Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Makna Ontologi, metafisika ontologi, landasan Ontologi,


cabang ontologi

Diajukan untuk Dipresentasikan dalam


Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Oleh:

Friska sisma dewi

Dosen Pembimbing;

Zulfikri

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH (MBS.5.A)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

1441 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan nikmat iman dan Islam serta nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam
buat junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang mempertaruh-kan
segala-galanya untuk syiarnya agama Allah SWT di muka bumi ini. Beliaulah yang
memberikan penerangan dan pencerahan bagi umatnya hingga akhirnya dapat
menikmati hidup di bawah payung al-Quran dan sunnahnya.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah FILSAFAT ILMU atas bimbingan dan arahan yang telah
diberikan dalam penyusunan makalah ini. Semua itu menjadi bekal yang sangat
berharga bagi penulis untuk dapat menghasilkan sebuah makalah yang sarat dengan
nilai-nilai ilmiah.
Penulis juga menyadari bahwa kandungan makalah ini tidak terlepas dari
berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu diharapkan adanya masukan yang
membangun, baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa
untuk lebih sempurnanya isi makalah ini.

Padang Laban, 24 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B.Rumusan Masalah.................................................................................... 1

C.Tujuan Penulisan..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi............................................................................... 3

B. Pengertian Metafisika Ontologi ........................................................... 5

C. Landasan Otologi.................................................................................... 7

D. Cabang Otologi..........................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................. 9

B. Saran........................................................................................................ 9

DAFTAR KEPUSTAKAAN
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat. Filsafat telah berhasi mengubah pola pemikiran bangsaYunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris.

Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan
(timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari
falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata
filsafat, padahal bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun
Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab,
sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.[1]

Filsafat seperti yang kita ketahui memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi.
Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang
lingkup dan pembahasannya.

Ketiga teori diatas sebenarnya sama-sama membahas tentang ilmu, hanya saja mencakup hal dan tujuan
yang berbeda. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki
dan hubungannya dengan daya pikir, Epistemologi membahas tentang bagaimana mendapat
pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain, sedangkan Aksiologi
membahas tentang guna pengetahuan, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.

Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan menitik-beratkan pembahasannya kepada masalah ontologi
yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan
hubungannya dengan daya pikir.

B. Rumusan masalaha

a. Pengertian ontologi

b. Metafisika ontologi

c. landasan ontologi
d. Cabang ontologi

BAB II

Pembahasan
A. Pengertian Ontologi

Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos yang
berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi atau ilmu. 1 Sedangkan menurut istilah,
ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.

Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana
wujud dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat
dikatakan ada dalam rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum
dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori
mengenai apa yang ada.

Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontologi.2 Namun pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan bagian
pertama metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya
dan apa yang secara hakiki dan secara langsung termasuk ada tersebut.

Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas,
ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah
kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism,
paralerisme atau plurarisme.3

Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut:

a. Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam
dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.

b. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin,
dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata
atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya

c.Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu,
yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung
kepada-nya.

1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 746

2
A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 91

3
ibid, hlm. 92
d. Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu
nyata, dan sebagainya.4

B. Pengertian Metafisika.

Metafisika (Bahasa Yunani: Meta, “setelah atau dibalik”, jusika (phusika) "hal-hal di alam". Metafisika
merupakan cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia.
Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Dimana metafisika mempersoalkan realitas dan dunia
dengan segala struktur dan dimensinya. Apa yang sungguh-sungguh ‘ada’ yang paling utama? Apakah itu
‘kehidupan’? apakah itu ‘dunia fisik’? 5 Apakah keseluruhan kenyataan itu tunggal atau majemuk?
Apakah kenyataan itu satu ragam ataukah bermacam ragam? Penggunaan istilah “metafisika” telah
berkembang untuk merujuk pada “hal-hal yang diluar dunia fisik”. Sebagai contoh, toko buku metafisika,
bukanlah menjual buku mengenai ontology, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib,
pengobatan alternatif dan hal-hal sejenisnya. 6

Menurut para pemikir metafisis seperti Plato dan Aristoteles memberikan asumsi dasar bahwa dunia
atau realitas adalah yang dapat dipahami (intelligible) yang mana setiap aliran metafisika mengklaim
bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk memahami dunia. Seolah – olah akal budi memiliki
kualitas “Ampuh” untuk menyibak semua realitas mendasar dari segala yang ada. 7

Sedangkan menurut Hamlyn, metafisika adalah bagian kajian filsafat yang paling abstrak dan dalam
pandangan sementara orang merupakan bagian yang paling “tinggi” karena berurusan dengan realitas
yang paling utama, berurusan dengan “apa yang sungguh-sungguh ada” yang membedakan sekaligus
menentukan bahwa sesuatu itu mungkin ataukah tidak.

