Anda di halaman 1dari 26

TEORI DAN KONSEP JUAL BELI DALAM BISNIS SYARIAH

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi tugas Mata kuliah : Manajemen Syariah
Dosen pengampu : Hj. Elis Listiana Mulyani.,S.E.,M.Si.

Disusun oleh:
Gina Khoerunnisa 193402121
Ai Nurjannah 193402134
Affahra Nuraeni 193402135
Nida Rahmah Wahidah 193402136
Ica Cahyani Fatimah 193402137

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah swt., karena atas
limpahan rahmat dan karunianya, makalah yang berjudul “Teori Dan Konsep Jual
Beli Dalam Bisnis Syariah” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Solawat
dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah saw.
Dalam menyusun makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Manajemen Syariah Hj. Elis Listiana Mulyani.,S.E.,M.Si yang sudah memberikan
kesempatan untuk mendalami wawasan mengenai teori dan konsep jual beli dalam
bisnis syariah. Selain itu, penulis juga sampaikan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu memberikan kerja samanya sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam makalah ini dijelaskan mengenai teori dan konsep jual beli dalam
bisnis syariah. Semoga dapat bermanfaat khususnya untuk dijadikan bahan
penunjang pembelajaran.
Penulis sudah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Akan tetapi, penulis terbuka menerima masukan dan saran demi perbaikan
penyusunan makalah kedepannya.

Tasikmalaya, 26 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................................ii
Daftar Isi....................................................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
Bab II Pembahasan
A. Gharar, Riba, dan Maysir
1. Gharar......................................................................................................................3
2. Riba..........................................................................................................................4
3. Maysir......................................................................................................................6
B. Rukun Dan Syarat Jual Beli Dalam Presfektif Syariah
1. Pengertian Rukun Dan Jual Beli Dalam Presfektif Islam......................6
2. Pengertian Jual Beli Dalam Islam.................................................................7
3. Rukun Jual Beli Dalam Islam.........................................................................7
4. Syarat Jual Beli Dalam Islam..........................................................................7
5. Pendapat Ulama Tentang Syarat Jual Beli Dalam Islam........................9
C. Perbedaan Manajemen Syariah Dan Manajemen Konvensional
1. Manajemen Dalam Islam.................................................................................10
2. Pengertian Bisnis Secara Umum Dan Secara Islam.................................11
3. Dasar Filosofi Tujuan Bisnis Syariah...........................................................12
4. Perbedaan Bisnis Konvensional Dan Bisnis Syariah...............................14
D. Referensi Al Quran Dan Sunah...........................................................................17
Bab III Simpulan..............................................................................................................21
Daftar Pustaka...................................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan bisnis merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk social pastinya memerlukan interkasi dengan orang
lain dan saling ketergantungan baik dalam memenuhi kebutuhan jasmani
ataupun rohani. Kekurangan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
dapat ditutup dengan aktivitas perdagangan (bisnis).
Dengan demikian kegiatan berbisnis sudah menjadi suatu perdaban
manusia. Dalam kenyataannya, berbisnis menjadi mata pencaharian yang
banyak diminati oleh warga masyarakat. Jika dikaitkan dengan Islam,
berbisnis merupakan pencaharian yang dianjurkan oleh Rasululloh saw.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Manshur. Nabi
Muhammad saw bersabda “Sembilan dari sepuluh rezejki itu terdapat dalam
usaha berdagang dan sepersepuhnya dalam usaha ternak” (H.R. Ibnu
Manshuur).
Berbisnis itu baik dan dianjurkan pula oleh Nabi saw. Pada jaman
sekarang, bisnis terdiri dari bisnis Syariah dan bisnis konvensional.
Perkembangan bisnis konvensional sangat melaju cepat, namun didalamnya
mengandung unsur gharar, riba dan maisir. Tiga hal tersebut merupakan
indikator yang diharamkan oleh syariat islam. Oleh karena itu merupakan
sebuah keharusan untuk kita mempelajari kedua bisnis ini agar bisnis tidak
terindikasi perkara yang keluar dari syariat Islam. Dengan mengetahui
perbedaan antara bisnis Syariah dan konvensional, kita bisa membandingkan
mana yang bisnis yang baik dan mana bisnis yang keluar dari syariat Islam.
Selain untuk mengetahui perbedaan dari bisnis Syariah dan
konvensional, makalah ini akan mengulas rukun dan syarat jual beli dalam
presfektif islam. Rukun dan Pelaksanaan Jual Beli Jual beli mempunyai
rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan
sah menurut syara’.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah:
1. Apa perbedaan bisnis Syariah dan bisnis konvensional?
2. Apa saja rukun dan syarat jual beli dalam prsfektif islam?
3. Apa yang dimaksud dengan riba, ghara dan maisir?
C. Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan tujuan dari di
susunnya makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan perbedaan bisnis Syariah dan bisnis konvensional
2. Menjelaskan rukun dan syarat jual beli dalam presfektif Islam
3. Mengetahui pengertian riba, gharar dan maisir

