Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PELIBATAN DAN PEMBERDAYAAN KARYAWAN (PPK)

DALAM KUALITAS
MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU

KELOMPOK 8

Risqi Rahma Inayah (12010119130102)


Nandita Ratu Maharani (12010119130118)
Intan Vini Adetya (12010119130128)
Anisa Gispa Cika Adindya (12010119130260)
Riski Fitriani (12010119130261)

S1-MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Pelibatan dan Pemberdayaan Karyawan (PPK) dalam Kualitas” ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Imroatul Khasanah selaku dosen pengampu.
Serta pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 14 April 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. 2


Daftar isi …………………………………………………………………………………… 3
Pembahasan ……………………………………………………………………………….. 4
A. Konsep Pelibatan dan Pemberdayaan Karyawan (PPK) …………………………… 4
B. Faktor Penghambat PPK …………………………………………………………… 6
C. Implementasi PPK …………………………………………………………………. 9
D. Penghargaan dan Pengakuan Prestasi ……………………………………………… 12
E. Sistem Saran: Konsep dan Implementasi ………………………………………….. 14

3
A. KONSEP PELIBATAN DAN PEMBERDAYAAN KARYAWAN (PPK)
Karyawan (sumber daya manusia) selain merupakan aset yang paling dominan
dalam organisasi juga sebagai pemasok internal yang sangat berperan dalam
menghasilkan suatu barang atau jasa yang berkualitas. Akan tetapi, dalam
kenyataannya masih banyak perusahaan yang mengeksploitasi karyawannya dan tidak
memberikan peluang untuk berkembang dan karyawan berprestasi secara optimal.
Akibatnya, semangat dan moral kerja sangat rendah, produktivitas makin rendah,
muncul sikap apatis, ketidakpuasan terjadi, dst. TQM adalah suatu konsep pelibatan
dan pemberdayaan karyawan. Pelibatan karyawan (employee involvement) adalah
suatu proses untuk mengikutsertakan para karyawan pada semua tingkatan organisasi
dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah (Bounds, 1994:447). Keputusan
akan menjadi lebih baik dengan adanya masukan dari setiap pihak yang dipengaruhi
oleh keputusan tersebut.
Pemberdayaan atau pemberian wewenang (empowerment) dapat diartikan
sebagai pelibatan karyawan yang benar-benar berani. Dengan demikian,
pemberdayaan tidak sekedar hanya memiliki masukan, tetapi juga memperlihatkan,
mempertimbangkan, dan menindaklanjuti masuka tersebut apakah akan diterima atau
tidak. Tanpa adanya pemberdayaan, pelibatan karyawan hanyalah merupakan alat
manajemen yang tidak ada gunanya. Oleh karena itu, pelibatan harus disertai dengan
pemberdayaan karyawan. Usaha pemberdayaan karyawan dimulai dengan hal-hal
berikut:
1. Keinginan manajer dan penyelia,, yaitu manajer tingkat bawah untuk memberi
tanggung jawab kepada karyawan.
2. Melatih penyelia dan karyawan mengenai bagaimana cara untuk melakukan
delegasi dan menerima tanggung jawab.
3. Komunikasi dan umpan balik perlu diberikan oleh manajer dan penyelia
kepada karyawan.
4. Penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi perlu diberikan kepada
karyawan sebagai tanda penghargaan terhadap kontribusi mereka kepada
perusahaan.
Tujuan pelibatan dan pemberdayaan adalah untuk meningkatkan kemampuan
organisasi dan untuk memberikan nilai kepada pelanggan. Oleh karena itu, karyawan
harus memahami apa makna nilai pelanggan, komponen sistem, dan bagaimana untuk
menentukan dan mengukurnya. Kesuksesan implementasi pelibatan dan

