Anda di halaman 1dari 20

KONFLIK DAN PERUNDINGAN DALAM

ORGANISASI

Oleh:

KELOMPOK 9

01 Desak Gede Listya Dewi 1807521009

02 Hilfina 1807521016

03 Gregorius Titan 1807521085

04 Kevin Bryan Ananta 1807521089

PRODI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan tugas dengan materi “Konflik dan
Perundingan dalam Organisasi”. Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perilaku Keorganisasian. Selain itu,
tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep mengenai konflik,
konsep mengenai perundingan serta Hubungan antar kelompok dalam organisasi.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak- pihak yang telah membantu
dengan menyediakan dokumen atau sumber - sumber informasi, serta memberikan
masukan pemikiran.
Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini diwaktu yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca
pada umumnya.

Denpasar, 13 April 2020

Tim Penyusun
(Kelompok 9)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................3

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

2.1 Konsep Konflik................................................................................................................4

2.2 Konsep Perundingan.......................................................................................................11

2.3 Hubungan Dalam Kelompok Antar Organisasi..............................................................14

BAB III.....................................................................................................................................18

PENUTUP................................................................................................................................18

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi
yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi biasanya dilakukan untuk
mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa konsep mengenai konflik dalam organisasi ?


2. Apa konsep mengenai perundingan dalam organisasi ?
3. Hubungan antar kelompok dalam organisasi ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui konsep apa saja yang ada didalam suatu konflik.
2. Mengetahui konsep apa saja yang ada didalam suatu negosiasi
3. Mengetahui hubungan antar kelompok dalam organisasi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KONFLIK


A. PENGERTIAN KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat
itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai
percekcokan, perselisihan atau pertentangan.

Menurut Stephen P. Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan


bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian
antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat
baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.

Menurut Fred Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh
adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan ini bersumber pada keinginan
manusia.

Munurut Jerald Greenberg dan Robert A. Barron (1997) konflik dapat diartikan
sebagai suatu proses yang terjadi jika seseorang individu atau suatu kelompok
memandang bahwa individu atau kelompok lain bertindak atau segera bertindak tidak
sesuai dengan minatnya.

Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan


pendapat, persaingan dan permusuhan. Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan
suatu proses sosial yang dialami oleh individu maupun kelompok dimana salah satu pihak

4
memiliki perbedaan dan berusaha untuk memenuhi tujuannya walaupun dengan cara
ancaman dan atau kekerasan.

B. PANDANGAN TERHADAP KONFLIK

Menurut Steven P. Robins dalam bukunya “Managing Organizational Conflick


menyatakan bahwa sikap terhadap konflik dalam organisasi telah berubah dari waktu ke
waktu. Stephen P. Robbins telah mempelajari evolusi tersebut, di mana ditekankannya
perbedaan antara pandangan tradisional tentang konflik dan pandangan yang berlaku
sekarang.

a) Pandangan tradisional, menganggap bahwa semua konflik adalah berbahaya dan oleh
karenanya harus dihindari.
b) Pandangan aliran hubungan manusiawi, menganggap bahwa konflik adalah sesuatu
yang lumrah dan terjadi secara alami dalam setiap kelompok dan organisasi. Karena
keberadaan konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari, maka aliran ini
mendukung penerimaan konflik tersebut dan menyadari adakalanya konflik tersebut
bermanfaat bagi prestasi suatu kelompok.
c) Pandangan interaksionis, John Aker dari IBM menjelaskan konflik perspektif
interaksionis, bahwa pendekatan interaksionis mendorong konflik pada kedaan yang
“harmonis”, tidak adanya perbedaan pendapat yang cenderung menyebabkan
organisasi menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan
perubahan dan inovasi.
d) Pandangan Kuno dan Pandangan Modern mengenai Konflik (James AF. Stoner dan
R. Edward Freeman, 1992).

N Pandangan Kuno Pandangan Modern


O
1. Konflik dapat dihindari. Konflik tidak dapat dihindari.

2. Konflik disebabkan karena adanya Konflik muncul karena aneka macam sebab,
kesalahan manajemen dalam hal termasuk di dalamnya struktur organisatoris,

5
mendesain dan memanajen organisasi- perbedaan-perbedaan dalam tujuan yang tidak
organisasi atau karena adanya pengacau. dapat dihindari perbedaan-perbedaan dalam
persepsi serta nilai-nilai personalia yang
terspesialisasi dan sebagainya.

3. Konflik merusak organisasi yang Konflik membantu, kadang-kadang


bersangkutan, dan menyebabkan tidak menghambat hasil pekerjaan organisatoris
tercapainya hasil optimal. dengan derajat yang berbeda-beda.

4. Tugas manajemen adalah meniadakan Tugas manajemen adalah memanaje tingkat


konflik. konflik, dan pemecahannya hingga dapat
dicapai hasil prestasi organisatoris optimal.

5. Agar dapat dicapai hasil prestasi Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris,
organisatoris optimal, maka konflik memerlukan konflik moderat.
perlu ditiadakan.

C. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

Menurut Stephen P. Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang
melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan
variabel pribadi.

a) Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah
pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak
cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

6
b) Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok,
gaya kepemimpinan, system imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan
variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
c) Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan
individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang
sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber
konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok,
dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di
dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang
dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional,
dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka
konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik
yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik
yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru
hara, pemogokan, dan sebagainya.

D. JENIS-JENIS KONFLIK

7
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan
untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada
pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.

a) Konflik Dilihat dari Fungsi.

Berdasarkan fungsinya, Stephen P. Robbins (1996) membagi konflik menjadi dua


macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional
(Dysfunctional Conflict).

- Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok,


dan memperbaiki kinerja kelompok.
- Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.

Menurut Stephen P. Robbins, batas yang menentukan suatu konflik fungsional


atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi
suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik
dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain.
Kriteria yang membedakan suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah
dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika
konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan
bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika
konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja
kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

b) Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya.

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman


(1989) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:

1. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena
tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.

8
2. Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena
perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu
dengan individu yang lain.
3. Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and
groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma
kelompok tempat ia bekerja.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among
groups in the same organization). Terjadi karena masing - masing
kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya
untuk mencapainya.
5. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Terjadi jika
tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif
bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang
sama.
6. Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among
individuals in different organizations). Terjadi sebagai akibat sikap atau
perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negative bagi
anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations
yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang
jurnalis.

c) Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi.

Berdasarkan konflik yang dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi,
Winardi (1992) membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.

9
2. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang
memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya,
konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya
berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban
lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

E. DAMPAK KONFLIK

Dampak konflik yang terjadi organisasi meliputi dua dampak yaitu dampak positif
dan dampak negatif.

a) Dampak Positif Konflik


Adapun dampak positif dalam organisasi yaitu sebagai berikut:
1. Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri. Dengan adanya konflik yang
terjadi, mungkin akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua
belah pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang
kenapa bisa terjadi perselisihan ataupun konflik diantara mereka.
2. Meningkatkan Prestasi. Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang
yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan
extra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak
pantas untuk "dihina".
3. Mengembangkan alternatif yang baik. Bisa saja dengan adanya konflik
yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia
harus mulai mencari alternatif yang lebih baik dengan misalnya bekerja
sama dengan orang lain mungkin.

b) Dampak Negatif Konflik


Adapun dampak negative dalam organisasi yaitu sebagai berikut:

10
1. Menghambat kerjasama. Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung
akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua
belah pihak ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara
kedua belah pihak.
2. Apriori. Selalu berapriori terhadap "lawan". Terkadang kita tidak meneliti
benar tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari persoalan adalah
dari lawan konflik kita.
3. Saling menjatuhkan. Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang
terjadi diantara sesama orang di dalam suatu organisasi, akan selalu
muncul tindakaan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain
dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan penuh dengan
masalah.

