Disusun Oleh :
Kelompok VI
Ahmad Prayendi Dasopang (0501182131)
Ginie Aulia Rawani (0501182162)
Raudhatul Hasanah Imnur (0501183251)
Salsabilla Siagian (0501181002)
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah
”Maksimalisasi Laba: Perspektif Sekuler Vs Islam” dapat diselesaikan dengan
baik. Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada pihak–pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengenalkan dan
membahas maksimalisasi laba: perspektif sekuler vs Islam. Dengan makalah ini
diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memiliki pengetahuan
yang lebih luas mengenai teori permintaan dalam Islam.
Kelompok VI
i
DFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................2
A. Laba................................................................................................3
B. Maksimalisasi Laba dalam Pandangan Sekuler.............................4
C. Penentuan Posisi Laba Secara Islami.............................................7
D. Maksimalisasi Laba dan Efek Sosialnya......................................10
A. Kesimpulan..................................................................................14
B. Saran.............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia bisnis saat ini, laba merupakan sesuatu hal yang vital dalam
perusahaan, karena jika berada pada kondisi merugi pada satu periode saja akan
berdampak buruk pada periode selanjutnya. Perusahaan pun harus menutupi berbagai
biaya yang berpotensi menimbulkan kerugian agar dapat bertahan serta kembali
memperoleh keuntungan. Sedemikian pentingnya laba dalam perusahaan keberadaanya
seperti oksigen bagi makluk hidup, karena jika tidak menghirup udara atau oksigen
maka dapat mengakibatkan kematian. Demikian pula halnya pada bisnis modern saat
ini. Tujuan perusahaan tidak semata-mata mencari laba lagi karena laba merupakan
suatu keharusan yang tidak bisa ditawar. Ada atau tidaknya laba, esensinya harus dapat
dimiliki oleh perusahaan, bahkan dengan berbagai strategi bagaimana perusahaan dapat
memaksimalkannya.
1
Muhammad, Maksimalisasi Laba Usaha : Perspektif Konvensioanl dan Islam
1
2
tiinggi. Dimana jika kualitas suatu barang tersebut buruk, maka biaya produkisnya akan
rendah. Dan jika dijual dengan harga yang tinggi, maka perusahaan tersebut akan
mendapat keuntungan yang sangat besar.3
Salah satu tujuan aktivis bisnis adalah mencari laba. Laba dapat menjadi
pendorong bagi pengusaha melakukan usaha. Namun terdapat perbedaan pandandan
antar sistem ekonomi konvensional dengan sistem ekonomi Islam dalam memandang
laba. Pandangan terhadap masalah laba dari kedua sistem ekonomi ini tergantung pada
pndekatan yang digunakan. Untuk mengetahui perbedaan pandangan antara sistem
ekonomi sekuler dengan sistem ekonomi Islam tentang maksimalisasi laba maka pokok
pembahasan didalam makalah ini mengenai maksimalisasi laba dalam pandangan
sekuler, posisi laba secara islami, serta maksimalisasi laba dan efek sosialnya.4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
3
Rizka Munadiyah, Laba Ekonomi Islam vs Ekonomi Sekuler, di akses dari
http://www.kompasiana.com/munadiyaah/5c03db95c112fe1da52dc1d5/laba-islami-vs-sekuler, pada 29
Maret 2020.
4
Rokhmat Subagiyo, Maksimalisasi Laba, 2016, h.106.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Laba
Menurut Soemarso laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban sehubungan
dengan kegiatan usaha. Apabila beban lebih besar dari pendapatan, selisihnya disebut
rugi. Laba atau rugi merupakan hasil perhitungan secara periodik (berkala). Laba atau
rugi ini belum merupakan laba atau rugi yang sebenarnya. Laba atau rugi yang
sebenarnya baru dapat diketahui apabila perusahaan telah menghentikan kegiatannya
dan dilikuidasikan.
Dalam bahasa arab, laba berarti pertumbuhan dalam dagang. Jual beli adalah
ribh dan perdagangan adalah rabihah yaitu laba atau hasil dagang. 5 Seseorang yang
berdagang akan mendapatkan laba dari hasil perdagangannya tersebut.
