MATA KULIAH
DOSEN PEMBIMBING
Meriyati, M.H.I
NIDN: 2129058501
Disusun Oleh
NIM: 201902003
PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
penulis dan kepada para pembaca tentang Teori bagi hasil dalam ekonomi islam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Meriyati, M.H.I ,selaku dosen
pengampu. Penulis menyari bahwa makalah ini masil belum sepenuhnya sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepannya
penulis mampu menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakaatuh.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………. 1
B. Batasan Masalah…………………………………………………………….. 2
C. Rumusan Masalah…………………………………………………………… 2
D. Tujuan……………………………………………………………………...... 2
E. Manfaat…………………………………………………………………….... 2
F. Sistematika Pembahasan……………………………………………………. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 13
B. Saran……………………………………………………………………...... 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing.
Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara defenisi profit sharing
diartikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu perusahaan.
Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian
islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengolola
(mudharib).
Secara umum prinsip bagi hasil dalam ekonomi syariah dapat dilakukan dalam empat
akad utama yaitu, al Musyarakah, al Mudharabah, al Muzara’ah, dan musaqolah.
Walaupun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al
mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musqalah dipergunakan khusus untuk
plantation financing (pembiayaan pertanian untuk beberapa bank islam).
Bagi Hasil adalah keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan persyaratan.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan
yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem koperasi
syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan didalam aturan
syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu
pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil atau
yang disebut dengan nisbah bagi hasil dalam ukuran persentase atas kemungkinan hasil
produktifitas yang nyatanya diterima. Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan
kesepakatan pihak – pihak yang bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akam
1
dipenggaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak ketiga dan prospek
perolehan keuntungan.
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada penulis dan para pembaca
sekalian dalam hal memahami bagiamana teori bagi hasil dalam ekonomi islam,
memahami konsep mudharabah dan bagi hasil, memahami sistem bagi hasil, jenis pola
bagi hasil,dan faktor yang mempengaruhi bagi hasil.
E. Manfaat
Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai referensi bagi para pembaca dalam
memahami lebih lanjut tentang teori bagi hasil dalam ekonomi islam. Bagi masyarakat
makalah ini dapat dijadikan referensi tentang bagimana sistem bagi hasil dalam ekonomi
islam. Bagi penulis dapat memperoleh wawasan tentang pentingnya bagi hasil dalam
aliran kehidupan.
2
F. Sistematika Pembahasan
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PEMBAHASAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabahatau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu bentuk akad
kerja sama antara kedua belah pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana
(mudharib).Pemilik dana memberikan dananya secara utuh kepada pengelola dana
untuk diusahakan dan kemudian hasilnya akan dibagi, besarnya nisbah yang
dibagi hasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama diawal akad perjanjian.
Apabila terjadi kerugian yang diakibatkan oleh pengelola dana, maka pengelola
dana tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Namun apabila kerugian tersebut tidak disengaja (bukan kesalahan mudharib)
maka pemilik dana yang akan menanggung kerugian itu. Menurut fatwa DSN
No.07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh lembaga keuangan syariah kepada pihak lain untuk membuka
suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini posisi lembaga keuangan
sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan
posisi pengelola sebagai mudharib.Secara umum, landasan syariah yang
membahas tentang mudharabah lebih merujuk untuk melakukan kegiatan usaha.
2. Rukun Mudharabah
3. Syarat Mudharabah
Syarat sah nya yang harus diketahui dan tentunya dipenuhi oleh masing-
masing pihak dalam melakukan akad mudharabah adalah:
A. Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi memiliki arti profit sharing. Profit sharing
secara istilah merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Distribusi pembagian laba ini dapat berbentuk pembagian laba akhir,
bonus prestasi, dan juga dalam bentuk yang lain. Dengan demikian, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa bagi hasil merupakan sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pemilik dana dan pengelola dana.Bagi hasil ini dapat
dilakukan oleh pihak bank dengan nasabah atau pemilik dana maupun antara
pengelola dana (mudharib) dengan pihak bank. Dalam kegiatan tersebut, akad yang
cocok diterapkan adalah mudharabah dan musyarakah. Dan lebih spesifik lagi, akad
6
mudharabah ini dapat diterapkan di dunia perbankan dan sejenisnya untuk produk
tabungan dan deposito mudharabah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai
penyimpan dana (shahibul maal), sedangkan bank akan bertindak sebagai pengelola
dana (mudharib). Selaku pengelola dana, bank akan memutarkan dana tersebut dalam
bentuk pembiayaan.
Hasil yang didapatkan oleh bank dalam kegiatan tersebut akan dibagi hasilkan
kepada nasabah selaku pemilik dana. Sebelum melakukan kontrak, bank akan
membuat kesepakatan dengan nasabah mengenai perbandingan perolehan bagi hasil
yang akan didapat masing-masing pihak. Adapun faktor yang mempengaruhi
besarnya perolehan bagi hasil tersebut antara lain adalah :
kesepakatan dari nasabah
Prediksi keuntungan yang akan diperoleh
Respon pasar
Kemampuan memasarkan barang dan masa berlakunya kontrak.
