Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH REKAYASA ULANG PROSES BISNIS

DAN BUDAYA KUALITAS


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Mutu
Dosen Pengampu : Imroatul Khasanah, S.E., M.M

Disusun oleh:
Kelompok 10
Tahjuddin Ihsan Ashrori (12010119120027)
Taufiq Hidayat (12010119120032)
Rio Dwi Cahyono (12010119120045)
Rizqi Fajar Triaji (12010119130077)
Yohana Gracelia S (12010119120065)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya yang telah
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Mutu.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
mahasiswa pada khususnya dan dunia pendidikan.

Semarang, Mei 2022


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Alat

1.2 Rumusan Masalah


● Bagaimana

1.3 Tujuan Makalah


● Untuk
BAB II

ISI

2.1 Arti dan Tujuan Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Rekayasa ulang proses bisnis adalah proses berpikir kembali (rethinking) dan proses
perancangan kembali (redesign) secara mendasar (fundamental) untuk memperoleh perbaikan
yang memuaskan atas performansi perusahaan yang mencakup cost, quality, delivery,
service, dan speed dengan pengukuran yang teliti atau kontemporer.

Rekayasa ulang mencakup empat kata kunci, yaitu

1. Process, serangkaian aktivitas yang mengubah masukan menjadi keluaran. Terdapat


tiga aktivitas dalam proses, yaitu:
a. Value-adding activities: aktivitas untuk menghasilkan nilai tambah.
b. Hand-off activities: aktivitas memindahkan aliran kerja dengan melewati
hambatan-hambatan fungsional, departemental, organisasional.
c. Control activities: aktivitas yang tercipta untuk mengendalikan hands-off
activities.
2. strategic and value added, target utama rekayasa ulang proses bisnis adalah strategi
dan nilai tambah, tetai memaksimumkan tingkat pengembalian investasi dalam
rekayasa ulang, perusahaan mulai memfokuskan pada proses yang terpenting dalam
perusahaan yaitu tidak hanya stratego dan nilai tambah, tetapi keseluruhan sistem,
kebijakan, dan struktur organisasi yang mendukung proses, yaitu:
a. sistem; mendukung aktivitas proses dari pemrosesan data dan sistem informasi
manajemen pada sistem sosial dan budaya.
b. kebijakan; mendukung aktivitas proses secara normal, mendukung peraturan
dan regulasi yang menentukan karyawan mengenai bagaimana pekerjaan
dilakukan.
c. struktur organisasi; mendukung aktivitas proses, yaitu kelompok kerja,
departemen, area fungsional, divisi, unit, dan wadah lain di mana mereka
dibagi-bagi sesuai dengan kemampuan mereka dalam bekerja
3. Optimization of work flow and productivity in organization, yaitu meningkatkan
profitabilitas, pangsa pasar, pendapatan, tingkat pengendalian investasi, dan aset.
Rekayasa ulang dapat diukur dari pengurangan biaya per unit.
4. Rapid, radical, dan redesign
a. Rekayasa ulang harus dilaksanakan secara cepat.
b. Program rekayasa ulang harus radikal, yaitu hasilnya luar biasa, dengan
mengganti yang lama dengan yang baru sama sekali.
c. Rekayasa ulang memberi mandat proses redesign yang berfokus pada
identifikasi dan meningkatkan aktivitas nilai tambah dalam proses dan usaha
untuk menghapus kegiatan yang tidak perlu.

Terdapat empat faktor kunci dalam melakukan rekayasa ulang, yaitu:

1. Fundamental

Di mana fundamental merupakan pokok-pokok atau dasar untuk menghasilkan suatu


tindakan perubahan yang fundamental

2. Radikal

Mendesain kembali suatu proses secara radikal tidak berarti tambal sulam dan
memperbaiki yang sudah ada, tetapi membuang yang lama dan mulai merancang
kembali yang sama sekali baru. Reengineering bukan improvements atau
enhancement atau modification, tetapi reinvention.

3. Dramatis

Reengineering tidak melakukan perbaikan sedikit demi sedikit yang bersifat


marginial atau inkreamental, tetapi perbaikan kinerja dengan melompat jauh ke depan.

4. Proses

Kebanyakan orang kurang berorientasu proses, tetapi lebih berorientasi pada tugas,
kewajiban, orang, struktur, dan organisasi. Yang perlu diubah dari BPR adalah proses
karena proses dianggap menghalangi perusahaan untuk maju dan pesat atau berubah
secara mendasar.

Secara garis besar, ada tiga tipe proses yang terdapat dalam suatu perusahaan, yaitu:

a. Manage process adalah proses manajemen dalam mengelola perusahaan.


Proses ini terjadi di semua tingkat manajemen. Termasuk dalam tipe ini adalah
proses pengambilan keputusan, proses perencanaan strategis dan proses
pemilihan bentuk organisasi.
b. Operate process merupakan tipe proses utama dalam menghasilkan barang
atau jasa, termasuk order flow process dan cash flow process, baik dari
pemasok maupun pelanggan.
c. Support process adalah proses yang membantu proses utama yaitu proses
pembelian, proses pengendalian persediaan, proses penyimpanan, proses
pengangkutan, proses rekrutmen, dan proses pendanaan.

Perubahan dalam arti perbaikan proses dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu
menghalangan proses, menyederhanakan proses, menyatukan proses, dan melakukan
otomatisasi. Bentuk-bentuk yang lebih konkret dari perbaikan proses antara lain sebagai
berikut.

● Beberapa pekerjaan digabung menjadi satu.


● Karyawan ikut dalam pengambilan keputusan.
● Prosesnya berbentuk ganda.
● Pengendalian dikurangi.
● Rekonsiliasi seminim mungkin.
● Sentralisasi atau desentralisasi sesuai dengan kebutuhan.

Rekayasa ulang memaksa orang untuk berkonsentrasi pada proses tertentu yang sudah
mapan, dan tidak mampu menghasilkan strategi yang lebih luas lagi, sehingga harus diganti
dengan tranformasi. Transformasi meliputi 4R, yaitu reframing (pembingkaian kembali),
restructuring (restrukturisasi), revitalising (revitalisasi), dan renewing (pembaruan kembali).

Pada organisasi jasa terdapat tiga dimensi yang harus diperbaiki, yaitu dimensi tenaga kerja,
proses kerja, dan teknologi. Reengineering membantu perusahaan untuk mengatasi
halangan/hambatan kerja secara sistematis yang terjadi pada saat pihak manajemen
berusahaan untuk memberikan kepuasan tertinggi pada pelanggan.

Terdapat dua belas konsep transformasi 4R pada organisasi, yaitu:

1) kemampuan mobilisasi
2) visi
3) sistem pengukuran target
4) model ekonomi usahah
5) penataan infrastruktur
6) perbaikan cara kerja
7) fokus pemasara
8) perluasan usaha
9) teknologi informasi (revitalisasi)
10) sistem imbal jasa
11) kebiasaan belajar individu
12) pengembangan organisasi

Rekayasa ulang proses bisnis mencakup perancangan kembali proses bisnis untuk
memperoleh keuntungan dari potensi besar yang dimiliki perusahaan, seperti komputer dan
teknologi informasi.

Tujuan rekayasa ulang proses bisnis adalah perbaikan proses untuk meningkatkan kepuasan
total, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Tujuan rekayasa ulang proses
bisnis menurut Andrews dan Stalick (1994:8) adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa yang


khusus serta mempertahankan produksi massal.
2. Meningkatkan kepuasan pelanggan atas barang atau jasa sehingga pelanggan akan
memilih barang atau jasa perusahaan daripada perusahaan pesaing.
3. Membuat lebih mudah dan menyenangkan bagi pelanggan untuk melakukan bisnis
dengan perusahaan.
4. Memutuskan batasan organisasional, membawa pelanggan kepada saluran informasi
melalui komunikasi, jaringan dan teknologi komputer.
5. Mempercepat waktu respons kepada pelanggan, mengeliminasi kesalahan dan
ketidakpuasan, serta mengurangi pengembangan barang atau jasa dalam waktu siklus
pabrik.
6. Memproses permintaan pelanggan yang lebih dan peningkatan volume dari setiap
pelanggan serta menetapkan harga “value-driven” untuk pelanggan tanpa mengurangi
profitabilitas.
7. Memperbaiki kualitas kerja dan kemampuan individu dalam memberikan kontribusi
pada perusahaan.
8. Memperbaiki pembagian dan kegunaan pengetahuan organisasi sehingga organisasi
tidak tergantung pada keahlian beberapa orang saja.