5
Syofian Syafri Harahap, Akutansi Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,2004) , h. 144
3
dan barang-barang dan jasa yang digunakan atau yang di konsumsi dalam
memperoleh pendapatan”.6
Ajaran Smith yang cukup terkenal bahwa “pengejaran kepentingan diri secara
otomatis dapat meningkatkan kebaikan kolektif10 dalam sistem berusaha yang bebas,”
yang dipercayai sebagai pelengkap anggapan mengenai respektabilitas sosial yang lebih
baik. Model klasik dari sistem ini tidak jarang disadarkan untuk menggambarkan dan
memperkuat kepercayaan tersebut
Dalam model ini, para usahawan selalu bersaing untuk memperoleh laba pribadi
dalam suatu industri yang terbuka. Persaingan sempurna dalam pengertian bahwa para
pembeli secara individual tidak memiliki kekuatan untuk menetapkan harga di pasar.
Model ini mengklaim, memiliki dua aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial,
yaitu :
4
2) Gaji atas jasa yang telah mereka berikan kepada perusahaan dalam kaitan
dengan manajemen yang diukur dengan opportunity cost
3) Premi untuk pengambilan risiko sebagaimana yang ditetapkan berdasarkan
taksiran aktuarianya.
Kedua, dorongan untuk pengayaan diri yang diarahkan oleh persaingan juga
memaksimalkan produk sosial sebagai pemanfaatan perusahaan yang optimal dalam
setiap kasus. Lebih lanjut, setiap faktor dapat ditunjukkan untuk mendapatkan apa yang
disumbangkannya kepada produk perusahaan yang bernilai sebagai perolehan atas skala
perusahaan dengan asumsi yang tetap.
Model tersebut dikritik karena sangat tidak realistik. Memang benar, namun
hanya memiliki kepentingan sekunder. Signifikansi riilnya adalah menunjukkan bahwa
model tersebut menghancurkan dirinya sendiri, sekalipun situasi awalnya sama seperti
yang digambarkan, dan bahwa laba normal tidak perlu tetap merusak dalam proses
terebut. Argumen model ini mengabaikan suatu sifat dasar penting laba tersebut. Yaitu
bahwa harga pasar produk perusahaan pasti memiliki margin walaupun kecil, atas
biaya-biaya (diluar laba), pelipatan laba yang lebih dari produk yang dijual.
Proses penggandaan laba inilah yang harus tergantung pada kondisi persaingan
sempurna dengan usahannya sendiri.
5
stabil. Sekalipun itu meningkat, namun tidak mungking meningkat dalam rasio yang
sama, seperti dalam penjualan.9
Dari grafik di atas terlihat bahwa rata-rata penerimaan sama dengan biaya rata-
rata (titik P0, laba normal). Setelah perusahaan ingin melakukan maksimalisasi
keuntungan dengan faktor produksi yang sama, sehingga terjadi harga komoditas lebih
besar daripada biaya marginal produksi P0q0 > Tq0. Ini menunjukkan bahwa (1) faktor
pekerja yang dikerjakan tidak dibayar dengan nilai penuh dari hasil produksi fisik
marginal (dieksploitasi) (2) para pelanggan/ konsumen ditolak, perolehan suatu
penurunan dalam harga sama dengan biaya marginal di titik P1, dan surplus mereka
dikurangi, dan (3) pemanfaatan fasilitas kurang dari optimal-produksi sosial tidak
dimaksimalisasikan (Oq0 < Oq1).
Di sini, para pekerja, konsumen dan masyarkat pada umumnya, tampak tidak
memperoleh apa-apa, karena laba yang di peroleh hanya ‘normal’ dan dalam pengertian
layak. Grafik tersebut hanya bermakna untuk menjelaskan konsep laba ‘normal’ tidak
memiliki kepentingan etis.
9
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Adya Bakti, 1996)
h.75
6
C. Penentuan Posisi Laba Secara Islami
Dalam melaksanakan aktivitas bisnis, harus ada batasan agar tidak mendzolimi
seseorang yang lain. Berikut merupakan landasan dasar terhadap larangan memakan
harta yang bathil:
ْ
ٍ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر
اض
ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S. An-Nisa: 29).
Di dalam Islam penentuan posisi laba dan perilaku rasional dalam maksimalisasi
laba pada dasarnya dikondisikan oleh tiga faktor, yaitu:11
Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah
melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolahan barang(produksi). Para
ahli hukum Islam menngklasifikasi bisnis sebagai fardhu kifayah, karena di dalamnya
terdapat kewajiban sosial. Jika sekelompok orang sudah berkecimpung dalam
memproduksi barang-barang dalam jumlah yang mencukupi masyarakat, maka
kewajiban keseluruan masyarakat sudah terpenuhi dan sebaliknya jika tidak mencukupi
kebutuhan masyarakat maka akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat.
