Kelompok 1 :
UNIVERSITAS PANCASILA
JL. Lenteng Agung Timur No.56-80 Serengseng Sawah, Jagakarsa
2019-2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat Nya sehingga kami dapat menyelesaikan materi Konsep Jual Beli dan Bagi Hasil
Dalam Ekonomi Syariah. Dapat kami selesaikan dengan cermat dan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Tanpa pertolonganya mungkin kami tidak akan sanggup
Makalah ini dibuat untuk menyerahkan hasil tentang pembahasan mata kuliah
Ekonomi Syariah sebagai tugas di semester ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun
penulisannya. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
laporan ini sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, sehingga berguna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN
I. Latar Belakang......................................................................................... 4
III. Tujuan...................................................................................................... 4
BAB II : PEMBAHASAN
I. Kesimpulan ............................................................................................... 11
BAB I
3
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Ekonomi syariah merupakan ajaran yang mengedepankan nilai-nilai agama serta etika
dalam bermuamalah, yang memberikan nilai keuntungan secara adil kepada kedua pihak
yang bersangkutan serta membagikan kerugian yang ada sehingga tidak diberatkan kepada
salah satu pihak saja. Berbeda dengan ekonomi konvensional yang memiliki prinsip mencari
keuntungan sebesar-besarnya dengan menggunakan cara apapun dan tidak mengindahkan
keadilan sesama dalam persaingannya didunia ekonomi. Hal tersebut sudah pasti memberikan
keresahan kepada umat Islam yang ikut andil dalam kegiatan tersebut. Sehingga ekonomi
syariah menjawab segala keresahan umat Islam dalam melakukan kegiatan ekonomi tanpa
ada rasa khawatir dan waswas, karena sudah jelas bahwa dalam ekonomi syariah dilarang
menggunakan cara-cara yang tidak benar, jauh dari yang bersifat maysir, gharar, haram dan
riba, sedangkan ekonomi konvensional tidak mengenal hal tersebut.
Salah satu perbedaan yang mendasar antara Bank Konvensional dengan Bank
Syari’ah adalah pembayaran imbalan kepada pemilik dana (investor). Dalam Bank
Konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga yang besarnya telah ditetapkan
didepan saat akad, Sedangkan dalam Bank Syari’ah imbalan yang diberikan kepada investor
didasarkan hasil usaha yang diterima. Jadi dalam Bank Syari’ah sebagian pendapatan
merupakan hak pemilik dana (investor), atau dalam Bank Syari’ah dikenal dengan prinsip
bagi hasil dalam memberikan imbalannya.
Berkaitan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima, bank syari’ah
dapat berada dalam dua posisi yang berbeda, pertama bagi hasil pendapatan antara bank
dengan nasabah dimana bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai sahibul maal, kedua
bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai sahibul maal dan
nasabah sebagai mudharib.
III. Tujuan
Tujuan pembahasan ini dilakukan untuk mempelajari dan menambah wawasan dalam
memahami Konsep Jual Beli dan Bagi Hasil dalam Ekonomi Syariah.
BAB II
4
PEMBAHASAN
Secara etimologi, Al Bay’u atau jual beli memiliki arti mengambil dan
memberikan sesuatu. Hal ini merupakan turunan dari Al Bara sebagaimana
orang Arab senantiasa mengulurkan depa ketika melangsungkan akad jual beli
agar saling menepukkan tagan. Hal ini sebagai tanda bahwa akad jual beli
tersebut sudah terlaksana dan akhirnya mereka saling bertukar uang atau
barang.
Secara terminiologi, jual beli memiliki arti transaksi tuka menukar
barang atau uang yang berakibat pada beralihnya hak milik barang atau uang.
Prosesnya dilaksanakan dengan akad, baik secara perbuatan maupun ucapan
lisan. Hal ini dijelaskan dalam kitab Tauhidul Ahkam atau Kitab Hukum
Tauhid, 4-211.