Sekalipun demikian, subjek yang pasti dari kajian metafisika secara terus menerus dipertanyakan,
demikian juga validitas klaim-klaimnya dan kegunaannya. 8

Dengan demikian, metafisika adalah bagian kajian filsafat tentang sifat dan fungsi teori tentang realita.

4
Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2005), hlm. 111

5
Hunnex, MD. Chronological and Thematic Charts of Philosophies and Philosopher (Michigan: Academie Books, 1986) hlm.15

6
Anton Baker, Ontologi, Metafisika Umum : Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan (Yogyakarta: Kanisius, 1992) hlm.25-
26

7
Imanudin, Filsafat Metafisika, 2010. hlm.4.

8
Hamlyn, DW, “Metaphysics, History Of”, dalam Honderich, ed., 1993, hlm.556.
2. Tafsiran Metafisika

Manusia memberikan pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan
oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan hal-hal tersebut
bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini
disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme.

Selain faham diatas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. Paham ini sangat bertentangan
dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam alam itu
sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui. 9

Penganut faham naturalisme percaya bahwa setiap gejala, gerak bisa dijelaskan menurut hukum
kausalitas (hukum sebab-akibat) atau hukum stimulus-respon. Contoh: bola bilyard tidak akan bergerak
kecuali karena ada bola yang menabraknya atau disodok oleh tongkat bilyard.

C. Aliran Dalam Metafisika Ontologi

Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “On/Ontos”, ada, dan “Logos”, Ilmu. Jadi,
Ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut Istilah, Ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, akan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstract.10Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu Dalam
Persepektif mengatakan, ontology membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. 11

Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi
merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos, theory. Epistemologi adalah
cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu
pengetahuan.

Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan
niscaya, dan relasi eksak antara ‘alim (subjek) danma’lum (objek). Atau dengan kata lain, epistemologi
adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh
pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat.

9
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Edisi Revisi (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2006), hlm.26

10
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.134.

11
Jujun S. Suriasumantri, Tentang Hakikat, dalam Ilmu dalam Persepektif dalam Amsal Bahtiar, Filsafat IIlmu, Edisin Revisi
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011) hlm.133.
Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan
“kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Bila Kumpulan
pengetahuan yang benar/episteme/diklasifikasi, disusun sitematis dengan metode yang benar dapat
menjadi epistemologi. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang
mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali kebenarannya.

Metafisika ternyata mendapat pertentangan dari beberapa ilmuan, antara

lain adalah yang menganut paham positivisme. Paham positivisme logis menyatakan bahwa metafisika
tidak bermakna. Wittgenstein, 1921; Carnap, 1936/37; Ayer, 1946 dalam Ebook of General Philosopgy of
Science menyatakan bahwa the statement of science is veryfiable and thus meaningful, those of
metaphysic and all other kind of bad philosophy were not; they were just nonsense. 12

Berikut adalah pendapat para ilmuwan tentang Metafisika. Alfred, J. Ayer menyatakan bahwa sebagian
besar perbincangan yang dilakukan oleh para filosof sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat
dipertanggung jawabkan dan juga tidak ada gunanya, problem yang diajukan dalam bidang metafisika
adalah problem semu, artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab, berkaitan
dengan pendapat Ayer tersebut.

Dan Katsoff menyatakan bahwa sepertinya Ayer berupaya untuk menunjukan bahwa naturalism,
materialism, dan lainnya merupakan pandangan yang sesat. Adapun Penentang lain adalah Luwig
Winttgenstien yang menyatakan bahwa metafisika bersifat the mystically, hal-hal yang tak dapat
diungkapkan ke dalam bahasa yang bersifat logis.

Wittgenstien menyatakan terdapat tiga persoalaan dalam metafisika, yaitu:

1). Subjek bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia, melainkan lebih dapat dikatakan sebagai
batas dari dunia.

2). Kematian, kematian bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan, manusia tidak hidup untuk
mengalami pengalaman kematian.

3). Tuhan, Ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia.

Dengan demikian Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu yang tidak dapat diungkapkan secara
logis sebaiknya didiamkan saja. Namun pada kenyataanya banyak ilmuan besar, terutama Albert

12
Dov. M. Gabbay, Paul Thagard, and John Woods. Ebook of General Philosophy of Science. hlm.517.
Einstein yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika sebagai konsekuensi dari
penemuan ilmiahnya.

Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas S. Kuhn yakni ketika kumpulan
kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara lain adalah ilmu
pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan metafisika, misalnya adalah upaya-
upaya untuk memecahkan masalah yang tak dapat dipecahkan oleh paradigm keilmuan yang lama dan
selama ini dianggap mampu memecahkan masalah dan membutuhkan paradigm baru, pemecahan
masalah baru, hal ini hanya dapat dipenuhi dari hasil perenungan metafisik yang dalam banyak hal
memang bersifat spekulatif dan intuitif, hingga dengan kedalaman kontemplasi serta imajinasi akan
dapat membuka kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang konsepsi teoritis, asumsi, postulat,
tesis dan paradigm baru untuk memecahkan masalah yang ada.

Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan tidak dapat disangkal lagi adalah pada fundamental
ontologisnya. Sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan adalah persinggunggan antara metafisika
dan ontology dengan epistimologi.

Dalam metafisika yang mempertanyakan apakah hakikat terdalam dari kenyataan yang diantaranya
dijawab bahwa hakikat terdalam dari kenyataan adalah materi, maka munculah paham materialism,
sedangkan dalam epistimologi yang dimulai dari pertanyaan bagaimanakah cara kita memperoleh
pengetahuan? Descartes telah menjelaskan bahwa kita memperoleh pengetahuan melalui akal dan dari
pemikiran tersebut maka munculah rasionalisme. Sedangkan John Locke telah menjawab pertanyaan
tersebut bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, maka ia telah melahirkan aliran
empirisme.13Sedangkan berbagai perdebatan lainnya dalam metafisika mengenai realitas, ada tidak dan
lainnya sebagaimana telah dikemukan di dalam telah melahirkan berbagai pandangan berbeda satu
sama lain secara otomatis juga melahirkan berbagai aliran pemahaman yang lazim dinyatakan sebagai
aliran-aliran filsafat awal, ketika pemahaman-pemahaman aliran-aliran filsafat tersebut dipertemukan
dengan ranah epistimologi atau dihadapkan pada fenomena dinamika perkembangan illmu
pengetahuan.

Metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang biasanya muncul melalui kontemplasi atau intuisi berupa
kilatan-kilatan mendadak akan sesuatu, hingga menjadikan para metafisikus menyodorkan cara berpikir
yang cenderung subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini
dinyatakan oleh Van Peursen sangat diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan
heuristika.

Berkaitan dengan pembentukan minat intelektual, maka metafisika mengajarkan mengenai cara berpikir
yang serius dan mendalam tentang hakikat-hakikat segala sesuatu yang bersifat enigmatik, hingga pada
akhirnya melahirkan sikap ingin tahu yang tinggi sebagaimana mestinya dimiliki oleh para intelektual.
Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama sebagai kebenaran yang
paling akhir.

D. Landasan Ontologi
13
Dov. M. Gabbay, Paul Thagard, and John Woods. Ebook of General Philosophy of Science. hlm.305.
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini
muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran
Dualisme; (4) aliran Agnoticisme.

Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal
mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persolan
ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini?
Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang
berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).

Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin adalah
realitas; realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan
sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan
yang berubah.

Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut
Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologis
berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being
qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan pengertian ontologis menurut
istilah , sebagaimana dikemukakan oleh S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif
mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan
perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya
Humaniora, filsafat, dan logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakana ada; dalam kerangka tradisional
ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.

Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menamai
teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-
1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metrafisika
umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.

Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi
menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.

Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi
adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang
filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.

Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai


berikut :
1. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak
mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun
berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme
oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terebagi ke dalam dua
aliran:

a. Materialisme. Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalisme. Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran
dengan dengan salah satu cara tertentu. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat
dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:

Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran
terakhir.

Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.

Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.

Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam
peristiwa ini.

Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan
muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan haklekat adalah benda.

b. Idealisme

Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba cita sedang spiritualisme berarti
serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau
sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.

Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:

Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan manusia. Ruh itu
dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau
penjelmaan.

Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.

Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori idenya.
Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam
nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

2. Dualisme

Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu
materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan
hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan
menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa
sedang sehat, maka badan pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh
dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang
tersebut.

Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua
macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan
keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama
kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descrates (1596-1650 M) yang dianggap
sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani)
dan dunia ruang (kebendaan).

3.Pluralisme

paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari
keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam
Dictonary of Philosophy and Religion dikataka sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno
adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan
terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-
1910 M). Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya
The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.

4. Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sdebuah doktrin yang tidak
mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900
M). Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah sudah
mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi.
Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa
sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa nilai-nilai
itu akan lenyap. Dengan demikian ia sendiri harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai
baru, dengan transvaluasi semua nilai.

5. Agnotisisme

adalah paham yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik
kenyataannya. Manusia tidak mungkinmengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut
aliran ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat tentang sesuatu
yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi
maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini
dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini
dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger,
Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat
Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku
individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.

Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia
mengetahui hakikat benda materi maupun rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat
bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah sama sekali.

E. Cabang ontologi

Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab apa yang menurut
Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu On=being, dan Logos=logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of Being
Qua Being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) .

Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”. Jadi
dapat disimpulkan bahwa: Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu On/Ontos=ada,
dan Logos=ilmu. Ontologi adalah ilmu tentang hakikat yang ada. Sedangkan menurut istilah, ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan kenyataan yang asas, baik yang
berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.

Pada hakikatnya pemerintahan demokratis menghargai pendapat rakyat. Mungkin orang pernah
menyaksikan pemerintahan itu melakukan tindakan sewenang-sewenang, tidak menghargai pendapat
rakyat. Itu hanyalah keadaan sementara, bukan hakiki. Yang hakiki pemerintahan itu demokratis.
Mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak
terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian
maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan kualitif, realitas terampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism,
paralerisme atau plurarisme.

Berbicara realistis objek. Apakah sesuai dengan penampakanya atau yang tersembunyi di balik
penampakan itu ? menjawab pertanyaan ini muncul 4 atau 5 aliran yakni :

1) Aliran materialisme

Hakikat benda adalah materi, benda itu sendiri. Ada beberapa alasan mengapa aliran ini berkembang.
Yakni:

· Pada pikiran yang sederhana, apa yang kelihatan, yang dapat di raba, biasanya menjadi kebenaran yang
terakir. Pemikiran ini hanya bersifat abstrak.

· Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Sebab peristiwa ini hanya
dilihat sebagai peristwa jasmani, karena ia yang lebih menonjol.

· Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda, seperti padi. Kesemuanya ini
memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah benda.

2) Aliran Idealisme

Aliran ini berpendapat sebaliknya hakikat benda adalah rohani, spirit, atau lainnya. Alasannya ialah nilai
roh lebih tinggi dari pada badan, manusia lebih dapat memahami dirinya dari pada dunia luar dirinya,
dan materi ialah kumpulan energi yang menepati ruang, benda tidak ada, yang ada hanya energi saja.

3) Aliran dualisme

Aliran ini mudah ditebak. Yang merupakan hakikat pada benda itu ada dua, material dan imaterial,
benda dan roh, jasad dan spirit, materi bukan muncul dari roh, dan roh bukan muncul dari materi.
Kesulitan yang dihadapi aliran ini ialah menjawab pertanyaan bagaimana kesesuaian kedua-duanya
seperti pada manusia? Jawab dualisme: itu sudah di setel seperti tenaga dan jarum pada jam.
Persoalannya lebih rumit: siapa yang menyetelnya? Bagaimana cara menyetelnya? Karena itulah orang
yang penganut skeptisisme berpendapat: diragukan apakah manusia mampu mengetahui hakikat benda.
Mungkin atau tidak.

4) Aliran agnotisisme

Aliran ini menyerah sama sekali. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak dapat mengtahui hakikat
benda.

Fungsi dan manfaat mempelajari ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara lain:
1. Sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi dan postulat-
postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain:

a. Dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar ada.

b. empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera.

c. Fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu dengan lainnya secara kausal.

2. Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif dan
koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada
akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya, namun pada
kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-
pisah. Jika terjadi seperti itu, ilmuwan berarti tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut
dengan pengetahuan lain.

3. Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu
dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang
menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya ada kemungkinan terjadinya konflik perebutan
bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika atau disiplin biologi. Kemungkinan lain
adalah justru terbukanya bidang kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini
ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian berkembanglah
ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari tahun ke tahun atau dari abad ke abad. 14

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan
dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis
ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Aspek ontologi ilmu
pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara :

a) Metodis; Menggunakan cara ilmiah

b) Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan

c) Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan

d) Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)

e) Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)

f) Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya

g) Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.

14
Jalaluddin Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm. 104-105
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ontologi adalah bagian dari filsafat yang paling umum ; kerap juga disebut metafisika umum. Baru
setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsfata manusia, filsafat alam-dunia,
pengetahuhan, ketuhanan, moral dan sosial, dapat disusun suatu uraian ontologi. Maka ontologi sulit
dipahami lepas dari bagian-bagian dan bidang-bidang filsafat lainya, dan adalah bidang filsafat yang
paling sukar.

Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Ontologi mempunyai aliran-
aliran yaitu :

1. monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak
mungkin dua. Monoisme memiliki 2 aliran yaitu, materialisme dan idealisme.

2. dualisme

Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan

3. pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan

B. Saran

Sebagai manusia biasa,penyusun tidak luput dari kesalahan,baik itu dalam penulisan nama,kalimat
ataupun kesalahan lainnya,maka dari itu penyusun memohon maaf terlebih dahulu,selanjutnya
penyusun meminta saran dan kritik dari dosen pembimbing dan juga dari teman-teman yang membaca
makalah ini untuk intropeksi diri kearah yang lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai