Anda di halaman 1dari 3

HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK DALAM ORGANISASI

Manusia adalah makhluk yang selalu berada dalam kelompok-nya. Perilaku


antarkelompok, berkaitan dengan bagaimana anggota kelompok memersepsikan,
memikirkan, menghayati, dan bertingkah laku terhadap seseorang dari kelompok lain. Hal ini
dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung,  misalnya melalui media cetak atau
elektronik. Seringkali kita saksikan, tawuran antarsiswa, antardesa, antaretnis, protes buruh
terhadap atasan, bahkan peperangan antarnegara. Sebaliknya, kerja sama, tolong menolong,
dukungan langsung maupun tidak laangsung, juga merupakan tingkah laku antarkelompok.
Kelompok adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang berinteraksi dan mereka
saling bergantung (interdependent) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan tujuan bersama,
meyebabkan satu sama lain saling mempengaruhi. Menurut Muzafer Sherif kelompok sosial
adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan
interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah terdapat
pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu.
Hubungan antarkelompok terwujud karena adanya interaksi suatu kelompok dengan
kelompok lain. Adanya keterikatan seseorang terhadap aturan-aturan kelompok yang mereka
ikuti tersebut akan menimbulkan suatu pandangan dan sikap terhadap kelompok lain, yang
mana aturan itu sendiri ada dipengaruhi oleh penghayatan dalam kelompok dan persepsi
terhadap kelompok lain. Adanya kelompok-kelompok yang memiliki aturan tertentu
mengenai hubungan anggota sesama kelompok maupun dengan luar kelompok membuat pola
hubungan antarkelompok mengarah kepada pola pluralisme dan melenceng dari arah pola
integrasi.

Strategi Meningkatkan Hubungan Antarkelompok 


Kelompok yang berkonflik dapat memperbaiki hubungan dengan kelompok lain,
dengan membina komunikasi, melalui 3 cara:
1. Negosiasi (Bargaining)
Negosiasi antarkelompok biasanya dilakukan antara pihak yang terlibat langsung
dalam konflik yang terjadi. Misalnya, antara kelompok buruh dengan pimpinan
perusahaan, dll. Negosiasi (bargaining) adalah proses resolusi di mana perwa-kilan antara
kedua kelompok berusaha mencapai kesepakatan melalui negosiasi langsung.
Pengalaman menunjukkan, apabila kedua kelompok bernegosiasi langsung atas
nama kelompoknya, biasanya akan sulit mencapai kompromi daripada apabila mereka
bernegosiasi semata-mata untuk dirinya sendiri. Studi juga menemukan bahwa proses
negosiasi dapat menjadi lebih sulit apabila negosiator yang terlibat menyadari bahwa
mereka diawasi oleh anggota kelompoknya.
2. Mediasi (Mediation)
Untuk mengatasi “deadlock” biasanya diminta bantuan pihak ketiga untuk
menjadi mediator antara kelompok yang bertikai. Agar efektif, mediator seharusnya
merupakan pihak yang memiliki “power”, dianggap tidak berpihak, dan kelompok yang
berkonflik sudah berada pada tahap yang “agak dekat” satu sama lain. Apabila mediator
dinilai tidak objektif, berpihak, dan “lemah” biasanya ia akan menjadi negosiator yang
tidak efektif. Namun, meskipun dianggap lemah, adanya mediator tersebut tetap dapat
menumbuhkan beberapa efek positif, seperti:
a. Mengurangi tekanan emosi bahwa perundingan yang dilaku-kan
mengalami “deadlock”. 
b. Dapat mengurangi kesalahan persepsi, menambah saling pe-ngertian
antarkelompok, dan menumbuhkan “trust”. 
c. Membantu kedua kelompok untuk mengalah tanpa kehilangan muka.
d. Mengurangi konflik intrakelompok & membantu kelompok me-nemukan posisi
mereka dalam konflik yang terjadi. 
3. Arbitrase (Arbitrate)
Arbitrase merupakan proses untuk mengatasi konflik di mana sebuah kelompok
yang dianggap netral diminta untuk menengahi dan mengembangkan ikatan antara
kelompok yang bertikai. Cara ini dianggap merupakan “upaya terakhir” yang bisa
dilakukan untuk mengatasi konflik antarkelompok, setelah negosiasi dan mediasi tidak
berhasil mencapai resolusi konflik.
Jadi, arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa (konflik)
dimana para pihak menyerahkan kewenang-an kepada kepada pihak yang netral yang
disebut arbiter, untuk memberikan putusan.
Keunggulannya yaitu; rahasia konflik terjamin, tidak terhambat oleh prosedur &
adminitrasi yang berbelit-belit, pihak yang berkonflik dapat memilih arbiter yang
terpercaya, putusan arbitrase (meskipun sederhana) tetap merupakan putusan yang
mengikat. Namun juga memiliki kelemahan, antara lain belum dikenal secara luas, tidak
mempunyai daya paksa, kurang dipatuhi (hanya bertumpu pada kejujuran dan kewajaran).

Sumber : https://slideplayer.info/slide/13320010/

Anda mungkin juga menyukai