Disusun oleh:
Kelompok 10
Tahjuddin Ihsan Ashrori (12010119120027)
Taufiq Hidayat (12010119120032)
Rio Dwi Cahyono (12010119120045)
Rizqi Fajar Triaji (12010119130077)
Yohana Gracelia S (12010119120065)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya yang telah
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Mutu.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
mahasiswa pada khususnya dan dunia pendidikan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Alat
ISI
Rekayasa ulang proses bisnis adalah proses berpikir kembali (rethinking) dan proses
perancangan kembali (redesign) secara mendasar (fundamental) untuk memperoleh perbaikan
yang memuaskan atas performansi perusahaan yang mencakup cost, quality, delivery,
service, dan speed dengan pengukuran yang teliti atau kontemporer.
1. Fundamental
2. Radikal
Mendesain kembali suatu proses secara radikal tidak berarti tambal sulam dan
memperbaiki yang sudah ada, tetapi membuang yang lama dan mulai merancang
kembali yang sama sekali baru. Reengineering bukan improvements atau
enhancement atau modification, tetapi reinvention.
3. Dramatis
4. Proses
Kebanyakan orang kurang berorientasu proses, tetapi lebih berorientasi pada tugas,
kewajiban, orang, struktur, dan organisasi. Yang perlu diubah dari BPR adalah proses
karena proses dianggap menghalangi perusahaan untuk maju dan pesat atau berubah
secara mendasar.
Secara garis besar, ada tiga tipe proses yang terdapat dalam suatu perusahaan, yaitu:
Perubahan dalam arti perbaikan proses dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu
menghalangan proses, menyederhanakan proses, menyatukan proses, dan melakukan
otomatisasi. Bentuk-bentuk yang lebih konkret dari perbaikan proses antara lain sebagai
berikut.
Rekayasa ulang memaksa orang untuk berkonsentrasi pada proses tertentu yang sudah
mapan, dan tidak mampu menghasilkan strategi yang lebih luas lagi, sehingga harus diganti
dengan tranformasi. Transformasi meliputi 4R, yaitu reframing (pembingkaian kembali),
restructuring (restrukturisasi), revitalising (revitalisasi), dan renewing (pembaruan kembali).
Pada organisasi jasa terdapat tiga dimensi yang harus diperbaiki, yaitu dimensi tenaga kerja,
proses kerja, dan teknologi. Reengineering membantu perusahaan untuk mengatasi
halangan/hambatan kerja secara sistematis yang terjadi pada saat pihak manajemen
berusahaan untuk memberikan kepuasan tertinggi pada pelanggan.
1) kemampuan mobilisasi
2) visi
3) sistem pengukuran target
4) model ekonomi usahah
5) penataan infrastruktur
6) perbaikan cara kerja
7) fokus pemasara
8) perluasan usaha
9) teknologi informasi (revitalisasi)
10) sistem imbal jasa
11) kebiasaan belajar individu
12) pengembangan organisasi
Rekayasa ulang proses bisnis mencakup perancangan kembali proses bisnis untuk
memperoleh keuntungan dari potensi besar yang dimiliki perusahaan, seperti komputer dan
teknologi informasi.
Tujuan rekayasa ulang proses bisnis adalah perbaikan proses untuk meningkatkan kepuasan
total, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Tujuan rekayasa ulang proses
bisnis menurut Andrews dan Stalick (1994:8) adalah sebagai berikut.
Menurut Peppard dan Rowland (1995:40), saat yang tepat untuk memutuskan kapan
melakukan BPR untuk organisasi tergantung pada sejumlah factor dan menggunakan
framework yang dikembangkan oleh Nolan Norton and Company, seperti pada gambar di
bawah ini.
Keterangan:
Tiga jenis perusahaan yang menjalankan rekayasa ulang proses bisnis, menurut Hammer dan
Champy (1995:28), yaitu sebagai berikut.
Menurut Hammer dan Champy (1995:1999), terdapat beberapa kesalahan umum yang
harus dihindari agar tidak gagal dalam rekayasa ulang, yaitu:
6. Cepat menyerah
10. Menunjuk seseorang yang tidak mengerti rekayasa ulang untuk memimpin upaya
tersebut
14. Mengusahakan rekayasa ulang saat CEO kurang dua tahun lagi pensiun
Hammer dan Champy (1995:198) mengatakan, bahwa kunci keberhasilan dalam melakukan
rekayasa ulang terletak pada pengetahuan dan kemampuan, bukan keberuntungan. Kalau tahu
aturan-aturannya dan menghindari berbuat kesalahan, maka kemungkinan besar akan
berhasil. Langkah pertama menuju keberhasilan rekayasa ulang adalah mengenali kegagalan
umum dan belajar mencegahnya. Untuk mencapai keberhasilan dalam BPR, terdapat
beberapa faktor kunci, yaitu vision, skills, incentives, dan action plan.
1. Vision
Visi adalah gambaran tentang apa yang dikehendaki yang menyangkut orang, produk,
pelayanan, proses, fasilitas, kultur, dan pelanggan. Setiap orang dalam organisasi harus
mampu mengerti, memahami, menjiwai, dan menggambarkan visi tersebut sehingga semua
tindakan dan keputusan selalu membawa perusahaan makin dekat pada visi yang telah
ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut visi antara lain: menentukan strategi yang
tepat, menjelaskan alasan mengapa dilakukan BPR, mengembangkan suatu cita-cita masa
depan yang dipahami semua orang, menentukan target yang harus dicapai, menjelaskan
hubungan antara usaha BRP dengan usaha yang telah dilakukan, membuat peta perubahan-
perubahan sampai pada tahap akhir.
2. Skills
Apabila karyawan dapat memahami dan merasakan perubahan secara drastis membawa
perubahan bagi karyawan, maka mereka dapat melakukan perubahan secara lebih baik.
Beberapa hal yang menyangkut insentif antara lain: perubahan harus dipimpin serta
disosialisasikan dan dibuat target tertentu oleh pimpinan perusahaan, tim manajemen
bertanggung jawab atas keberhasilannya, hilangkan rasa ketakutan, memberi penghargaan
dan pengakuan atas keberhasilan dan prestasi karyawan, perubahan sikap dan budaya dengan
sistem dan suri tauladan dari pimpinan perusahaan.
4. Resources
Beberapa hal dan aktivitas dalam pengalokasian sumber daya, antara lain: komitmen
manajemen puncak untuk melaksanakan perubahan, paling sedikit 25% dari waktu
manajemen puncak melaksanakan perubahan, mengadakan pelatihan, dan bimbingan dalam
melaksanakan perubahan, melakukan benchmarking, memaafkan sumber daya seefektif dan
efisien.
5. Action Plan
Action plan adalah perencanaan dari serangkaian aktivitas, penanggung jawab, dan jadwal
serta target yang terinci.
Ketika sebuah Proses yang direkayasa ulang,maka berbagai pekerjaan akan berevolusi dari
yang sifatnya sempit dan berorientasi tugas menjadi berdimensi banyak.Para pekerja lebih
memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan pelanggan daripada ke pimpinan
mereka.Sikap-sikap dan nilai – nilai berubah menyesuaikan diri terhadap intensif-intensif
baru.Dalam Praktiknya,setiap aspek organisasi mengalami perubahan.
Jenis – Jenis perubahan yang terjadi jika suatu Perusahaan merekayasa ulang proses-
proses bisnisnya,menurut Hammer dan Champy ( 1995:61),diantaranya adalah sebagai
berikut :
Perusahaan yang melakukan rekayasa ulang sebenarnya menyatukan kembali pekerjaan yang
bertahun-tahun , lalu dipecahkan oleh Adam Smith dan Henry Ford menjadi potongan-
potongan kecil.Begitu disusun ulang , tim-tim proses kelompok-kelompok orang yang
bekerja bersama- sama untuk mengorganisasikan karyawan yang melakukan pekerjaan.