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gharar, Riba dan Maysir


Bisnis konvensional (non syariah) modern sekarang ini pada umumnya
mengandung tiga unsur yang dilarang dalam ideologi perekonomian Islam,
yakni gharar, maisir dan riba. Hal ini terjadi tidak lepas dari realitas trend
perkembangan bisnis konvensional dan belum meluasnya kesadaran serta
cakupan layanan perekonomian berbasis perekonomian Islam.
1. Gharar
Gharar menurut Bahasa adalah bahaya, dan taghrir yaitu membawa
diri pada sesuatu yang membahayakan. Dalam istilah fiqih, gharar
mempunyai tiga definisi. Pertama, gharar kusus berlaku pada sesuatu yang
hasilnya tidak jelas, dapat atau tidak dapat. Kedua, gharar khusus pada
komoditi yang tidak diketahui sepesifikasinya. Ibnu Hazm berkata, gharar
pada bisnis yaitu sesuatu dimana pembeli tidak tahu apa yang dibeli, atau
pedagang tidak tahu apa yang dijual. Ketiga, gharar mengandung dua
makna tersebut diatas.
Contoh transaksi jual beli yang mengandung gharar adalah Abdi
berencana membeli perkebunan jambu milik Anton. Namun, Anton
memberikan informasi bahwa ia hanya menjual biji jambu di perkebunan
miliknya seluas 2 ha yang dapat dipanen sekitar 3 bulan lagi. Dan, Abdi
menyepakati bahwa saat ini ia akan membeli jambu di perkebunan milik
Anton yang dapat dipanen sekitar beberapa kemudian lagi dan membayar
sejumlah uang seketika kontrak disepakati. Dalam transaksi ini
mengandung gharar karena objek jual belinya mengandung ketidak jelasan
atau ambigu, yakni apakah Abdi membeli jambu atau biji jambu yang tidak
jelas ukuran, jenis, dan beratnya.
Dari sisi lain gharar juga ada yang kadarnya sedikit, sedang dan
berat. Oleh karena itu sebagian ulama mendefinisikan gharar yaitu segala
sesuatu yang diyakini adanya, tetapi diragukan kesempurnaannya (Mukhtar

3
Shihah) berikut termasuk gharar dari sisi ini: Menjual buah sebelum layak
di petik, menjual janin pada induknya, menjual ikan pada tempat
pemancingan atau kolam ikan dengan cara dipancing atau dijaring dll.
2. Riba
a. Pengertian Riba
Riba dapat dikatakan sebagai penambahan sejumlah harta yang
bersifat khusus. Ibnu Rif’ah mengemukakan bahwa riba adalah nilai
tambah dalam transaksi emas, perak dan seluruh jenis makanan, dan
dapat pula dikatakan bahwa riba mengambil harta tertentu selain harta
yang disimpan. Disamping itu, riba juga didefinisikan oleh syafi‟iyah
yang merupakan akad atas iwadh (penukaran) tertentu yang tidak
diketahui persamaannya dalam ukuran syara pada waktu akad atau
dengan mengakhirkan (menunda) kedua penukaran tersebut atau salah
satunya.
Menurut ulama fiqih, riba didefinisikana sebagai berikut :
 Ulama hanabilah, yaitu pertambahan sesuatu yang dikhususkan.
 Ulama hanafiyah, yaitu tambahan harta pengganti dalam
pertukaran harta dengan harta.
Contoh riba dalam suatu transaksi adalah adanya tambahan dalam
suatu hutang piutang. Asep meminjam uang sebesar Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah) kepada Ujang, namun Ujang memberikan syarat
apabila hutang ingin meminjan uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah) maka ia harus mengembalikan Rp. 110.000,- (seratus sepuluh
ribu rupiah) pada bulan berikutnya. Dalam transaksi ini terdapat suatu
tambahan sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah), sehingga
tambahan ini yang dinamakan dengan riba.