Dalam Fiqih Sunnah, jual beli sendiri adalah tukar menukar harta
(apapun bentuknya) yang dilakukan mau sama mau atau sukarela atau proses
mengalihkan hak milik harta pada orang lain dengan kompensasi atau imbalan
tertentu. Menurut fiqh sunnah, hal ini boleh dilakukan asalkan masih dalam
koridor syariat. Seperti harta dan barang yang dijual belikan adalah halal,
bukan benda haram, atau asalnya dari jalan yang haram.
a) Dalam Al Quran
Di dalam Al-Quran surat Al Baqarah 275, dijelaskan bahwa Allah
menghalalkan adanya Jual beli. Yang diharamkan oleh Allah adalah
riba, untuk itu, proses jual beli adalah suatu yang halal dan tidak
dilarang. Dalilnya sebagaimana ayat berikut:
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba…” (QS Al Baqarah: 275)
b) Dalam syariat
5
Di Islam tidak melarang jual beli karena ada manfaat dan tujuan sosial
yang ingin diraih. Manusia membutuhkan aspek ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan hiudpnya. Jika hal ini dilarang tentu saja
manusia akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, padahal sangat
banyak kebutuhan hidup manusia dan tidak dapat dipenuhi secara
sendirian.
6
a) Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang
bertindak sebagai pengelola dana.
b) Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal
dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya
pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek
atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi
semua aspek syariah.
c) Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang
lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu
berlakunya kesepakatan tersebut.
Jika salah satu rukun jual beli diatas tidah terpenuhi maka transaksi
tersebut tidak boleh dilalukan,namun jika sudah dilakukan maka
transaksi tersebut msnjadi batal.
7
g) Barang Dapat Diserahterimakan, jika barang tidak dapat diserahkan
akan menimbulkan kerugian salah satu pihak.
h) Ijab Dan Qabul Transaksi Harus Saling Berhubung, tidak terpisah
meski berbeda tempat
i) Lapadz Dan Perbuatan Harus Jelas, pengucapan menjual dan
membeli harus jelas agar tidak ada kekeliruan.
Dalam melakukan transaksi jual beli yang sah sesuai dengan syariah
para pihak harus memenuhi empat rukun dan sembilan transaksi diatas.
b) Rukun Mudharabah
1. Malik atau shahibul maal ialah yang mempunyai modal.
2. Amil atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal.
3. Amal, ialah harta pokok atau modal.
4. Shighat atau perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha
b) Syarat Mudharabah
1. Barang yang diserahkan adalah mata uang. Tidak sah menyerahkan
harta benda atau emas perak yang masih dicampur atau masih
berbentuk perhiasan.
2. Melafadzkan ijab dari yang punya modal, dan qobul dari yang
menjalankannya.
3. Diterapkan dengan jelas, bagi hasil bagian pemilik modal dan
mudharib.
4. Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasil yang akan
dibagihasilkan dengan kesepakatan.
8
III. Perbedaan Jual Beli dengan Bunga
A. Jual Beli
1. Apabila sudah terjadi ijab qabul harga jual tidak boleh berubah
2. Tidak ada pemisahan antara harga pokok dan harga keuntungan
3. Khusus jumlah keuntungan dari Murabahah (Kredit Investasi) harus diketahui
oleh nasabah
4. Fasilitas pembiayaan diberikan dalam bentuk barang bukan uang. Transaksi
jual beli barang, bank sebagai penjual
5. Dana pembelian barang sesuai dengan nilai harga barang
6. Apabila wanprestasi, tidak dikenakan penalti (bunga berbunga), melainkan
denda yang bersifat sosial positif serta dalam bentuk nominal bukan
persentase
7. Apabila terjadi pembiayaan macet, dialihkan menjadi penyertaan (konversi ke
musyarakah atau mudharabah)
8. Akibat pembiayaan macet, harta boleh disita namun hanya mengambil haknya
saja.