10
Suharto dan Muhammad Iqbal Fasa, Model Pengembangan Manajemen Bisnis Pondok Modern
Darussalam Gontor Ponorogo, Indonesia, Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam, Volume 3, Nomor 2,
Desember 2018, h. 93.
11
Muhammad, Op. Cit, , h. 278.
7
Bisnis dalam kajian konvensional hanya dalam rangka pengendalian pasar,
namun bisnis Islam berupaya menemukan nilai ibadah yang berdampak pada konsep
perwujudan rahmatan lil ‘alamin, untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh karena itu,
sasaran keuntungan, keridhoan konsumen harus dibingkai dengan ridha Allah.
8
konsumen sebagai akibat buruk dari produk pelaku usaha harus ditanggung oleh
pelaku usaha sesuai prinsip ganti rugi (dhaman).
d. Perlindungan dari Pemakaian Alat Ukur Tidak Tepat
Maksud alat ukur tidak tepat di sini adalah ketidak sesuain antara sifat dan
kualifikasi barang yang di minta dengan yang diserahkan dari segala segi, mulai
dari ukuran berat isi, kandungan isi, dan semua yang tertulis dalam label atau
yang dijanjikan oleh penjual. Dalam pemerintahan Islam, perlindungan dari
pemakaian alat ukur tidak tepat adalah al-hisbah. Al-Qur’an juga melaknat hal
demikian berdasarkan (QS.Al-Muthaffifin 1-3): “Celakalah orang-orang yang
berbuat curang yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka meminta dipenuhi. Dan apabila mereka menimbang untuk orang
lain, mereka merugikan.
e. Hak Mendapatkan Advokasi dan Penyelesaian Sengketa
Hak untuk mendapatkan perlindungan dengan penyelesaian sengketa harus
didukung oleh dua faktor kemudahan, yaitu kemudahan proses beracara ketika
konsumen mengajukan tuntutan dan adanya suatu badan hukum pemerintah
yang selalu siap sedia untuk membela konsumen dan berdiri sebagai penuntut
umum. Dalam hal ini pemerintahan Islam telah membentuk sebuah struktur
hukum yang aktif dan efektif untuk membela hak-hak konsumen, yaitu al-
hisbah.
f. Perlindungan dari Penyalahgunaan Keadaan
Pada hakikatnya, penyalahgunaan keadaan mempunyai maksud yang sama
dengan eksploitasi status sosial atau keunggulan informasi, keadaan terpelajar
dan ekonomis yang dimiliki oleh salah satu pihak yang berakad. Dalam kajian
fiqih, masalah penyalah gunaan kehendak juga dimasukkan oleh para fiqih Islam
ke dalam bahasan cacat kehendak (‘uyub al-iradah). Contohnya adalah Bai’ al
Murtasil, Bai’ al- Dharurah, Bai’ al-washi mal al-qashir, Bai’ talaqi rukban.
g. Hak Mendapatkan Ganti Rugi Akibat Negatif Produk
Pembahsan ganti rugi atau tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian
akibat barang atau transaksi, dalam kajian fiqih salah disebut prinsip ganti rugi
(mabda’ al –dhaman).
9
3. Bagi Hasil di antara Faktor yang Mendukung (Penghargaan Kepada Faktor
Produksi)
Teori ekonomi sekuler memenuhi salah satu kegagalan utamanya dalam hal
menunjukkan bagaimana nilai produk suatu perusahaan dapat dibagi secara adil di
antara faktor produksi. Bagi hasil antara tenaga kerja dan modal akan menjadi petunjuk
yang baik dari organisasi pada masa-masa mendatang. Sebab potensinya adalah untuk
meningkatkan efisiensi, keadilan, stabilitas, dan pertumbuhan. Namun, hal ini
bergantung pada umat Islam sendiri apakah mereka akan menanggapi pesan agama dan
memasukkan mekanisme bagi hasil menjadi mekanisme maksimalisasi laba yang dapat
bebas dari eksploitasi, mengecewakan dan menyusahkan.
Kurva biaya total yang membandingkan antara biaya total pada sistem bunga
dan biaya total pada sistem bagi hasil, dapat diketahui bahwa biaya total pada sistem
bunga akan lebih tinggi daripada biaya total pada sistem bagi hasil. Secara grafis
baiaya total pada sistem bunga akan digambarkan dengan kurva TC1, dan biaya total
pada sistem bagi hasil dengan kurva Tc. Pada sumbu X yang menggambarkan
tingkat produksi sama (Q). Kemudian ditarik garis vertikal ke atas sampai
memotong kurva TC dan TCi. Dari perpotongan tersebut kita tarik garis horizontal ke
sumbu Y, ternyata pada tingkat produksi yang sama, biaya total sistem bagi hasil
lebih kecil dibandingkan biaya total pada sistem bunga. Sehingga, produksi dengan
sistem bagi hasil lebih efisien dibandingkan dengan sistem bunga.
13
Farida Khoirun Nisak, Maksimalisasi Laba Perspektif Sekuler vs Islam, diakses dari
https://dokumen.tips/documents/maksimalisasi-laba-perspektif-sekuler-dan-islampdf.html pada 29
Maret 2020
10
Grafik : minimalis biasaya pada tingkat produksi sama
Pada hal ini untuk melihat lebih efisien manakah antara sistem bunga dan
bagi hasil kita ambil satu titik mana saja di sumbu Y sebagai titik yang
menggambarkan biaya total yang sama (TC). Kemudian kita tarik garis horizontal
sampai memotong kurva biaya total baik pada sistem bunga maupun sistem bagi
hasil. Setelah itu kita tarik garis vertikal ke bawah sumbu X, ternyata untuk biaya
total yang sama, jumlah produksi pada sistem bagi hasil lebih besar dibandingkan
dengan sistem bunga. Sehingga, produksi pada sistem bagi hasil lebih efisien
dibandingkan dengan sistem bunga.
11
c. Skala Ekonomi
Dalam melakukan analisis ini, digunakan kurva penerimaan total (TR) yang
membandingkan antara penerimaan total sistem bagi hasil (TRrs) dan penerimaan
total sistem bunga (TRi). Penerimaan total pada sistem bagi hasil akan berputar
searah jarum jam, sementara penerimaan total pada sistem bunga akan tetap pada
tempatnya. Untuk melakukan analisis terhadap skala ekonomi, kita tarik titik mana
saja pada sumbu Y sebagai titik yang menggambarkan penerimaan total yang sama
(TR), kemudian ditarik garis horizontal yang memotong kurva TRrs dan kurva TRi.
Dari perpotongan tersebut, kita tarik garis vertikal ke bawah sampai sumbu X.
Ternyata berdasarkan analisis grafis terlihat bahwa pada penerimaan total yang
sama, jumlah produksi pada sistem bagi hasil lebih besar, daripada jumlah produksi
sistem bunga. Sehingga, pada sistem bagi hasil bukan saja lebih efisien namun juga
mampu mendorong produsen untuk berproduksi pada skala yang lebih besar.
2. Efek Sosial
12
Grafik : hubungan antara risiko dan laba dalam perbandingan antara islam dan
sekunder
Gambar di atas melukiskan hubungan antara risiko dan laba, dengan bunga
bersih yang dibayar atas pinjaman dalam perusahaan sekuler di tunjukkan dengan kurva
AA . Ini bisa kita sebut sebagai kurva kemungkinan risiko-laba. Kurva ini menunjukkan
1
kombinasi optimal risiko dan laba perusahaan yang dapat dipilih sesuai dengan skala
preferensinya. Kurva AA1 merupakan kurva cembung terhadap sumbu laba, hal ini
secara tidak langsung menunjukkan bahwa jika ada penambahan laba perusahaan yang
diharapkan, maka risiko akan bertambah setingkat dengan penambahannya. Untuk
perusahaan sekuler, kombinasi optimal resiko dan laba ditunjukkan oleh T1, dengan
titik tangensi antara kurva AA1 dan kurva indifference berada pada I1. Namun, jika
perusahaan mengadopsi cara Islam yaitu menghilangkan bunga dan menggantinya
dengan bagi hasil akan cenderung menggeser kurva untuk pemegang sahamnya ke arah
kanan yaitu ke posisi BB1.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam Islam penetuan posisi laba dan perilaku rasional dalam maksimalisasi
laba pada dasarnya dikondisikan oleh tiga faktor, yaitu: Pandangan Bisnis adalah suatu
Fardhu Kifayah, perlindungan kepada konsumen dan bagi hasil diantara faktor yang
mendukung.
B. Saran
Penulis tentunya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki, untuk
kedepannya semoga penulis akan lebih detail dan fokus dalam menjelaskan tentang isi
makalah dan dengan sumber-sumbernya yang lebih banyak lagi yang dapat
dipertanggung jawabkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15