2. Pekerjaan – pekerjaan berubah dari tugas –tugas sederhana menjadi kerja berdimensi
banyak.Karyawan yang bekerja di dalam tim-tim proses yang akan mendapati pekerjaan
mereka jauh berbeda dari pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan.Para Pekerja tim
proses,yang secara kolektif bertanggung jawab atas hasil-hasil kerja daripada tugas secara
individual mempunyai jenis pekerjaan yang berbeda-beda.Mereka berbagi tanggung jawab
dengan anggota-anggota lain dalam tim untuk melaksanakan keseluruhan proses,tidak hanya
sebagian dari proses saja.Setiap anggota tim paling tidak harus mempunyai pengetahuan
dasar tentang semua tahap proses dan dapat melakukan beberapa di antaranya. Selain itu ,
setiap hal yang dilakukan oleh seseorang akan menambah pemahaman proses secara
keseluruhan.
Pekerjaan – pekerjaan dalam proses yang direkayasa ulang membutuhkan karyawan yang
tidak mengikuti aturan – aturan , tetapi mereka menggunakan pertimbangan untuk melakukan
hal yang tepat.Untuk itu,Para karyawan perlu pendidikan yang cukup sehingga mereka
mampu melihat sendiri apa hal yang tepat itu.Dalam Perusahaan yang direkayasa
ulang,terdapat pergeseran tekanan dari pelatihan ke pendidikan atau memperkerjakan tenaga
pendidikan.Pelatihan menambah keahlian dan melatih serta mengajari karyawan tentang “
yang bagaimana”dari pekerjaan.Pendidikan menambah wawasan mereka dan memberitahu
serta mengajari tentang “mengapa”
Rekayasa ulang memaksa perusahaan untuk memikirkan lagi beberapa asumsi dasar tentang
kompensasi,seperti membayar orang berdasarkan peringkat pekerjan atau
senioritas,membayar orang hanya untuk kehadiranya dan memberi kenaikan gaji hanya
karena telah menempuh beberapa tahun kerja.Dalam perusahaan yang telah direkayasa ulang,
kontribusi dan kinerja adalah dasar-dasar utama kompensasi.Kinerja diukur dari nilai yang
dihasilkan dan kompensasi hendaknya ditentukan sesuai dengan nilai itu.
Sebagai akibat dari rekayasa ulang,jarak antara promosi pekerjaan dan kinerja menjadi
jelas.Promosi untuk suatu pekerjaan lain dalam organisasi adalah fungsi dari
kemampuan,Bukan kinerja.
Rekayasa ulang menuntut agar para karyawan sepenuhnya percaya bahwa mereka bekerja
untuk para pelanggan mereka.Mereka akan percaya terhadap hal ini hanya jika praktik-
praktik pemberian penghargaan yang luas dari perusahaan menguatkannya.
a. Para pelanggan membayar gaji saya,saya harus melakukan apa yang diperlukan untuk
memuaskan mereka.
b. Setiap pekerjaan didalam perusahaan ini adalah perlu dan penting,saya benar-benar
membuat perbedaan.
f. Tak seorang pun tahu apa yang terjadi besok.terus belajar adalah bagian dari
pekerjaan saya.
Dalam lingkungan yang telah direkayasa ulang,prestasi kerja yang hebat jauh lebih
tergantung pada sikap dan usaha para pekerja yang diberi wewenang daripada tindakan-
tindakan para manajer fungsional yang berorientasi tugas.Karena itu,para eksekutif harus
menjadi pemimpin yang dapat mempengaruhi dan memperkuat nilai-nilai dan keyakinan para
karyawan dengan kata-kata dan perbuatannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penguku