MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas hadits ekonomi
Dosen Pengampu: Dawimatus Shalihah, M.E.
Disusun Oleh :
1. Irnawati (012021020)
2. Wildatul Jannah (022021038)
COVER.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................3
D. Manfaat Penelitian............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........................................................................................... .........10
B. Saran...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini memuat tentang ”HADITS PROFIT DALAM ISLAM” dan berbagai
penjelasan-Nya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
hadits ekonomi yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
keuntungan dalam bisnis tidak hanya berupa profit (laba) yang bersifat materi
saja, namun ada juga pandangan tentang keuntungan non materi yaitu berupa
benefit, yang diterjemahkan dengan keberkahan. Sehingga dirumuskan bahwa
profit/laba ditambah keberkahan akan menghasilkan maslahat, yakni kesuksesan
di dunia dan akhirat.
Keuntungan yang diperbolehkan oleh Islam adalah laba yang diperoleh
secara wajar, tidak merugikan dan mengurangi hak-hak bagi kedua belah pihak
yang melakukan transaksi jual beli. Bisnis yang dilakukan dalam syariat
Islam tidak hanya berorientasi pada keuntungan saja namun juga berorientasi
pada kejelasan, kejujuran, keridhoan antar pelaku bisnis dan keberkahan dalam
transaksi bisnis.
Konsep profit/laba dalam islam ialah konsep profit/laba dengan adanya
transaksi dan aktivitas yang dilakukan dan cara pengambilan keuntungan atau
laba melalui perniagaan yang sah, suka sama suka dan menjauhi transaksi
terlarang dalam dagang, transaksi yang tidak batil yang terpenuhinya rukun dan
syarat bisnis menurut islam, dan harta diperoleh tidak melalui transaksi terlarang,
seperti: riba, gharar, maisir, zhalim, maksiat dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat membahas makalah sesuai
mata kuliah hadits ekonomi yang berjudul “HADITS PROFIT DALAM
ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2
1. Untuk Mengetahui Profit Dalam Islam.
D. Manfaat Penelitian
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. Profit Dalam Perspektif Islam
Profit dalam bahasa Arab disebut dengan ar-ribh yang berarti
petumbuhan dalam berdagang, merupakan pertambahan penghasilan dalam
berdagang. Kadang profit dikaitkan dengan pedagang dan dikaitkan dengan
dagangannya sendiri.
Dalam istilah lain yang berkaitan dengan keuntungan yaitu an-nama',
al-ghallah, dan al-faidah. Nama' yaitu laba dagang atau pertambahan pada
harta yang telah dikhususkan untuk perdagangan sebagai hasil dari proses
barter dan perjalanan bisnis. Adapun al-faidah yaitu laba yang berasal dari
modal pokok atau pertambahan pada barang milik (asal modal pokok) yang
ditandai dengan perbedaan antara harga waktu pembelian dan harga penjualan
sesuatu yang baru dan berkembang dari barang dagang milik.
Literatur ekonomi syariah mengakui eksistensi keuntungan (al-ribhu)
dalam bisnis. Keuntungan bisnis dalam pandangan para ulama disimpulkan
sebagai hasil dari suatu usaha (al-’amal) dan modal (ra’s al-mal). Peranan
usaha dan kerja menjadi sangat penting untuk meraih keuntungan. Ekonomi
Islam memandang keuntungan dalam bisnis tidak hanya berupa profit (laba)
yang bersifat materi saja, namun ada juga pandangan tentang keuntungan non
materi yaitu berupa benefit, yang diterjemahkan dengan keberkahan. Sehingga
dirumuskan bahwa profit/laba ditambah keberkahan akan menghasilkan
maslahat, yakni kesuksesan di dunia dan akhirat.
Sebagaiman dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum Ayat 39 telah dijelaskan:
ال فِ ْٓي لِّيَرْ بُ َو ۠ا رِّ بًا ِّم ْن ٰاتَ ْيتُ ْم هّٰللا
ِ َّزَكو ٍة ِّم ْن ٰاتَ ْيتُ ْم َو َمٓا ِ ِع ْن َد يَرْ بُوْ ا فَاَل الن
ِ اس اَ ْم َو ٰ
َو َمٓا
ٰۤ ُ
َك هّٰللا ِ َوجْ هَ تُ ِر ْي ُدوْ ن
َ ول ِٕى ْال ُمضْ ِعفُوْ نَ هُ ُم فَا- ٣٩
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
5
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.3
3
Mushaf Khadijah, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Al-Fatih, 2012), hal.
408.
6
atau keuntungan dalam perdagangan. 4Hal ini diserahkan kepada hati nurani
masing-masing orang muslim dan tradisi masyarakat sekitar, dengan tetap
memelihara kaidah-kaidah keadilan dan kebijakan serta larangan memberikan
madarat terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain, yang memang menjadi
pedoman bagi semua tindakan dan perilaku seorang muslim dalam semua
hubungan.
Keuntungan yang diperbolehkan oleh Islam adalah laba yang diperoleh
secara wajar, tidak merugikan dan mengurangi hak-hak bagi kedua belah pihak
yang melakukan transaksi jual beli. Bisnis yang dilakukan dalam syariat
Islam tidak hanya berorientasi pada keuntungan saja namun juga berorientasi
pada kejelasan, kejujuran, keridhoan antar pelaku bisnis dan keberkahan dalam
transaksi bisnis.
7
Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk” (Q.S. Al-Baqarah: 16).
Menurut ajaran Ibnu Arabi, transaksi jual beli tanpa unsur Iwad sama
dengan riba. Iwad dapat dipahami sebagai equivalent countervalue yang berupa
risiko (Ghurmi), kerja dan usaha (Kasb), dan tanggung jawab (Daman). Semua
transaksi perniagaan untuk mendapatkan keuntungan harus memenuhi kaidah-
kaidah tersebut.
Untuk mengetahui suatu transaksi atau akad dalam mengambil keuntungan
apakah sesuai dengan ketentuan syariah atau tidak, apakah mengandung unsur
riba atau tidak, dapat digunakan konsep profit berdasarkan perspektif islam ialah
sebagai berikut:
1. Pertama, letakkan akad yang akan dievaluasi
2. Kedua, evaluasi akad terhadap tiga unsur
a. Risiko
b. Kerja dan usaha
c. Tanggung jawab
Apabila ketiga unsur Iwad ada, maka akad tersebut sesuai dengan
ketentuan syariah, dan keuntungan yang dihasilkan transaksi tersebut maka
hal tersebut bukan tergolong riba. Dan apabila ketiga unsur Iwad tidak ada,
maka akad tersebut tidak sah.
Ketentuan hukum terdapat prinsip-prinsip kontrak (akad) sebagaimana
dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 275 yang berbunyi:
8
Ayat diatas, sesuai dengan ketentuan syariah, dan keuntungan yang
dihasilkan dari transaksi tersebut tergolong riba.5
Konsep profit/laba dalam islam ialah konsep profit/laba dengan adanya
transaksi dan aktivitas yang dilakukan dan cara pengambilan keuntungan atau
laba melalui perniagaan yang sah, suka sama suka dan menjauhi transaksi
terlarang dalam dagang, transaksi yang tidak batil yang terpenuhinya rukun dan
syarat bisnis menurut islam, dan harta diperoleh tidak melalui transaksi terlarang,
seperti: riba, gharar, maisir, zhalim, maksiat dan lain-lain.
Konsep profit/laba itu harus adanya penjual dan pembeli serta modal atau
harta untuk menjalankan perniagaan atau bisnis. Dan pedagang harus
menjalankan rukun dan syarat dalam mengambil keuntungan dalam bertransaksi
atau jual beli agar dapat keuntungan yang sangat luar dan memperoleh
keberkahan Allah SWT. Kemudian seorang pedagang harus mengetahui hal-hal
yang perlu diperhatikan sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan
hadist. Dalam pengambilan keuntungan dalam islam tersebut tidak ada
batasan untuk pengambilan keuntungan meski melebihi harga pokok atau harga
pembelian.6
Apabila keuntungan tersebut didapat dalam perdagangan secara batil maka
hanya mendapatkan keuntungan dunia saja. Dan sebaliknya jika keuntungan
tersebut dilakukan dengan usaha berbisnis atau perniagaan secara jujur, ikhlas dan
hanya dilakukan semata-mata untuk Allah SWT. maka mendapatkan keuntungan
dunia dan akhirat.
5
K. Ekasari, Hermeutika Laba dalam Perspektif Islam, Jurnal Akuntansi
Multiparadigma, Volume. 5, No. 1, 2014), hal. 67–75.
6
Ibid., hal. 67–75.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
13