akuntansi syariah (Wiroso, 2011), sebagai
berikut:

a. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan


kegiatan usaha;

b. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah bilaada dan


bagaimana perolehan dan penggunaannya;

c. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas


syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada
tingkat keuntungan yang layak; dan

d. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal


dan pemilik dana syirkah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan

10
kewajiban fungsi sosial entitas syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran
zakat, infak, Shadaqah, dan wakaf.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas laporan keuangan yang dihasilkan dari akuntansi
syariah menjadi pertanggung jawaban aktivitas bisnis perusahaan yang harus sesuai
ketentuan syariah baik secara pengelolaan maupun penggunaanhasil keuntungannya.
Informasi yang disajikan harus sesuai dengan kondisi riil tanpa ada rekayasa dari pihak
manapun sehingga ada nilai ibadah secara individu baik pemilik maupun manajemen
khususnya akuntan.Terkait dengan laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, ada dua
konsep dalam Islam yang diterapkan yaitu pembayaran zakat dan pelarangan bunga.
Zakat dipungut atas kepemilikan barang-barang tertentu yang menurut ketentuan syariah
menjadi objek zakat seperti emas dan perak serta objek yang memiliki potensi untuk
berkembang seperti hewan ternak dan hasil pertanian. Selain itu, zakat juga dipungut atas
laba yang dihasilkan perusahaan. Salah satu fungsi zakat yang merupakan salah satu pilar
Islam adalah untuk menyucikan harta dalam arti bukan dari hasil-hasil aktivitas haram
namun dari hak orang lain. Tentusaja zakat tidak akan diterima jika berasal dari hal-hal
yang tidak diperbolehkan secara syariat. Oleh karena itu, penggunaan laba sebagai dasar
perhitungan dan pembayaran zakat perusahaan diharapkan akan meminimalisir mis
management perusahaan serta masalah-masalah yang berkaitan dengan konflik
kepentingan dan kecurangan penyajian dan pengungkapan laporan keuangan.

Aspek lain pembahasan laba dalam akuntansi syariah adalah larangan sistem bunga.
Sistem bunga merupakan caracara kapitalis dalam melaksanakan usaha. Islam melarang
system penentuan tingkat pengembalian tetapatas modal sebagaimana pada sistem bunga
karena pemilik modal tidak menanggung risiko atas modal yang disetorkan untuk
pengelolaan bisnis. Aktivitas bisnis harus dijalankan berdasarkan kaidah al-
ghunmbilghurm yang berarti tidak ada profit tanpa risiko dan al-kharaj bid-dhaman yang
berarti hasil usaha muncul bersama dengan biaya. Keuntungan dalam Islam dibangun di
atas prinsip iwad yaitu jumlah usaha dan risiko yang diperhitungkan dalam bisnis. Riba
dilarang karena tidak memperhitungkan risiko sehingga menyebabkan ketidak adilan dan
tidak mendorong distribusi kekayaan di mana pihak yang kaya yaitu pemilik modal akan
semakin kaya dan pihak yang miskin akan semakin miskin. Selain itu, bunga mengurangi

11
kecepatan peredaran uang dan memperlakukan uang sebagai komoditas bukan sebagai
alat tukar semata. Pengambilan dan pembagian risiko merupakan manifestasi prinsip-
prinsip etika Islam .

4) KONSEP PENDISTRIBUSIAN LABA

Laba merupakan istilah akuntansi yang sangat popular digunakan baik oleh
pembuat laporan keuangan maupun oleh penggunanya. Popularitas istilah laba antara lain
disebabkan oleh fungsi laba yang sangat vital bagi perusahaan. Laba berfungsi sebagai
standar penilaian kinerja (performance) perusahaan yang selanjutnya akuntansi menjadi
dasar pertimbangan kreditor, investor, pemerintah, dan masyarakat umum.Distribusi
dalam ekonomi Islam mencakup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan
sumber-sumber kekayaan. Islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan
khusus dan meletakkan bagi masing-masing dari kedua kaidah-kaidah Syariah untuk
mendapatkannya dan mempergunakannya, termasuk kaidah distribusi setelah meninggal
dunia dalam bentuk warisan, hibah dan wasiat. Ekonomi Islam juga memiliki politik
dalam distribusi pemasukan melalui unsur-unsur produksi antara individu masyarakat dan
kelompoknya. Disamping adanya pengembalian distribusi dalam jaminan sosial melalui
zakat, infaq, shodaqah dan wakaf. Para ekonom menjelaskan bahwa problematika
ekonomi yang paling menonjol dari dulu sampai saat ini adalah pemutusan kekayaan
pada segelintir orang atau negara tertentu. Hal ini disebabkan adanya ketidakadilan dalam
proses distribusi sumber ekonomi, kekayaan, serta pemasukan.Islam memberikan prinsip
dasar distribusi kekayaan dan pendapatan sehingga kekayaan tidak beredar diantara orang
kaya, islam mengatur kekayaan dan distribusi pendapatan untuk semua warga negara,
tidak menjadi komoditas untuk orang kaya saja. Berhubungan dengan laba bersih
perusahaan, pendistribusian laba seharusnya tidak hanya kepada stockholder tetapi juga
pihak stakeholder dan orang yang ikut serta dalam penciptaan laba terlibat dalam
pendistribusian laba perusahaan.