2.2 Karakteristik Rekayasa Ulang Proses Bisnis


Berdasarkan definisi rekayasa lang proses bisnis, maka terdapat beberapa karakteristik
rekayasa ulang proses bisnis yang akan diuraikan berikut ini. Rekayasa Ulang proses bisnis
(business process reengineering - BPR) merupakan simplifikasi proses bisnis untuk
memenuhi permintaan kontemporer dari konsumen terhadap kualitas produk, pelayanan,
Aleksibilitas, dan ongkos yang rendah. Dalam BPR, proses bisnis dibuat menjadi lebih
sederhana dengan jalan kompresi tanggung jawab perusahaan kepada integrated customer
service representative. Unit ini menyusun keseluruhan proses dan melayani sebagai fokus
utama kontak dengan pelanggan.
BPR menggunakan model industri sebagai acuannya. Model industri berlandaskan
pada premis dasar bahwa pekerja memiliki beberapa keterampilan dan sedikit waktu atau
kapasitas untuk pelatihan. Premis in menunjukkan bahwa pekerjaan dan tugas-tugas yang
akan diberikan kepada pekerja harus dibuat atau didesain sesederhana mungkin. Dalam hal
ini, Adam Smith juga berargumentasi bahwa orang-orang akan bekerja dengan tingkat yang
efisien apabila mereka mempunyai suatu pemahaman yang mudah dan jelas terhadap tugas
yang akan dilaksanakan. Berdasarkan premis itu, perlu disusun atau didesain suatu proses
bisnis yang sederhana, tetapi mampu memenuhi permintaan konsumen yang kompleks.
Selama hampir 200 tahun ini proses bisnis dari perusahaan-perusahaan telah berjalan
dalam kondisi yang tidak efisien, di mana ongkos-ongkos yang tinggi dikeluarkan dalam
proses kerja yang kompleks. Dengan demikian, diperlukan suatu rekayasa ulang proses bisnis
dari perusahaan-perusahaan industri melalui penyederhanaan tugas yang dibebankan kepada
pekerja agar mampu memenuhi permintaan konsumen yang kompleks, berupa tuntutan
keinginan akan kualitas produk, harga produk yang rendah, dan ketepatan waktu penyerahan
produk. Kebutuhan akan simplifikasi tugas ini memberikan konsekuensi mengenai
bagaimana proses bisnis dirancang dan organisasi industri dibentuk.
Hammer dan Champy (dalam Gasperz, 1997: 102) mengemukakan beberapa
karakteristik rekayasa ulang proses bisnis (BPR), yaitu sebagai berikut.
1. BPR mengintegrasikan dan memadatkan beberapa tugas atau perampingan pekerjaan
tertentu menjadi satu. Sebaga contoh: sebelum dilakukan BPR, IBM Credit memproses
aplikasi leasing komputer rata-rata selama enam hari, bahkan ada yang sampai dua minggu.
Hal itu disebabkan proses yang sederhana ini harus melewati lima tahap, dengan masing-
masing tahap membutuhkan waktu yang lama untuk memproses aplikasi leasing komputer
dari pihak pelanggan. Konsekuensinya, banyak pelanggan membatalkan aplikasi leasing itu
dan pindah ke lembaga leasing lain atau produsen komputer lain. Menyadari kelemahan itu,
IBM Credit segera menata ulang proses bisnisnya, di mana permohonan kredit tidak lagi
diproses oleh para spesialis (pengecek kredit, penentu nilai dan harga kredit, dan lain-lain) di
bagian yang berbeda, tetapi cukup oleh seorang generalis dengan bantuan sistem komputer
yang andal. Para spesialis hanya digunakan untuk permohonan kredit khusus yang dianggap
pelik. Keuntungan
dari proses perampingan kerja terintegrasi ini adalah melibatkan sedikit orang, pekerja
menjadi lebih bertanggung jawab karena dilibatkan langsung dalam proses, serta mudah
memantau performansi dari unit-unit yang terintegrasi. Melalui rekayasa ulang proses bisnis
terschut, IBM Credit mampu menurunkan waktu proses aplikasi kredit komputer IBM dari
rata-rata enam har menjadi empat jam dan menghemat biaya sampai 34%.
2. BPR memungkinkan adanya beragam versi produk dalam proses yang sama untuk
memenuhi permintaan pelanggan yang selalu berubah, mengantisipasi perubahan dari
bermacam-macam pasar. Banyak perusahaan kelas dunia telah menerapkan apa yang disebut
sebagai sistem manufakturing yang fleksibel (flexible manufacturing system - FMS), yaitu
merupakan suatu sistem yang menggunakan sel kerja otomatis terkontrol (controlled
automated work cell) oleh sinyal elektronik dari pusat komputer. Demikian pula kepada
pekerja diterapkan apa yang disebut sebagai waktu kerja yang fleksibel, yang merupakan
suatu sistem yang mengizinkan pekerja, dalam batas tertentu menentnikan jadwal kerja
mereka sendiri. Keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah mengurangi waktu proses,
kualitas produk menjadi lehih haik dan konsisten, mengurangi biaya dan inventori, serta
meningkatkan kepuasan kerja.
3. BPR memberikan kewenangan kepada pekerja untuk membuat keputusan yang berkaitan
langsung dengan pekerjaan mereka. Di sini perusahaan memadatkan proses, baik secara
horizontal maupun vertikal. Kcuntungan dari usaha pcmadatan vertikal dan horizontal adalah
memperkecil penundaan pekerjaan, ongkos produksi yang rendah, tanggapan terhadap
pelanggan menjadi lebih cepat dan lebih baik, dan pemberdayaan yang lebih bear kepada
pekerja.
4. BPR membentuk langkah-langkah kerja dalam proses dengan mengikuti susunan natural
sesuai kebutuhan. Dalam proses konvensional, stasiun kerja 1 harus menyelesaikan tugas 1
sebelum menyerahkan hasilnya ke stasiun kerja 2 untuk melaksanakan tugas 2, dan
seterusnya. Proses baru mengatur kerja dalam urutan tertentu sesuai kebutuhan. Delinearizing
proses telah membawa keuntungan bagi perusahaan-perusahaan kela dunia berupa
penghematan waktu proses sampai 60% dalam memenuhi pesanan pelanggan serta
memungkinkan banyak pekerjaan diselesaikan secara simultan.
5. BPR memungkinkan relokasi pekerjaan melewati batas organisasional untuk meningkatkan
performansi proses secara keseluruhan. Dalam hal ini, setiap unit operasi diberi kewenangan
mengatur anggaran sampai batas jumlah tertentu untuk melancarkan proses kerja mereka.
Sebagai contoh, apabila seorang akuntan membutuhkan peralatan kantor (kertas, pena, dan
lain-lain), a tidak perlu meminta kepada departemen pembelian agar membeli untuk mereka,
tetapi dapat langsung memesan kepada pemasok yang telah bekerja sama dengan perusahaan
itu, karena departemen akuntansi telah memiliki kewenangan untuk mengatur pembelian
bahan-bahan keperluan mereka sendiri. Keuntungan dari cara in adalah bahwa pemesanan
dapat menerima pesanan lebih cepat, mengurangi ongkos proses pesanan, dan lain-lain.
6. BPR mengurangi kegiatan pemeriksaan dan pengawasan karena kegiatan pemeriksaan dan
pengawasan dianggap sebagai aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Dalam BPR,
setiap pekerjaan harus dikerjakan secara benar dan akurat sejak awal sehingga pemeriksaan
dan pengawasan hanya akan dilakukan apabila memiliki arti ekonomi atau bahkan tidak
diperlukan.
7. BPR meminimumkan rekonsiliasi karena rekonsiliasi dianggap sebagai aktivitas yang tidak
memiliki nilai tambah. Hal in dilakukan dengan mengurangi banyaknya titik kontak eksternal
yang ada dalam proses. Sebagi contoh, proses accounts payable dari perusahaan Ford terdiri
atas tiga titik kontak dengan pemasok, yaitu pada departemen pembelian melalui pesanan
pembelian, pada bagian penerimaan melalui bukti penerimaan, dan pada accounts payable
melalui invoice. Adanya tiga titik kontak itu memberi kemungkinan terjadinya inkonsistensi,
karena dapat saja salah satu dari mereka tidak setuju dengan lainnya. Dengan menghilangkan
invoice, perusahaan Ford mengurangi titik kontak eksternal dari tiga buah menjadi dua buah,
shingga inkonsistensi dapat dikurangi sampai dua pertiga. Hal ini telah membuat unit kerja
accounts payable dari perusahaan Ford menjadi lebih efisien.
8. BPR menetapkan titik kontak tunggal untuk pelanggan dengan menetapkan seseorang atau
suatu tim kecil yang bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan dan menyelesaikan
masalah dari pelanggan. Dalam BPR, orang atau tim yang bertanggung jawab ini dilenal
sebagai case manager atau case team, yang juga sering disebut sebagai the case managers
emporevered customer service representatives untuk membedakan dari customer service
tradisional. Titik kontak untuk pelanggan in mempunyai akses ke semua sistem informasi dan
orang dalam perusahaan shingga mampu memberikan pelayanan kepada pelanggan saat
diperlukan.
9. PPR memiliki kemampuan mengkombinasikan keuntungan dari sentralisasi dan
desentralisasi dalam proses yang sama., Sebaga contoh, perusahaan Hewlett-Packard yang
menggunakan sistem pembelian standar dan data base terbagi schingga memungkinkan
perusahaan mengombinasikan keuntungan terbaik dari keduanya. Demikian pula banvak
bank telah menetapkan divisi terpisah untuk menjual produk berbeda kepada nasabah yang
sama, Setelah suatu perusahaan melakukan BPR, akan terjadi beberapa perubahan mendasar
dari perusahaan, antara lain unit-unit kerja berubah dari départemen fungsional menjadi
kelompok-kelompok kerja proses; eksekutif-eksekutif perusahaan berubah dari scorekeeper
menjadi pemimpin-pemimpin kualitas; manajer-manajer berubah dari para penyelia menjadi
pelatih; struktur organisasi berubah dari berhierarki meniadi lebih datar; nilai-nilai yang
dianut berubah dari protektif menjadi produktif; peranan orang-orang berubah dari terkontrol
menjadi terberdaya; pekerjaan berubah dari tugas- tugas sederhana menjadi
multidimensional; dan job preparation berubah dari pelatihan menjadi pendidikan.
Dengan demikian, dalam BPR, peranan pengembangan sumber daya manusia
mendapatkan perhatian penting, di mana perusahaan akan merekrut orang-orang
berpendidikan tinggi untuk membantu mengelola proses bisnis yang efisien. Jika semula
pengembangan pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi
sera mengajarkan pekerja tentang bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan, maka perusahaan
yang telah melakukan BPR akan mengembangkan pendidikan karena pendidikan akan
meningkatkan pengetahuan tau wawasan dan pemahaman seta mengajarkan kepada pekerja
tentang mengapa suatu pekerjaan itu dilakukan. Perusahaan-perusahaan yang telah
melakukan BPR akan memberikan lingkungan kondusif bagi terciptanya sikap pekerja untuk
bekerja sama, pemberdayaan dan manfaat lainnya shingga akan menjamin terpenuhinya
kepuasan total bagi pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

