Anda di halaman 1dari 28

“Landasan Etika dalam Bisnis”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Etika Bisnis Islam”

Dosen Pengampu

Syafruddin Arif M.M., M.SI

Disusun oleh Kelas ES 4-D


Kelompok 2 :

1. Muhammad Ali Masyruf (17402163136)


2. Dhiah Agustina Mayangsari
(17402163175)
3. Sarah Fauziah (17402153157)
4. Desti Wiratala (17402163177)
5. Safaat Tahajudin (17402163562)
6. Ade Candra Permana (17402163058)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2018KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik, dan hidayah, serta karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga
dilimpahkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi sekalian
alam, beserta keluarga dan para sahabatnya serta para pengikut setia sampai hari
kemudian.

Makalah ini kami buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami
mengenai “Landasan Etika dalam Bisnis”. Tak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak dosen, Bapak Syafruddin Arif M.M., M.SI. selaku dosen
mata kuliah “Etika Bisnis Islam” yang telah memberikan tugas makalah ini,
sehingga kami dapat mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai materi
kami. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisan. Namun demikian, kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Demikian makalah ini kami buat dengan sesungguh-sungguhnya. Kami


juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman demi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, 05 Maret 2018

Penulis

Etiks Bisnis | 2
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................ii

Daftar Isi..........................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Tujuan Pembahasan............................................................................1
C. Rumusan Masalah...............................................................................2

BAB II Pembahasan

A. Landasan Dasar..................................................................................3
B. Landasan dogmatif.............................................................................7
C. Landasan Normatif Etika Bisnis dalam Islam....................................19
BAB III Penutup

A. Kesimpulan.........................................................................................23

B. Saran...................................................................................................23

Etiks Bisnis | 3
Daftar Pustaka 24BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filosofis dasar untuk seorang pebisnis bahwa setiap gerak langkah


aktivitas manusia merupakan konsepsi penting hubungan manusia dengan
sesama makhluknya maupun dengan Tuhannya. Begitu pula dengan
kegiatan berbisnis atau muamalah yang menjadi paradigma agama
universal, dengan kata lain kegiatan berbisnis tidak hanya semata-mata
mengejar materi saja tetapi spiritual juga (semata-mata untuk beribadah
kepada Allah). Dengan landasan inilah seorang pebisnis muslim terutama
akan merasa datang kehadiran sosok ketiga dalam kehidupannya, yaitu
Tuhan (Allah) dalam aspek kehidupannya.

Hal ini karena bisnis Islam tidak semata-mata mencari kesenangan


dunia tetapi kesenangan ukhrawi terpenuhi pula. Etika dan bisnis dalam
ekonomi Islam tidak semata-mata dipandang sebagai dua hal yang bertolak
belakang, jika kita bedah kembali dengan sudut pandang Islam bisnis
merupakan simbol urusan dunia, dimana kegiatannya lebih terfokus pada
pencapaian materi sedangkan etika merupakan Investasi akhirat
maksudnya adalah jika berbisnis dengan memakai etika dan semata-mata
niat karena Allah SWT maka, diantara keduanya merupakan dua hal yang
saling berkesinambungan dan tak terpisahkan, sejalan dengan kaidah dan
moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat dengan etika bisnis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Sumber atau Landasan Dasar Etika Bisnis Islam?

2. Apa landasan Dogmatis Etika bisnis Islam?

3. Apa Landasan Normatif Etika Bisnis Islam?

C. Tujuan Pembahasan

Etiks Bisnis | 1
1. Apa Sumber atau Landasan Dasar Etika Bisnis Islam?

2. Apa landasan Dogmatis Etika bisnis Islam?

3. Apa Landasan Normatif Etika Bisnis Islam?

Etiks Bisnis | 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Dasar

Landasan dasar dalam beretika bisnis Islam terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadist dan Ijtihad. Keutamaan dan etika bisnis dalam Islam terdapat dalam Al-
Qur’an, Hadist, dan Ijtihad, berikut penjelasannya:

1. Al-Quran

Secara global, moral merupakan perilaku yang dapat diterima oleh


masyarakat baik itu benar atau tidaknya, dan dalam masyarakat standar
suatu moral itu dapat diasumsikan berbeda-beda. Allah juga telah
menjelaskan dalam surat Al-Jumu’ah (62): 9 bahwa berdagang esensinya
bukan hanya untuk selalu menghabiskan waktu kesehariannya dengan
perdagangan yang dia lakukan akan tetapi ketika datang waktu sholat
maka, hendaklah sang pebisnis tersebut berhenti dari pekerjaanya dan
melaksanakan sholat. Hal ini merupakan wadah dimana manusia
berkomunikasi dengan Tuhannya dan beribadah kepadaNya. Dalam firman
Allah SWT telah dijelaskan dalam surah At-Taubah ayat 111 yang
berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin


diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berpegang kepada jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu
telahmenjadi janji yang benar dari Allah di dalam taurat, injil, dan al
quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang kamu lakukan itu. Dan itulah
kemenangan yang besar.”

Penjelasan ayat diatas bahwa mereka ingin melakukan aktivitas


kehidupannya kecuali apabila memperoleh keuntungan semata, ditantang oleh Al-
Qur’an dengan menawarkan bursa yang tidak mengenal kerugian dan penipuan.