Menurut Sitepu (2005), pendistribusian net income perusahaan dapat dillihat dari
konsep-konsep berikut:

 Net Income to Stockholders

12
Pandangan yang paling tradisional dan telah diakui mengenai laba bersih
adalah bahwa laba bersih merupakan hasil pengembalian (return) kepada pemilik
laba. Pendekatan-pendekatan yang diperoleh perusahaan akan meningkatkan
pemilikan dan biaya yangd ikeluarkan akan menurunkannya. Jadi laba bersih
yang merupakan kelebihan pendapatan atas biaya, secara langsung akan
menambah kekayaan pemilik. Dividen kas merupakan penarikan modal, dan laba
yang ditahan merupakan bagian dari total pemilikan. Sebaliknya, kerugian yang
dialami perusahaan secara langsung akan mengurangi kekayaan pemilik.

 Net Income to Investor

Sesuai dengan entity theory, pemegang saham dan kreditor jangka panjang
dianggap sama dengan investor, modal permanen dengan adanya pemisahan
antara pemilikan (ownership) dan pengendalian (control) dalam perusahaan-
perusahaan besar, maka perbedaan antara pemegang saham dan kreditur tidak lagi
sepenting sebelumnya. Perbedaan utama hanya terletak pada prioritas hak dalam
pembagian laba dan terhadap aset dalam likuidasi. Dalam entity theory, income
bagi investor, pajak penghasilan diperlakukan sebagai beban, karena pemerintah
bukanlah penerima manfaat dari perusahaan dalam pengertian seperti investor.

 Net Income to Residual Shareholders

Dalam perusahaan yang menguntungkan dengan umur yang tidak terbatas,


para pemilik modal residu terdiri dari pemegang saham biasa atau investor yang
dapat menjadi pemegang saham obligasi dapat menjadi pemilik ekuitas residu.
Oleh karena itu, prioritas dalam hak atas laba merupakan hal yang penting bagi
semua kelompok. Laba bersih residu menunjukkan jumlah yang tersedia untuk
didistribusikan kepada pemegang hak residu.Tata cara mekanisme pendistribusian
pendapatan kepada individu, dilakukan dengan ketentuan dan sebab kepemilikan
serta transaksi-transaksi yang wajar. Faktor utama yang menentukan
pendistribusian kekayaan atau laba adalah kasih sayang dan keadilan, karena
tujuan pendistribusian ini adalah agar kekayaan tidak menumpuk pada segolongan

13
kecil masyarakat tetapi selaluberedar dalam masyarakat dan faktor produksi yang
terkait memperoleh bagian yang adil sesuai dengan hak masing-masing.

Dalam hal ini, para ilmuan akuntan memberikan solusi mengenai konsep
pendistribusian laba yaitu menggunakan Value added concept of income yang
bernuansa sosial, dimana dalam kaitannya dengan pendistribusian laba konsep ini
lebih bersifat manusiawi dan mengandung nilai-nilai keadilan karena
pendistribusian laba tidak hanya diberikan kepada pemilik modal saja tetapi juga
semua karyawan dan pihak yang terkait. Berbeda dengan konsep laba, yang
selama ini lebih melekat pada perspektif nilai egois dan stakeholder oriented.
Konsep nilai tambah ini tidak hanya difokuskan pada ekuitas modal tetapi
mengarah pada kepentingan lebih luas dalam bentuk distribusi laba pada seluruh
stakeholder, sebagaimana digagas dalam konsep Shari’ah Enterprise Theory
(SET). Menurut Triyuwono (2006) mengajukkan konsep Shari’ah Enterprise
Theory (SET) karena dianggap sebagai teori yang paling pas untuk Akuntansi
Syariah karena Shari’ah Enterprise Theory lebih mengandung nilai keadilan,
kebenaran, kejujuran, amanah, dan pertanggung jawaban. Hal ini dikarenakan
konsep ini mampu memberikan teknik akuntansi yang menghasilkan bentuk
akuntabilitas dan informasi yang dibutuhkan oleh stockholder sehingga dapat
melihat kontribusi dari para partisipan (karyawan, kreditor, pemerintah dan
masyarakat) sehingga dalam kaitannya dengan distribusi laba akan lebih merujuk
pada prinsip keadilan karena akan didistribusikan sesuai dengan kinerja masing-
masing.

1. Distribusi laba untuk Pemerintah dalam bentuk Pajak

Sebagai warga negara Indonesia, umat Islam juga memiliki kewajiban pajak bagi
yang telah memenuhi syarat, karena telah dibuat undang-undang yang mewajibkan
itu. Pembayaran pajak merupakanperwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran
serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah
undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban,
tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk

14
peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.Menurut S.I.
Djajadiningrat (2007), pajak adalah: “Suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari
kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa
timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara
umum.”

2. Distribusi laba untuk Zakat

Qardhawi (2007), Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar
(Masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Menurut istilah
fikih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan untuk diserahkan kepada
orang-orang yang berhak. Nabi Muhammad SAW. telah menegaskan di Madinah
bahwa zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam Islam.

15
BAB III

PENUTUP

1) KESIMPULAN

Laba berasal dari besarnya pendapatan yang diterima perusahaan atau organisasi
dikurangi dengan besarnya biaya atau beban yang dikeluarkan perusahaan atau
organisasi, kemudian besar kecilnya laba bagi suatu bisnis digunakan untuk mengukur
tingkat kesuksesan dan kemajuan suatu bisnis tersebut. Laba terbentuk dari 4 hal yang
nanti pada akhirnya akan menyebabkan laba bersih atau rugi bersih, yaitu yang pertama
adalah keuntungan, kedua yaitu pendapatan, ketiga merupakan kerugian dan yang
keempat yaitu beban. Konsep laba terdiri dari susunan keuntungan, pendapatan, kerugian
dan beban, dimana hal ini juga masih umum sama seperti akuntansi konvensional, bahwa
laba diperoleh dari transaksi jual beli yag dilakukan oleh suatu entitas bisnis, dan belum
spesifik ke akuntansi syariah.
Laba dalam perspektif konvensional terdapat perbedaan pada menghasilkan cara
pandang terhadap dunia yang mengakibatkan perbedaan dalam berperilaku dalam bidang
ekonomi yang berpengarug pada perbedaan dalam menjelaskan konsep laba perusahaan.
Laba dalam akuntansi syariah adalah larangan sistem bunga. Sistem bunga
merupakan caracara kapitalis dalam melaksanakan usaha. Islam melarang system
penentuan tingkat pengembalian tetapatas modal sebagaimana pada sistem bunga karena
pemilik modal tidak menanggung risiko atas modal yang disetorkan untuk pengelolaan
bisnis.
Konsep pendistribusian laba dibedakan menjadi dua, yaitu distribusi laba until
pemerintah dalam bentuk pajak dan distribusi laba untuk zakat.

2) SARAN

Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Mungkin ada kesalahan dalam penulisan atau yang lainnya. Oleh Karena itu, kami
sebagai penulis memohon maaf atas kesalahan dalam penulisan atau yang lainnya serta
merasa kurang puas dengan hasil yang kami sajikan. Tentunya kami akan terus berusaha

16
untuk memperbaiki makalah yang mengacu dengan sumber yang didapat. Maka dari itu,
kami sang at menerima kritikan dan saran tentang perbaikan atau penambahan untuk
makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ayumiati, “Pencatatan Laba Dalam Perspektif Akuntansi Syariah dan Konvensional,” EKOBIS SYARIAH 1, no. 1 (24
Juni 2021): 1, https://doi.org/10.22373/ekobis.v1i1.9988. , diakses 29 Maret 2023

Kiyarsi, dan Bharata, R. (2021) “Analisis Konsep Laba Akuntansi Syariah dalam Bisnis Syariah Berdasarkan Metode
Library Research” 4 (2021). Dalam https://ejournal.unma.ac.id/, diakses 29 Maret 2023

Latifah, Eny. 2022. "Akuntansi Syariah" Jawa Tengah: PENERBIT CV. EUREKA MEDIA AKSARA, dalam
https://repository.stiesia.ac.id/, diakses 29 Maret 2023.

18

Anda mungkin juga menyukai