4
pemberdayaan karyawan memerlukan perubahan budaya perusahaan (cara berpikir
dan bekerja para manajer). Karyawan yang telah bekerja cukup lama dan telah
mengalami berbagai inovasi manajemen yang silih berganti menjadi enggan
menerima program PPK apabila mereka memandangnya hanyalah sebagai strategi
lainnya. Hal ini dikenal dengan sindrom WOHCAO (watch out, here comes another
one), dimana karyawan tidak suka dan bersikap apatis terhadap sesuatu yang baru.
Secara tradisional, bekerja keras dipandang sebagai jalan menuju sukses. Persaingan
global dan otomatisasi telah menggeser kunci sukses, yaitu bahwa kesuksesan dicapai
hanya dengan sekedar bekerja keras tetapi juga bekerja dengan tangkas (working
smart).
Aspek lain dari bekerja dengan tangkas yang sering kali dilupakan dalam
dunia kerja modern adalah melibatkan dan memberdayakan para karyawan. PPK
ditujukan untuk memperoleh manfaat dari kreativitas karyawan dan mendorong
pemikiran dan inisiatif yang independen. Dasar pemikiran PPK adalah bahwa PPK
merupakan cara terbaik untuk mengarahkan kreativitas dan inisiatif dari para
karyawan terbaik ke arah peningkatan daya saing perusahaan. Prinsip-prinsip TQM
untuk pekerjaan pada bagian personalia atau sumber daya manusia adalah sebagai
berikut (Ross, 1994:90):
1. Kualitas pekerjaan waktu pertama.
2. Fokus pada pelanggan.
3. Pendekatan strategi yang menyeluruh untuk perbaikan.
4. Perbaikan secara terus-menerus sebagai cara hidup.
5. Saling respek dan tim kerja
Manusia bukanlah robot atau mesin otomatis, saat bekerja mereka mengamati,
berpikir, merasa dan mempertimbangkan segala sesuatu. Oleh karena itu, lumrah bila
seseorang mempertanyakan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengapa tugas tersebut dikerjakan dengan cara seperti ini?
2. Bagaimana tugas ini dapat dikerjakan dengan lebih baik?
3. Apakah pelanggan membutuhkan produk seperti ini?
Pada umumnya, bila karyawan mengajukan pertanyaan seperti itu, mereka
juga mengajukan ide-idenya sebagai pemecahan, khususnya bila mereka diberi
kesempatan untuk mendiskusikan idenya secara teratur dalam kelompok yang
bersuasana nyaman dan positif. Kelompok seperti ini dapat meningkatkan rasa saling
percaya, kepercayaan diri, keterampilan, dan kerjasama tim.

5
PPK berbeda dengan istilah manajemen partisipatif. Manajemen partisipatif
adalah cara kerja dimana manajer dan penyelia selalu meminta bantuan para
karyawan untuk melakukan tugas pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan
lain-lain. Sedangkan PPK mengarah pada karyawan untuk membantu dirinya sendiri,
saling membantu, dan membantu perusahaan. PPK juga dapat menimbulkan rasa
memiliki dari karyawan terhadap suatu pekerjaan yang pada gilirannya mengarah
pada keinginan karyawan yang lebih besar dalam mengambil keputusan, menanggung
resiko dalam usaha perbaikan, dan menyampaikan ketidaksetujuannya. Apabila
perusahaan menerapkan pelibatan dan pemberdayaan karyawan, akan memperoleh
beberapa manfaat (Browen & Lawler dalam Fandy, 1997:110), yaitu sebagai berikut:
1. Dapat memberikan respon langsung pada kebutuhan pelanggan secara lebih
cepat dalam penyampaian jasa.
2. Dapat memberikan respon langsung pada pelanggan yang tidak puas selama
service recovery.
3. Karyawan akan mempunyai rasa memiliki yang tinggi pada pekerjaannya dan
merasa dirinya berarti bagi organisasi.
4. Karyawan bisa berinteraksi dengan pelanggan secara lebih akrab dan lebih
antusias.
5. Perusahaan bisa mendapatkan iklan dari mulut ke mulut (word of mouth) yang
positif dan pelanggan yang membeli kembali makin meningkat.

B. FAKTOR PENGHAMBAT PPK


Penolakan terhadap perubahan merupakan faktor penghambat utama bagi
penerapan PPK. Penolakan tersebut dapat berasal dari karyawan, serikat kerja, dan
manajemen (Goetsch dan Davis: 1997: 158-163). Penolakan yang paling besar
biasanya berasal dari manajemen. Akan tetapi, sering kali disadari atau tidak,
penolakan juga terjadi dari karyawan dan serikat kerja. Hal tersebut tidak boleh
diabaikan.
Penolakan dari Manajemen
Meskipun karyawan dan serikat kerja mendukung PPK, tetapi apabila pihak
manajemen tidak memiliki komitmen penuh terhadap PPK, maka hal tersebut tidak
dapat berjalan dengan baik. Banyak organisasi yang gagal dalam melaksanakan PPK
karena tidak terlebih dahulu melakukan perubahan fundamental yang diperlukan
dalam struktur organisasi atau gaya manajemen.