Etiks Bisnis | 3
Dan ada beberapa hal yang menjadi pedoman bagi semua kegiatan umat manusia
yaitu : iman, islam dan taqwa. Ketiga pedoman ini guna menjadi tempat berkaca
dan mengevaluasi kembali etika kita sudah sesuai atau belum dengan
pedomannya.1

2. Hadits

Sedangkan menurut hadis, etika bisnis islami ada 3 yaitu:

a. Jujur
Dalam sebuah transaksi ekonomi, sangat diperlukan keterbukaan
dalam semua hal yang bersangkutan. Tak heran jika diantara kedua
belah pihak terjadi kecurangan dikarenakan tidak adanya
keterbukaan tentang hal yang bersangkutan. Konsep transaksi
dalam Islam sangat menguntungkan kedua belah pihak. Begitu
juga dengan etika, etika dalam berbisnis diantaranya adalah jujur.

Etika tersebut mungkin sering diremehkan banyak pelaku


bisnis, padahal jika kita melakukan kejujuran atas apa yang kita
lakukan maka semua operasional transaksi akan berjalan dengan
lancar. Hasilnya adalah tidak ada kecurangan, antara kedua belah
pihak menciptakan suasana transaksi yang baik. Tidak hanya dalam
al quran saja telah diterangkan banyak masalah jujur, dan berkata
baik. Tetapi, dalam hadist Nabi Muhammad SAW juga dijelaskan :

Artinya: “Dari Abu Bakar As-Shidiq RA ia berkata: Rasulullah


SAW bersabda: wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu
bersama kebaikan, dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah dirimu
dari dusta, karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya
di neraka.” (HR Ibnu Hibban di dalam shohihnya)

Hadits yang lain adalah “Orang yang melakukan jual beli


masing-masing memiliki hak khiyar (membatalkan atau

1http://sycoumm.blogspot.co.id/2016/02/ayat-dan-hadits-ekonomi-etika-adab.html diakses pada


tanggal 3 Maret 2018 pada pukul 16.50

Etiks Bisnis | 4
mlanjutkan transaksi) selama keduanya belum terpisah. Jika
keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan
keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak
terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang.
(Muttafaqun ‘Alaihi)”

b. Amanah
Dalam melaksanakan sebuah transaksi jual beli, maka seorang
pelaku bisnis membawa amanah yang akan dipertanggung
jawabkan. Karena semua hal dunia yang dilakukan pasti ada
pertanggungjawabannya. Amanah dalam jual beli diartikan bahwa
seorang penjual dapat dipercaya, berikut penjelasan haditsnya:

Artinya:“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang
pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan
(dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan
orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”

Dari penjabaran ayat di atas dijelaskan bahwasanya seorang


pedagang yang dia jujur lagi dapat dipercaya maka kelak akan
berada disisi Nabi. Sifat murah hati dalam transaksi jual beli sangat
dibutuhkan, selain untuk memberikan pelayanan yang baik dan
nyaman bagi pelanggan, sifat murah hati dapat memberikan
keuntungan juga pada penjual. Karena dengan sifat murah hatinya
dapat menarik pelanggan lebih banyak, sehingga tidak hanya
materi yang di dapat tetapi dia juga telah melakukan perbuatan
baik. Berikut haditsnya: “Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan
ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak
bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak
mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual
tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak
menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak

Etiks Bisnis | 5
memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi)2

c. Tidak Melupakan Akhirat

Hidup di dunia bagi manusia adalah sebuah anugerah yang


sangat dalam yang pantas disyukuri kepada Tuhannya. Interaksi
sosial antara sesama manusia menjadikan adanya sebuah
muamalah baik dalam ekonomi maupun yang lainnya. Adanya
kesibukan ekonomi itulah yang sering menjadikan manusia lupa
akan akhiratnya. Dalam islam dijelaskan bahwa keseimbangan
antara dunia dan akhirat sangat diperlukan. Selain untuk bekal
nanti kita juga akan dirahmati oleh Allah. Sehingga dalam bisnis
dunia manusia dilarang melupakan akhiratnya. Dalam hadits
disebutkan:

Artinya:“Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah


bersabda, Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang
meninggalkan urusan dunianya karena (mengejar) urusan
akhiratnya, dan bukan pula (orang yang terbaik) oarang yang
menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya,
sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah
(perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu
menjadi beban orang lain."

3. Ijtihad

Al-Qur‟an dan hadis, namun keduanya memiliki “keterbatasan”,


maksudnya segala permasalahan baru yang muncul dalam kehidupan umat yang
dipicu oleh perkembangan IPTEK, tidak dapat langsung dicarikan jawabannya
dari kedua sumber tersebut, walaupun mungkin pesan dasarnya tercantum dalam
Al-Qur‟an dan hadis.

2 Ibid

Etiks Bisnis | 6
Pesan-pesan inilah yang akan digali dengan metode tertentu sehingga
menghasilkan hukum. Upaya menggali pesan-pesan tersebut dinamai dengan
Ijtihad.

B. Landasan Dogmatis

1. Akidah

Term Akidah berasal dari bahasa Arab: aqidah jamaknya aqa’id yang
berarti ikatan. Orang yang berakad artinya orang yang melakukan ikatan. Dari
sini berkembanglah istilah akad jual beli, dan sebagainya. Kepercayaan atau
iman disebut akidah karena orang yang beriman telah mengikatkan dirinya
dengan Tuhan yang diimaninya, dia tidak mau lepas dari ikatan itu. Seorang
mukmin, misalnya keterikatannya kepada Allah sngat kuat sehingga
kemanapun, dan dimanapun dia berada perasaannyapun selalu bersama Allah.

Disamping itu Al-Qur’an juga menggunakan term “yaqin” juga


dalamberbagai konjungsinya, namun dalam jumlah yang teramat kecil bila
dibandingkan dengan pemakaian term “iman” yakni sebanyak 28 kali.
Berdasarkan kenyataan itu tidak heran bila Muhammad Syalthut menyatakan
bahwa Al-Qur’an memakai kosakata “iman”sebagai ganti dari kosakata
“aqidah”. Nama lain dari Akidah adalah Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid.
Namun ilmu Akidah dan Tauhid lebih populer dikalangan bangsa kita
daripada isltilah Ilmu Kalam.

Dalam Islam ada enam Unsur pokok yang membentuk akidah Umat,
yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, dan kitab Suci, Rasul,
kebangkitan di Akhirat, dan takdir: baik dan buruk dari Allah. Di dalam
tulisan ini tidak akan dibahas satu-persatu, karena dari aspek kognitif
pengetahuan umat tentang Imu tauhid atau Akidah itu relative mamadai
sehingga tidak terlalu urgen untuk dibahas secara rinci. Namun dari
psikomotorik jauh ketinggalan dalam berbagai lini kehidupan dan hampir
pada semua lapisan masyarakat mulai lapisan teratas sampai terbawah tampak

Etiks Bisnis | 7
tauhid itu tidak menjawab dengan baik dalam perilaku, padahal mereka
mengaku Muslim. Inilah sesungguhnya the biggest problem dalam tatanan
kehidupan baik secara pribadi, keluarga, maupun berbangsa dan bernegara.
Titik kulminasi persatuan dan kesatuan Islam menurut para ahli tercapai pada
akhir pemerintah Khulafaur Rasyidin, tepatnya setelah terjadi perang saudara
yang amat dahsyat antara pengikut Ali Bin Abi Thalib dan pengikut
Muawiyyah bi Abi Sufyan, yang terkenal dengan perang Siffin. Sejak perang
Siffin tersebut sampai sekarang umat Islam pecah belah dan terkoyak-koyak
yang dampaknya sampai sekarang terlihat dimana-mana umat Islam tidak
pernah Bersatu, termasuk di Indonesia.

Mengingat kondisi yang demikian, pembahasan akidah disini tidak


akan mengkaji tentang rukunnya, melainkanakan difokuskan dalam
korelasikehidupan sehari-hari, terutama berkenaan dengan sosial ekonomi
dan bisnis. Pilar utama dan yang paling utama adalah iman kepada Allah, dan
adanya hari kebangkitan di akirat kelak. Apabila kedua iman ini sudah
tertanam dalam diri seseorang, maka unsur-unsur yang lain seperti
mempercayai adanya malaikat, kitab suci, rasul, dan takdir, semua itu mudah
diterima oeh mereka, sebab dengan dipercayainya Allah secara penuh, maka
empat unsur yang lain itu akan mengikutinya secara otomatis. Itu artinya
unsur-unsur tersebut menjadi bukti yang amat valid bahwa Allah itu benar
ada.

Di atas telah dijelaskan bahwa istilah laindari akidah ialah “iman”,


bahkan Al-Qur’an jauh lebih banyakmenggunakan kosakata iman tersebut
daripada kata akidah.

Apabila keimanan tersebut ditinjau dari segi bisnis maka bisnis yang
disasrkan pada keimanan kepada Allah dapat dipastikan tidak akan keluar diri
garis kebenaran yang telah diatur didalam kitab sui dan Sunnah Rasul-Nya.
Itu konsekuensi logis. Bila dia keluardari garis tersebut pasti aka nada
something wrong disana. Jika terjadi defisiasi serupa itu perlu segera dicari
penyebabnya agar tidak keluar jauh dari alur yang benar. Seorang manajer

Etiks Bisnis | 8
yang mukmin maka akan selalu peka terhadap penyimpangan yang terjadi
sekecil apapun intensitasnya. Tolok ukur untuk menetapkan sesuatu itu
menyimpang atau tidak ialah melalui Al-Qur’an, jika tidak ada didalamnya
maka lihat didalam Hadits, jika masih tidak dijumpai maka dicari dalam hasil
Ijtihad, jika masih belum ditemukan, maka digunakan pemikiran rasional
yang objektif dan argumentatif. Terjadinya penyalahgunaan wewenang,
konspirasi, korupsi, kolusi, eksploitasi, monopoli, dan sebagainya berawal
dari diabaikannya dimensi ketuhanan atau akidah itu.

Berdasarkan fakta-fakta itu dapat disimpulkan bahwa memiliki akidah


yang kuat dan yang benar merupakan persyaratan utama jika menginginkan
keselamatan dan kesuksesan dalam hidup dan kehidupan, dalam hal ini tidak
terkecuali aspek bisnis, baik pemimpin, maupun staf, semuanya harus sama-
sama mempunyai akidah tersebut.