B. Bunga
1. Interest Rate tergantung situasi pasar
2. Ada perbedaan antara harga pokok dan margin
3. Keuntungan dari pemberian Kredit Investasi tidak diketahui oleh nasabah
4. Fasilitas kredit diberikan dalam bentuk uang sehingga dana bebas digunakan
nasabah (bisa terjadi penyimpangan/side streaming)
5. Dana kredit yang diberikan tidak 100% murni
6. Umumnya dikenakan penalty (bunga berbunga), dikenakan dalam bentuk
persentase dari sisa outstanding
7. Kredit macet, dapat di tinjau kembali dan dimungkinkan terjadinya
plafondering
8. Semua jaminan disita dan hasil pendapatan diambil oleh bank, tidak ada
penuntutan kembali sisa atau kelebihan hasil penjualan.
1. Penentuan Besaran
Perbedaan sistem pembagian keuntungan secara bunga dan bagi hasil
yang paling mencolok terlihat pada penentuan besaran. Bunga, seperti
pengertiannya ditentukan menggunakan bentuk presentase besaran kredit utang.
9
Sedangkan bagi hasil dintentukan menggunakan rasio atau perbadingan terhadap
keuntungan usaha yang dibiayai dari kredit tersebut.
2. Acuan Pembagian
Acuan yang dijadikan dasar penghitungan bunga dan bagi hasil juga
berbeda. Acuan besarnya bunga dipengaruhi oleh seberapa besar pokok hutang
atau kredit yang dikeluarkan. Sedangkan acuan bagi hasil yaitu menggunakan
rasio seberapa besar keuntungan yang dibiayai oleh kredit tersebut.
4. Eksistensi
Dalam hal ini biasanya perbedaan muncul penilaian didasari oleh suatu
dasar. Penerapan bagi keuntungan dengan sistem menggunakan bunga sangat
diragukan bahkan dikecam beberapa kalangan karena dirasa mengaplikasikan
sistem riba. Sedangan untuk sistem bagi hasil tidak ada yang meragukan
keabsahannya.
\ BAB III
10
PENUTUP
I. Kesimpulan
Kedua sistem bagi keuntungan ini memiliki dampak positif dan negatifnya
masing-masing. Jika ditanya mana yang lebih baik, tentu jawabannya sudah muncul
berdasarkan ulasan diatas. Namun pilihan sistem bagi keuntungan mana yang lebih
baik tetap ada ditangan calon pengaju kredit didasari oleh jenis usaha yang akan
dilakukan.
Pihak bank dalam sistem bunga, memastikan penghasilan debitur di masa
yang akan datang dan karena itu ia menetapkan sejak awal jumlah bunga yang harus
dibayarkan kepada bank. Sedangkan dalam sistem bagi hasil, tidak ada pemastian
tersebut, karena yang bis memastikan penghasilan di masa depan hanyalah Allah.
Karena itu, bunga bertentangan dengan surah Luqman ayat 34. “Tak seorangpun yang
bisa mengetahui apa (berapa) yang dihasilkannya besok”. Sedangkan bunga sudah
ditetapkan jumlahnya sejak awal. Kesimpulan point ini adalah kalau bunga
bertentangan dengan surah Luqman ayat 34, sedangkan bagi hasil merupakan
penerapan surat Luqman ayat 34 tersebut.
Jual beli membangun kegiatan perekonomian di masyarakat. karena mereka
berlomba untuk menghasilkan manfaat riil, barang atau jasa. Jika barang dan jasa
semakin melimpah, kebutuhan masyarakat akan lebih mudah terpenuhi. Sementara
bunga mengajarkan masyarakat untuk menjadi pemalas, karena uang yang bekerja.
Dia bisa diam, karena merasa sudah berpenghasilan. Ketika ketersediaan uang lebih
banyak dibandingkan barang dan jasa, lebih mudah terjadi inflasi.
11