Disusun oleh :
Kelompok 5
Difya Ayu Meisya Nurjanah (205090500111067)
Deryl Danira Kurnia (205090501111022)
Shalsa Amalia Yulianto (205090501111038)
Sekar Delvita Sephianita (205090507111035)
Laila Nur Azizah (205090500111040)
Azzah Yumna Faiza (205090500111014)
Muhammad Ikhsan Indra Putra (205090500111052)
Ulfah Fauziyyah Hidayat (205090507111012)
Sherly Dwi Fatmawati (205090501111051)
Novia Tahmidya Hilda Maulidani (205090501111003)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Invetasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang investasi syariah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Jamalul Akbar, MA.,
selaku dosen pembimbing mata kuliah agama Islam yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
ABSTRAK
Investasi adalah salah satu kegiatan ekonomi yang banyak diminati
masyarakat Indonesia. Perkembangan pasar modal di Indonesia tidak hanya
berkembang secara kovensional, namun berkembang juga secara syariah karena
melihat mayoritas masyarakat Indoensia yang beragama Islam. Investasi dalam
Islam tentu harus dilakukan atas dasar norma dan kaidah yang bersumber dari
syariat Islam. Terdapat beberapa ayat tentang seruan untuk berinvestasi, yaitu QS.
Al Hasyr : 18, QS. Lukman : 34, QS. Al-Baqarah : 261, dan QS. An-Nisa' : 9.
Dalam berinvetasi ada prinsip yang disyariatkan dan tidak disyariatkan. Contoh
prinsip yang disyariatkan adalah adanya perjanjian antara pemilik modal dan
pengelola modal untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan contoh prinsip yang
tidak disyariatkan adalah adanya kegiatan perjudian dimana pihak yang
memenangkan akan mengambil taruhannya. Pada dasarnya, tujuan investasi
adalah untuk memperoleh keuntungan. Namun banyak masyarakat yang kurang
berminat melakukan investasi syariah. Beberapa perbedaan antara bank syariah
dan bank non-syariah atau konvensional adalah jika bank syariah tidak
melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktifitasnya sedangkan bank
kovesional kebalikannya. Sistem bank syariah yaitu dana nasabah dikelola dalam
bentuk titipan maupun investasi, berbeda dengan deposito pada bank konvesional
yang merupakan upaya membungakan uang. Investasi yang diperbolehkan dalam
islam adalah investasi yang tidak mengandung unsur-unsur riba, gharar, mayir,
dan lain sebagainya.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
transaksi di bank konvensional tidak diperbolehkan dalam syariah. bank
syariah memberikan solusi dengan memberlakukan transaksi berbasis akad.
Bank konvensional(non-syariah ) maupun syariah pada era ini
merupakan suatu kegiatan perekonomian (investasi) yang banyak diminati
oleh individu maupun lembaga. Namun, belum sepenuhnya masyarakat
Indoensia mengenal tentang investasi syariah. untuk mendorong
perkembangan ini diharpakan pasar modal syariah membuat inovasi-inovasi
hasil adopsi dari pasar modal konvensional, tetapi tetap sesuai dengan syariat
islam.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dapat dilakukan bagi hasil, kecuali yang berdasar atas ijarah (akad sewa).
Investasi menurut ekonomi Islam haruslah dilakukan atas dasar norma dan
kaidah yang bersumber dari syariat Islam. Karena kriteria etis yang
tertanam kuat dalam norma agama ini, jika tindakan investasi tersebut
benar atau sesuai dengan syariat Islam, maka tindakan atas investasi
tersebut diyakini merupakan suatu ibadah. terdapat beberapa ayat tentang
seruan untuk berinvestasi:
QS. Al- Hasyr : 18
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ayat ini mengandung anjuran moral untuk berinvestasi sebagai bekal
hidup di dunia dan di akhirat karena dalam Islam semua jenis kegiatan
kalau diniati sebagai ibadah akan bernilai akhirat, seperti kegiatan
investasi ini.
