Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HADIS-HADIS PROFIT

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5/AKS 2F
-DAHYUNI LUBIS (0502223215)
-NESSA ANGGI SAHPUTRI (0502221002)
-ROSA WINDA AURUMSYAH N (0502222096)

DOSEN PENGAMPU: RAHMAD RIDWAN.M.TH

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
2023

ii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah atas segala nikmat yang
diberikannya, sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
sholallahu‘alaihi wassalam berserta keluarga, kerabat, dan parasahabatnya, aamiin.
Terimakasih kepada Allah subhanahu wa ta’alayang telah memberi kami kesehatan dan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu, kepada Bapak RAHMAD
RIDWAN.M.TH selaku dosen Hadis Ekonomi yang telah membimbing dan memberi banyak
pengetahuan agar dapat mengimplementasikan ilmu yang kami dapat dengan baik.
Makalah ini berisi tentang hadis-hadis profit, sebagai manusia kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar dapat menjadi motivasi bagi kami untuk lebih baik lagi diwaktu yang
akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pribadi juga bagi para pembaca,
amin. kami mengucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Medan, 16 September, 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................I

DAFTAR ISI.................................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 1

C. Tujuan Masalah.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2

A.Pengertian Profit............................................................................................................ 2

B.Metode Perhitungan Laba.............................................................................................. 3

C.Keuntungan Dari Bagi Hasil.......................................................................................... 4

D.Hadis Tentang Profit......................................................................................................5

BAB III PENUTUP........................................................................................................ 7

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 7

3.2 Saran............................................................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak ada ekonomi yang dapat bertahan sampai anggota-anggotaya menyisihkan sebagian
dari produksi yang ada sekarang untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Dalam ekonomi
kapitalis, orang-orang yang melakukan pelayanan ini diberi imbalan dengan pengembalian
terjamin yang sudah tertentu atas modal mereka.

Namun syari'at islam telah mencoba konsep imbalan atas modal dengan tanggung jawab
untuk memikul resiko kerugian. Karena itu, tidak ada orang yang mengklaim pengembalian
sebelumnya yang sudah tertentu atas modal yang digunakan untuk sebuah usaha, Sebagai
gantinya. seseorang dapat menginvestaskan modal seseorang sebagai pemilik inggal, yang
berperan sebagai pemodal (financier) dan enterpreneur dalam waktu yang sama. Bila ia
membutuhkan bantuan orang lain, ia boleh memasuki syirkah (perkongsian, kemitraan)
berdasarkan modal, kerja atau keahlian. la masih mempunyai kesempatan lain yang terbuka
bila ia tidak dapat secara aktif melakukan usaha bisnis; ia dapat memasuki kontrak
mudharabah. Dalam mudharahah, seseorang menyediakan modal, yang lain. dengan kerja,
dan keduanya membagi keuntungan berdasarkan pembagian yang disepakati.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan profit?
2. Bagaimana metode perhitungan laba?
3. Bagaimana keuntungan bagi hasil?
4. Hadis tentang profit?

C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan tentang profit.
2. Menjelaskan metode perhitungan laba.
3. Menjelaskan keuntungan bagi hasil.
4. Menjelaskan hadis yang terkait tentang profit.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Profit
Profit dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan keuntungan atau laba. Profit
merupakan salah satu unsur penting dalam perdagangan yang didapat melalui proses
pemutaran modal dalam kegiatan ekonomi. Tujuan dalam perdagangan dalam arti sederhana
adalah memperoleh laba atau keuntungan, secara ilmu ekonomi murni asumsi yang sederhana
menyatakan bahwa sebuah industry dalam menjalankan produksinya adalah bertujuan untuk
memaksimalkan keuntungan (laba/profit) dengan cara dan sumber-sumber yang halal.

Laba dalam bahasa Arab disebut dengan ar-ribh yang berarti per-tumbuhan dalam
perdagangan. Profit merupakan pertambahan penghasilan dalam perdagangan. Keuntungan
terkadang dikaitkan dengan pemilik barang dagangan dan adakalanya dikaitkan dengan
barang dagangan itu sendiri. Kata ini disebut hanya satu kali dalam Al-Qur'an, yaitu ketika
Allah mengecam tindakan orang-orang munafik:

(QS. al-Baqarah [2]: 16).

Artinya: "Mereka adalah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidak
beruntung perniagaan mereka dan bukan mereka mendapat bantuan.