2.2 KONSEP PERUNDINGAN (NEGOSIASI)


A. PENGERTIAN PERUNDINGAN (NEGOSIASI)

Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau
lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.

Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara


pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

Sedangkan Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di


mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk
menyepakati nilai tukarnya.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu
upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari
jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

B. STRATEGI NEGOSIASI
a) Negosiasi Menang-Kalah (Win-Lose)

11
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah
permainan yang nilai totalnya adalah nol (zero sum game). Artinya apapun yang
terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu pihak akan menang, sedangkan pihak yang
lainnya kalah, atau biasa dikenal dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).

b) Negosiasi Menang-Menang (Win-Win)

Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif , dalam


bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses negosiasi.
Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan positif. Situasi – situasi
penjumlahan positif adalah pendekatan di mana setiap pihak mendapatkan
keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain.

Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang (seperti antara
atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal penyelesaian proyek yang
dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu kelompok (seperti pada kebanyakan proses
pengambilan keputusan dalam kelompok), antarkelompok (seperti yang terjadi antara
departemen pembelian dan penyedia material mengenai harga, kualitas, atau tanggal
pengiriman).

C. PROSES NEGOSIASI
a) Persiapan dan perencanaan : sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari
Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari
“paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
b) Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun
strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan
pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di
mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin
akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur
khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga
akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.

12
c) Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak
pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,
mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
d) Tawar menawar dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi tawar menawar
antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi tersebut akan berguna
untuk memecahan masalah.
e) Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan
kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk
implementasi dan pengawasan pelaksanaan.

D. NEGOSIASI MENGGUNAKAN PIHAK KETIGA

Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang


mengalami ketidaksepakatan. Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat dalam
negosiasi antara pihak-pihak yang telah mengalami jalan buntu.

Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi


menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:

a) Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan penalaran,
pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai fasilitator. Para mediator
ini memfasilitasi penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-
pihak yang terlibat dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki
otoritas yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi
ataupun rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga.
b) Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa
terjadinya kesepakatan. Menurut Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding
mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.
c) Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas
menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang konsiliator
tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti
seorang mediator.

13
d) Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik dan
memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi pemecahan
permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang
substantif.

2.3 HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK DALAM ORGANISASI

Mengenal, mengerti dan memahami hubungan antar individu dalam kelompok


dan hubungan antar kelompok sangat penting dan besar sekali artinya dalam
kepemimpinan sebab pemimpin akan dapat mengambil keputusan secara bijak, rasional
dan adil. Mengabaikan kepentingan kelompok akan berakibat fatal bagi masa depan
organisasi.

Hubungan antar kelompok harus dibina sedemikian rupa sehingga dapat dijalin
secara harmonis. Harmonisnya hubungan antar kelompok akan dapat menciptakan kinerja
kelompok dan kinerja organisasi secara optimal.

A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK

Kinerja kelompok yang berhasil merupakan fungsi dari sejumlah faktor yang
berpengaruh. Konsep yang memayungi berbagai faktor ini adalah konsep koordinasi.
Umumnya berpengaruh terhadap hubungan antar kelompok.

a) Ketergantungan

Pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah kelompok tersebut dalam


melaksanakan tugasnya memerlukan koordinasi ? jawaban dari pertanyaan ini terletak
kepada penetapan derajad ketergantungan yang ada diantara kelompok yang terkait.
Apakah kelompok tersebut satu sama lain saling membutuhkan atau tidak. Jika ada
maka ketergantungan yang ada akan terdiri dari ketergantungan tunggal (utuh),
ketergantungan berantai dan ketergantungan timbal balik. Ketergantungan tunggal
adalah semua kelompok yang terkait mempunyai ketergantungan yang sama (utuh)
yang mutlak tidak dapat dipisahkan, ketergantungan berantai adalah ketergantungan
kelompok yang sangat dipengaruhi oleh kinerja kelompok yang lain, sedangkan

14
ketergantungan timbal balik adalah ketergantungan yang berada pada posisi
berlawanan.

b) Ketidakpastian Tugas
Semakin besar ketidakpastian suatu tugas (pekerjaan) maka akan semakin besar
pula respon yang harus dibuat (dibentuk) dan semakin rendah derajad ketidakpastian
suatu tugas (pekerjaan) maka tugas (pekerjaan) akan dapat distandarisasi. Kunci
utama ketidakpastian tugas (pekerjaan) adalah bahwa suatu tugas (pekerjaan) untuk
diterapkan memerlukan informasi lebih banyak. Oleh karena itu jika suatu tugas
(pekerjaan) mempunyai ketidakpastian yang tinggi maka ketergantungan kepada
informasi yang lengkap jelas dan valid sangat dibutuhkan dan masing-maisng
kelompok akan sama saling membutuhkan satu sama lain atau menghadapi resiko
kegagalan yang semakin besar.
c) Orientasi Waktu dan Tujuan
Dua kelompok atau lebih akan saling bergantung satu sama lain sangat ditentukan
oleh waktu dan tujuan spesifik yang melekat pada dirinya. Jika tujuan spesifik saling
terkait satu sama lain dan waktu yang disediakan saling berkaitan antara yang satu
dengan yang lain, maka derajad ketergantungan kelompok akan smakin besar.

B. METODE PENGELOLAAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK


a) Peraturan dan Prosedur
Metode yang paling murah dan paling sederhana di dalam mengelola hubungan
antar kelompok adalah menetapkan aturan dan prosesdur interaksi antar kelompok. Di
dalam organisasi yang besar, akan dibentuk suatu departemen yang khusus memantau
dan mengevaluasi hubungan antar kelompk dan jika interaksi hubungan antar
keompok tersebut ada gejala yang tidak sesuai dengan harapan maka kelompok yang
terkait akan dipanggil untuk didengar serta diselesaikan melalui forum musyawarah.
Peraturan dan prosedur baku akan memperkecil hubungan antar kelompok yang
dipandang tidak perlu.
b) Hirarki
Jika metode yang pertama dipandang kurang tepat maka hirarki kekuasaan yang
ada di dalam organisasi menjadi alternatif kedua di dalam mengelola hubungan antar

15
kelompok. Dengan demikian maka koordinasi akan diambil alih oleh pejabat yang
lebih tinggi yang berada didalam organisasi itu. Pejabat yang lebih tinggi umumnya
dapat dipandang sebagai pejabat yang ektif untuk membina hubungan antar kelompok
sebab pejabat yang tinggi ini secara posisional mempunyai kekuasaan yang lebih
besar dan dihapakan dapat mempengaruhi hubungan antar kelompok.
c) Perencanaan
Alternatif (pilihan) berikutnya di dalam mengelola hubungan antar kelompok
adalah melalui perencanaan. Jika setiap kelompok mempunyai tujuan spesifik yang
hendak dicapai maka setiap kelompok telah mengetahui hak dan kewajiban yang
melekat pada kelompoknya dan setiap kelomok ini akan mengetahui pada saat yang
bagaimana hubungan kelompok lain perlu dilakukan. Perencanaan yang memadai dan
baik cenderung memperbaiki koordinasi dan di samping itu perencanaan cenderung
dapat pula alat koordinasi yang efektif dan efisien.
d) Peran Perantara
Peran perantara sering mengarah kepada individu yang diberi tugas (pekerjaan)
khusus untuk memudahkan komunikasi antar kelompok kerja yang saling terkait.
Perantara yang diberi tugas (pekerjaan) khusus ini tentunya adalah orang yang
dipandang cakap dan mempunyai pandangan yang luas tentang bidang organisasi dan
manajemen. Di dalam organisasi yang besar sering kali memanfaatkan sarjana yang
mempunyai kompetensi dibidangnya dengan beberapa pengalaman praktis dan taktis
yang menunjang kompetensinya. Kelemahan utama peran perantara ini adalah adanya
keterbatasan pribadi untuk menangani informasi yang mengalir diantara kelompok
yang saling berinteraksi, khususnya jika kelompok berinteraksi itu besar dan interaski
sangat sering dilakukan.
e) Pelaksana Tugas
Para pelaksana tugas (pekerjaan) dapat dijadikan wakil dari sejumlah kelompok.
Para pelalaksana tugas (pekerjaan) sering melaksanakan tugas (pekerjaan) yang
sesuai dengan bidangnya dan sering kali melakukan hubungan dengan yang lain. Para
pelaksana tugas (pekerjaan) ini harus dibina sedemikian rupa guna memberi
pengertian dan pemahaman mengenai hubungan antar kelompok tentang apa yang
seharusnya dilakukan di dalam membina hubungan dengan kelompok lain.

16
f) Tim
Jika tugas (pekerjaan) sudah semakin banyak dan rumit maka persoalan yang
muncul dari pelaksanaan tugas (pekerjaan) akan semakin bamuak dan rumit pula dan
dalam keadaan demikian maka alat koordinasi yang ada sudah dianggap kurang
memadai dan tidak tepat. Pilihan berikutnya adalah menyerahkan kerumitan
hubungan antar kelompok ini kepada suatu tim. Tim inilah yang akan memantau dan
mengevaluasi pola hubungan antar kelompok. Angota tim berasal dari masing-masing
fungsi yang ada di dalam organisasi dan ketika tugasnya telah selesai maka anggota
tim ini akan kembali lagi kepada induknya. Tim pemantau ini dikarenakan
mempunyai keanggotaan yang berkomposisi masing-masing fungsi maka dipandang
mewakili masing-masing fungsinya sehingga hasil pantauan dan evaluasinya
dipandang cukup representatif.
g) Departemen/Badan Terpadu
Jika hubungan antar kelompok telah menjadi terlalu sulit dan rumit untuk
dikoordinasikan melalui rencana, tugas (pekerjaan), tim dan sebagainya maka
organisasi sebaiknya membentuk departemen/badan terpadu. Departemen/badan ini
bersiat permanen dengan anggota yang secara formal diberi tugas (pekerjaan) untuk
memadukan dua kelompok atau lebih. Departemen yang dibentuk ini akan digunakan
jika organisasi sudah sangat besar dan mempunyai tujuan-tujuan yang sering
berlainan arah, mempunyai berbagai persoalan yang tak rutin yang sangat rumit dan
mempunyai keputusan antar kelompok yang mempunyai dampak terhadap seluruh
operasi organisasi. Departemen/badan ini dapat dijadikan alat yang dapat diandalkan
untuk menangani konflik antar kelompok.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik
dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang
sesuai kesepakatan bersama.

Mengenal, mengerti dan memahami hubungan antar kelompok sangat penting dan
besar sekali artinya dalam kepemimpinan sebab pemimpin akan dapat mengambil
keputusan secara bijak, rasional dan adil. Mengabaikan kepentingan kelompok akan
berakibat fatal bagi masa depan organisasi. Hubungan antar kelompok harus dibina
sedemikian rupa sehingga dapat dijalin secara harmonis. Harmonisnya hubungan antar
kelompok akan dapat menciptakan kinerja kelompok dan kinerja organisasi secara
optimal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jerald Greenberg dan Robert A.Baron, Behavior in Organizations, (Prentice Hall, 1997)

Stephen P.Robbins. Organizational Behavior, (Prentice Hall, 1996)

Winardi. Manajemen Konflik, (Mandar Maju, 1994)

John M Ivancevich & Michael T. Matteson. (1999). Organizational Behavior an Management.


International Edition. Irwin McGraw-Hill

19

Anda mungkin juga menyukai