QS. Lukman : 34
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
QS. Al-Baqarah : 261
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah
Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Di dalam ayat ini meskipun tidak secara kongkrit berbicara
investasi, namun betapa beruntungnya orang yang menginfaqkan hartanya
4
dijalan Allah. Ayat ini kalau dibaca dari perspektif ekonomi jelas akan
mempengaruhi kehidupan manusia didunia. Artinya ketika banyak orang
yang melakukan infaq maka sebenarnya ia telah menolong banyak orang
miskin di dunia untuk berproduktifitas ke arah yang lebih baik.
QS. An-Nisa' : 9
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Ayat ini secara eksplisit menganjurkan untuk meningkatkan
kehidupan ekonomi umat dengan cara mempersiapkan sarana kearah
menuju sejahtera, yang salah satunya dengan melakukan kegiatan investasi
dalam beragam bentuknya.
Ayat-ayat di atas banyak dimaknai sebagai ayat anjuran tentang
investasi dan masuk kategori ayat-ayat dengan muatan ekonomi meskipun
tidak secaa implisit menegaskan seperti yang dimaksud (investasi).
C. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Dalam Investasi
Menurut Aziz, 2010 ada beberapa prinsip syariah khusus investasi
yang harus menjadi pegangan bagi para investor dan berinvestasi antara
lain:
1. Tidak mencari rezeki pada sektor usaha haram, baik dari segi zatnya
(objeknya) maupun prosesnya (memperoleh, mengolah dan
medistribusikan), serta tidak mempergunakan untuk hal-hal yang
haram.
2. Tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi (la tazlimun wa la tuzlamun).
3. Keadilan pendistribusian pendapatan.
4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha („an-taradin) tanpa
ada paksaan.
5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian), gharar (ketidakjelasan),
tadlis (penipuan).
5
D. Investasi yang Disyariatkan
Dalam investasi syariah dua prinsip bagi hasil yang dibolehkan,
yaitu:
1. Mudharabah yaitu perjanjian antara pemilik modal dan pengelola modal
untuk memperoleh keuntungan. Pihak pertama sebagai shahibul maal
(pemilik modal) dan pihak kedua sebagai pengelola modal masing-
masing mendapatkan keuntungan yang dibagi sesuai nisbah yang
disepakati awal akad.
2. Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan
modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan
atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati.
E. Investasi yang Dilarang atau Tidak Disyariatkan
Islam menganjurkan investasi tapi bukan untuk semua bidang usaha
yang diperbolehkan. Investasi dalam islam harus mengikuti aturan-aturan
dan batasanbatasan yang halal atau boleh dilakukan dan haram atau yang
tidak boleh dilakukan. Aturan dan batasan ini bagi Islam bertujuan untuk
mengendalikan manusia dari keserakahan. Secara khusus fatwa DSN-MUI
No. 80/DSN-MUI/III/2011 mengatur bagaimana memilih investasi yang
dibolehkan syariat dan melarang kegiatan yang bertentangan dengan prinsip
syariah dalam kegiatan investasi dan bisnis, yaitu :
1. Maisir, yaitu setiap kegiatan yang melibatkan perjudian dimana pihak
yang memenangkan perjudian akan mengambil taruhannya.
2. Gharar, yaitu ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas
atau kuantitas objek akad maupun penyerahannya.
3. Riba, yaitu tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang
ribawi (al-amwal al-ribawiyyah) dan tambahan yang diberikan atas
pokok utang dengan imbalan penangguhan imbalan secara mutlak.
4. Batil, yaitu jual beli yang tidak sesuai dengan rukun dan akadnya
(ketentuan asal/pokok dan sifatnya) atau tidak dibenarkan dalam syariat
Islam.
6
5. Bay’i ma’dum, yaitu melakukan jual beli atas barang yang belum
dimiliki
6. Ihtikar, yaitu membeli barang yang sangat dibutuhkan masyarakat
(barang pokok) pada saat harga murah dan menimbunnya dengan
tujuan untuk menjual kembali pada saat harganya lebih mahal.
7. Taghrir, yaitu upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan
maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk
melakukan transaksi.
8. Ghabn, yaitu ketidakseimbangan antara dua barang (objek) yang
dipertukarkan dalam suatu akad, baik dari segi kualitas dan kuantitas.
9. Talaqqi al-Rukbhan. yaitu merupakan bagian dari ghabn, jual beli dari
atas barang dengan harga jauh dibawah harga pasar karena pihak
penjual tidak mengetahui harga tersebut.
10. Tadlis, yaitu tindakan menyembunyikan kecacatan objek akad yang
dilakukan oleh penjual untuk mengelabuhi pembeli seolah-olah objek
akad tersebut tidak cacat.
11. Ghishsh, yaitu merupakan bagian dari tadlis, yaitu penjual menjelaskan
atau memaparkan keunggulan atau keistimewaan barang yang dijual
serta menyembunyikan kecacatan.
12. Tanajush/Najsh, yaitu tindakan menawar barang dengan harga yang
lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya. Untuk
menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya.
13. Dharar, yaitu tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian
bagi pihak lain.
14. Rishwah, yaitu suatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil
sesuatu yang bukan haknya, membenarkan yang batil dan menjadikan
yang batil sebagai sesuatu yang benar.
15. Maksiat dan zalim, yaitu perbuatan yang merugikan, mengambil, atau
menghalangi hak orang lain yang tidak dibenarkan secara syariah.
Sehingga dapat dianggap sebagai salah satu bentuk penganiayaan.
7
2.2. Perbedaan Investasi Syariah dan Non Syariah
Pada dasarnya, tujuan investasi adalah sama-sama untuk memperoleh
keuntungan. Namun masih banyak investor yang kurang berminat melakukan
investasi syariah dikarenakan kurangnya faktor edukasi dan sosialisasi
mengenai efek syariah (Peristiwo, 2016). Investasi syariah tentu tidak
melibatkan unsur riba. Berikut ini merupakan perbedaan antara investasi
syariah dan non-syariah atau yang sering disebut sebagai konvensional.
A. Segi Riba
Islam mengajarkan bahwa investasi itu harus menguntungkan semua
pihak dan melarang seseorang untuk mencari rezeki dengan unsur riba.
Riba adalah komponen yang menyebabkan naiknya harga barang dan jasa
akibat naiknya biaya produksi sehingga hal tersebut berpotensi
menimbulkan inflasi (Naufal, 2019). Investasi syariah didasarkan pada
prinsip-prinsip syariah, baik pada sector riil maupun sektor keuangannya.
Sistem pada investasi syariah ini tangguh dan tidak berbasis pada sistem
bunga. Menurut (Abdusshamad, 2014) Bunga memenuhi kriteria riba yang
diharamkan Allah, seperti yang dikemukakan oleh Ibn al-‘araby dalam
ahkam al Qur’an : “Riba secara etimologi adalah tambahan, yang
dimaksud riba didalam Al-Qur’an adalah setiap tambahan yang tidak ada
baginya tambahan tersebut imbalan atau gantian.” Lain hal dengan
investasi non-syariah atau sistem perbankan pada umumnya yang lebih
dirasakan mudharatnya daripada manfaatnya.
Pernyataan al-Qur'an tentang larangan riba terdapat pada surat al-
Baqarah ayat 275:
8
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba... (al-Baqarah:
275).
B. Segi Acuan Dana
Menurut (Masruroh, 2014) reksadana syariah merupakan produk
keuangan yang mengacu pada sistem keuangan syariah dengan
berpedoman pada kaidah-kaidah Islam. Misalnya tidak diinvestasikan pada
saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang produknya bertentangan
dengan syariah islam,seperti pabrik makanan atau minuman yang
mengandung alkohol, daging babi, rokok, perhotelan, dan jasa keuangan
konvensional seperti perbankan konvensional yang menggunakan bunga
sebagai imbal hasilnya, serta bisnis hiburan yang berbau maksiat.
C. Segi Perizinan
Menurut (Masruroh, 2014) dalam aplikasinya, reksadana syariah ini
harus melalui izin dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional dibawah
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dewan Syariah Nasional memiliki tugas
untuk mengawasi jalannya investasi agar tidak terjadi gharar (risiko yang
tidak wajar) dan masyir (tindakan spekulasi atau semacam judi). Berbeda
dengan reksadana konvesional dalam hal penyelenggaraannya di bawah
perizinan BAPEPAM yang bersifat lebih umum.
D. Segi Pembagian Hasil Investasi
Hasil investasi syariah berimbang akan diinvestasikan kembali ke
dalam portofolio syariah berimbang sehingga akan meningkatkan nilai
aktiva bersih per unit penyertaan. Selain itu, dalam hasil investasi syariah
terdapat pembagian hasil antara asuransi dengan perusahaan asuransi
sesuai dengan akad. Sedangkan menurut (Reynaldi,dkk 2017) hasil
investasi non syariah atau konvensional merupakan hak perusahaan
seutuhnya yang kelak dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada
pemegang saham atau dikembalikan lagi sebagai penyertaan modal.
E. Segi Reksa Dana
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun
1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham
9
pada bulan Juli 1997. Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana
Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional
pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan intrumen investasi
dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen
portofolio, screening (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
F. Segi Akad
Akad dalam fikih klasik didefinisikan sebagai pertalian antara ijab dan
qabul yang dibenarkan oleh syariat dan memiliki konsekuensi hukum
terhadap objeknya (al-Zuhaily 1085).
Akad syariah ini bisa meliputi akad musharakah,akad mudarabah, dan
akad ijarah. Sementara investasi konvensional terkesan simple, produk
investasi ini menekankan kesepakatan tanpa ada aturan halal atau haram.
Terdapat jenis akad dalam investasi syariah, diantaranya:
1. Akad mushārakah atau shirkah (perkongsian), yaitu perjanjian (akad)
kerjasama antara dua pihak atau lebih (syarīk) dengan cara menyertakan
modal baik dalam bentuk uang maupun bentuk aset lainnya untuk
melakukan suatu usaha (Mas’adi 2002);
2. Muḍārabah/qirāḍ, yaitu perjanjian (akad) kerjasama antara pihak
pemilik modal (ṣāḥib al-māl) dan pihak pengelola usaha (muḍārib)
dengan cara pemilik modal (ṣāḥib al-māl) menyerahkan modal dan
pengelola usaha (muḍārib) mengelola modal tersebut dalam suatu usaha
(Suhendi 2010);
3. Ijārah (sewa/jasa), yaitu perjanjian (akad) antara pihak pemberi sewa
atau pemberi jasa (mu’jir) dan pihak penyewa atau pengguna jasa
(musta’jir) untuk memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu objek
ijarah, yang dapat berupa manfaat barang dan/atau jasa dalam waktu
tertentu, dengan pembayaran sewa dan/atau upah (ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan objek Ijarah itu sendiri;
G. Segi Landasan Hukum & Pengawasan Di Pasar Modal
10
Landasan hukum pasar modal syariah pada dasarnya adalah Al-Quran
dan Hadist di pertegas dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) ,
dalam pelaksanaan kegiatannya pasar modal syariah diawasi oleh DSN.
Sedangkan landasan hukum pasar modal konvensional Undang-Undang
Pasar Modal yaitu Undang-Undang No.8 tahun 1995, dalam pelaksanaan
kegiatan pasar modal konvensional tidak diawasi oleh DSN.
H. Segi Emiten
Secara umum perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai
indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus
memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Emiten ialah badan usaha yang
menerbitkan saham untuk menambah modal atau menerbitkan obligasi
untuk mendapatkan pinjaman kepada investor di Bursa Efek.
11
mudarib (pihak yang menjalankan bisnis yaitu bank syariah) dalam
menentukan jenis dan tempat investasi. Keuntungan dan kerugian dibagi
menurut kesepakatan awal. Skim ini umum digunakan untuk deposito atau
tabungan berjangka. Nasabah tidak perlu menentukan kemana dananya
akan diinvestasikan oleh bank Syariah.
2. Mudarabah al-Muqayyadah
yaitu kerjasama antara dua pihak dimana shahibul mal menyediakan modal
dan memberikan kewenangan terbatas kepada mudarib dalam menentukan
jenis dan tempat investasi. Keuntungan dan kerugian dibagi menurut
kesepakatan awal. Skim ini biasanya digunakan untuk mewadahi
kebutuhan nasabah (umumnya adalah nasabah besar seperti perusahaan
dan pemerintah) untuk menggunakan bank syariah sebagai perpanjangan
tangannya untuk berinvestasi pada sektor bisnis tertentu. Perjanjian bagi
hasil dituangkan dalam proporsi misalnya 60% untuk nasabah, 40% untuk
bank. Ini yang dikenal dengan nama nisbah bagi hasil. Bank
Konvensional tidak mengaitkan nilai bunga dengan revenue atau profitnya.
Bunga adalah konsekuensi bagi bank umum memegang uang nasabah,
tidak peduli apakah uang itu diputar dalam usahanya atau tidak.
Sementara pada investasi dana dibank syariah, nasabah mempercayakan
bank syariah untuk mengelola dananya. Keuntungan diri usaha
pengelolaan dana tersebut dibagi sesuai nisbah yang dijanjikan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Investasi menurut ekonomi Islam haruslah dilakukan atas dasar norma dan
kaidah yang bersumber dari syariat Islam. Dalam aktivitas muamalah selama tidak
ditemukan unsur-unsur yang dilarang Syariah, maka kegiatan investasi boleh
dilakukan apapun jenisnya. Berikut ini merupakan perbedaan antara investasi
syariah dan non-syariah atau yang sering disebut sebagai konvensional:. Islam
mengajarkan bahwa investasi itu harus menguntungkan semua pihak dan
melarang seseorang untuk mencari rezeki dengan unsur riba.
Landasan hukum pasar modal syariah pada dasarnya adalah Al-Quran dan
Hadist di pertegas dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) , dalam
pelaksanaan kegiatannya pasar modal syariah diawasi oleh DSN. Sedangkan
landasan hukum pasar modal konvensional Undang-Undang Pasar Modal yaitu
Undang-Undang No.8 tahun 1995, dalam pelaksanaan kegiatan pasar modal
konvensional tidak diawasi oleh DSN. Secara umum perbedaan nilai indeks
saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria
saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah.
Dengan demikian, investasi dana di bank syariah menggunakan prinsip
mudarabah. Jenis investasi yang menggunakan skim mudarabah di bank syariah di
bagi menjadi dua. Keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan awal.
Skim ini umum digunakan untuk deposito atau tabungan berjangka. Nasabah
pemilik dana (shahibul maal) dan bank syariah sepakat dalam akad investasi
mudarabah untuk berbagi keuntungan (termasuk kerugian) hasil usaha kegiatan
pembiayaan oleh bank syariah yang melibatkan dana nasabah. Ini yang dikenal
dengan nama nisbah bagi hasil. Jika bank syariah mengalami kerugian, maka
apakah nasabah akan tetap menerima bagi hasil atau tidak sangat tergantung dari
sistem bagi hasil yang diterapkan bank syariah. Keuntungan diri usaha
pengelolaan dana tersebut dibagi sesuai nisbah yang dijanjikan.
13
3.2 Saran
1) Untuk Masyarakat
Investasi syariah di Indonesia dapat ditemukan dengan mudah dan
sudah tersedia dengan berbagai macam jenis dan fungsi masing-masing,
contohnya deposito syariah, reksadana, dan lainnya. Investasi syariah ini
dapat menjadi alternatif seseorang untuk menjaga hartanya, akan tetapi
tak banyak masyarakat tahu akan investasi syariah. Oleh karena itu, para
ahli agama perlu lebih banyak menyosialisasikan pentingnya investasi
syariah untuk menghindari investasi yang haram dan diharapkan adanya
kesadaran masyarakat muslim untuk mencari lebih banyak informasi
tentang investasi syariah agar dapat berinvestasi sesuai syariat dan
hukum Islam agar tak hanya keuntungan saja yang didapat, namun juga
keberkahan dari harta yang diinvestasikan.
2) Untuk Pihak Perbankan Syariah
Pemilihan dan pelaksanaan transaksi investasi harus dilaksanakan
secara hati-hati sehingga pada akhirnya tidak ada pihak yang dirugikan,
serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang masih diragukan
hukumnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ascaryo. (2006). Akad dan Produk Bank Syariah : Konsep dan Praktek di
Beberapa Negara. Jakarta: Bank Indonesia.
Hayati, M. (2016). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. Investasi Menurut Perspektif
Ekonomi Islam, 66-78.
Umam, K. (2013). Pasar Modal Syariah dan Praktik Pasar Modal Syariah.
Palangkaraya: Pustaka Setia.
Antono, M.S. (2001). Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani
Press.
15