 Menurut at-Tabari, untung yang diperoleh dari perdagangan adalah sebagai ganti
barang yang dimiliki oleh si penjual ditambah dengan kelebihan dari harga barang
saat dibeli sebelumnya. Dengan demikian, jika terjadi pertukaran barang tanpa ada
pergantian atau kelebihan dari harga barang yang dibeli sebelumnya, berarti peda-
gang tersebut merugi.
 Menurut an-Naisabury menjelaskan bahwa untung adalah pertambahan dari modal
pokok setelah ada unsur usaha perdagangan. Sebab, an-Naisabury mendefinisikan

2
perdagangan sebagai perputaran harta dalam lingkaran perdagangan yang bertujuan
memperoleh pertambahan (nilai) dari barang tersebut.

B. Metode Perhitungan Laba

Dalam Islam, metode penghitungan laba didasarkan pada asas perbandingan.


Perbandingan itu adakalanya antara nilai harta di akhir tahun dan di awal tahun, atau
perbandingan antara harga pasar yang berlaku untuk jenis barang tertentu di akhir tahun
dan di awal tahun, atau juga bisa antara pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan income tersebut.

Islam mengharamkan keuntungan yang mengandung unsur dan praktik bisnis haram, di
antaranya:

a) Keuntungan dari bisnis barang dan jasa haram seperti bisnis minuman keras,
narkoba, jasa kemaksiatan, perjudian, rentenir, dan praktik riba, makanan dan
minuman merusak, benda-benda yang membahayakan rohani dan jasmani.
b) Keuntungan dari jalan curang dan manipulasi.
c) Manipulasi dengan cara merahasiakan harga aktual.
d) Keuntungan dengan cara menimbun dan spekulatif.

Dari uraian di atas, jelas bahwa dibolehkan bagi siapa pun untuk mencari keuntungan
tanpa ada batasan margin keuntungan tertentu selama mematuhi hukum-hukum Islam. Serta
menentukan standar harga sesuai dengan kondisi pasar yang sehat. Namun bila terjadi
penyimpangan dan kesewenang-wenangan harga dengan merugikan pihak konsumen, tidak
ada halangan bagi pihak penguasa, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, untuk
membatasi keuntungan pedagang atau mematok harga. Tindakan ini dilakukan harus melalui
konsultasi dan musyawarah dengan para pihak terkait agar tidak ada yang dilangkahi maupun
dirugikan hak-haknya.

Islam tidak melarang seorang pebisnis Muslim untuk mendapat- kan keuntungan yang
besar dari aktivitas bisnis, karena pada dasarnya semua aktivitas bisnis termasuk dalam aspek
muamalah yang memi- liki dasar kaidah membolehkan segala sesuatu sepanjang diperoleh
dan digunakan dengan cara-cara yang dibenarkan syariah.

Demikian juga berbeda antara orang yang menjual dengan tunai dan orang yang menjual
secara bertempo. Dalam penjualan tunai pengambilan keuntungan lebih kecil, sedangkan

3
pada penjualan ber- tempo labanya lebih tinggi. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan
kesulitan dari orang-orang yang menunda pembayaran. Juga ada per- bedaan antara barang-
barang kebutuhan pokok dan yang menjadi kebutuhan orang banyak dengan barang-barang
pelengkap yang bi- asanya hanya dibeli oleh orang kaya. Untuk barang yang pertama se-
baiknya laba dipungut sedikit saja demi kemanusiaan. Adapun untuk macam kedua bisa
dipungut profit yang lebih tinggi karena pembeli- nya tidak terlalu membutuhkan. Selain itu,
sebaiknya dibedakan pula antara pedagang yang dapat memperoleh barang dengan mudah
dan orang yang harus bersusah payah mendapatkan barang dagangannya dari sumbernya.

Demikian pula antara orang yang dapat menjualnya dengan mudah dengan orang yang
harus melakukan berbagai upaya dan mengeluarkan tenaga untuk menjualnya. Ada perbedaan
pula antara pedagang yang dapat membeli barang dagangan dengan harga murah karena ia
dapat membelinya langsung dari produsen tanpa per- antara, dengan pedagang yang
membelinya dengan harga yang lebih tinggi setelah barang-barang itu berpindah dari tangan
ke tangan. Karena pedagang yang pertama itu mendapatkan keuntungan yang lebih besar
daripada yang kedua.

C. Keuntungan Dari Bagi Hasil

Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit
sharing.Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing
diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatuPerusahaaa". Menurut
Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni
pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa) dan pengelola (mudharib).
Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam
empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah, dan al musaqolah.
Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al
mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama
di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikanadanya pembagian
hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil
dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat,
dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan

4
terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak(akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil
antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan
adanya kerelaan ( An-Tarodhin) dimasing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Firrman Allah dalam surah Al Baqaroh Ayat 198 menjelaskan tentang tiada larangan
berjualan atau perniagaan selagi tidak ada unsur seseorang yang dirugikan.

Artinya: ”Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari

Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana
yangditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasukorang-

orang yang sesat”. (QS. Al –Baqarah: 198).

