Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Pengertian kebenaran ilmiah, teori-teori kebenaran ilmiah,


dan sifat kebenaran ilmiah

Diajukan untuk Dipresentasikan dalam


Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Oleh:

Friska sisma dewi

Dosen Pembimbing;

Zulfikri

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH (MBS.5.A)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

1441 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan nikmat iman dan Islam serta nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam
buat junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang mempertaruh-kan
segala-galanya untuk syiarnya agama Allah SWT di muka bumi ini. Beliaulah yang
memberikan penerangan dan pencerahan bagi umatnya hingga akhirnya dapat
menikmati hidup di bawah payung al-Quran dan sunnahnya.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah FILSAFAT ILMU atas bimbingan dan arahan yang telah
diberikan dalam penyusunan makalah ini. Semua itu menjadi bekal yang sangat
berharga bagi penulis untuk dapat menghasilkan sebuah makalah yang sarat dengan
nilai-nilai ilmiah.
Penulis juga menyadari bahwa kandungan makalah ini tidak terlepas dari
berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu diharapkan adanya masukan yang
membangun, baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa
untuk lebih sempurnanya isi makalah ini.

Padang Laban ,11 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B.Rumusan Masalah.................................................................................... 1

C.Tujuan Penulisan..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebenaran Ilmiah................................................................ 3

B. Teori-teori Kebenaran ilmiah................................................................ 5

C. Sifat kebenaran ilmiah........................................................................... 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................. 9

B. Saran........................................................................................................ 9

DAFTAR KEPUSTAKAAN

BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang

Dalam lintas sejarah, manusia dalam kehidupannya senantiasa disibukkan oleh berbagai
pernyataan mendasar tentang dirinya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif coba diajukan
oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang diajukan saling
kontradiktif satu dengan yang lainnya. Perdebatan mendasar yang sering menjadi bahan diskusi
dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber dan asal usul
pengetahuan dan kebenaran.

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran, beberapa cara ditempuh untuk memenuhi
kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui
pengalaman atau secara empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuat
prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu
dapat dimengerti.

Proses pencarian kebenaran tentu bukan hal yang mudah dan dapat dikatakan merupakan
proses yang sangat melelahkan bahkan bukan tidak mungkin akan mendatangkan keputusan.
Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang atau kelompok akan menghalalkan
tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar.

Kebenaran tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar penunjangan,
baik pernyataan, teori keterkaitan, konsistensi, keterukuran, dapat dibuktikan, berfungsi, dan
bersifat netral atau tidak netral, bahkan apakah kebenaran bersifat tentatif atau sepanjang
masa?

Untuk mengetahui hal itu pemakalah akan membahas seputar kriteria kebenaran ilmiah
berserta dengan teori-teori digunakan untuk menguji kebenaran ilmiah.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan dalam makalah
ini tidak jauh dari judulnya, baiknya kita rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas, antara
lain :

1. Pengertian kebenaran ilmiah

2. Teori-teori kebenaran

3. Sifat kebenaran ilmiah

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kebenaran ilmiah

2. Untuk mengetahui teori-teori kebenaran

3. Untuk mengetahui sifat kebenaran ilmiah

BAB II

Pembahasan
A. Pengertian Kebenaran Ilmiah

Kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang menjadi
fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusia atau martabat manusia selalu berusaha memeluk
suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah, tidak bisa dipisahkan dari makna dan
fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia.
Disamping itu, proses untuk mendapatkan haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.

Tentang kebenaran ini, plato pernah berkata : apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak
bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab: “kebenaran itu adalah kenyataan”
tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa
saja berbentuk ketidak benaran atau keburukan. Jadi ada dua pengertian kebenaran, yaitu
kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi disatu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari
keburukan atau ketidak benaran.1

Dalam bahasan ini, makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran keilmuan
(ilmiah). Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun kekal, melainkan bersifat relatif,
sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu
bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. kebenaran
merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.

Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan dan
obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek
obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.2

Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelakan ilmiah berasal dari kata ilmu
artinya pengetahuan. Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan dibedakan.
Pengetahuan bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan. Sedangkan yang
dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan atas terpenuhinya syarat-syarat ilmiah,
terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.

Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan
objek kesesuian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang oleh jujun S.Sumantri disebut
dengan metode-metode, juga didukung dengan teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.
Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif
dilapangan. Sifat objektif berlaku umum dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral
sesuai apa adanya. bukan apa yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan. 3
1
Inu kencana Syafi’i, filsafat Kehidupan (prakata), (Jakarta:Bumi Aksara,1995)

2
I.R Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar Ke Ilmuan dan Filsafat, (Jakarta:Bina Aksara, 1987),hlm. 16.

3
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
2. Teori kebenaran

a. Teori korespondensi
Teori korespondensi menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pikiran dan
kenyataan teori. Adapun moto teori ini adalah “truth is fidelity to objective reality” (kebenaran
setia/tunduk pada realitas objektif). Implikasi dari teori ini ialah hakikat pencarian kebenaran
ilmiah, bermuara kepada usaha yang sungguh-sungguh untuk mencari relasi yang senantiasa
konsisten. Teori ini erat hubungannya dengan kebenaran empirik (T4). 4

Apabila ada pernyataan bahwa “Yoghurt itu rasanya asam”, maka untuk membuktikan
kebenarannya diperlukan pengujian berupa mencicipi yoghurt tersebut, apabila terasa asam
maka dapat dikatakan pernyataan awal adalah benar.

Contoh lainnya adalah yang dikemukakan oleh Suriasumantri (2009: 57) berikut: seseorang
mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah
benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang memang
menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa “Ibu Kota
Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu adalah tidak benar sebab tidak
terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini maka secara faktual “Ibu Kota
Republik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta.” 5
b. Teori koherensi/konsistensi
Teori ini berpendapat bahwa suatu kebenaran adalah apabila ada koherensi dari arti tidak
kontradiktif pada saat bersamaan antara dua atau lebih logika. Kebenaran terjadi jika ada
kesesuaian antara pernyataan saat ini dan pernyataan terdahulu. Sumber kebenaran menurut
teori ini adalah logika (manusia) yang secara inheren memiliki koherensi. Teori koheren
bermuara pada kebenaran logis (T3). 6

Pembuktian kebenaran secara koherensi biasanya terdapat pada Matematika. Seperti yang
diungkapkan oleh Suriasumantri (2009: 57):

Matematika ialah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian


berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan yang
dianggap benar yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu
teorema. Di atas teorema maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-
322 S.M.) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan
Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
4
Suedi, pengantar Filsafat Ilmu, ( Bogor : IPB Press, 2016 ) hlm. 44-45

5
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

6
Suedi, ibid, hlm.44-45
Selain itu, teori koherensi juga terdapat pada penarikan kesimpulan secara logis dalam logika
matematika atau silogisme. Misalnya, apabila terdapat pernyataan “Semua makhluk hidup
bernapas”, lalu ada pernyataan “manusia adalah makhluk hidup”, maka dapat ditarik
kesimpulan “manusia bernapas”. Penarikan kesimpulan tersebut adalah benar karena ide-
idenya koheren atau konsisten.7

c. Teori pragmatisme
Teori ini berpandangan bahwa kebenaran diukur dari kegunaan (utility), dapat dikerjakan
(workability), dan pengaruhnya memuaskan (satisfactory consequences). Kebenaran mengacu
pada sejauh manakah sesuatu itu berfungsi dalam kehidupan manusia Bila menurut Ford
kebenaran ilmiah berhubungan dengan asas korespondensi,

menurut Keraf dan Mikael (2011) menyatakan bahwa kebenaran ilmiah mempunyai sekurang-
kurangnya tiga sifat dasar, yaitu rasional logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis).
Suriasumantri (2003) menyatakan bahwa kebenaran adalah pernyataan tidak ragu. Hanya ada
dua asas yang digunakan untuk berpikir secara ilmiah (kebenaran ilmiah) yaitu teori koherensi
dan korespondensi. Sementara pragmatisme digunakan untuk pengetahuan alam yang berguna
untuk menafsirkan gejala-gejala alam.8