6
Penolakan manajemen terhadap PPK antara lain karena alasan sebagai berikut.
Ketidakamanan, nilai-nilai pribadi, ego, pelatihan manajemen, karakteristik
kepribadian, keterlibatan para manajer, serta struktur organisasi dan praktik
manajemen (Goetsch, 1997: 143-146).
1. Ketidakamanan
Pepatah kuno menyatakan, bahwa pengetahuan merupakan kekuasaan. Dengan
mengendalikan akses pada pengetahuan dan arus pengetahuan, seorang
manajer dapat mempertahankan kekuasaannya atas para karyawan. Manajer
yang memandang lingkungan kerja dari perspektif kita melawan mereka
cenderung merasa tidak aman terhadap inisiatif yang dirasakan akan dapat
mengurangi kekuasaannya.
Manajer yang merasa tidak aman ini bisa saja melakukan sabotase halus.
Bentuk-bentuk yang dilakukan misalnya tidak menghadiri pertemuan
kelompok kerja, mempersulit setiap anggota untuk hadir dalam pertemuan
tersebut, atau menyisihkan secara halus ide-ide dan pekerjaan kelompok kerja.
2. Nilai-nilai pribadi
Banyak manajer dewasa ini yang memiliki pemikiran dogmatis terhadap
karyawan. Hal ini berarti mereka menganggap karyawan harus mengerjakan
apa yang diperintahkan, saat mereka diperintahkan, dan bagaimana mereka
diperintah. Nilai peribadi seperti ini tidak dapat mendukung PPK. Manajer
yang demikian akan menolak PPK dan berpandangan bahwa “hanya ada satu
bos disini dan sayalah orangnya.”
3. Ego
Orang yang menjadi manajer dalam suatu organisasi dapat dimengerti bila
bangga akan statusnya yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka.
Status bersifat menarik bagi ego manusia, manajer yang ego-focussed dapat
menerapkan sikap I’m the boss. Manajer seperti ini akan sulit menerima PPK
karena mereka memandangnya sebagai pengurangan statusnya, yang pada
akhirnya akan mengurangi keuntungannya.
4. Pelatihan manajemen
Banyak manajer saat ini yang dididik dan dilatih oleh pengikut modern dari
Frederick Taylor, Bapak Manajemen Ilmiah. Pengikut Taylor, baik profesor
maupun pelatih manajemen, cenderung berfokus pada penerapan

7
prinsip-prinsip ilmiah dalam perbaikan proses dan teknologi, tetapi hanya ada
sedikit perhatian terhadap perbaikan yang berorientasi.
5. Karakteristik kepribadian para manajer
Manajer berpendidikan lama seringkali lebih bersifat task oriented daripada
people oriented. Mereka cenderung lebih berfokus pada tugas dan
pelaksanaannya daripada orang yang mengerjakan tugas tersebut. Manajer
seperti ini juga tidak mendukung usaha PPK yang membutuhkan sikap dan
orientasi yang seimbang dalam mempertimbangkan tugas dan orang.
6. Ketidakterlibatan manajer
PPK berkaitan dengan pelibatan secara menyeluruh seluruh personil yang akan
dipengaruhi oleh suatu ide atau suatu keputusan. Keputusan ini mencakup;
tingkat pertama manajemen (penyelia), manajemen madya, dan manajemen
eksekutif. Setiap manajer atau tingkat manajemen yang tidak terlibat dalam
proses mungkin akan menolak PPK. Meskipun PPK telah didukung oleh oleh
semua karyawan dan para eksekutifnya memiliki komitmen penuh, hal ini
tidak bisa sukses bila manajer madya dan penyelia tidak dilibatkan. Mereka
yang tidak dilibatkan, meskipun secara konseptual setuju, dapat saja tetap
menolak karena mereka merasa diabaikan.
7. Struktur organisasi dan praktik manajemen
Struktur organisasi dan praktik manajemen dapat pula mengurangi kesuksesan
pelaksanaan PPK. Sebelum suatu organisasi berusaha melaksanakan PPK,
beberapa pertanyaan berikut harus terlebih dahulu dijawab.
- Berapa banyak lapisan atau tingkatan antara para pekerja dan
pengambil keputusan?
- Apakah sistem penilaian prestasi karyawan mendorong atau malah
tidak mendorong inisiatif dan pengambilan risiko?
- Apakah praktik manajemen mendorong karyawan untuk
menyampaikan keluhannya terhadap kebijakan dan prosedur yang
menghambat kualitas dan produktivitas?
Umpan balik dan tindak lanjut yang cepat terhadap saran-saran perbaikan
merupakan hal penting yang mendukung kesuksesan PPK. Oleh karena itu,
birokrasi yang terlalu berbelit-belit tidak akan mendukung pelaksanaan.

8
C. IMPLEMENTASI PPK
Kesalahan umum yang harus dihindari pada saat mengimplementasikan PPK
adalah sebagai berikut :
- Memulai kegiatan tanpa adanya strategi sistematis.
- Memulai kegiatan PPK tanpa adanya kepemimpinan yang aktif dari
manajemen.
- Menghitung kegiatan (seperti jumlah pertemuan tim untuk
peningkatan kualitas).
- Rencana dan harapan yang tidak realistis.
- Mengharapkan pelibatan akan ada akhirnya.
Peranan utama manajemen dalam PPK adalah melakukan segala sesuatu yang
diperlukan untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan dan penerapan konsep
tersebut secara terus-menerus. Peranan ini dapat diringkas menjadi tiga
fungsi, yaitu komitmen, kepemimpinan, dan kemudahan. Ketiga fungsi ini
dibutuhkan untuk mengatasi hambatan dan penolakan terhadap pelaksanaan PPK atau
perubahan pokok lainnya dalam budaya perusahaan. Peranan manajer dalam PPK
antara lain meliputi sebagai berikut :
- Menunjukan sikap yang mendukung
- Menjadi model peran
- Menjadi pelatih
- Menjadi fasilitator
- Mempraktikkan management by walking around (MBWA)
- Mengambil tindakan dengan segera atas rekomendasi
- Menghargai prestasi karyawan
PPK sebagai suatu konsep yang berusaha melibatkan dan memberdayakan
karyawan secara sungguh-sungguh memerlukan implementasi yang sistematis.
Implementasi PPK terdiri atas 4 tahap menurut (Goetch, 1997:147) yaitu
sebagai berikut:
- Menciptakan lingkungan yang mendukung
- Menentukan target dan mengatasi penghambatan
- Menerapkan dan menggunakan sarana pendukung
- Menilai, menyesuaikan, dan memperbaikinya

9
Untuk memicu inisiatif karyawan, dibutuhkan lingkungan dan kondisi yang
kondusif. Agar lingkungan seperti itu dapat terbentuk, maka seorang manajer
perlu melakukan hal-hal berikut terhadap para karyawannya:
- Mempercayai kemampuan mereka untuk mencapai keberhasilan.
- Bersifat sabar dan memberikan mereka waktu untuk belajar.
- Memberikan arahan dan bimbingan.
- Mengajukan pertanyaan yang menantang mereka untuk berpikir dengan
cara baru.
- Membagi informasi dengan mereka untuk menjalin hubungan.
- Memberikan umpan balik yang tepat waktu dan dapat dipahami serta
membantu mereka selama proses belajar.
- Menawarkan cara alternatif untuk melaksanakan tugas
- Menunjukan sense of humor dan perhatian terhadap mereka.
- Berfokus pada hasil dan menghargai perbaikan pribadi.
Adapun berbagai sarana yang dapat digunakan untuk mendorong karyawan agar
mereka memberikan masukan dan menyalurkan kepada para pengambil
keputusan. Berikut ini beberapa metode yang banyak digunakan yaitu:
1. Brainstorming
Manajer bertindak sebagai katalisator untuk mendukung antar peserta. Para
peserta didorong untuk mengungkapkan setiap ide yang ada dalam
pikirannya, dan setiap ide dianggap sah. Peserta tidak diperkenankan
untuk membuat komentar yang bersifat menghakimi atau mengevaluasi
saran-saran yang diberikan. Brainstorming bisa merupakan sarana yang
efektif untuk mengumpulkan masukan dan umpan balik dari karyawan,
khususnya bila manajer memahami kelemahannya dan bagaimana
mengatasinya. Berkaitan dengan hal ini, ada dua konsep yang dapat
mengurangi efektivitas brainstorming dan teknik kelompok lainnya.
Dua konsep tersebut adalah sebagai berikut :
● Menurut Myers dan Lamm (dalam Goetsh dan Davis, 1994:168),
groupthink merupakan fenomena yang terjadi manakala orang
dalam suatu kelompok lebih banyak berfokus pada usaha untuk
mencapai suatu keputusan yang baik. Beberapa faktor
penyebabnya yaitu: kepemimpinan kelompok terlalu banyak
memberikan ketentuan, tekanan untuk mencapai kesesuaian, isolasi

10
kelompok, dan penerapan teknik-teknik pengambilan keputusan
kelompok yang tidak terampil. Strategi yang dapat diterapkan untuk
mengatasi groupthink antara lain sebagai berikut :
- Mendorong disampaikan kritik-kritik.
- Mendorong pengembalian berbagai alternatif.
- Menugaskan salah seorang atau beberapa orang
untuk memainkan peranan sebagai penentang ide atau saran
yang diajukan.
- Melibatkan orang yang tidak familiar dengan isu yang dibatasi.
- Menyelenggarakan pertemuan tindak lanjut.
● Groupshift merupakan fenomena yang timbul bila anggota
kelompok melebih-lebihkan keadaan awal dan berharap
bahwa akhirnya keputusan akan disesuaikan dengan apa yang
benar-benar mereka butuhkan. Manajer dapat mencoba mengurangi
pengaruh groupshift dengan mengurangi penguatan terhadap sudut
pandangan awal dan dengan menugaskan anggota kelompok
untuk bertindak sebagai penentang ide.
2. Nominal group technique
Merupakan salah satu bentuk dari brainstorming. Teknik ini terdiri atas
lima langkah yaitu:
- Merumuskan permasalahan
- Mencatat ide masing-masing anggota kelompok
- Mencatat ide kelompok
- Memperjelas atau klarifikasi ide-ide
- Masing-masing anggota kelompok memilih ide yang dianggapnya
sesuai
3. Gugus kualitas (quality circle)
Kelompok karyawan yang mengadakan pertemuan secara teratur untuk
mengidentifikasi, menganjurkan, dan membuat perbaikan lingkungan kerja.
Perbedaan utama antara gugus kualitas dan brainstorming adalah bahwa
anggota gugus kualitas adalah para sukarelawan yang melaksanakan
pertemuan sendiri sedangkan brainstorming umumnya dilakukan oleh manajer.
4. Kotak saran

11
Cara ini dilakukan dengan jalan menyediakan suatu wadah atau kotak
tertentu di tempat-tempat yang sesuai dan mudah didatangi agar karyawan
dapat meletakan saran-saran tertulisnya.
5. Manajemen berkeliling dan berbicara (management by walking around)
Jalan-jalan ditempat kerja dan berbicara dengan para karyawan dapat
menjadi cara yang efektif untuk mengumpulkan data. Dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang terbuka dan tidak biasa maka manajer
memperoleh banyak masukan yang berharga.

D. PENGHARGAAN DAN PENGAKUAN PRESTASI


Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai alat diagnostik dan proses penilaian
terhadap perkembangan individu, tim, dan organisasi. Penilaian digunakan untuk
menentukan besarnya penghargaan, uji validitas, dan perkembangan karir,
memperbaiki komunikasi, serta mendukung pemahaman terhadap fungsi. Penilaian
kinerja sangat efektif apabila difokuskan pada tujuan perusahaan. Oleh karena hasil
dari semua pekerjaan adalah berupa kualitas dan kepuasan pelanggan, maka penilaian
seharusnya berkaitan dengan hasilnya (tujuan perusahaan). Penilaian kinerja yang
harus berkaitan dengan prinsip pembagian tanggung jawab terhadap kualitas. Hal ini
dapat dicapai dengan memfokuskan pada perkembangan keterampilan dan
kemampuan yang diperlukan karyawan untuk berprestasi.
Di dalam model TQM peranan penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi
karyawan, seperti penilaian kinerja, kompensasi, program pengakuan prestasi, dan
sistem promosi merupakan motivasi untuk mencapai sasaran perusahaan. Banyak
manajer dan penyelia yakin bahwa uang merupakan motivator terpenting bagi
karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi, ternyata dari hasil penelitian
dan survei diperoleh hasil bahwa pengakuan prestasi kinerja merupakan motivator
yang paling kuat.
Sistem kompensasi yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip kunci
manajemen kualitas sebagai berikut :
1. Kompensasi harus berorientasi pada pelanggan (customer driven)
Upah atau gaji diberikan pada karyawan yang memiliki keterampilan untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan eksternal.
2. Kompensasi harus berorientasi pada tim

12
TQM mensyaratkan dibentuknya tim. Jadi kompensasi didasarkan pada
pencapaian sasaran tim bukan sasaran individual.
3. Kompensasi harus dapat diukur
Pengukuran digunakan untuk menentukan seberapa besar upah atau gaji yang
harus diberikan sebagai hasil dari kerja tim.
4. Sistem kompensasi harus mengikutsertakan partisipasi seluruh karyawan
Baik secara individual maupun tim harus berpartisipasi dalam menentukan
sasaran, mengidentifikasi indikator kunci, memantau serta mengevaluasi
kemajuan perkembangan. Perusahaan harus memberikan pelatihan untuk
menolong karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.
Penilaian kerja dapat mendukung perbaikan kualitas bila keadaan dibawah ini
dapat terpenuhi :
1. Penilaian kinerja harus dipisahkan dari sistem kompensasi
2. Penilaian harus didasarkan pada observasi, pengukuran perilaku, dan hasil
3. Penilaian kinerja harus mendorong partisipasi karyawan
Perhargaan berbeda dengan pengakuan. Penghargaan biasanya dalam bentuk
moneter, sedangakan pengakuan adalah tindakan atau kegiatan dalam bentuk
nonmoneter. Penghargaan bisa dalam bentuk bonus, uang, liburan, dan lain-lain.
Sedangkan pengakuan dapat berupa ucapan terima kasih, award dari perusahaan, dan
lain-lain. Program pengakuan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Konsisten.
2. Memerlukan biaya.
3. Sering dilakukan.
4. Orang yang memberikan pengakuan menggunakan keterampilan interpersonal
untuk memberikan informasi mengenai pencapaian prestasi.
5. Pengakuan yang berasal dari rekan sejawat.
6. Public display.
7. Pengakuan harus didasarkan pada kepercayaan dan penghormatan
8. Umpan balik spesifik diberikan untuk menunjukan bahwa seseorang melakukan
sesuatu yang bernilai.
9. Semakin banyak orang yang dibutuhkan dalam proses seleksi semakin subjektif
pendapat yang diberikan.

13
10. Pengakuan yang dilakukan secara berkala, semakin pendek jarak antara
tindakan dan pengakuan, semakin baik untuk menghindari hilangnya efek
pengakuan tersebut.
11. Pengakuan bersifat win/win(setiap orang adalah pemenang).

E. SISTEM SARAN: KONSEP DAN IMPLEMENTASI


Karyawan juga perlu dilibatkan dalam sistem saran. Oleh karena itu, manajer
dan penyelia diharapkan membantu karyawan untuk dapat memberikan lebih banyak
saran. Segi positif dari sistem saran adalah bahwa setiap saran yang berasal dari
karyawan pasti akan dipatuhi oleh mereka. sebaliknya, bila yang menetapkan adalah
pihak manajemen, belum tentu mereka mau mematuhinya. Peranan manajemen dalam
implementasi dan operasi sistem saran terdiri atas tujuh tahap, sebagaimana
digambarkan pada bagan berikut:

14
1. Membuat Kebijakan
Pada langkah ini mencakup usaha mengembangkan suatu kebijakan yang akan
menjadi pedoman bagi sistem saran. Kebijakan ini harus menerapkan secara
jelas mengenai komitmen perusahaan terhadap sistem saran, jenis
penghargaan yang akan digunakan, bagaimana saran akan dievaluasi, dan
bagaimana sistem saran itu sendiri akan dievaluasi.
2. Mengadakan Sistem Saran
Langkah ini merupakan pelaksanaan sistem saran dengan cara:
a. meminta dan mengumpulkan masukan dari karyawan,
b. mencatat dan menjawab saran,
c. memantau saran-saran,
d. melaksanakan atau menolak saran.
3. Mempromosikan Sistem Saran
Langkah ini dilakukan dalam rangka meningkatkan minat dan partisipasi
karyawan dalam sistem saran yang ditetapkan.
4. Evaluasi Saran dan Sistem Saran
Langkah ini meliputi usaha melatih penyelia dan manajer mengenai cara
mengevaluasi setiap saran dan sistem saran secara keseluruhan.
5. Melaksanakan Saran
Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting, karena apabila saran
yang baik tidak segera dilaksanakan, maka sistem saran tersebut akan
kehilangan kredibilitas.
6. Menghargai Karyawan
Penghargaan terhadap saran yang diterima dapat diberikan dalam berbagai
bentuk, misalnya dalam bentuk materi, pengakuan secara umum, dan hadiah
liburan. Selain diberikan kepada karyawan secara individual, ada baiknya bila
juga diberikan kepada tim dan atau departemen yang paling banyak
memberikan saran yang diterapkan.
7. Memperbaiki Sistem Saran
Identifikasi dan koreksi terhadap kelemahan sistem saran yang diterapkan
sangat perlu dilakukan. perbaikan terus menerus perlu dilakukan dalam tahap
mengumpulkan masukan, memantau saran, dan waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan saran.

