Dosen Pembimbing :
ANDIS FEBRIAN
Di Susun Oleh :
Asriani : 3718010
2020 M / 1441 H
Kata Pengantar
Keunggulan sisrem ekonomi syariah tidak hanya di akui oleh para tokoh di
Negara- Negara muslim. Ketahanan sistem ekonomi syariah terhadap hantaman
krisis keuangan global telah menbuka mata para ahli ekonomi dunia , banyak dari
mereka yang lalu melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang
berlandaskan prinsip- prinsip syariah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keunggulan sistem ekonomi syariah tidak hanya di akui oleh para tokoh di
Negara- Negara muslim. Ketahanan sistem ekonomi syariah terhadap hantaman
krisis keuangan global telah menbuka mata para ahli ekonomi dunia , banyak dari
mereka yang lalu melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang
berlandaskan prinsip- prinsip syariah.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mekanisme Keuangan Berbasis Bagi Hasil
1. Profit sharing
1
Suhermaan, Prinsip Penetapan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Sebuah Pendekatan
Al-Maqasidu Al-Syariah. Jurnal Hukum dan Peranata Sosial Islam, hal. 297.
2
profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola modal
(enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di
antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika
mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan
di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan
ditanggung bersama sesuai porsi masing masing.
2. Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua
kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing
adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.
Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang
diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan
jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales
revenue). Dalam perbankan syariah Revenue sharing adalah perhitungan
bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima
sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut.
2
Suherman, Ibid hlm. 298.
3
a. Mudharabah
4
Merupakan sarana kegiatan investasi jangka
pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar
Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana
keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak
(pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya.5
b. Musyarakah
Musyarakah asal dari kata syirkah yang berarti berarti
pecampuran dan persekutuan. Menurut fiqih musyarakah
adalah bentuk kerjasama antara dua orang tau lebih yang
berserikat dalam hal modan dan keuntungan. Dengan kata lain
musyarakah adalah akad kerja sama antara dua orang atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing- masing pihak
memberikan kontribusi daan dengan kesepakatan dan risiko
akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 6
5
a. Syirkah Al-amwal,
Merupakan persekutuan antara dua pihak
pemodal atau lebih dalam usaha tertentu dengan
mengumpulkan modal bersama dan membagi
keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan
kesepakatan.
b. Syirkah Al-A’mal atau Syirkah Abdan
Merupakan persekutuan dua pihak pekerja atau
lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil
atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai
dengan kesepakatan mereka.
c. Syirkah Al-Wujuh
Merupakan persekutuan antara dua pihak
pengusaha untuk melakukan kerjasama dimana
masing-masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya
berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
d. Syirkah Al-Inan
Merupakan sebuah persekutuan dimana posisi
dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya adalah tidak sama baik dalam hal modal,
pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan
resiko kerugian.
e. Syirkah Al-Mufawadhah
Merupakan sebuah persekutuan dimana posisi
dan komposisi pihakpihak yang terlibat didalamnya
adalah sama, baik dalam hal modal, pekerjaan,
maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
f. Syirkah Al-Mudharabah
6
Merupakan persekutuan antara pihak pemilik
modal dengan pihak yang ahli dalam berdagang
atau pengusaha, dimana pihak pemodal
menyediakan seluruh modal kerja. Dengan kata lain
perserikatan antara modal pada satu pihak, dan
pekerjaan pada pihak lain. Keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian
7
ditanggung oleh pihak pemodal.
1. Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli atas barang dengan modal pokok
ditambah keuntungan dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang
yang di perjual belikan termasuk harga pembelian barang kepada pembeli
kemudian ia mensyaratkan atas laba/keungtungan dalam jumlah tertentu.
7
Udin Saripudin, Ibid hml.32.
8
Racmat Syafe’I, Fiqh Muamalah,(Bandung:Pustaka Setia,2006) cet.3.hml.92.
7
Dalam perbankan syariah murabahah adalah akad jual beli barang
sebesar harga pokok barangditambahkan dengan margin keuntungan yang
disepakati. Berdasarkanakad jual beli tersebut bank membeli barang yang
dipesan oleh dan menjualnya kepada nasabah. Harga jual bank adalah
harga beli dari supplier ditambahkan keuntungan yang disepakati. Bank
harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yangdiperlukan. Adapun rukun murabahah yaitu: penjual,
pembeli, objekjual beli, harga ,dan ijab qabul.
8
nasabah yang memesan untuk dibelikan barang atau asset sesuai
dengan apa yang diinginkan nasabah tersebut.
9
http://eprints.walisongo.ac.id/3101/3/62311005_Bab2.pdf.hml.25-26.
9
jual barang pesanan diantara dua belah pihak dengan spesifikasi dan
pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak
tersedia di pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan
cicilan tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Pelaksanaannya ada
dua bentuk :
a. Pertama, produsen dipilih oleh pihak Bank Syariah
1. Nasabah memesan barang yang diinginkannya kepada Bank
Syariah dengan
kriteria tertentu
2. Bank Syariah segera memesan barang kepada pembuat atau
produsen sesuai
Pesanan
3. Bank Syariah menjual barang kepada nasabah yang memesan
barang sesuai dengan kesepakatan.
4. Sesudah barang pesanan selesai,barang diserahkan oleh produsen
atas perintah
Bank Syariah.
b. Kedua, Produsen dipilih sendiri oleh nasabah
1. Negosiasai antara nasabah dan produsen tentang pesanan barang
2. Nasabah memesan barang kepada Bank Syariah sebagai penjual,
atau Bank Syariah mewakilkan kepada nasabah untuk memesan
barang kepada produsen.
3. Bank Syariah menjual barang kepada nasabah sebagai pembeli
4. Bank Syariah memesan dan membeli barang kepada produsen sesuai
dengan
pesanan pembeli atau nasabah.
3. Salam
Kata as-salam disebut juga dengan as-salaf. Maknanya, adalah
menjual sesuatu dengan sifat-sifat tertentu, masih dalam tanggung jawab
pihak penjual tetapi pembayaran segera atau tunai. Dalam jual beli salam,
10
spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati olehpembeli dan penjual
di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama
jangka waktu akad. Dalam hal Bank bertindak sebagai pembeli, Bank
Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari risiko
yang merugikan Bank. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya
secara umum yang meliputi: jenis, spesikasi teknis, kualitas dan
kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang
dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggung jawab atas
kelalaiannya.10
10
Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’ Jurnal Riset
Akuntansi Dan Bisnis, Vol 13, No 2 .2013. hlm.206-212.
11
Sedangkan menurut Sutan Remy al Ijarah adalah akad pemindahan
hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu
sendiri.
Definisi mengenai prinsip ijarah juga telah diatur dalam hukum positif
Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip al-ijarah sebagai “transaksi sewa-
menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu usaha jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.”
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000,
ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad
ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna
saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa al-ijarah
adalah pemindahan hak guna atau manfaat terhadap suatu barang atau jasa
dari sesorang kepada orang lain dalam kurun waktu tertentu sesuai
kesepakatan11
2. Landasan Syariah
a. Al-Qur’an Dalil tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat
dipahami dari nash al-Qur’an di antaranya QS. Ath-Thalaq: 6
11
Rosita Tehuayo, Sewa Menyewa (Ijarah) Dalam Sistem Perbankan Syariah. Jurmal Tahkim
Vol. Xiv, No. 1, Juni 2018, Hal. 86-88
12
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “berikanlah
kepada mereka upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang
diberikan sehingga berkewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam
hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. Upah dalam ayat
ini disebutkan dalam bentuk umum, mencakup semua jenis sewa-menyewa
(ijarah).
b. Al-Hadis
Kebolehan melakukan transaksi ijarah didasarkan juga kepada hadis, di
antaranya hadis yang diriwayatkan dari ibnu Aisyah ra. bahwa:
واستأجر النبً صلى هللا علٍھ و سلم وأبو بكر رجال من بنً الذٌل ثم من بنً عبذ بن عبذي ھادٌا خرتا
الخرت الماھر بالھذٌة
Artinya: ‘Nabi saw bersama Abu Bakar menyewa seorang penunjuk jalan yang
mahir dari Bani al-Dail kemudian dari Bani ‘Abdu bin ‘Adi.’ (HR Bukhari)
12
Ibid, hal. 88
13
bahwa hak “pemilikan tanah tidaklah mengandaikan adanya hak tidak terbatas
untuk menyewakan tanah itu sebagaimana juga hak memiliki uang tidak
mengandung arti hak untuk memungut riba.” Walupun sepintas lalu ada
kesamaan, tetapi dalam beberapa segi, pada kedua hal itu, transaksi dan
keuntungan sangat berbeda.
Pertama, sewa adalah hasil inisiatif usaha dan efisiensi. Ia dihasilkan
sesudah suatu proses menciptakan nilai yang pasti. Karena pemilik harta
benda atau kekayaan tetap terlibat dan berkepentingan dengan seluruh
pemakaian si pemakai. Tidak demikian halnya dengan bunga, karena yang
meminjamkan tidak berkepentingan lagi dengan penggunaan pinjaman,
setelah pinjaman diperoleh dan bunganya terjamin.
Kedua, mengenai sewa usaha produktif sangat diperlukan dalam
proses menciptakan nilai, karena upaya ekonomik dilakukan pemilik modal
dengan merubahnya menjadi milik atau kekayaan. Demikian maka unsur
kewira-usahaan tetap jelas dan aktif dalam memproduksi barang dan jasa.
Sedangkan bunga mungkin memperlambat proses menciptakan nilai. Karena
yang meminjamkan tetap tidak berkepentingan dengan penggunaan pinjaman
itu, maka unsur wirausaha hilang sama sekali.
Ketiga, dalam hal sewa, pemilik modal sendiri menentukan pola,
ukuran dan manfaat produk. Karena itu terbatas pada penggunaannya yang
pasti dan bertujuan. Sedangkan dalam hal bunga pemilik yang sebenarnya
tampaknya tidak berkepentingan dengan penggunaan ekonomik dari modal,
karena itu besar kemungkinan modal dapat disalahgunakan.
Keempat, karena dalam masalah sewa banyak unsur kerugiannya,
maka penggunaan modal oleh sipemilik untuk mendapatkan sewa tidak
menciptakan timbulnya kelas bermalas-malasan dalam masyarakat sedangkan
unsur kerugian tidak terdapat sama sekali dalam soal bunga yang dapat
membuat si kaya menjadi lebih kaya dan si miskin menjadi lebih miskin.15
Dengan demikian dalam sewa-menyewa tidak terdapat unsur eksploitasi
sebagaimana terjadi dalam bunga. Karena itu dalam sewa menyewa dimensi
14
insaninya lebih dominan dibandingkan dengan dimensi ilahinya.16 Sebab
sewa menyewa sebagai bagian dari fiqh muamalah berkaitan erat dengan
kepentingan manusia.
Para ahli hukum muslim membagi lagi ijarah mutlaqah menjadi dua bentuk:
1. Menyewa untuk suatu jangka waktu tertentu.
2. Menyewa untuk suatu proyek/usaha tertentu.
15
Pada perjanjian ijarah, seperti halnya pada leasing yang diberikan oleh
lembaga pembiayaan tradisonal, pada akhir perjanjian ijarah barang yang
disewa itu kembali kepada pihak yang menyewakan barang, yaitu bank. Pada
perjanjian ijarah sepanjang masa perjanjian ijarah tersebut kepemilikan atas
barang tetap berada pada bank. Setelah barang kembali pada akhir masa
ijarah, bank dapat menyewakan kembali kepada pihak lain yang berminat atau
menjual barang itu dengan memperoleh harga atas penjualan barang bekas
(second hand) tersebut.
16
Praktek sewa-menyewa dalam transaksi umum masyarakat tidak
disertai dengan pemindahan hak milik. Apabila disertai dengan pemindahan
hak milik maka transaksinya disebut perjanjian sewa – beli. Terhadap
perjanjian sewa – beli (leasing) umumnya pemberian jasa pembiayaan
diberikan oleh lembaga keuangan non – bank /finance . Pada praktek
perbankan syariah, akad sewa-menyewa disebut Ijarah. Akad sewa-menyewa
(ijarah ) pada perbankan syariah pada perkembangannya dapat disertai dengan
pemindahan hak milik yang disebut sebagai Ijarah Muntahiyyah bit-Tamlik
(IMBT). Walaupun seperti terlihat mirip dengan Leasing pada praktek
pembiayaan konvensional, tetapi pada perbankan syariah terdapat pembedaan,
yaitu jika obyek leasing hanya berlaku pada manfaat barang saja, sedangkan
pada Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik obyeknya bisa berupa barang maupun
jasa/ tenaga kerja.
Utang atau Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
si penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga
keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian, dan sebagainya.
Sebagai penerima titipan, tidak ada kewajiban bagi bank untuk memberikan imbalan
dan bank syariah dapat mengenakan biaya penitipan barang tersebut.
1. Pengertian Wadiah
17
b. Malikiah: al-wadi’ah adalah suatu harta yang diwakilkan kepada orang
lain untuk dipeliharakan
c. Syafi’iah: al-wadi’ah adalah sesuatu harta benda yang disimpan
ditempat orang lain untuk dipeliharakan
d. Hanabilah: suatu harta yang diserahkan kepada seseorang untuk
memeliharanya tanpa adanya ganti rugi
e. Ulama Fiqh Kontemporer: al-Wadi’ah adalah titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.13
Berdasarkan Fatwa DSN tentang tabungan wadi’ah baik giro wadi’ah dan
tabungan, wadi’ah sifatnya adalah titipan yang bisa diambil kapan saja oleh penitip
tanpa ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian bonus yang
bersifat suka rela.
Dilihat dari segi sifat Akad wadi’ah, para ulama fiqih sepakat menyatakan
bahwa akad wadi’ah mengikat bagi kedua belah pihak yang melakukan akad. Apabila
seseorang dititipi barang/dana oleh orang lain dan akadnya ini memenuhi rukun dan
syarat wadi’ah, maka pihak yang dititipi bertanggung jawab untuk memelihara
barang/dana titipan, namun demikian apakah tanggung jawab memelihara barang atau
13
Fika Reflina dan Hesi Eka Puteri, “Penghimpunan Dana Nasabah Dengan Akad Wadi’ah
Dan Penerapannya Pada Perbankan Syariah”. Jurnal tahkim, Vol. Xiv, No. 1, Juni 2018, Hal. 93-94
18
dana itu bersifat amanah atau bersifat ganti rugi (ad dhaman)? Dalam kaitan dengan
ini, para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa status wadi’ah ditangan orang yang
dititipi bersifat amanah (titipan murni tanpa ganti rugi), tetapi dikembangkan dalam
bentuk yad addhamanah (dengan resiko ganti rugi) oleh perbankan syariah dan
mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik bank. Disamping itu,
atas kehendak perbankan syariah, tanpa adanya persetujuan sebelumnya dengan
pemilik barang/dana dapat memberikan semacam bonus kepada nasabah wadi’ah.
Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain
yang bukan pemiliknya untuk tujua keamanan. Wadi’ah adalah akad penitipan dari
pihak yang mempunyai uang/barang titipan tesebut, dan yang dititipi menjadi
penjamin pengembalian barang titipan. Dalam akad hendakya dijelaskan tujuan
wadi’ah, cara penyimpanan lamanya waktu penitipan biaya yang dibebankan pada
pemilik barang dan hal-hal lain yang dianggap penting. Dapat dikaji lebih dalam
tentang wadi’ah yang diterapkan dalam syariah dengan yang diterapkan pada
perbankan syariah agar kita memahami berbagai hal yang membedakan Wadi'ah
Syariah (WS) dengan Wadi’ah Perbankan (WB).
19
uang atau barang, otomatis akadnya berubah menjadi akad sewa-menyewa atau
jualbeli jasa penitipan.
20
hukum utang piutang berlaku pada praktek wadi’ah yang diterapkan oleh perbankan
syari’ah di negri kita.14
14
Ibid, hal 95-97
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli adalah proses pemindahan hak milik/barang /harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Secara syariah jual beli adaah
transaksi menukar uang dangan barang berdasarkan suka sama suka menurut cara
yang ditentukan dalam syari’at Islam. Adapun rukuan jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya sah menurut syara’yaitu: dua orang yang berakad, objek akad
(barang dan harga), ijab dan qabul (perjanjian/persetujuan)
Al-ijarah adalah akad pemindahan kepemilikan atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain
yang bukan pemiliknya untuk tujua keamanan. Wadi’ah adalah akad penitipan dari
pihak yang mempunyai uang/barang titipan tesebut, dan yang dititipi menjadi
penjamin pengembalian barang titipan. Dalam akad hendakya dijelaskan tujuan
wadi’ah, cara penyimpanan lamanya waktu penitipan biaya yang dibebankan pada
pemilik barang dan hal-hal lain yang dianggap penting.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentu yang dapat di pertanggung jawabkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Suhermaan. Prinsip Penetapan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Sebuah
Pendekatan Al-Maqasidu Al-Syariah, Jurnal Hukum dan Peranata Sosial Islam
Saripudin, Udin. 2018. Aplikasi Akad Syirkah Dalam Lembaga Keuangan Syariah.
Jurnal. Al Amwal: Vol. 1, No. 1
http://eprints.walisongo.ac.id/3101/3/62311005_Bab2.pdf.hml.25-26.
Mujiatun, Siti. 2013. Jual Beli Dalam Perspektif Islam, Salam Dan Istisna’. Jurnal
Riset Akuntansi Dan Bisnis, Vol 13, No 2.
Tehuayo, Rosita. 2018. Sewa Menyewa (Ijarah) Dalam Sistem Perbankan Syariah.
Jurmal Tahkim Vol. Xiv, No. 1
Reflina, Fika dan Hesi Eka Puteri. 2018. Penghimpunan Dana Nasabah Dengan
Akad Wadi’ah Dan Penerapannya Pada Perbankan Syariah. Jurnal Tahkim,
Vol. XIV, No. 1
23