4
b. Macam-macam riba,
a) Menurut jumhur para ulama, riba terbagi menjadi dua macam, yaitu
riba fadhil dan riba nasi’ah.
1) Riba fadhl
Riba fadhl adalah jual-beli yang mengandung unsur riba
pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu
benda tersebut. Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-
beli antar barang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah
satunya agar terhindar dari unsur riba.
2) Riba nasi’ah
Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih
banyak, dengan pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu
kilogram gandum dengan satu setengah kilogram gandum, yang
dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jual-beli yang tidak
ditimbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua
buah semangka yang akan dibayar setelah sebulan.
b) Menurut Imam Syafi’iah, riba dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1) Riba fadhl
Riba fadhl adalah jualbeli yang disertai adanya tambahan
salah satu pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan kata
lain, tambahan berasal dari penukar paling akhir. Riba ini terjadi
pada barang yang sejenis, seperti menjual satu kilogram kentang
dengan satu setengah kilogram kentang.
2) Riba Yad
Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu),
yakni bercerai-berai antara dua orang yang akad sebelum
timbang terima, seperti menganggap sempurna jual-beli antara
gandum dengan syair tanpa harus saling menyerahkan dan
menerima di tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah, riba ini
termasuk riba nasi‟ah, yakni menambah yang tampak dari
utang.

5
3) Riba Nasi‟ah
Riba Nasi‟ah, yakni jual-beli yang pembayarannya
diakhirkan, tetapi ditambahkan harganya. Menurut ulama
syafi‟iyah, riba yad dan riba nasi‟ah sama-sama terjadi pada
pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, riba yad
mengakhiri pemegang barang, sedangkan riba nasi‟ah
mengakhiri hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu
pembayaran diakhirkan meskipun sebentar.
3. Maysir
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah
memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat
keuntungan tanpa bekerja. Merupakan hal yang mengandung unsur judi,
taruhan, atau permainan beresiko. Istilah lain yang digunakan dalam al-
Quran adalah kata `azlam` yang berarti praktek perjudian.
Contoh maysir yaitu dalam suatu transaksi adalah Evi membeli
sebuah tiket lotere sebesar seribu rupiah per lembarnya dengan harapan
akan memenangkan lotere tersebut dan mendapatkan hadiah dari lotere itu.
Tiket lotere tersebut berhadiah uang tunai senilai 1 Milyar rupiah.
Judi pada umumnya (maisir) dan penjualan undian khususnya
(azlam) dan segala bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada
bentuk-bentuk perjudian adalah haram di dalam Islam. Rasulullah s.a.w
melarang segala bentuk bisnis yang mendatangkan uang yang diperoleh
dari untung-untungan, spekulasi dan ramalan atau terkaan (misalnya judi)
dan bukan diperoleh dari bekerja.

B. Rukun Dan Syarat Jual Beli Dalam Presfektif Syariah


1. Pengertian Rukun Jual Beli dalam Islam
Rukun merupakan suatu hal penting yang harus dipenuhi sebelum
melakukan jual beli. Hal ini karena akan menentukan tingkat
keabsahannya. Meskipun hanya tertinggal satu poin saja maka akan

6
beresiko membatalkan akadnya, apalagi pada masa modern ini yaitu
dengan sistem online.
Hal ini seringkali dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
berlipat ganda bahkan ada yang menggunakan cara kurang baik,
2. Pengertian Jual Beli dalam Islam
Jual beli sendiri adalah pertukaran suatu barang karena memiliki
nilai dengan uang atau alat pembayaran lain yang diakui pada suatu daerah
tertentu. Transaksi ini ditujukan agar mendapatkan produk lainnya guna
memenuhi kebutuhan baik bersifat primer maupun sekunder.
Kata tersebut sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu al bay yang
berarti jual beli, sedangkan secara harfiah didefinisikan sebagai pertukaran
atau mubadalah. Sebutan ini digunakan untuk menyebutkan penjual
maupun pembeli sebagai penentu keabsahan dari transaksinya.
3. Rukun Jual Beli dalam Islam
Jual beli menjadi salah satu sektor perekonomian yang memiliki
peran penting untuk menjalankan roda kehidupan masyarakat baik secara
konvensional maupun sistem digital. Hal ini bisa dilakukan apabila
memenuhi syarat dan rukun sesuai peraturan terbaru:
Peraturan jual beli dalam Islam sudah diatur dengan jelas, namun
seiring perkembangan zaman saat akan melakukannya perlu adanya
pengkajian ulang dari sumber terpercaya agar transaksi yang dilakukan
sah. Secara umum terdapat beberapa rukunnya berikut ulasannya:
a. Barang atau jasa yang akan diperjual belikan.
b. Pihak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi.
c. Harga dapat diukur dengan nilai uang atau alat pembayaran lain yang
berlaku disuatu daerah.
d. Serah terima atau ijab qobul.
4. Syarat Jual Beli dalam Islam
Sebelum melakukan jual beli ada beberapa hal yang perlu dipenuhi
agar transaksi yang dilakukan bisa mendapatkan feedback saling

7
menguntungkan. Sebaiknya hindari perkara yang masih sama jika belum
terdapat fatwa penguat, berikut ulasannya: a. Terkait dengan Aqidain

Dalam hal ini timbul larangan yang menyebutkan bahwa jual beli
tidak diperbolehkan dilakukan oleh orang tidak berakal. Kegiatan
tersebut dapat menimbulkan kerugian antara satu atau kedua belah
pihak. Oleh karenanya syarat pertama adalah penjual dan pembeli
adalah orang berakal.
b. Terkait Objek pada Jual Beli Konvensionan
1) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat.
2) Keberadaan barang harus nampak.
3) Dimiliki sendiri oleh penjual.
4) Dilarang menjual barang yang bukan dimiliki oleh penjual secara
utuh.
5) Diserahkan langsung saat akad
c. Terkait Shighat
Jual beli sendiri harus dilaksanakan tanpa adanya paksaan sehingga
kedua belah pihak rela menjalankannya. Hal ini berdasarkan kaidah
muamalah yaitu an taradin minkum (suka sama suka atau saling
memiliki kerelaan) guna menghindari kekecewaan nantinya.
d. Terkait dengan Nilai Tukar
1) Harus suci (bukan barang najis).
2) Ada manfaatnya.
3) Dapat dipindahkan/ serah terima.
4) Dimiliki sendiri atau yang mewakilinya.
5) Diketahui oleh penjual dan pembeli.
e. Syarat Jual Beli Online
1) Penjual harus melampirkan foto produk.
2) Menyertakan spesifikasi secara lengkap.
3) Menyediakan garansi jika ada kecacatan.

8
5. Pendapat Ulama Tentang Syarat Jual Beli dalam Islam
Secara istilah jual beli adalah transaksi tukar menukar barang
dengan konsekuensi beralihnya kepemilikan yang dapat terlaksana karena
adanya akad. Hal tersebut bisa termasuk perbuatan maupun ucapan.
Sedangkan menurut Sheikh Taqiyuddin Al-Husny menjelaskan
bahawa transaksi jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk
keperluan tasharruf (pengelolaan). Agar sah maka harus disertai lafadz ijab
qobul. Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut beberapa syaratnya: a.
Adanya Penjual dan Pembeli
Dalam hal ini ada syarat dan ketentuan baik untuk penjual
maupun pembeli yaitu berakal, bukan anak kecil serta ahli dalam
bidang tersebut. hal ini untuk meminimalisir terjadinya penipuan serta
kerugian baik dari satu atau kedua belah pihak.
b. Adanya Barang dan Harga
Saat membeli barang tentu harus ada transparansi harga
serta spesifikasinya. Secara umum syarat dari produk yang dijual
adalah harus suci, tidak berupa najis atau haram. Selain itu juga harus
melik sendiri dana tidak sedang terikat akad dengan orang lain.
c. Adanya Lafadz Ijab
Menurut para ulama syarat ini menjadi poin paling utama yang
harus ada saat akad jual beli. Lafadz serah terima sendiri tidak ada
aturan baku, hanya saja sesuai dengan kebiasaan masyarakat pada
suatu lingkungan.

9
C. Perbedaan Manajemen Bisnis Syariah dan Manajemen Bisnis
Konvensional
1. Manajemen dalam Islam
Manajemen dalam arti yang sesungguhnya adalah mengatur segala
sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat dan tuntas. Hal tersebut
disyariatkan dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan Imam Thabrani:
‫ناقتإ متي لمع يأب مايقال دنع نيذال بحي هللا نإ‬

“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan


sesuatu
pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas)”
(HR.Thabrani)
Demikian pula pada hadits riwayat Imam Muslim dari Abi Ya’la,
Rasulullah saw. bersabda:
…‫ك ءيشه‬ed‫نإِهللا بههتكه ناهسهحْ إلاِ ىهلعه ُِِل‬

“Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam


segala sesuatu.” (HR. Muslim)
Kata ihsan bermakna 'melakukan sesuatu secara maksimal dan
optimal'. Seorang muslim tidak boleh melakukan sesuatu tanpa
perencanaan, tanpa adanya pemikiran, dan tanpa adanya penelitian,
kecuali sesuatu yang sifatnya darurat.
Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala
sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan
sesuatu sesuai aturan serta memiliki manfaat. Dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi dari
Abi Hurairah Rasulullah saw. bersabda:
ْ ‫ه‬ ْ ُ ‫ه‬
‫ِ ِءرْ مال ُهكرْ هت ام ل‬
‫ِنم ن ْس ُح مالسْإ‬ ‫ْه ِي‬ ‫ْعني‬
ِ ِ ِ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬

“Diantara kebaikan, indahnya keislaman seseorang adalah yang selalu


meninggalkan perbuatanyang tidak bermanfaat." (HR Tirmidzi)

10
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya sama dengan perbuatan
yang tidak pernah direncanakan. Jika tidak pernah dilakukan dalam
kategori yang direncanakan, maka tidak termasuk dalam manajemen yang
baik.
2. Pengertian Bisnis secara umum dan secara islam
Definisi umum dari istilah bisnis atau perusahaan adalah suatu
entitas ekonomi yang diselenggarakan dengan tujuan bersifat ekonomi
dan sosial. Tercapainya tujuan ekonomi dan sosial dari kegiatan bisnis
secara ideal perlu didukung oleh semua pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung, berjasa dalam meraih keuntungan bisnis secara
layak. Hal ini muncul dengan alasan bahwa keuntungan yang diperoleh
bisnis secara logis disebabkan karena jasa pihak lain terkait. Dengan kata
lain pencapaian tujuan bisnis terwujud karena telah didukung oleh sumber
daya manusia dan non manusia. Sumber daya inilah yang disebut dengan
stakeholder (versi islam sebagai pemegang amanah dari Allah).
Proses bisnis adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan
terstruktur yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu
atau yang menghasilkan produk atau layanan (demi meraih tujuan
tertentu). Suatu proses bisnis dapat dipecah menjadi beberapa subproses
yang masing-masing memiliki atribut sendiri, tetapi juga berkontribusi
untuk mencapai tujuan dari superprosesnya. Analisis proses bisnis
umumnya melibatkan pemetaan proses dan subproses di dalamnya hingga
tingkatan aktivitas atau kegiatan. Sedangkan Proses Bisnis syariah adalah
bisnis yang berlandaskan prinsip-prinsip islam, bisnis syariah terikat pada
moral dan etika sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Islam sangat mengakui desirabilitas “hasrat” dalam aktifitas
bisnis. Tidak seperti agama-agama lain, islam tidak mencela bisnis atau
aktifitas duniawi lainnya. Menurut islam, tidak ada yang salah dalam
perdagangan dan komersialisasi yang adil. Dalam kenyataan, seorang
pelaku bisnis yang melakukan operasi bisnis yang jujur dan sesuai dengan
perintah Allah akan dianugrahi pahala yang setimpal oleh Allah diakhirat.

11
Aktifitas bisnis dapat menjadi satu bagian dari bentuk
peribadatan jika dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah dan kode
perilaku islam. Orang bahkan dapat menjalankan aktifitas bisnis ketika
haji yang merupakan bentuk peribadahan tertinggi dalam islam. Jadi tidak
ada konflik inheren antara bisnis yang adil dengan islam. Islam
menegaskan bahwa mencari sumber penghidupan melalui bisnis yang adil
adalah seperti mencari anugrah Allah. Islam memberi nilai tinggi pada
kerja keras untuk mencari sumber penghidupan. Islam “mencela”
kecenderungan meminta-minta diantara para pemeluknya. Ayat Al-
Qur’an berikut ini menjelaskan signifikasi bisnis dalam islam:
….. ‫ْمك ِبر‬deُْ ْ d‫ْوغه ْتبهت‬deُْ ‫ْم ْكيهلعه حاهن ُج ْنهاا‬deُْ ‫سْيههل‬
‫الضًهف ْن ِم‬

“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki dari hasil
perdagangan) dari tuhanmu (ketika berhaji)“. (Q.S. Al-Baqorah, 2:198)
3. Dasar Filosofi Tujuan Bisnis Syari’ah
Dalam pandangan islam, tujuan memperoleh laba, suatu kegiatan bisnis
diposisikan sebagai kerangka struktur dalam sistem sosial dan sistem
ekonomi secara benar. Oleh Karena itu ada 5 tahap yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:
a. Bahwa bisnis dilakukan tidak hanya sekedar mencari untung
sendirian, tetapi bisnis juga mencari dan mengiginkan mencapainya
tujuan lain yang secara teori dibutuhkan dalam rangka kelangsungan
dan eksistensi bisnis secara berkelanjutan atau untuk waktu yang
panjang.
b. Menfokus pada tujuan keuntungan optimal. Pada tahap ini, orientasi
tujuan keuntungan optimal adalah tujuan jangka panjang dan
dilakukan dengan cara penggunaan sumber daya ekonomi yang benar
dan logis setelah memenuhi kebutuhan dan keinginan pihak-pihak
stakeholder.
c. Sebagai pendukung tercapainya keuntungan optimal, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. Tahap ini penting,

12
karena majunya bisnis ditetapkan oleh masyarakat khususnya
masyarakat konsumen.
d. Tahap yang berorientasi pada tujuan untuk menjawab persoalan-
persoalan umat manusia pada umumnya, yaitu mencapai tujuan
kesejahteraan hidup secara ekonomi dan sosial.
e. Mendirikan bisnis beribadah muamalah, mencari ridha dari Allah,
yang sesuai dengan amanah yang diemban manusia yang dilahirkan
dimuka bumi oleh sang maha pencipta seluruh alam, yaitu manusia
dipercaya untuk mengelola dengan benar dan baik bagi kemaslahatan
umat manusia. Kemaslahatan umat manusia dapat berupa: hidup
bersama, berdampingan secara harmonis dan sama-sama menikmati
riski dan karunia yang disediakan oleh Allah dimuka bumi.
Berdasarkan tujuan bisnis tersebut, maka arah dan maksud
didirikannya bisnis syariah adalah:
a. Untuk ibadah, artinya pengelolaan bisnis diniatkan sebagai ibadah
mualamalah.
b. Untuk kemaslahatan umat manusia.
c. Mendapatkan profit yang layak, artinya: profit = penghasilan –
biaya atau harga – biaya perunit.
d. Menjaga kelangsungan usaha (kontinuitas) artinya
keberlangsungan usaha sering terjadi.
e. Pertumbuhan, artinya asset berkembang tumbuh dan maju dimasa
datang.
f. Membangun citra yang baik, artinya citra baik, nama baik,
dihargai dan dihormati dan harum dimasyarakat.
g. Ikut serta memecahkan masalah sosial.
h. Memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
i. Menciptakan nilai tambah, artinya nilai yang terbentuk karena
bernilai lebih dibanding nilai input.
j. Memperoleh barokah artinya mendapat kecukupan kenikmatan
lahir dan batin serta manfaat.

13
k. Menciptakan manfaat dan kesejahteraan.
Oleh karena itu, untuk mencapai arah dan maksud tersebut maka
yang harus dilakukan adalah:
a. Memperoleh laba secara layak dan logis atau masuk akal.
b. Mampu mandiri.
c. Memberikan yang terbaik bagi stakeholders.
d. Mampu meminimalkan dan menghilangkan mudharat bagi
manusia.
e. Mampu mengelola sumber daya secara adil dan optimal.
4. Perbedaan Bisnis Syari’ah dan Bisnis Konvensional
Terdapat 3 jenis proses bisnis secara syari’ah dan secara
konvensional, yaitu:
a. Proses manajemen, yakni proses yang mengendalikan operasional dari
sebuah sistem. Contohnya: Manajemen Strategis.
1) Syari’ah
a) manajemen ini mementingkan perilaku yang terkait denga nilai-
nilai keimanan dan ketauhidan.
b) manajemen syariah pun mementingkan adanya struktur
organisasi. Ini bisa dilihat pada surat Al An'aam: 65,
ۡ
… ‫يهش‬
ِ ً ‫هاعـ‬d‫…مۡ كسُه ِبلي‬
"Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang
saling bertentangan)."(QS. Al-An’aam: 65)
Ini menjelaskan bahwa dalam mengatur dunia, peranan
manusia tidak akan sama.
c) manajemen syariah membahas soal sistem. Sistem ini disusun
agar perilaku pelaku di dalamnya berjalan dengan baik.
2) Konvensional
Di dalam manajemen ini, manajer di saat menghadapi
masalah memecahkannya berdasarkan kepada tindakan-
tindakannya yang terdahulu atau dengan kata lain didasarkan pada
masa lalu.

14
b. Proses Operasional yakni proses yang meliputi bisnis inti dan
menciptakan aliran nilai utama. Contohnya proses pembelian,
manufaktur, pengiklanan dan pemasaran, dan penjualan.
1) Syari’ah, didalam proses operasional ini, proses secara syari’ah
dibagi menjadi 5 macam, yaitu:
a) Mudharabah (perkongsian untung) ialah pengaturan atau
perjanjian di antara pemberi modal dan pengusaha projek di
mana pengusaha projek boleh menggunakan dana bagi
menjalankan aktiviti perniagaan beliau. Sebarang keuntungan
yang diperoleh akan dibagi di antara pemberi modal dan
pengusaha projek tersebut mengikuti nisbah yang telah
dipersetujui sementara kerugian akan ditanggung seluruhnya
oleh pemberi modal.
b) Musyarakah (usaha sama) merupakan konsep perbankan Islam
yang biasanya diguna pakai bagi perniagaan perkongsian atau
perniagaan usaha sama untuk sesuatu perusahaan perniagaan.
Keuntungan yang diperoleh akan dikongsi bersama berdasarkan
nisbah yang telah dipersetujui manakala kerugian akan
ditanggung berdasarkan nisbah sumbangan modal.
c) Murabahah ((kos tokok) (bahasa Arab: ‫ارم‬ddd‫ ))هحب‬ditakrifkan
sebagai penjualan barangan, yang tidak melanggar syariah,
pada harga yang termasuk margin keuntungan yang dipersetujui
oleh kedua-dua penjual dan pembeli. Antara syarat adalalah
harga belian dan jualan, kos-kos lain serta margin keuntungan
hendaklah dinyatakan dengan jelas semasa perjanjian jualan
dilaksanakan.
d) Ijarah (pure leasing) adalah pemberian kesempatan kepada
penyewa untuk mengambil kesempatan dari barang sewaan
untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya
telah disepakati bersama. Sebagai contoh adalah pembiayaan
mobil, pelanggan akan memasuki kontrak pertama dan

15
memberikan harga sewa mobil tersebut pada kadar sewa yang
telah dipersetujui untuk suatu tempo tertentu. Pada akhir tempo
pembayaran, kontrak kedua akan dikuatkuasakan bagi
pelanggan untuk membeli kendaraan tersebut pada harga yang
telah dipersetujui.
e) Wadiah adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem
wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk
memberikan bonus kepada nasabah.
2) Konvensional
a) Penciptaan kredit
b) Fungsi giral
c) Penanaman dan penagihan
d) Akumulasi tabungan dan investasi
e) Jasa-jasa trust
f) Jasa-jasa lain
g) Perolehan laba untuk imbalan para pemegang saham
c. Proses pendukung, yaitu yang mendukung proses inti. Contohnya
semisal akunting, rekruitmen, dan pusat bantuan.
Tidak ada perbedaan proses pendukung antara bank syariah
dan bank non syariah (konvensional), karena baik bank syariah dan
bank konvensional sama-sama membutuhkan akunting, rekruitmen,
dan pusat bantuan.
Berikut ini tabel tentang perbedaaan yang mendasari
perbedaan proses bisnis syariah dan konvensional:

No. Proses Bisnis Syariah No. Proses Bisnis Konvensional


1. Kegiatan ekonomi 1. Motivasi dalam kegiatan
diorientasikan untuk berbisnis didasari oleh keinginan
kebahagiaan dunia dan akhirat dunia tanpa memperhatikan
akhirat

16
2. Memiliki pemahaman terhadap 2. Tidak memiliki pemahaman
bisnis yang halal dan terhadap bisnis yang halal dan
haram(Modal, Proses,dll) haram (Modal,Proses,dll)
3. Benar secara syar'i dalam 3. Proses pemasaran bisnis
implementasi konvensional menghalalkan
segala cara
4. Proses bisnis syariah selalu 4. Proses konvensional tidak selalu
didahului akad/perjanjian didahului akad/perjanjian dalam
pelaksanaanya

D. Referensi Al Quran Dan Sunah


1. Gharar
a. Al baqoroh ayat 188

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang
batil” (Al Baqoroh 188)
b. An Nisa ayat 29

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.” (An Nisa: 29)
c. Hadist Riwayat Muslim

17
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Nabi SAW, telah melarang
memperjualbelikan barang yang mengandungtipu daya.” (HR. Muslim
dan lain-lainnya)
2. Riba
a. Al Baqoroh 275

”Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti


berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa
mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.” (Al Baqoroh : 275) b. Al Boqoroh 278-279

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari
Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak

18
atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak
dizalimi (dirugikan).” (Al Baqoroh : 278-279)
c. Hadist Riwayat Bukhori

َ‫ه‬Artinya: “Abu Hurairah r.a berkata bahwa Nabi SAW. bersabda,


Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan. Sahabat
bertanya. Apakah itu, ya itu, ya Rasulallah? Jawab Nabi, (1) syirik
(memperskutuan Allah); (2) Berbuat sihir (tenung); (3) Membunuh
jiwa yang diharamkan Allah, kecuali yang hak; (4) Makan harta riba;
(5) Makan harta anak yatim; (6) Melarikan diri dari perang jihad pada
saat berjuang; dan (7) Menuduh wanita mukminat yang sopan
(berkeluarga). Dengan tuduhan zina.
(HR.Bukhari)
3. Maysir
a. Al Maidah 90-91

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,


berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan

19
minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi
kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah
kamu mau berhenti?” (Al Maidah: 90-91)
b. Hadist Abu Hurairah r.a Riwayat Bukhori dan Muslim, Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:

Artinya:“Siapa yang berkata kapada temannya : “Kemarilah saya


berqimar denganmu”, maka hendaknya ia bershodaqoh.” (HR.Bukhari-
Muslim).

20
BAB III
SIMPULAN

1. Riba, gharar dan maisir merupakan hal yang tidak dibenarkan dalam Islam
2. Rukun jual beli merupakan suatu hal yang menentukan keabsahan dari jual
beli. Jika ada satu poin saja terlewat, maka kegiatan jual beli tersebut menjadi
tidak sah.
3. Jual beli merupakan kegiatan pertukaran barang yang memiliki nilai dengan
menggunakan uang atau alat pertukaran yang berlaku pada daerah tertentu.
4. Bisnis Syariah dan bisnis konvensional memiliki perbedaan, salah satunya
bisnis Syariah diorientasikan untuk keselamatan dunia dan akhirat, sedangkan
bisnis konvensional berorientasi pada keinginan diri sendiri dan tidak
memperhatikan akhirat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Rudiansyah. (2020). Telaah Gharar, Riba dan Maisir dalam


Presfektif Transaksi Ekonomi Islam. Al Huquq: Journal of Indonesian
Islamic Economic Law.98-113.
http://ojs3.iainmadura.ac.id/index.php/alhuquq/article/view/2818/1921.
(24 Agustus 2021)
Tanjung, Hendri dan Didin Hafidhuddin.2003.Manajemen Syariah
dalam Praktek. Jakarta : Gema Insani.
http://adefebriwibowo.blogspot.com/2016/10/perbedaan-bisnis-
syariah-dan.html?m=

22

Anda mungkin juga menyukai