2.3 Prinsip dan Tahapan Rekayasa Ulang Proses Bisnis


Dengan memperhatikan karakteristik rekayasa ulang proses bisnis, maka dalam
melakukan rekayasa ulang proses bisnis harus berlandaskan pada beberapa prinsip rekayasa
ulang proses bisnis, yaitu:
1. Mengorganisasikan hasil dari seluruh langkah dalam proses, bukan satu langkah saja
2. Orang yang mengusulkan desain proses baru tersebut harus bisa melakukannya
dengan tepat
3. Pekerjaan dalam memproses infomrasi diusahakan menjadi kerja nyata yang
menghasilkan informasi akurat yang dibutuhkan
4. Sumber-sumber produksi yang letaknya menyebar harus diuat agar seolah-olah
disentralisasikan
5. Lebih menghubungkan aktivitas paralel daripada mengintegrasikan hasilnya
6. Meletakkan titik keputusan dimana pekerjaan tersebut dilakukan dan menentukan
kontrol atas proses tersebut
7. Menerima informasi satu kali daripada meneruma informasi berulang kali
Tahapan dasar dalam rekayasa ulang proses bisnis terdiri atas 3R, yaitu:
1. Rethink
Memikirkan kembali tujuan yang akan dicapai saat sekarang dengan asumsi yang
diperlukan untuk menentukan apakah tujuan tersebut masih digunakan pada
komitmen yang baru untuk memenuhi kepuasan pelanggan di waktu yang akan
datang.
2. Redesign
Mencakup analisis tentang cara organisasi dalam memproduksi barang dan jasa,
bagaimana struktur kerjanya, siapa yang menyelesaikan suatu tugas tertentu, dan apa
hasil yang dicapai dari masing-masing prosedur tersebut
3. Retool
Mencakup evaluasi tentang keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari ideologi
mutakhir yang digunakan khususnya pada electric word dan data processing system
untuk menentukan kemungkinan merubah teknologi tersebut agar kualitas meningkat.
Bila perusahaan telah menentukan bahwa suatu proses tidak efektif dan efisien, maka
perusahaan harus merancang kembali proses baru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan bisnis dan proses
b. Menentukan proses mana yang akan diubah/diperbaiki
c. Memahami dan mengukur proses yang lama tersebut
d. Menentukan tingkat informasi teknologi yang dibutuhkan
e. Merancang dan membuat suatu model mengenai proses yang baru
Sebagai contoh, berikut ini dikemukakan langkah-langkah BPR yang dilakukan oleh
perusahaan Johnson & Johnson (Gasperz, 1997: 106). Langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Dokumentasi Proses
Langkah pertama adalah mendokumentasikan proses yang ada, berkaitan dengan
ruang lingkup beserta batas-batas proses dan aktivitas kerja selama ini. Alat yang
dipergunakan dalam mendokumentasikan proses bisnis adalah diagram alur yang
menjelaskan langkah-langkah kerja sekarang, yaitu arus kerja dan waktu yang
dibutuhkan untuk setiap langkah kerja dalam proses itu. Langkah ini merupakan tahap
awal untuk setiap aktivitas perbaikan proses yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan Johnson & Johnson.
Penerapan langkah ini menggunakan dua pendekatan yaitu:
a. Mendefinisikan ruang lingkup proses, meliputi:
1) Definisi nama proses
2) Penetapan pemilik proses
3) Definisi misi dan sasaran proses
4) Definisi dan identifikasi output dan pelanggan
5) Definisi dan identifikasi input dan pemasok
6) Definisi dan identifikasi subproses, yaitu aktivitas utama yang
memberikan nilai tambah dalam proses
7) Mengisi dalam dokumen definisi proses
8) Alat-alat yang digunakan dalam mendefinisikan ruang lingkup proses
adalah brainstorming, rangking, dan teknik kelompok nominal
(nominal group technique - NGT)
b. Membuat diagram alur proses dengan prosedur sebagai berikut:
1) Tim harus membuat suatu diagram alur awal dengan menggunakan dokumen
definisi proses untuk mendefinisikan input, pemasok, outpur, dan pelanggan.
2) Memperbaiki diagram alur proses melalui pemeriksaan kembali apakah
diagram alur telah sesuai dengan proses yang ada sekarang. Hal ini dilakukan
melalui wawancara dengan mereka yang terlibat dalam proses, validasi
langkah-langkah proses, urutan proses, dan titik-titik pembuatan keputusan,
serta mengumpulkan data berkaitan dengan waktu kerja dari setiap aktivitas
utama dalam proses tersebut.
3) Validasi diagram alur berkaitan dengan apakah diafram alur proses selalu
spesifik ataukah terlalu global, akurasi ruang lingkup proses, keterlibatan
antarfungsi manajemen, dan lain-lain.
4) Interpretasi diagram alur proses dengan menghitung total waktu tunggu, total
waktu kerja, identifikasi kesempatan untuk menciptakan biaya rendah atau
tanpa biaya dalam proses itu, serta identifikasi aktivitas -aktivitas yang tidak
saling terkait.
2. Identifikasi Kebutuhan Pelanggan
Langkah kedua adalah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan melalui pendefinisian
suara mereka dan menyesuaikan dengan spesifikasi performansi proses. “Suara
Pelanggan” (customer’s voices) merupakan kebutuhan dan harapan dari pelanggan,
baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Spesifikasi porses merupakan
penerjemahan dari kebutuhan pelanggan ke dalam bahasa spesifik proses. Semua
kebutuhan pelanggan dan spesifikasi proses harus jelas dan disepakati untuk
dilaksanakan. Terdapat dua pendekatan yang dilakukan pada langkah identifikasi
kebutuhan pelanggan, yaitu:
a. Identifikasi suara pelanggan meliputi langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi pelanggan internal (yang berada dalam proses) dan
pelanggan ekternal (yang berada diluar proses)
2) Definisi kebutuhan dari harapan pelanggan, baik bersifat implisit,
seperti apa yang meraka harapkan, dan yang bersifat eksplisit, seperti
apa yang mereka ingin peroleh
3) Buat rangking dari kebutuhan pelanggan yang didefinisikan tersebut
4) Pertimbangkan secara seksama dan pahami dengan baik
5) Terjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam spesifikasi proses
6) Validasi bahwa spesifikasi adalah SMART (spesific, measurable,
result oriented, dan time related), artinya spesifikasi proses harus
bersifat spesifik, dapat diukur secara kuantitatif, hasil yang diinginkan
dapat dicapai, dapat diambil tindakan, penetapan waktu spesifik untuk
implementasi
7) Alat-alat yang dapat dipergunakan, yaitu wawancara, diagram pareto,
brainstroming, ranking, dll.
b. Definisikan dan identifikasi ukuran-ukuran efektivitas, meliputi langkah-
langkah berikut:
1) Identifikasi karakteristik output kunci yang perlu dimonitor
2) Tempatkan lokasi pengumpulan data dalam diagram alir proses
3) Desain lembar periksa (checksheet) untuk mendokumentasikan
karakteristik data yang dikumpulkan, speerti data apa,
dikumpulkan oleh siapa, bilamana, dan bagaimana data itu
dikumpulkan
4) Kumpulkan data sepanjang waktu
5) Tabulasi data yang dikumpulkan tersebut
6) Presentasikan data pada peta atau grafik untuk memantau atau
memonitor performansi proses
7) Alat-alat yang digunakan adalah lembar periksa, diagram alir,
peta kontrol, run charts, dll
3. Analisis Proses
Analisis proses digunakan untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian dalam proses
dengan kebutuhan pelanggan. Hal-hal yang tidak sesuai diidentifikasi dan diurutkan
berdasarkan urutan kepentingan, dampak terhadap performansi secara keseluruhan,
dan bagaimana ketidaksesuaian itu dapat dihilangkan dengan cara termudah. Tidak
pendekatan diterapkan dalam langkah analisis proses ini, yaitu:
a. Kuantifikasi kesenjangan
1) Tebarkan performansi aktual sebagaimana didefinisikan melalui
ukuran-ukuran efektif terhadap performansi yang diharapkan sesuai
dengan spesifikasi-spesifikasi proses
2) Hitung perbedaan yang terjadi antar performansi aktual dengan
performansi yang diharapkan, selisih yang ada merupakan kesenjangan
yang harus diselesaikan
b. Identifikasi ketidaksesuaian
1) Tinjau ulang diagram alir dan spesifikasi proses. Fokuskan perhatian
pada area-area dimana kebutuhan pelanggan tidak dapat dipenuhi, juga
perhatikan area-area dimana output cacat dihasilkan, pemborosan
material, langkah-langkah proses yang tidak efektif. Identifikasi
hambatan-hambatan yang ada, termasuk sistem umpan-balik yang
tidak efektif
2) Daftar semua ketidaksesuaian yang diidentifikasi tersebut
3) Urutkan ketidaksesuaian berdasarkan derajat kepentingan, dampak
pada performansi proses secara keseluruhan, dan kemudahan untuk
menghilangkan ketidaksesuaian tersebut
c. Implementasi pengukuran untuk memantau ketidaksesuaian berprioritas tinggi
1) Menggunakan daftar urutan ketidaksesuaian yang diidentifikasi, pilih
butir-butir penting dan berdampak besar pada performansi proses
secara keseluruhan
2) Identifikasi dimana ketidaksesuaian yang penting dan berdampak besar
pada performansi proses itu terjadi dalam diagram alur
3) Desain lembar periksa untuk mengumpulkan data performansi proses
4) Mengumpulkan data sepanjang waktu
5) Tebarkan data tersebut, intepretasi, dan monitor terus ketidaksesuaian
itu sepanjang waktu
4. Pengembangan Tindakan Korektif
Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab ketidaksesuaian yang
terjadi dalam proses. Ada tiga hal yang perlu dikembangkan dalam langkah ke empat
ini, yaitu:
a. Melakukan analisis sebab akibat, meliputi hal-hal berikut:
1) Validasi ketidaksesuaian yang diurutkan berdasarkan derajat
kepentingan dan dampak pada performansi proses dalam langkah
sebelumnya
2) Lakukan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk
mengumpulkan informasi tentang penyebab-penyebab potensial yang
mungkin mempengaruhi ketidaksesuaian berprioritas tinggi untuk
diselesaikan
3) Masukkan item-item yang dianggap sebagai penyebab potensial ke
dalam diagram sebab akibat
4) Lengkapi diagram sebab akibat tersebut dan interpretasi diagram sebab
akibat untuk mengidentifikasi penyebab yang paling mungkin
5) Buatkan urutan penyebab-penyebab yang mungkin dengan
menggunakan teknik ranking untuk menentukan urutan prioritas dalam
menghilangkan akar penyebab ketidaksesuaian dalam proses
6) Alat-alat yang digunakan: brainstorming, diagram sebab akibat,
diagram pareto, ranking, dll
b. Membangkitkan atau mengembangkan solusi, meliputi hal-hal berikut:
1) Lakukan diskusi dengan menggunakan teknik brainstorming untuk
mengembangkan solusi-solusi yang mungkin terhadap penyebab yang
berprioritas tinggi untuk segera diselesaikan dari langkah sebelumnya
2) Pilihlah solusi yang disepakati bersama untuk menyelesaikan penyebab
ketidaksesuaian berprioritas tinggi dalam perbaikan proses itu
3) Alat-alat yang digunakan: brainstorming, ranking, dll
c. Mengembangkan peta “seharusnya”, meliputi hal-hal berikut:
1) Menggunakan diagram alir proses sekarang sebagai dokumen dasar
2) Identifikasi bagaimana proses itu seharusnya dimodifikasi untuk
merefleksikan perubahan-perubahan yang diajukan guna perbaikan terus-
menerus
3) Memperbaharui “peta proses sekarang” dengan “peta proses seharusnya”
dengan menggunakan diagram alir proses. Peta proses seharusnya menunjukan
proses yang seharusnya dilaksanakan untuk mencapai dan mempertahankan
kualitas konformansi (yang sesuai) antara spesifikasi proses dan kebutuhan
pelanggan
4) Alat yang digunakan adalah diagram alir proses
5. Mengembangkan Suatu Rencana Tindakan
Langkah kelima adalah mengembangkan suatu rencana tindakan untuk implementasi
perubahan-perubahan proses yang diajukan. Suatu perubahan sebelum
diimplementasikan secara penuh seharusnya dijadikan sebagai proyek percobaan
(pilot project) untuk mengkaji hasil-hasil aktual pada proyek percobaan itu, dimana
apabila dipandang telah memuaskan maka perubahan-perubahan itu diterapkan secara
penuh dalam proses aktual. Rencana tindakan terdiri atas suatu daftar yang lengkap,
mencakup semua perubahan langkah-langkah dan sumber daya yang dibutuhkan,
jadwal implementasi, dan hasil-hasil yang diharapkan dari perubahan suatu proses.
Hal ini penting untuk mengantisipasi dan menghindari hambatan-hambatan ketika
mengembangkan rencana. Tigal hal penting perlu diperhatikan dalam langkah
pengembangan rencana tindakan ini, yaitu:
a. Mengembangkan suatu rencana implementasi, meliputi:
1) Identifikasi dan urutkan perubahan-perubahan yang telah disepakati
bersama berdasarkan derajat kepentingan, dampak pada performansi
proses keseluruhan, dan kemudahan dalam implementasi
2) Untuk setiap perubahan yang disepakati perlu diidentifikasi perubahan
sumber daya yang dibutuhkan, perubahan langkah-langkah dan urutan
proses, penetapan pemilik dan waktu penyelesaian dari setiap langkah-
langkah tersebut
3) Mengembangkan suatu jadwal implementasi perubahan proses, dapat
menggunakan peta gantt (gantt chart)
4) Menetapkan pertemuan-pertemuan standar untuk mengevaluasi
kemajuan dan integritas dari rencana implementasi tersebut
5) Alat-alat yang digunakan: diagram alir proses, peta gantt, teknik
negosiasi, dll
b. Mengantisipasi hambatan-hambatan dalam implementasi rencana perubahan
proses, meliputi:
1) Melakukan diskusi dengan menggunakan teknik brainstorming tentang
berbagai tantangan yang mungkin dihadapi selama implementasi
aktual. Untuk setiap hambatan yang mungkin dihadapi, perlu
diidentifikasi cara-cara untuk menghindarinya serta menetapkan
kepemilikan untuk setiap butir dalam proses agar tugas dan tanggung
jawab menjadi jelas
2) Perlu diidentifikasi pula hambatan-hambatan yang mungkin ada dalam
lingkungan tim, kemudian mengembangkan suatu standar dan
peraturan-peraturan untuk menghindari hambatan
3) Memodifikasi peta gantrr dengan mempertimbangkan suatu
kemungkinan hambatan-hambatan dan upaya menghindarinya dalam
implementasi
4) Alat-alat yang digunakan: diagram alir proses, brainstorming, ranking,
peta gantt, dll
c. Mengkomunikasikan rencana tindakan kepada stakeholders kunci, meliputi:
1) Mengumumkan dan memperoleh komitmen dari semua pihak yang
terlibat
2) Memonitor dan mempublikasikan status perubahan dan rencana
implementasi
3) Alat yang digunakan: peta gantt
6. Validasi Proses Baru
Langkah terakhir dalam model BPR Johnson & Johnson ini digunakan untuk menilai
hasil-hasil dari perubahan yang dilakukan melalui proyek percobaan itu. Evaluasi
berkaitan dengan dampak pada performansi proses keseluruhan, dan rencana untuk
implementasi dalam skala penuh serta perbaikan proses terus-menerus. Beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan dalam langkah ini, yaitu:
a. Perubahan-perubahan pada proyek percobaan, meliputi:
1) Implementasi rencana pada lingkup terbatas
2) Memonitot performansi: integritas jadwal menggunakan peta grantt,
menghilangkan akar penyebab dengan ukuran-ukuran dalam proses,
perbaikan proses dengan menggunakan ukuran-ukuran efektif
3) Mengumpulkan data tentang dampak perubahan
4) Alat-alat yang digunakan adalahdiagra alir proses, peta grantt, lembar
periksa, dll
b. Evaluasi hasil-hasil, mencakup:
1) Menilai kmbali ketidaksesuaian atau kesenjangan yang terjadi dengan
menebarkan dan memonitor performansi proses dengan menggunakan
peta-peta atau grafik
2) Evaluasi konsistensi dan keberlanjutan dari hasil-hasil perubahan
3) Alat-alat yang digunakan adalah peta, grafik, peta kontrol, dll
c. Merencanakan langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi area kunci untuk perbaikan, menyangkut performansi tim
dan performansi proses
2) Definisikan langkah-langkah suatu rencana untuk tim, berupa pelatihan
tambahan, perubahan keanggotaan, sedangkan proses, berupa titik
masuk kembali (re-entry point) dalam model BPR
3) Alat- alat yang digunakan adalah peta gantt, diagram pareto, dll
Menurut Manganelli dan Klein (1994: 30), metodologi rekayasa ulang proses bisnis meliputi
lima tahap, yaitu:
1. Persiapan
Tahap ini dimulai dengan pengembangan dari persetujuan bersama yang telah
disepakati oleh eksekutif pada terobosan tujuan dan sasaran, yang mewakili maksud
untuk keberadaan proyek rekayasa. Persiapan membentuk hubungan yang utama
antara tujuan bisnis dan kinerja proses rekayasa ulang dan mendefinisikan paramter
proyek yang menyangkut jadwal, biaya, risiko, dan perubahan organisasional. Pada
tahap ini, teknik manajemen mengidentifikasikan penetapan tujuan, fasilitas,
kelompok membangun, motivasi, manajemen perubahan, taksiran sendiri, taksiran
lingkungan, manajemen proyek
2. Identifikasi
Tahap ini mengembangkan model bisnis yang berorientasi pelanggan,
mengidentifikasi proses strategi nilai tambah dan peta organisasi, sumber daya dan
volume untuk proses yang spesifik dan prioritas, serta merekomendasikan proses
spesifik sebagai akibat target rekayasa ulang yang tertinggi. Teknik manajemen yang
digunakan adalah model pelanggan, pengukuran kinerja, dan analisis waktu siklus,
proses model, integrasi pemasok dan program kerja sama, analisis alur kerja, peta
organisasional, analisis biaya berdasarkan kegiatan, manajemen perubahan, dan
fasilitas
3. Visi
Melihat peluang terobosan bisnis, analisis dan struktur sebagai visi dari perubahan
radikal. Teknik manajemen yang digunakan adalah analisis alur kerja, analisis proses
nilai, benchmarking, manajemen perubahan, manajemen proyek dan fasilitas
4. Pemecahan
Tahap pemecahan terdiri dari 2, yaitu:
a. Rancangan Teknis
Tujuan tahap ini adalah untuk menetapkan dimensi teknis dari proses yang
baru. Spesifikasi ini akan menghasilkan deskripsi tentang teknologi, standar
prosedur, sistem dan kontrol bagi karyawan, perancangan interaksi elemen
sosial dan teknik, persiapan perencanaan untuk pengembangan, perolehan,
fasilitas, pengujian, konvensi dan penyebaran. Teknik manajemen yang
digunakan adalah analisis alur kerja, informasi teknik mesin, pengukuran
kinerja, strategik otomatisasi, manajemen perubahan, manajemen proyek, dan
fasilitas
b. Rancangan Sosial
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan dimensi sosial bisnis yang
baru. Tahap ini menghasilkan gambaran tentang organisasi, staf, pekerjaaan,
jalur karir, insentif bagi karyawan, perancangan interaksi elemen teknik dan
sosial, perencanaan awal untuk perekrutan, pendidikan dan pelatihan,
organisasi ulang dan penyebaran ulang. Teknik manajemen yang digunakan
adalah kekuasan karyawan, acuan keahlian, kelompok membangun, mengatur
ulang organisasional dan peta organisasional, pekerjaan produksi,
broadbanding, manajemen perubahan, manajemen proyek, fasilitasi,
penghargaan karyawan, dan insentif
5. Transformasi
Tahap ini bertujuan untuk mewujudkan visi proses rekayasa ulang. Tahap ini adalah
tahap akhir untuk melakukan implementasi pada perencanaan proses. Teknik
manajemen yang digunakan adalah proses model, informasi teknik mesin, acuan
keahlian, kelompok membangun, perbaikan terus menerus, pengukuran kerja,
manajemen perubahan manajemen proyek, dan fasilitasi
Rangkuman dari teknik manajemen yang digunakan dalam lima tahap dari rekayasa ulang
proses bisnis, seperti dikemukakan dalam gambar 12.1 berikut:
2.4 Melakukan BPR, Kesalahan dan Keberhasilan BPR

Menurut Peppard dan Rowland (1995:40), saat yang tepat untuk memutuskan kapan
melakukan BPR untuk organisasi tergantung pada sejumlah factor dan menggunakan
framework yang dikembangkan oleh Nolan Norton and Company, seperti pada gambar di
bawah ini.

Keterangan:

Kuadran I : Bertahan hidup (survive), mengindikasikan kritik untuk memperbaiki kinerja


bisnis secepatnya.

Kuadran II: Meluncurkan (launch), mengindikasikan kritik untuk memperbaiki kinerja.


Perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari menginvestasikan untuk pengembangan
kemampuan BPR dan mengadakan usaha secepatnya.

Kuadran III: Mempertimbangkan Kembali (reconsider), mengindikasikan bahwa perusahaan


sehat dan membutuhkan sedikit perbaikan yang dramatis di masa yang akan datang. Sebagian
perusahaan sebaiknya mempertimbangkan Kembali mengadakan BPR dan berfokus pada
perbaikan yang kontinu.
Kuadran IV: Keuntungan (advantage), mengindikasikan bahwa, meskipun tidak terdapat
desakan untuk perbaikan yang dramatis, namun merupakan suatu keuntungan strategik untuk
mengambil inisiatif untuk melaksanakan BPR.

Jenis Perusahaan yang Menjalankan Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Tiga jenis perusahaan yang menjalankan rekayasa ulang proses bisnis, menurut Hammer dan
Champy (1995:28), yaitu sebagai berikut.

1. Perusahaan-perusahaan yang sedang menghadapi masalah besar, seperti besarnya


harga yang ditetapkan perusahaan lebih tinggi daripada harga pesaing atau yang
dimungkinkan model bisnisnya; jika pelayanan pelanggan begitu buruk sehingga para
pelanggan secara terbuka mencerca habis-habisan; jika rata-rata kegagalan produknya dua
kali, tiga kali atau lima kali besarnya dibandingkan rata-rata pesaing. Dengan kata lain,
perusahaan membutuhkan peningkatan dalam jumlah besar, maka perusahaan
membutuhkan rekayasa ulang bisnis. Contoh: Ford Motor Company pada awal tahun
1980-an.

2. Perusahaan yang belum mengalami kesulitan tetapi manajemen mempunyai


pandangan ke depan melihat masalah yang segera datang. Contoh: Aetna Life & Casualty
di akhir pertengahan tahun 1980-an. Pada saat itu, hasil finansial terlihat memuaskan
tetapi dari jauh samar-samar tampak awan badai, yaitu pesaing-pesaing baru, perubahan
permintaan atau karakteristik pelanggan, peraturan atau lingkungan ekonomi yang
berubah dan mengancam akan menyapu bersih pondasi keberhasilan perusahaan.
Perusahaan ini mempunyai visi untuk memulai rekayasa ulang sebelum masuk ke dalam
kesengsaraan.

3. Perusahaan-perusahaan yang sedang berada dalam kondisi puncak. Mereka tidak


mempunyai kesulitan-kesulitan yang tampak, baik sekarang maupun di masa datang,
tetapi manajemen mereka ambisius dan agresif. Contoh: Hallmark dan Wal-Mart. Mereka
melihat rekayasa ulang sebagai suatu peluang untuk lebih jauh meninggalkan pesaing-
pesaing mereka.
Kesalahan dalam Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Menurut Hammer dan Champy (1995:1999), terdapat beberapa kesalahan umum yang
harus dihindari agar tidak gagal dalam rekayasa ulang, yaitu:

1. Mencoba memperbaiki proses, bukan mengubahnya

2. Tidak menitikberatkan pada proses-proses bisnis

3. Mengabaikan segala hal, kecuali perancangan ulang proses

4. Menolak nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan orang

5. Puas memperoleh hasil-hasil yang kecil

6. Cepat menyerah

7. Terlebih dahulu menetapkan Batasan-batasan atau definisi masalah dan jangkauan


usaha rekayasa ulang

8. Memungkinkan budaya-budaya perusahaan dan sikap-sikap manajemen yang ada


untuk mencegah rekayasa ulang dari awal mulanya

9. Berusaha melaksanakan rekayasa ulang dari bawah ke atas

10. Menunjuk seseorang yang tidak mengerti rekayasa ulang untuk memimpin upaya
tersebut

11. Setengah-setengah dalam menyediakan sumber-sumber rekayasa ulang

12. Mengubur rekayasa ulang di tengah-tengah agenda perusahaan

13. Menghambur-hamburkan energi untuk sejumlah proyek rekayasa ulang

14. Mengusahakan rekayasa ulang saat CEO kurang dua tahun lagi pensiun

15. Gagal membedakan rekayasa ulang dengan program-program peningkatan bisnis

16. Secara eksklusif berkonsentrasi pada perancangan

17. Berusaha mewujudkan rekayasa ulang tanpa menyakiti hati siapapun


18. Mundur jika orang-orang menolak berbuat perubahan-perubahan rekayasa ulang

19. Mengulur-ulur upaya rekayasa ulang

Berhasil dalam Rekayasa Ulang

Hammer dan Champy (1995:198) mengatakan, bahwa kunci keberhasilan dalam melakukan
rekayasa ulang terletak pada pengetahuan dan kemampuan, bukan keberuntungan. Kalau tahu
aturan-aturannya dan menghindari berbuat kesalahan, maka kemungkinan besar akan
berhasil. Langkah pertama menuju keberhasilan rekayasa ulang adalah mengenali kegagalan
umum dan belajar mencegahnya. Untuk mencapai keberhasilan dalam BPR, terdapat
beberapa faktor kunci, yaitu vision, skills, incentives, dan action plan.

1. Vision

Visi adalah gambaran tentang apa yang dikehendaki yang menyangkut orang, produk,
pelayanan, proses, fasilitas, kultur, dan pelanggan. Setiap orang dalam organisasi harus
mampu mengerti, memahami, menjiwai, dan menggambarkan visi tersebut sehingga semua
tindakan dan keputusan selalu membawa perusahaan makin dekat pada visi yang telah
ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut visi antara lain: menentukan strategi yang
tepat, menjelaskan alasan mengapa dilakukan BPR, mengembangkan suatu cita-cita masa
depan yang dipahami semua orang, menentukan target yang harus dicapai, menjelaskan
hubungan antara usaha BRP dengan usaha yang telah dilakukan, membuat peta perubahan-
perubahan sampai pada tahap akhir.

2. Skills

Keterampilan, baik keterampilan hubungan interpersonal maupun kemampuan teknis


diperlukan agar karyawan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam proses baru. Aktivitas
yang dilakukan dalam peningkatan keterampilan antara lain: mendidik pimpinan puncak
mengenai konsep dan implementasi BPR, menginventarisasi tipe kepemimpinan yang
dibutuhkan untuk melakukan proses baru, berpikir luas masa depan, mengubah desain dan
mengembangkan hal-hal dari luar ke dalam perusahaan, memperoleh dukungan serikat
pekerja, mengelola perbedaan atau konflik secara baik dan konstruktif.
3. Incentives

Apabila karyawan dapat memahami dan merasakan perubahan secara drastis membawa
perubahan bagi karyawan, maka mereka dapat melakukan perubahan secara lebih baik.
Beberapa hal yang menyangkut insentif antara lain: perubahan harus dipimpin serta
disosialisasikan dan dibuat target tertentu oleh pimpinan perusahaan, tim manajemen
bertanggung jawab atas keberhasilannya, hilangkan rasa ketakutan, memberi penghargaan
dan pengakuan atas keberhasilan dan prestasi karyawan, perubahan sikap dan budaya dengan
sistem dan suri tauladan dari pimpinan perusahaan.

4. Resources

Beberapa hal dan aktivitas dalam pengalokasian sumber daya, antara lain: komitmen
manajemen puncak untuk melaksanakan perubahan, paling sedikit 25% dari waktu
manajemen puncak melaksanakan perubahan, mengadakan pelatihan, dan bimbingan dalam
melaksanakan perubahan, melakukan benchmarking, memaafkan sumber daya seefektif dan
efisien.

5. Action Plan

Action plan adalah perencanaan dari serangkaian aktivitas, penanggung jawab, dan jadwal
serta target yang terinci.

2.5 Jenis-Jenis Perubahan

Ketika sebuah Proses yang direkayasa ulang,maka berbagai pekerjaan akan berevolusi dari
yang sifatnya sempit dan berorientasi tugas menjadi berdimensi banyak.Para pekerja lebih
memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan pelanggan daripada ke pimpinan
mereka.Sikap-sikap dan nilai – nilai berubah menyesuaikan diri terhadap intensif-intensif
baru.Dalam Praktiknya,setiap aspek organisasi mengalami perubahan.
Jenis – Jenis perubahan yang terjadi jika suatu Perusahaan merekayasa ulang proses-
proses bisnisnya,menurut Hammer dan Champy ( 1995:61),diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Unit-unit kerja berubah dari departemen fungsional menjadi tim-tim proses.

Perusahaan yang melakukan rekayasa ulang sebenarnya menyatukan kembali pekerjaan yang
bertahun-tahun , lalu dipecahkan oleh Adam Smith dan Henry Ford menjadi potongan-
potongan kecil.Begitu disusun ulang , tim-tim proses kelompok-kelompok orang yang
bekerja bersama- sama untuk mengorganisasikan karyawan yang melakukan pekerjaan.

2. Pekerjaan – pekerjaan berubah dari tugas –tugas sederhana menjadi kerja berdimensi
banyak.Karyawan yang bekerja di dalam tim-tim proses yang akan mendapati pekerjaan
mereka jauh berbeda dari pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan.Para Pekerja tim
proses,yang secara kolektif bertanggung jawab atas hasil-hasil kerja daripada tugas secara
individual mempunyai jenis pekerjaan yang berbeda-beda.Mereka berbagi tanggung jawab
dengan anggota-anggota lain dalam tim untuk melaksanakan keseluruhan proses,tidak hanya
sebagian dari proses saja.Setiap anggota tim paling tidak harus mempunyai pengetahuan
dasar tentang semua tahap proses dan dapat melakukan beberapa di antaranya. Selain itu ,
setiap hal yang dilakukan oleh seseorang akan menambah pemahaman proses secara
keseluruhan.

3. Peran karyawan berubah dari di bawah kontrol menjadi berinisiatif.

Perusahaan yang telah merekayasa ulang dirinya tidak membutuhkan karyawan-karyawan


yang dapat mengikuti aturan , tetapi orang yang akan membuat aturan-aturannya
sendiri.Karena manajemen membebani tm-tim tersebut dengan tanggung jawab untuk
menyelesaikan seluruh proses,maka ia juga harus memberi mereka wewenang dalam
membuat keputusan – keputusan yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

4. Persiapan pekerjaan berubah dari pelatihan menjadi pendidikan.

Pekerjaan – pekerjaan dalam proses yang direkayasa ulang membutuhkan karyawan yang
tidak mengikuti aturan – aturan , tetapi mereka menggunakan pertimbangan untuk melakukan
hal yang tepat.Untuk itu,Para karyawan perlu pendidikan yang cukup sehingga mereka
mampu melihat sendiri apa hal yang tepat itu.Dalam Perusahaan yang direkayasa
ulang,terdapat pergeseran tekanan dari pelatihan ke pendidikan atau memperkerjakan tenaga
pendidikan.Pelatihan menambah keahlian dan melatih serta mengajari karyawan tentang “
yang bagaimana”dari pekerjaan.Pendidikan menambah wawasan mereka dan memberitahu
serta mengajari tentang “mengapa”

5. Fokus ukuran-ukuran dan kompensasi bergeser dari aktivitas ke hasil-hasil.

Rekayasa ulang memaksa perusahaan untuk memikirkan lagi beberapa asumsi dasar tentang
kompensasi,seperti membayar orang berdasarkan peringkat pekerjan atau
senioritas,membayar orang hanya untuk kehadiranya dan memberi kenaikan gaji hanya
karena telah menempuh beberapa tahun kerja.Dalam perusahaan yang telah direkayasa ulang,
kontribusi dan kinerja adalah dasar-dasar utama kompensasi.Kinerja diukur dari nilai yang
dihasilkan dan kompensasi hendaknya ditentukan sesuai dengan nilai itu.

6. Kriteria kenaikan pangkat berubah dari kinerja ke kemampuan.

Sebagai akibat dari rekayasa ulang,jarak antara promosi pekerjaan dan kinerja menjadi
jelas.Promosi untuk suatu pekerjaan lain dalam organisasi adalah fungsi dari
kemampuan,Bukan kinerja.

7. Nilai – nilai berubah dari protektif menjadi produktif

Rekayasa ulang menuntut agar para karyawan sepenuhnya percaya bahwa mereka bekerja
untuk para pelanggan mereka.Mereka akan percaya terhadap hal ini hanya jika praktik-
praktik pemberian penghargaan yang luas dari perusahaan menguatkannya.

Dalam perusahaan yang telah direkayasa ulang,para karyawan perlu mempunyai


keyakinan sebagai berikut :

a. Para pelanggan membayar gaji saya,saya harus melakukan apa yang diperlukan untuk
memuaskan mereka.

b. Setiap pekerjaan didalam perusahaan ini adalah perlu dan penting,saya benar-benar
membuat perbedaan.

c. Kehadiran bukanlah prestasi,saya dibayar untuk nilai yang saya hasilkan .


d. Masalahnya berhenti disini,aku harus menerima munculnya masalah-masalah dan
memecahkannya.

e. Aku anggota tim,kita gagal atau berhasil bersama – sama

f. Tak seorang pun tahu apa yang terjadi besok.terus belajar adalah bagian dari
pekerjaan saya.

8. Manajer berubah dari pengawas menjadi pendidik.

Jika sebuah perusahaan merekayasa ulang,proses-proses yang kompleks menjadi lebih


mudah,sementara pekerjaan – pekerjaan mudah segera menjadi kompleks.Para manajer harus
berubah dari peran pengawas menjadi bertindak sebagai fasilitator,dan sebagai orang yang
pekerjaanya mengembangkan karyawan dan kemampuan mereka sehingga mereka mampu
melaksanakan sendiri proses-proses yang menambah nilai.

9. Struktur –struktur organisasi berubah dari hirarkis menjadi merata.

Di dalam perusahaan yang telah direkayasa ulang,pekerjaan diatur berdasarkan proses-proses


dan tim- tim yang melaksanakannya.Orang – orang berkomunikasi dengan siapa saja yag
mereka butuhkan dan kontrol tetap berada di dalam orang – orang yang melakukan
proses.Akibatnya,apa pun struktur organisasi yang ada setelah direkayasa ulang cenderung
menjadi merata karena pekerjaan dilakukan oleh tim – tim yang terdiri atas orang-orang
yang pada prinsipnya berkedudukan sama serta beroperasi dengan otonomi besar dan
didukung beberapa manajer

10. Eksekutif – eksekutif berubah dari pencatat nilai menjadi pemimpin.

Dalam lingkungan yang telah direkayasa ulang,prestasi kerja yang hebat jauh lebih
tergantung pada sikap dan usaha para pekerja yang diberi wewenang daripada tindakan-
tindakan para manajer fungsional yang berorientasi tugas.Karena itu,para eksekutif harus
menjadi pemimpin yang dapat mempengaruhi dan memperkuat nilai-nilai dan keyakinan para
karyawan dengan kata-kata dan perbuatannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penguku

Anda mungkin juga menyukai