15
Sistem saran yang diterapkan harus dipantau dan diperbaiki terus-menerus.
Perbaikan sistem saran ini meliputi dua aspek, yaitu perbaikan pemrosesan saran dan
perbaikan setiap saran.
1. Perbaikan Pemrosesan Saran
Sistem saran merupakan kumpulan proses yang digunakan untuk meminta,
mengumpulkan, mengevaluasi, dan menerima atau menolak saran. Kriteria
sistem saran yang baik adalah sebagai berikut:
● Semua saran mendapatkan tanggapan formal.
● Semua saran ditanggapi dengan segera.
● Prestasi setiap departemen dalam memberikan dan menanggapi saran
dipantau oleh manajemen.
● Biaya dan penghematan sistem dilaporkan.
● Penghargaan dan pengakuan ditangani dengan segera.
● Ide-ide yang bagus dilaksanakan.
● Konflik kepribadian diminimumkan.
Pendekatan sistem saran yang sebaiknya diterapkan adalah sistem
saran yang menggunakan bantuan komputer sehingga mempermudah
penyampaian, pemantauan, dan pembaharuan secara terus menerus. Sistem
seperti ini memudahkan manajemen dalam menyampaikan dan menanggapi
saran serta memudahkan dalam pemantauan biaya dan penghematan sistem.
2. Perbaikan Setiap Saran
Agar dapat membuat saran yang baik, setiap karyawan harus memahami dua
hal berikut.
● identifikasi masalah dan perumusan ide untuk perbaikan.
● menyampaikan ide-ide secara ringkas dan jelas dalam bentuk tulisan.
Ada tiga tahap dalam perumusan ide untuk perbaikan lingkungan kerja yang
dapat meningkatkan jumlah dan kualitas ide yang dihasilkan karyawan.
Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut.
a. Identifikasi
Dilakukan identifikasi terhadap situasi yang berbeda dengan hasil yang
diharapkan. Dalam tahap ini karyawan tidak perlu menentukan penyebab
masalah, tetapi mereka hanya mendata situasi masalah yang perlu
diperbaiki. Tahap ini merupakan tahap penentuan hal-hal apa yang tidak
beres (what is wrong step)

16
b. Penelitian
Tahap ini menentukan penyebab timbulnya masalah yang telah
diidentifikasi. Dengan demikian, dapat ditentukan masalah yang
sebenarnya dihadapi, bukannya gejala dari suatu masalah. Alat-alat TQM
yang digunakan untuk menentukan penyebab tersebut, antara lain: pareto
chart, couse and effect diagram, bar graphs, check sheets, scatter diagram,
dan histogram.
c. Pengembangan Ide
Tahap ini meliputi pengembangan ide-ide untuk memecahkan masalah
yang telah diidentifikasi pada tahap pertama dengan mengatasi penyebab
yang diidentifikasi pada tahap kedua.

Manajer dapat membantu para karyawannya memperbaiki sarannya


masing-masing dengan melatih mereka dalam hal-hal berikut.
● Menjelaskan situasi saat ini yang menciptakan masalah secara singkat
dan jelas.
● Menyampaikan perubahan yang diusulkan secara langsung dan
spesifik.
● Mempersiapkan penjelasan atau uraian untuk memperjelas perubahan
yang diusulkan.
● Menjelaskan manfaat-manfaat yang diharapkan dengan menggunakan
ukuran yang dapat dikuantifikasikan (persentase, uang, waktu, jumlah
atau ukuran lainnya yang sesuai.

Supaya sistem saran suatu perusahaan dapat berhasil maka diperlukan


partisipasi setiap karyawan. Semakin banyak karyawan yang berpartisipasi, semakin
baik pula sistem sarannya. Bila suatu sistem saran telah berjalan, manajer dapat
mengupayakan partisipasi aktif dari semua karyawannya dengan jalan menghilangkan
hambatan tersembunyi, mendorong karyawan baru agar terlibat, dan melatih
karyawan yang segan berpartisipasi.
1. Menghilangkan hambatan tersembunyi
Faktor hambatan tersembunyi yang menghambat partisipasi ini sering kali
sulit dideteksi. Faktor tersembunyi yang paling sering ditemui antara lain
sebagai berikut

17
● Perilaku negatif
Sikap dan perilaku personil yang mengumpulkan saran dapat menghambat
partisipasi, misalnya ekspresi wajah yang negatif, nada bicara yang kasar
atau komentar yang tidak mendukung terhadap saran yang diajukan.
● Keterampilan menulis yang kurang baik
Sering kali karyawan yang kurang terampil menulis enggan berpartisipasi
dalam program saran. Masalah ini dapat diatasi dengan mengadakan
pelatihan dan konsultasi.
● Khawatir sarannya ditolak
Kekhawatiran akan penolakan merupakan perasaan yang dimiliki sebagian
besar manusia. Karyawan yang enggan berpartisipasi karena rasa khawatir
dapat dibantu dalam merumuskan saran awal mereka supaya terbentuk
rasa percaya dirinya.
● Ketidakmudahan
Karyawan akan menolak berpartisipasi dalam program saran yang rumit
dan kompleks, misalnya formulir saran yang terlalu rumit, tempat
mengumpulkan saran yang jauh atau terbatas waktunya atau birokrasi
yang dihadapi dalam penyampaian saran terlalu berbelit-belit.
2. Mendorong karyawan baru agar terlibat
Biasanya karyawan baru menolak untuk berpartisipasi dalam program saran.
Untuk itu, dibutuhkan dukungan, pelatihan, dan bantuan. Strategi yang perlu
diterapkan terhadap mereka adalah sebagai berikut.
● Menjelaskan kepada karyawan baru mengenai pentingnya saran-saran
(misal perbaikan kualitas, efisiensi, pengurangan biaya, peningkatan
produktivitas, peningkatan keamanan, dan lain-lain).
● Melakukan suatu perbaikan kecil pada tugas karyawan baru, kemudian
ditulis sebagai contoh suatu saran, dan contoh tersebut digunakan untuk
menggambarkan bagaimana proses kerjanya.
● Menugaskan karyawan baru untuk bekerja sama dengan karyawan yang
berpengalaman untuk mengembangkan beberapa saran.
● Memberikan umpan balik positif atas beberapa usaha awal karyawan baru.
3. Melatih karyawan yang segan berpartisipasi

18
Dalam TQM, seorang manajer bertanggung jawab dan berperan sebagai
pelatih karir dalam rangka mengembangkan, mendorong, melatih, dan
memantau karyawan yang menjadi anggota timnya.
Pendekatan-pendekatan dapat digunakan para manajer untuk mencocokkan karyawan
dan pekerjaannya serta untuk mengubah karyawan yang enggan berpartisipasi
menjadi partisipan dalam setiap usaha perbaikan kerja, yaitu seperti berikut.
1. Menilai
Langkah ini dilakukan untuk membantu karyawan menilai dan memperoleh
gambaran yang jelas mengenai kekuatan dan kelemahan, serta minat dan bakat
dirinya.
2. Memeriksa atau meneliti
Langkah ini untuk membantu karyawan meneliti setiap peluang yang ada
dalam perusahaan. Apakah mereka lebih cocok ditempatkan di departemen,
tim, atau pekerjaan lain.
3. Mencocokkan
Setelah menilai peluang, karyawan dibantu untuk menemukan kecocokan atau
kesesuaian yang paling optimum bagi dirinya dalam perusahaan.
4. Memilih
Langkah ini dilakukan untuk membantu karyawan membuat pilihan yang
paling baik bagi dirinya.
5. Mengelola
Langkah ini untuk membantu karyawan mengembangkan rencana manajemen
karirnya dalam rangka mencapai tujuan pribadinya. Rencana tersebut harus
dapat menjadi pedoman bagi mereka untuk beralih dari posisinya saat ini.

19

Anda mungkin juga menyukai