D. Hadis Tentang Profit

Diriwayatkan dari Amru bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw,
bersabda: "Tidak dihalalkan penjualan yang bukan milik kalian dan tidak pula dihalalkan
keuntungan yang tidak terjamin".

Seorang penjual berhak mendapatkan keuntungan dari usahanya, sedang seorang


pembeli berkewajiban untuk memberikan konpensasi bagi jasa yang telah ia terima dari
penjual. Dalam keuntungan yang wajar, tidak saja dimaksudkan untuk kebutuhan
konsumtifnya saja tetapi juga ia mampu mengembangkan usahanya (produktif). Yusuf al-
Qaradawi dalam bukunya Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam mengemukakan
bahwa ekonomi Islam merupakan ekonomi Ilahiyyah, karena berangkatnya dari Allah,
tujuannya untuk mencari ridha Allah, dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syari'at-
Nya. Kegiatan ekonomi baik produksi, konsumsi, penukaran, dan distribusi.

5
Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad saw. merupakan sumber ajaran Islam. Sebagai
sumber ajaran yang kedua setelah al-Qur'an, kebenaran hadis disamping telah mewarnai
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan juga menjadi bahasa kajian yang menarik dan
tiada henti-hentinya. Dilihat dari periwayatannya, hadis Nabi berbeda dengan al-Qur'an, Al-
Qur'an, semua periwayatan ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang hadis Nabi,
sebagian periwayatannya berlangsung secara ahad.

Mengingat hadis sebagai sumber tasyri kedua, maka pengkajian ulang serta
pengembangan pemikiran terhadap hadis perlu dilakukan dengan pemaknaan kembali
terhadap hadis. Hal ini menjadi kebutuhan mendesak ketika wacana-wacana keislaman
banyak mengutip literatur-literatur hadis yang pada gilirannya mempengaruhi pola pikir dan
tingkah laku umat Islam itu sendiri. Di samping itu juga dapat memberikan informasi, apakah
kandungan hadis termasuk kategori temporal, lokal, atau universal sekaligus tekstual atau
kontekstual. Salah satu hadis Nabi yang perlu dikaji adalah hadis yang secara tekstual
kaitannya dengan pernyataan tentang keuntungan dalam jual beli, hadis tersebut sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, sebagai berikut:

Artinya: Dari 'Urwah al-Barigi. "Bahwasannya Nabi saw. memberinya uang satu dinar untuk
dibelikan kambing. Maka dibelikannya dua ekor kambing dengan uang satu dinar

tersebut, kemudian dijualnya yang seekor dengan harga satu dinar. Setelah itu ia datang
kepada Nabi saw. dengan membawa satu dinar dan seekor kambing. Kemudian beliau
mendoakan semoga jual helinya mendapat berkah. Dan seandainya uang itu dibelikan tanah,
niscaya mendapat keuntungan pula"

Hadis di atas seringkali dijadikan patokan oleh para pedagang untuk mengambil keuntungan
yang sebanyak-banyaknya, dengan meminimalkan modal yang dikeluarkan. sehingga tujuan
dari perdagangan yaitu untuk memperoleh laba semaksimal mungkin dapat cepat terwujud

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Laba ialah pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan
sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekspedisi dagang. Tujuan
dalam perdagangan dalam arti sederhana adalah memperoleh laba atau keuntungan,
secara ilmu ekonomi murni asumsi yang sederhana menyatakan bahwa sebuah
industry dalam menjalankan produksinya adalah bertujuan untuk memaksimalkan
keuntungan (laba/profit) dengan cara dan sumber-sumber yang halal.
Agama islam bukan berarti melarang umatnya untuk mencari keuntungan dan laba.
Keuntungan yang diperbolehkan oleh islam adalah laba yang diperoleh secara wajar,
tidak merugikan dan mengurangi hak-hak bagi kedua belah pihak yang melakukan
transaksi jual beli. Ekonomi islam tidak hanya memfokuskan pada keuntungan materi
atau duniawi semata, tetapi juga keuntungan ukhrawi, yaitu bertindak secara jujur dan
amanah, bukan sebaliknya.

B. Saran
Dalam islam membolehkan setiap pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan dari
setiap transaksi ekonomi, yang tentunya diperoleh dengan cara yang halal, dan syariat
islam mengharamkan segala keuntungan yang didapatkan melalui cara-cara penipuan
dan eksploitasi pasar.

7
DAFTAR PUSTAKA
Isnaini. (2017). Hadis-Hadis Ekonomi, Jakarta. KENCANA
Muhammad, Abubakar. (1995). Hadits Tarbiyah, Surabaya. Al-Ikhlas
Syafe’i, rachmad. (2002). Fiqih muamalah . Bandung. Pustaka

Anda mungkin juga menyukai