Seiring berkembangnya zaman, teknologi pun semakin canggih. Para ilmuwan menemukan
teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia, telepon genggam berupa
smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasian smartphone tersebut dikatakan benar
karena dapat berguna untuk mempermudah pekerjaan manusia. Contoh lainnya adalah
Program Keluarga Berencana (KB). Program ini bermanfaat untuk menekan angka pertumbuhan
penduduk yang semakin tidak terkendali. Dengan demikian, program KB dikatakan benar sebab
memiliki kegunaan atau manfaat dalam kehidupan.9

C. Sifat kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah menurut konrad kebung paling tidak memilik tiga yaitu: struktur kebenaran
ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan sifat pragmatis.

1) Struktur yang rasional-logis

Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari proposisi atau premis
tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional maka semua orang yang rasional (yaitu

7
Suryasumatri, ibid

8
Suedi, pengantar filsafat ilmu, ( Bogor : IPB press, 2016 ) hlm.44-45

9
Op cit
yang dapat menggunakan akal budinya secara baik). Dapat memahami kebenaran ilmiah. Oleh
sebab itu kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran universal.

Sifat rasional (rationality) harus dibedakan dengan sifat masuk akal (reasonable). Sifat rasional
terutama berlaku untuk kebenaran ilmiah sedangkan masuk akal biasanya berlaku bagi
kebenaran tertentu diluar lingkup pengetahuan. Contohnya: tindakan marah dan menangis
atau semacamnya, dapat dikatakan masuk akal sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak
rasional.

2) Isi empiris

Kebenaran ilmiah perlu diuji kenyataannya yang ada. Bahkan sebagian besar pengetahuan dan
kebenaran ilmiah. Berkaitan dengan kenyataan empiris di alam ini. Spekulasi tetap ada namun
sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan sebagai nyata atau tidak karena
sekalipun sesuatu pernyataan dianggap benar secara logis, perlu dicek apakah pernyataan
tersebut juga benar secara empiris.

3) Isi pragmatisme (dapat diterapkan).

Sifat ini berusaha menggabungkan kedua sifat kebenaran sebelumnya (logis dan empiris).
Maksudnya jika suatu pernyataan “benar” dinyatakan “benar” secara logis dan empiris maka
pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan manusia, berguna berarti dapat untuk
membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya. 10

10
Muhammd In’am Esha. Menuju pemikiran Filsafat. UIN Maliki Press.Malang:2010.Hlm.125.
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Artinya pengetahuan itu
harus yang dengan aspek obyek yang diketahui . jika pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif. Sedangkan yang dimaksud kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesuai dengan
fakta dan mengandung isi pengetahuan.

Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar
kepada tiga cara untuk menguji kebenaran yaitu koresponden (yakni persamaan dengan fakta),
teori koherensi atau konsistensi dan teori pragmatis. Ketiga teori kebenran ini kelihatannya
tidakbisa dipakai sebagai pedoman untuk mengukur kebenaran realitas sebagai objek materi
pada filsafat ilmu pengetahuan karena masing-masing mempunyai titik kelemahan. Namun
secara ontologis dan epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan
persoalan yang muncul dalam realitas itu sendiri.karena ilmu pengetahuan mempunyai aspek
yang etis maka teori koheren, korespondensi, dan pragmatis perlu dipertimbangkan secara
berturut-turut dan bersamaan.
Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek. Pengetahuan yang tidak
sesuai dengan objek pandang “keliru”. Objek adalah segala hal yang dapat diraba, disaksikan
suatu yang menjadi kajian. Objek yang dikaji memiliki aspek yang banyak dan sulit disebutkan
dengan serentak. Kenyataannya manusia(subjek) hanya mengetahui beberapa aspek dari objek.

Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima, karena kebenaran ilmiah
muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah, didukung teori yang menunjang serta
didasarkan kepada data empiris dan dapat dibuktikan. Sangat rasional jika kebenran yang
semacam ini menghendaki adanya objek dikaji apa adanya tanpa campur tangan subjek.

B. Saran

Pemakalah menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat


banyak kesalahan-kesalahan.Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan pembaca
dapat menyampaikan kritik dan juga sarannya terhadap hasil penulisan makalah
kami.

Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai