Anda di halaman 1dari 9

ETIKA BISNIS DAN PROFESI MENURUT KEPERCAYAAN

AGAMA KRISTEN

OLEH :

CLARITHA YULYANI MEOK

STAMBUK :

C301 17 271

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2019

1
ETIKA BISNIS DAN PROFESI MENURUT KEPERCAYAAN

AGAMA KRISTEN

Dunia kerja memang menyimpan banyak sisi, secara positif orang


memang menaruh harapan dari dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan
hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat
membawa tekanan bagi pekerja sendiri..

Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz
Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan
pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatan
ekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya,
perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati
setiap pribadi.

Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam
etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan
kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak
stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdaya
saingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan
bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai
adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-
kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis
berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan
sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai
salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.

2
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan
etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:

1. Etika Terhadap Saingan. Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis


terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang
bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusakdan dijual kembali ke pasar,
sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.

2. Etika Hubungan dengan Karyawan. Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan


batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus
ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik
pangkat, dan memperoleh penghargaan.

3. Etika dalam hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin, agar selalu
terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan publik ini menyangkut
pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur
ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah
usaha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan
menghemat sumber daya alam.

Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama


dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi
oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap
agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu
dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah
jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi
kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan
dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan
memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja
sama yang erat saling menguntungkan.

3
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan
budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan
orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada
agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini
sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu
peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh
dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan
dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Etika bisnis hanya akan efektif sekiranya disertai dengan keimanan yang
bersumber dari agama. Tanpa agama etika hanya akan menjadi sebuah gagasan
yang tak dapat diamalkan. Dalam nilai-nilai agama, manusia berbuat baik karena
adanya motivasi transendental. Setiap perbuatan akan bernilai pada sisi kehidupan
dan terhubung pada Tuhan. Perbuatan baik dan buruk akan mendapat balasan pada
hari akhir kelak.

Penerapan etika agama dalam sebuah perusahaan dengan keragaman


agama pada karyawan dan stakeholders-nya bukanlah sesuatu yang sulit. Terdapat
nilai-nilai universal yang terdapat dalam semua agama. Contohnya nilai-nilai
kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan sebagainya. Semua agama seharusnya
melahirkan etika yang positif yang dapat diterapkan dalam sebuah perusahaan.

Nilai agama dapat mengatasi pelanggaran etika apabila nilai agama


tersebut dapat diintegrasikan ke dalam hukum nasional. Pendekatan agama bisa
juga digunakan untuk menyelesaikan perselisihan atau pelanggaran etika yang
belum sampai ke dalam tahap pelanggaran hukum. Selain nilai agama, lingkungan
sosial budaya harus berperan dalam mengatasi pelanggaran etika bisnis. Misalnya
melalui penyelesaian secara adat seperti musyawarah, minta maaf, ganti rugi dan
sebagainya untuk kasus-kasus etika yang bukan merupakan pelanggaran hukum
(perdata maupun pidana). Tentu saja penyelesaian pelanggaran etis melalui cara-
cara seperti harus tetap memperhatikan asas profesionalitas.

4
MENURUT PANDANGAN AGAMA KRISTEN

Kita tahu bisnis adalah suatu usaha atau serangkaian usaha yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang maupun suatu organisasi dengan menawarkan
barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan (laba). Dengan demikian, bisnis
apa pun, termasuk bisnis yang dijalankan oleh seorang Kristen haruslah mampu
mendatangkan laba (keuntungan) agar usahanya dapat langgeng. Tidak ada
larangan bagi orang Kristen untuk mendapatkan keuntungan dalam berbisnis.
Namun, ada peringatan yang tegas dari Alkitab terhadap keuntungan gelap yang di
dapat dari ketidakjujuran dan pengambilan hak orang lain.

Perhatikanlah dua ayat Alkitab berikut: “Siapa laba akan keuntungan


gelap, mengacaukan rumah tangganya, tetapi siapa membenci suap akan hidup”
(Amsal 15:27), dan “Celakalah dia yang membangun istananya berdasarkan
ketidakadilan dan anjungnya berdasarkan kelaliman, yang mempekerjakan
sesamanya dengan cuma-cuma dan tidak memberikan upahnya kepadanya”
(Yeremia 22:13). Tony Evans, seorang pendeta dan teolog menuliskan, “Allah
memberdayakan orang-orangNya untuk penggunaan yang benar dari sumber-
sumber daya di bumi untuk secara menguntungkan (dan secara bermoral)
melakukan bisnis sebagai para pengelolaNya”.

Dalam konteks iman Kristen ukuran apa yang baik adalah segala sesuatu
yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu sendiri telah dinyatakan
dalam Alkitab (2 Timotius 3;16). Jadi, titik tolak berpikir etika Kristen adalah
iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita (1
Yohanes 4:19). Dalam etika Kristen kehendak Tuhan dikedepankan sehingga sifat
etika Kristen adalah teologis dan imani. Kehidupan etis merupakan cara hidup
dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam etika Kristen, kewibawaan Tuhan Yesus
Kristus diakui. Karena itu berikut ini beberapa perilaku etis dalam berbisnis secara
Kristen.

5
Pertama, menjalankan bisnis yang mencerminkan Kristus. Dunia bisnis
tidaklah selalu jujur. Karenanya tiap orang Kristen wajib hidup dalam kejujuran.
Tuhan sendiri berkata bahwa Ia bergaul erat dengan orang jujur (Amsal 3:32).
Setiap pelaku bisnis pasti mencari untung dan semua orang mengetahui hal itu.
Tidak mungkin ada sebuah bisnis berjalan bila tidak ada keuntungan. Tetapi
hendaklah keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam praktik bisnis, sebab bila
demikian seseorang akan berupaya menghalalkan segala cara untuk mencapai
untung. Padahal setiap perilaku orang percaya ada di bawah terang Kristus.

Kedua, menjalankan bisnis yang bertanggung jawab. Pengusaha Kristen


harus melakukan kegiatan bisnisnya dengan penuh tanggung jawab. Bertanggung
jawab di dalam memproduksi, bertanggung jawab di dalam penjualan,
bertanggung jawab di dalam mempromosikan dan bertanggung jawab di dalam
pembayaran kewajiban dan hutang/pinjaman mereka. Tidak boleh ada pengusaha
Kristen yang bisa membeli barang tetapi tidak bisa membayarnya, atau kabur
begitu saja tanpa pemberitahuan atau tanggung jawab. Hal yang demikian sangat
tidak terpuji dan tidak menjadi kesaksian yang baik di mana mereka harus
menjadi garam dan terang (Mazmur 37:1). Selain itu, pelaku bisnis mampu
bekerjasama dengan orang lain dan bisa menerima masukan dari beberapa
rekannya (termasuk pasangannya); menyediakan produk yang bermutu dengan
harga yang sesuai; menghormati orang yang memberi hutang kepada Anda
(Amsal 3:27-28); memperlakukan bawahan dan karyawan dengan adil terutama
dalam hal upahnya; dan menjadikan pelanggan atau orang yang menikmati produk
atau jasa Anda sebagai yang utama. Jangan menipu mereka.

Ketiga, menerapkan nilai kejujuran. Di dalam melakukan usaha atau


bisnis, pengusaha Kristen tidak boleh mengikuti cara-cara dunia yang penuh
kecurangan dan penipuan, baik di dalam ukuran barang, berat barang, kualitas,
harga, maupun di dalam mempromosikannya. Orang-orang dunia hanya mengejar
keuntungan saja, namun pengusaha Kristen juga harus mengusahakan kesaksian
yang baik. Seorang pengusaha Kristen tidak boleh menunda menepati janji untuk
membayar apa yang sudah dibelinya dengan cara mengatakan kebohongan-

6
kebohongan seperti “boss tidak ada di tempat”, “belum ada pemasukan”,
“pembeli-pembeli masih banyak yang belum membayar” dan lain-lain
kebohongan seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang dunia. Seorang
pengusaha Kristen tidak boleh lalai dalam membayar hutang-hutangnya sesuai
kesepakatan yang telah dibuat. Seorang pengusaha Kristen harus dapat dipegang
janjinya dengan berpedoman pada prinsip Alkitab yaitu : “ya katakan ya, tidak
katakan tidak”. Pengusaha Kristen Harus jujur dan bertanggung jawab (Amsal
11:1; 20:23; Mikha 6:11).

Keempat, memberikan pelayanan yang baik. Dikalangan usaha atau bisnis


dikenal ungkapan “pelanggan adalah raja”, yaitu suatu upaya memperlakukan
para pelanggan mereka dengan baik, ramah dan memperhatikan apa yang menjadi
kepentingan pelanggan. Prinsip ini dilandasi oleh semangat kerendahan hati untuk
menganggap orang lain lebih utama. Ungkapan lainnya seperti “jemput bola”
adalah suatu inisiatif yang dilakukan untuk bergerak memberikan pelayanan yang
baik terlebih dahulu dan bukan menunggu sampai dikejar-kejar oleh orang lain.
Ini adalah suatu prinsip dasar di dalam melayani yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Orang Kristen harus dapat memberikan pelayanan yang baik tanpa harus diminta.
Pengusaha Kristen seharusnya dapat melakukan yang lebih baik lagi dalam hal
pelayanan yang berhubungan dengan bisnis atau usaha, melebihi standar yang ada
pada umumnya dengan demikian menunjukkan kelebihan nilai-nilai iman Kristen.
Jika kita melakukan hal yang baik dan menyenangkan maka relasi kita akan
senang berhubungan atau berbisnis dengan kita (Galatia 6:7; Filipi 2:3-4).

Kelima, melakukan kewajiban terhadap karyawan dengan benar. Seorang


pengusaha Kristen juga harus menjadi teladan bagi karyawannya dan bukan hanya
bagi relasi bisnisnya. Dengan menjadi teladan yang baik bagi karyawannya
pengusaha Kristen telah menjadi saksi Kristus di lingkungan perusahaan yang
dipimpinnya atau usaha yang dikelolanya. Hal utama bagi seorang pengusaha
Kristen terhadap karyawannya adalah melakukan kewajibannya dengan baik,
terutama di dalam pembayaran upah karyawannya. Pembayaran gaji karyawan
yang dilaksanakan tepat waktu telah merupakan bukti dari tanggung jawab

7
seorang pimpinan yang baik. Karena untuk mendapatkan gajilah maka para
karyawan bekerja dengan baik, sehingga gaji yang adalah hak karyawan harus
dibayar tepat waktu, utuh tanpa pemotongan yang tidak jelas (Roma 4:4; 1
Timotius 5:18; Yakobus 5:4; Bandingkan Yeremia 22:13).

Keenam, menaati peraturan dan melakukan kewajiban-kewajiban. Di


dalam melakukan bisnisnya, pengusaha Kristen harus mematuhi peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik melalui departemen terkait
ataupun melalui pemerintah daerah setempat. Pemerintah yang baik adalah
perpanjangan tangan Tuhan di dalam mengatur suatu negara agar semua
komponen negara dapat berjalan dengan tertib dan tidak merugikan pihak-pihak
lain. Orang Kristen, termasuk juga pengusaha Kristen harus tunduk kepada
pemerintah (Roma 13:1-4; Titus 3:1). Pengusaha Kristen juga harus memenuhi
apa yang menjadi kewajibannya terhadap pemerintah, mulai dari pembayaran
listrik, air, telepon hingga pembayaran pajak-pajak dan rekening lainnya (Matius
22:21; Roma 13:6-7).

Ketujuh, melakukan bidang usaha yang baik dan membangun. Pengusaha


Kristen dituntut untuk menjadi pengusaha yang membangun, artinya melakukan
usaha atau bisnis yang tidak merusak dan merugikan orang lain dan lingkungan
alam serta sosial dilingkungan kita. Misalnya seorang pengusaha Kristen tidak
boleh menjadi pengusaha permainan judi, buka usaha pelacuran yang berkedok
karaoke, atau dalam contoh yang banyak kita temui adalah membungakan uang
dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Seorang pengusaha Kristen harus
menyadari bahwa ia adalah seorang saksi Kristus yang membawa damai sejahtera
bagi dunia ini dan bukan untuk menghancurkannya. Pengusaha Kristen tidak
boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum kasih Allah dan
Firman Allah (Efesus 2:10).

DAFTAR PUSTAKA

8
 Evanalurita. 2010. Penerapan Etika Profesi di Dunia Pekerjaan di
https://evanalurita.wordpress.com/2010/03/02/penerapan-etika-profesi-di-
dunia-pekerjaan/ (di akses 13 Mei).
 Kania Dinar. 2017. Agama Sebagai Dasar Etika Perusahaan di
http://www.dakta.com/news/9063/agama-sebagai-dasar-etika-perusahaan
(di akses 13 Mei)
 Gunawan Samuel. 2016. Landasan Teologis Dan Perilaku Etis
Bisnis Kristen di
http://artikel.sabda.org/landasan_teologis_dan_perilaku_etis_bisnis
( di akses 13 Mei).

Anda mungkin juga menyukai