Sekarang timbul pertanyaan apa indikasi bahwa seseorang sudah


memiliki akidah yang benar dan kuat. Seseorang yang telah memiliki akidah
yang benar dan kuat akan mempunyai sikap dan perilaku sebagaimana
ditegaskan Allah SWT dalam ayat 2-4 dari al-Anfal. “sesungguhnya orang
yang benar-benar beriman itu ialah; 1) bila disebut nama Allah hatinya
langsung berdenyut; 2) bila dibacakan firman-Nya rasa percayanya kepada
Allah semakin kokoh; 3) pasrah penuh kepada Tuhan-Nya; 4) mendirikan
sholat; 5)gemar berinfak. Itulah profil mkmin sejati”. Mari kita rinci satu-
persatu kelima ciri tersebut.

2. Akhlak

Pada figur pohon religius, akhlak menduduki fungsi sebagai batang


pada sepohon kayu. Itu artinya untuk menghasilkan sebiji buah sekecil
apapun posturnya harus melalui batang, dalam hal ini simbol bagi akhlak.
Dengan demikian akhlak mempunyai kedudukan yang amat strategis dan
menentukan dalam proses menghasilkan buah, yang merupakan simbol bagi
ibadah. Dengan gambaran itu jelas bagi kita bahwa akhlak berfungsi sebagai

Etiks Bisnis | 9
media yang akan mengantarkan seseorang kepada tujuan selanjutnya yaitu
ibadah atau dalam bahasa ekonomi “bisnis”.

Jika demikian, maka seorang pebisnis harus memiliki integritas akhlak


yang baik dan mantap, agar dia mempunyai visi dan misi yang dapat
mengantarkannya kepada kesejahteraan dan kebahagiaan dalam arti yang
sesungguhnya.

Dari kosa kata “akhlak” berkonotasi adanya hubungan antara Khaliq


sebagai pencipta dengan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Jika
demikian maka bisnis yang dilakukan oleh makhluk-Nya itu tidak bakal lepas
dari kendali-Nya. Tapi bila mana lepas dari kendali sang Khaliq, maka bisnis
itu akan melenceng ke luar garis kebenaran. Dari sinilah bermula praktek-
praktek bisnis yang tidak sehat antar sesama pebisnis, monopoli, eksploitasi,
saling menjatuhkan, dan sebagainya.

Apabila etika Islam diterapkan secara baik dan konsisten dalam


berbisnis, maka semua pihak menjadi untung, baik pebisnis sendiri,
konsumen, maupun lingkungan dan pihak lain yang terlibat dalam proses
bisnis tersebut. Hal itu dimungkinkan karena ciri seseorang yang mempunyai
etika Islam (akhlak) itu ialah tidak melakukan sesuatu yang akan merugikan
siapa pun, dirinya ataupun orang lain.

Akhlak sangat terkait dengan akidah dan ibadah. Artinya akidah tidak
akan menghasilkan apa-apa tanpa akhlak dan ibadah, sebaliknya akhlak dan
ibadah tidak mungkin terwujud tanpa adanya akidah yang kuat. Jadi akidah
ialah ibarat akar yang memberikan nutrisi bagi pertumbuhan akhlak yang
dilambangkan dengan batang yang kokoh dan ibadah dilambangkan dengan
daun yang rindang serta buah yang bergizi.

3. Ibadah Perspektif Bisnis

Kosa kata “ibadah” berasal dari bahasa Arab, kata ini diartikan dalam
bahasa Indonesia: perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang

Etiks Bisnis | 10
didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam praktiknya ibadah terbagi dua kategori: yaitu ibadah murni (khusus)
dan ibadah umum.

a. Ibadah Khusus

Yang dimaksud ibadah khusus (mahdhah) ialah ibadah


yang sudah diatur secara khusus sehingga tidak boleh diubah atau
dimodifikasi, ditambah atau dikurangi, demikian pula
pelaksanaannya dan teknisnya sudah baku. Jadi umat tinggal
melaksanakannya sesuai aturan yang sudah ditetapkan. Misalnya,
shalat wajib 5 waktu, zakat, puasa, haji dan sebagainya.

b. Ibadah Umum

Sebagai aktualisasi dari akidah yang tertanam kokoh di


dalam diri seseorang melalui akhlak yang luhur, dia akan
mengejawantah dalam tiga dimensi kesalehan yaitu kesalehan
intelektual, kesalehan struktural, dan kesalahan sosial.

a) Kesalehan Intelektual

Terwujudnya kesalehan intelektual ini merupakan buah


dari interaksi antara akidah yang tertanam kokoh di dalam diri
seseorang dengan akhlak atau etika Islami yang luhur.
Manakala seorang ilmuwan tidak menghasilkan karya ilmiah
yang dapat membuat dirinya dan atau masyarakat pemakai
menjadi saleh maka hal itu dapat dijadikan indikasi bahwa
pengembangan ilmu yang dilakukannya tidak didasarkan pada
akidah yang benar dan etika yang luhur.

Apabila kesalehan intelektualini dikaitkan dengan


bisnis, maka kita melihat betapa banyak produk-produk
terlarang yang dihasilkan para ilmuwan tersebar luas di tengah
masyarakat seperti buku-buku, majalah, tabloid porno, bahkan
sekarang majalah Play Boy yang nyata-nyata bercirikan

Etiks Bisnis | 11
pornografi. Jelas sulit sekali untuk menyatakan bahwa masalah
semacam itu akan menghasilkan kesalehan intelektual. Selain
itu ada lagi produk-produk intelektual yang menghasilkan
obat-obatan terlarang seperti narkoba, psikotropika, dan zat
additif lainnya yang diperjualbelikan di pasar, baik secara
terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi. Demikian pula
pesatnya penyebaran gambar-gambar (foto-foto) porno, VCD
porno, dan situs-situs internet yang berisi pornografi, belum
lagi yang disiarkankan lewat media elektronik seperti HP, TV,
dan sebagainya.

Begitulah kesalehan intelektual ini perlu diwujudkan


dalam bidang bisnis jika kita ingin menciptakan bisnis Islami,
namun sekali lagi semua itu amat bergantung pada kuat atau
lemahnya akidah seseorang. Mereka yang benar dan kuat
akidahnya, maka sulit sekali untuk dipengaruhi atau diubah
sikapnya, tapi mereka yang lemah imannya. Mudah sekali
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang menghadangnya.

b) Kesalehan Struktural

Buah kedua yang dihasilkan oleh akidah dan akhlak


yang luhur itu ialah kesalehan struktural. Jabatan-jabatan
struktural akan menjadi baik dan saleh bilamana pejabatnya
seorang yang saleh. Kesalehan seorang pejabat akan terbentuk
jika dia mempunyai akhlak atau etika islami yang baik dan
luhur. Kebaikan dan keluhuran akhlak akan muncul ke
permukaan kalau dia mempunyai akidah yang benar dan kuat.
Jadi kesalehan struktural itu lahir sebagaimana dua kesalehan
lainnya melalui proses yang cukup panjang, tidak tiba-tiba dan
tidak berdiri sendiri.

Berangkat dari paparan itu maka kesalehan struktural


yang dimaksud di sini ialah kesalehan para pejabatnya, mulai

Etiks Bisnis | 12
level yang paling atas sampai yang paling bawah, termasuk
para staf. Artinya semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan
suatu program, baik secara langsung, maupun tidak langsung
bersaham dalam terwujudnya kesalehan struktural ini. Semua
itu masuk kategori struktur yang harus mempunyai kesalehan
mental; jika tidak, organisasi tempat dia bekerja itu tidak akan
membawanya kepada kebaikan, termasuk mewujudkan sistem
organisasi yang dapat menunjang terciptanya suasana yang
saleh seperti menyediakan sarana peribadatan dan
mengalokasikan waktu yang cukup untuk pelaksanaan ibadah
dan sebagainya. Selain itu nuansa ukhuwah atau solidaritas
sesama sejawat terasa amat kental di dalam organisasi yang
kesalehan strukturalnya tinggi, begitulah seterusnya.

Apabila kesalehan struktural itu telah terwujud pada


semua lini organisasi, maka produk yang dihasilkannya pun
akan maksimal. Sebab para pegawai atau staf yang bekerja di
sana, baik yang memegang jabatan, ataupun staf biasa mereka
akan enjoy dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan kondisi ini
akan mendorong mereka memiliki rasa tanggung jawab penuh
terhadap tugas yang diberikan atau dipercayakan kepada
mereka. Inilah yang membentuk sistem kerja yang mantap dan
akan melahirkan kinerja yang baik. Jika hal ini telah terwujud,
maka penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang tidak
akan terjadi atau paling tidak dapat ditekan ke titik yang
terendah, dan demo-demo yang menuntut hak tidak akan
terdengar karena mereka telah mendapatkan hak yang harus
mereka terima sesuai aturan yang berlaku.

Menciptakan kondisi kesalehan struktural yang


kondusif serupa itu bernilai ibadah yang akan mendapat pahala
dari Allah asalkan semua itu ditujukan untuk mencari atau

Etiks Bisnis | 13
mendapatkan ridha-Nya. Sebagaimana dijelaskan di atas
bahwa kalau hanya sekadar membuat suasana kondusif dan
nyaman dalam bekerja pada suatu organisasi, tanpa
mengaitkannya dengan beribadah kepada Allah, maka hal itu
sebenarnya sudah cukup dalam upaya mengendalikan suatu
organisasi, namun sebagai seorang mukmin kita rugi besar,
sebab pola ikir sekuler serupa itu hanya keuntungan satu sisi
yaitu duniawinya saja, sementara di akhirat kita tidak
mendapatkan apa-apa padahal kita dimungkinkan atau sudah
dijanjikan akan diberi pahala didunia ini dan di akhirat kelak.

Tapi kalau ada yang menginginkan pahala dunia ini


saja, Allah juga akan memberinya, begitu pula sebaliknya, jika
menginginkan pahala di akhirat juga akan diberikan. Sebagai
manusia, dapat dipastikan semua orang menginginkan
kebahagiaan itu selama-lamanya sejak dari dunia yang fana ini
terus sampai ke akhirat, kampung abadi. Jika demikian maka
pada semua aktivitas dalam struktur organisasi harus
diciptakan kesalehan dalam arti yang sesungguhnya, yakni
kesalehan yang didasarkan pada akidah yang benar dan kuat
dan diimplementasikan melalui akhlak yang luhur. Dengan
mendasarkan semua aktivitas itu pada dasar akidah dan akhlak
itu, maka seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya akan
dia niatkan semata-mata mencari ridha Allah. Kalau dia
mendapatkan gaji, atau tunjangan jabatan dan sebagainya dari
hasil kerjanya, dia akan merasakan, itu merupakan nikmat atau
karunia yang Allah berikan kepadanya sesuai aturan yang
berlaku, sehingga begitu menerima penghasilan tersebut yang
pertama kali terucap dari mulutnya "alhamdulillah", begitulah
indikator adanya kesalehan struktural yang sudah terbentuk.

Etiks Bisnis | 14
Apa yang dilakukan atau perilaku pejabat dan staf pada
struktur organisasi sebagai digambarkan itu, bisa dilakukan
dengan penuh keikhlasan. Artinya, meskipun mereka
mendapatkan bayaran tetap setiap bulan sesuai aturan
penggajian yang berlaku namun hal itu tidak harus mengurangi
keikhlasan mereka dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Allah
memberikan dua pahala kepada menusia, yaitu pahala di dunia
dan pahala di akhirat. Pahala di dunia, itulah yang disebut
dengan penghasilan atau income yang diterima tiap bulan dan
sebagainya, dan pahala di akhirat mendapatkan balasan amal
berupa surga dengan segala kenikmatannya. Selama seseorang
bekerja mengawalinya dengan niat mencari ridha Allah semata,
tidak diembeli dengan niat-niat yang lain seperti ingin dipuji,
ingin naik pangkat, jabatan dan sebagainya, maka itu semua
sudah masuk kategori ikhlas. Adapun mendapat bayaran gaji
tiap bulan, itu adalah bagian dari pahala Allah di dunia yang di
berikanNya lewat tangan manusia, jadi seseorang akan bisa
ikhlas beramal meskipun menerima gaji yang tinggi.

c) Kesalehan Sosial

Kesalehan sosial ini sangat umum dan mencakup


semua aspek yang berkaitan dengan permasalahan
kemasyarakatan baik menyangkut hubungan antara sesama
warga maupun antara warga dan pemerintah, dan sebagainya.
Demikian pula mencakup permasalahan ekonomi, budaya,
politik, ideologi sebagainya. Namun bahasan ini hanya akan
terfokus pada dan sosial bidang ekonomi, dan lebih khusus lagi
membicarakan kesalehan dalam berbisnis. Jadi tidak salah bila
dikatakan sub bahasan kesalehan berbisnis.

Etiks Bisnis | 15
Sebagaimana dua pokok intelektual dan kesalehan yang
lalu, kesalehan struktural dan kesalehan intelektual, maka
kesalehan berbisnis ini juga merupakan buah dari akidah dan
akhlak. Arti-nya bisnis yang akan yang diterapkan dan atau
dilakukan oleh siapa pun, baru akan bernilai saleh menurut
etika islami , bila didasarkan pada akidah Islam yang benar.
Jika tidak akidah itu yang menjadi dasarnya, maka sangat sulit,
kalau tidak boleh dikatakan mustahil, untuk mendapatkan
predikat kesalehan dalam arti yang sesungguhnya.

Berangkat dari kerangka pikir itu maka kita memerlukan suatu


tolok ukur yang jelas agar dapat diketahui dengan gamblang mana bisnis
yang saleh dan mana pula bisnis yang 'toleh' (tidak baik) dan sebagainya.

Di muka telah dijelaskan bahwa etika Islam dalam berbisnis itu


dilandasi oleh tiga acuan dasar yaitu Alqur'an Sunnah Rasul dan ijtihad.
Kemudian pada tatanan operasional dilandasi oleh tiga landasan dogmatis
yaitu akidah, akhlak dan ibadah. Apabila semua acuan dasar dan landasan
dogmatis itu dijadikan pegangan dalam berbisnis, maka kita yakin bisnis
yang dijalankan itu akan menjadi saleh dan akan mendapatkan keuntungan
dunia-akhirat.

Bisnis Islami atau bisnis yang saleh ialah bisnis yang memberikan
kebaikan atau kesejahteraan kepada semua pihak tidak hanya bagi si
pelakunya, melainkan dapat dirasakan oleh siapa saja yang berhubungan
dengannya, bahkan orang yang berlainan keyakinan dengannya, serta alam
sekitarnyapun dapat merasakan kenikmatannya. Itulah ciri utama
kesalehan bisnis islami itu. Hal itu bisa terjadi karena semua aktivitas
bisnisnya dilandasi oleh tauhid dan akhlak mulia demi mendapatkan ridha
Allah. Sangat logis dan jelas, pebisnis semacam ini tidak akan "neko-
neko" dalam menjalankan bisnisnya, apalagi "menyerempet" dosa, tidak
mungkin tidak akan berani dia lakukan itu kecuali dalam kondisi amat

Etiks Bisnis | 16
terpaksa dan lupa, selagi dia dalam kondisi normal dan sadar hal itu tidak
akan terjadi.

Manajemen bisnis semacam itulah yang bernilai ibadah yang


mendapatkan dua pahala dari Allah, di dunia dan diakhirat. Hal itu bisa
terjadi karena bisnis yang seperti ini amat jauh dari sesuatu yang haram
sebab manajemennya tidak mengizinkan masuk sesuatu yang tidak halal
ke dalam bisnisnya. Dalam kaitan ini paling tidak ada 9 (sembilan) ayat
Alqur'an yang memerintahkan umat agar memakan yang halal. Ada yang
menarik untuk diamati di dalam ayat yang memerintahkan memakan
makanan yang halal itu, yakni sesudah perintah tersebut dilanjutkan
dengan perintah lain, yakni perintah untuk bertakwa, misalnya pada ayat
69 dari al-Anfal: "maka makanlah sebagian dari harta rampasan perang
itu dengan cara yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah..."
dan pada ayat lain setelah perintah tersebut diperintahkan pula mensyukuri
nikmat Allah seperti pada ayat 114 dari al-Nahl, dan bersyukur kepada
Allah seperti pada ayat 172 al-Baqarah.

Ayat-ayat Alqur'an yang memerintahkan memakan makanan halal


yang lagi baik itu semuanya, menggunakan kosakata akala yang biasa
diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan "makan". Alqur'an memakai
kosakata itu tidak hanya dalam konotasi "makan", melainkan jauh lebih
luas, yakni mencakup pemanfaatan harta dalam berbagai keperluan baik
yang halal atau pun yang haram. Jika demikian, maka istilah 'memakan'
dalam ayat-ayat Alqur'an harus dipahami dengan "menggunakan" atau
"memanfaatkan" harta kekayaan. Berkaitan dengan ini banyak ayat
Alqur'an dan hadis yang menjelaskan siksaan yang berat bagi mereka yang
menggunakan hartanya pada objek-objek yang tidak halal. Di antaranya
sebagai berikut:

1) Dan janganlan kalian mengambil harta sesamamu dengan cara


yang salah lalu membawanya ke depan pengadilan untuk

Etiks Bisnis | 17
mendapatkan sebagian dari harta milik mereka itu dengan cara dosa,
padahal kalian tahu bahwa itu bukanlah hak kalian (Q.S. 2: 188)

2) Hai orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, tinggalkan


segala bentuk riba jika kalian benar-benar mukmin. Jika kalian tidak
mau menghentikannya, maka Allah dan Rasul-Nya mengumumkan
perang terhadap kalian (Q.S. 2: 278 dan 279)

3) Hai orang-orang yang beriman jangan kalian memakan riba


dengan berlipat-lipat ganda (Q.S. 3: 130).

4) ..dan janganlah kalian mengambil harta mereka (anak-anak yatim)


lalu mencampuradukkannya dengan harta kalian. Sungguh perbuatan
kalian itu adalah dosa yang besar sekali (QS. 4: 2)

5) Hai orang yang beriman jangan kalian mengambil harta sesama


dengan cara yang salah kecuali transaksi dagang yang dilaksanakan
atas dasar suka sama suka (tidak ada paksaan) diantara kalian dan
janganlah kalian membunuh bangsamu sendiri padahal Allah sangat
menyayangi mereka (QS. 4: 29)

Kelima ayat itu mengajarkan kepada kita, bahwa tidak boleh


berbuat semena-mena terhadap harta orang lain bahkan melalui harta
sendiri pun dilarang melakukan eksploitasi terhadap orang lain dengan
cara riba yang berlipat-lipat ganda, tidak hanya itu, mengambil harta anak
yatim lalu mencampur-adukkannya dengan harta kita, itu juga terlarang
keras, sebab hal itu akan membuat kaburnya hak milik si anak yatim,
akhirnya harta anak yatim itu berpindah menjadi harta kita, itu suatu dosa
besar. Namun, pada ayat kelima Allah memberikan jalan keluar untuk
mendapatkan harta dari orang lain, yakni melalui transaksi dagang atau
boleh disebut melalui bisnis yang dilaksanakan atas dasar ridha tersebut,
tapi tidak melalui paksaan atau tangan besi, karena jika dengan paksaan,
itu berarti telah melakukan pembunuhan terhadap bangsa sendiri, tegas
Allah di ujung ayat itu. Jadi bisnis Islami mendapat tempat yang terhormat

Etiks Bisnis | 18
dalam ajaran Islam karena itulah agaknya, maka dia disebut secara
eksplisit oleh Alqur'an.

Ketentuan-ketentuan global di dalam Alqur'an itu diperjelas oleh


hadis Rasul sebagai berikut:

Rasulullah bersabda: "para pedagang dibangkit pada hari kiamat sebagai


penjahat kecuali yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur"
(H.R. al-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Tirmidzi
menilainya sebagai hadis hasan shahih).

Rasulullah bersabda: Wahai para pedagang jauhilah berbohong" (H.R. al-


Thabarani).

"Satu dirham hasil riba yang dimakan seseorang itu lebih buruk dari
berzina tiga puluh enam kali" (HR. Ahmad, para perawi terpercaya).

Hadis-hadis yang dikutip diatas dengan jelas mengancam semua bentuk


bisnis yang merusak baik merusak diri si pelaku sendiri ataupun orang lain. Jadi
hadis ini sejalan dengan Alqur'an. Artinya segala sesuatu yang bertujuan baik dan
membawa kepada kesejahteraan bagi semua umat di dunia dan di akhirat, bisnis
semacam inilah yang ingin diciptakan oleh etika Islami.3

C. Landasan Normatif Etika Bisnis dalam Islam

Landasan normatif etika bisnis dalam Islam bersumber dari al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks ini dapat dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu; landasan tauhid, landasan keseimbangan, landasan kehendak
bebas, dan landasan pertanggungjawaban.4

1. Tauhid (Kesatuan)

3 Nazruddin Baidan dan Erwati Aziz, Etika Islam dalam Berbisnis, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2014), hlm. 57-97

4 Muslich, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Ekonisia FakultasEkonomi UII, 2010), hlm. 27

Etiks Bisnis | 19
Tauhid merupakan konsep yang membedakan Khaliq dengan
makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya,
manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh
umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah semata.

Dari konsepsi ini, maka Islam menawarkan keterpaduan agama,


ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini
maka pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas maupun entitas
bisnisnya tidak akan melakukan paling tidak tiga hal : Pertama,
diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar
pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama (QS. Al Hujurat
ayat 13). Kedua, Allah lah semestinya yang paling ditakuti dan dicintai.
Oleh karena itu, sikap ini akan terefleksikan dalam seluruh sikap hidup
dalam berbagai dimensinya termasuk aktivitas bisnis (QS. Al An’aam ayat
163). Ketiga, menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya
kekayaan merupakan amanah Allah (QS. Al Kahfi ayat 46).

2. Keseimbangan (Keadilan)

Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang


memiliki sikap dan prilaku yang seimbang dan adil dalam konteks
hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain
(masyarakat) dan dengan lingkungan.5

Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut


umat Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathan adalah umat
yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan
tujuannya serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai
penengah atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan,
kemoderenan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan
dalam aktivitas maupun entitas bisnis.6

5 Ibid, hlm. 24

Etiks Bisnis | 20
Keseimbangan ekonomi akan dapat terwujud apabila memenuhi
syarat-syarat berikut. Pertama, produksi, konsumsi dan distribusi harus
berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan
kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. Kedua,
Setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang
dari sudut sosial. Ketiga, tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan
pasar bebas yang tak terkendali.7

Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa pembelanjaan harta benda


harus dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu
yang dapat membinasakan diri (QS. Al Baqarah ayat 195). Harus
menyempurnakan takaran dan timbangan dengan neraca yang benar.

3. Kehendak Bebas

Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batas


tertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya
kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi kehendak bebas
(free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Dalam
bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian
atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi
mengembangkan potensi bisnis yang ada.8

Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi


sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan
sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan
etika yang tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah rasul yang harus dipatuhi
dan dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan
potensi sumber daya yang dikuasai.
6 Muhammad dan Lukman Fauroni, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba
Diniyah, 2002), hlm. 22.

7 Naqvi, Syed Nawab Haider, Menggagas Illmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1993), hlm. 99.

8 Beekun dan Raviq Issa, Islamic Bussiness Ethict, (Virginia, 1997), hlm. 24

Etiks Bisnis | 21
Tidak kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang
terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, kegiatan produksi yang
terlarang atau yang diharamkan, melakukan kegiatan riba dan lain
sebagainya.

Apabila digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-


jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan
dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi
semua komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan
terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.9

4. Pertanggung jawaban

Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak


lepas dari pertanggung jawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang
dilakukan. Sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an surah Al Mudatsir
ayat 38.

Pertanggungjawaban ini secara mendasar akan mengubah


perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu
pada keadilan. Hal ini diimplementasikan paling tidak pada tiga hal, yaitu:
Pertama, dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus
dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh
masyarakat. Kedua, economic return bagi pemberi pinjaman modal harus
dihitung berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat
diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan
(seperti sistem bunga). Ketiga, Islam melarang semua transaksi yang
dicontohkan dengan istilah gharar.10

9 Muslich, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Ekonisia FakultasEkonomi UII, 2010), hlm. 43

10 Naqvi, Syed Nawab Haider, Menggagas Illmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1993),hlm. 103

Etiks Bisnis | 22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Landasan dasar dalam beretika bisnis Islam terdapat dalam Al-


Qur’an dan Hadist dan Ijtihad. Al-Quran, Secara global, moral merupakan
perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat baik itu benar atau tidaknya,
dan dalam masyarakat standar suatu moral itu dapat diasumsikan berbeda-
beda. Hadist, Sedangkan menurut hadis, etika bisnis islami ada 3 yaitu:
jujur, amanah, tidak melupakan akhirat.

2. Landasan Dogmatis Etika Bisnis Islam adalah Akidah, Akhlak dan


juga Ibadah Prespektif Bisnis.

3. Landasan normatif etika bisnis dalam Islam bersumber dari al-


Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks ini dapat
dibagi menjadi empat kelompok, yaitu; landasan tauhid, landasan
keseimbangan, landasan kehendak bebas, dan landasan
pertanggungjawaban.

B. Saran

Saalah satu cara untuk mengembangkan sifat yang baik dalam


berbisnis, maka setiap orang harus menerapkankonsep etika berbisnis
dalam islam, karena didalamnya sudah terdapat sumber hukum yang
sangat kuat,

Etiks Bisnis | 23
Dan untuk penulisan makalah sendiri, masih banyak
kekurangannya, maka, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
dikemudian hari

Etiks Bisnis | 24
Daftar Pustaka

Baidan, Nazruddin dan Aziz, Erwati. 2014. Etika Islam dalam Berbisnis.
Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Beekun dan Issa, Raviq. 1997. Islamic Bussiness Ethict. Virginia.

Muslich. Etika Bisnis Islami. 2010. Yogyakarta: Ekonisia FakultasEkonomi UII.

Muhammad dan Fauroni, Lukman. 2002. Visi Al-Qur’an tentang Etika dan

Bisnis. Jakarta: Salemba Diniyah.

Naqvi, dan Haider, Syed Nawab. 1993. Menggagas Illmu Ekonomi Islam.
Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

http://sycoumm.blogspot.co.id/2016/02/ayat-dan-hadits-ekonomi-etika-adab.html

diakses pada tanggal 3 Maret 2018 pada pukul 16.50

Etiks Bisnis | 25

Anda mungkin juga menyukai