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang
diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syari’ah, konsep bagi
hasil dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak
sebagai pengelola dana.
b. Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan
sistem pool of fund (penghimpun dana), selanjutnya pengelola akan
menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha- usaha yang
layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syari’ah.
c. Kedua belah pihak membuat keepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup
kerjasama, jumlah nominal dana, dan jangka waktuberlakunya kesepakatan
tersebut.
d. Sumber dana terdiri dari :
- Simpanan : tabungan dan simpanan berjangka.
- Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
- Hutang pihak lain
7
kerugian yang akan ditanggung oleh bank. Karena bagi hasil didapat apabila bank
selaku pengelola dana nasabah memperoleh pendapatan dari usaha yang dijalankan.
Adapun perbedaan bagi hasil dan bunga dapat dilihat dalam table berikut:
Penentuan besarnya nisbah bagi hasil Penentuan besarnya bunga dibuat pada
dibuat pada waktu akad dengan waktu akad tanpa berpedoman pada utung
berpedoman pada kemungkinan untung bagi
bagi.
Pembayaran bagi hasil tergantung pada Pembayaran bunga tetap seperti yang
keuntungan usaha (project) yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan
dijalankan. Jika ragu, maka risiko akan apakah usaha yang dijalankan oleh pihak
ditanggung oleh kedua belah pihak sesuai nasabah utung atau rugi.
kesepakatan.
Jumlah bagi hasil akan meningkat sesuai Jumlah pembayaran bunga tetap,
dengan peningkatan jumlah pendapatan meskipun keuntungan bertambah
8
yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa
dari suatu produksi tersebut.
Perhitungan menurut pendapatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada
pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum
dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.Prinsip
revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari syafi’I yang mengataka
bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya, baik
di dalam keadaan menetap maupun berpergian (diperjalanan) karena mudharib
telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu
(nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari
bagian shahibul maal.
Sedangkan untuk profit sharing diterapka berdasarkan pendapat Abu hanifah,
Malik, yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta
mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu untuk biaya
m14akan, pakaian dan sebagainya.
Adapun dalam bank syariah tidak memakai praktik bunga melainkan bagi
hasil,margin keuntungan dan fee. Sedangkan bank konvensional memakai praktik
bunga,besaran bunga di bank konvensional pun tetap di bandingkan bank syariah bagi
hasil bisa berubah – ubah tergantung pada kinerja usaha. Berikut perbedaan sistem
bunga di bank syariah dan bank konvensional berdasarkan laman resmi OJK :
9
Sistem bagi hasil bank syariah :
10
adalah istilah maksud yang sama.8 Mudharabah termasuk juga perjanjian antara
pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal
bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha atau proyek dan pengusaha setuju
untuk mengelolaproyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.
Disamping itu mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang
mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain
agar modal itu diniagakan dengan perjanjan keuntungannya dibagi antara dua
belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Oleh karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah
yang harus diperhatikan yaitu :
1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama
bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai
pelaksana usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan
pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
4. Nisbah keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada
dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yng berhak
diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al- maal mendapat
imbalan atas penyertaan modaknya. Nisbah keuntungan inilah yang akan
mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mngenai cara
pembagian keuntungan.
11
D. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil
1. Investment Rate
Total dana investasi yang diterima oleh bank syariah akan memengaruhi bagi
hasil yang diterima oleh nasabah investor. Total dana yang berasal dari investasi
mudharabah dapat dihitung dengan menggunakan saldo minimal bulanan atau saldo
harian. Saldo minimal akan digunakan sebagai dasar peritungan bagi hasil.
3. Jenis Dana
4. Nisbah
Nisbah merupakan persentase tertentu yang disebutkan dalam akad kerja sama
usaha (mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara bank dan investor.
Karakteristik nisbah akan berbeda-beda dilihat dari beberapa segi, antara lain:
A. Persentase nisbah antar bank akan berbeda-beda, hal ini tergantung kebijakan
masing-masing bank.
B. Persentase nisbah akan berbeda sesuai dengan jenis dana yang dihimpun.
Misalnya nisbah antara deposito dengan tabungan akan berbeda.
C. Jangka waktu investasi mudharabah akan berpengaruh pada besarnya persentase
nisbah bagi hasil.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan Teori Bagi Hasil Dalam Ekonomi Islam
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
Saran saya kepada para pembaca agar makalah ini dapat memberikan
tambahan ilmu,sebagai sumber informasi dan sebagai sumbangan pemikiran dalam
mengembangkan ilmu teori bagi hasil dalam ekonomi islam. Saya menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna,masih banyak kekurangan. Meskipun demikian
saya harap untuk kedepannya penyusunan makalah ini bisa lebih baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman, 2004, Perbedaan bagi hasil dan bunga syariah dan
konvensional, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Muhamad, 2000, Faktor – faktor yang mempengaruhi bagi hasil, Yogyakarta: UII Pre
Press Cet. 1
Al Baqi, Muhammad Fuad Abdu, Sunan al Hafizh Abi Abdillah Muhammad Ibn
Yazid Al qaswiny Ibnu Majjah, Lebanon:Akad mudharabah, hadist ke 2289
Antonio, M. Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press
Perwaatmadja dkk, Karnaen, 2005, Jenis – jenis bagi hasil syariah, Jakarta: Kencana
14
ALUR PEMAHAMAN MAKALAH
Konsep Mudharabah
dan bagi Hasil
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Gugun El Guyanie berpendapat anggapan bahwa dana bagi hasil cukai tembakau atau dana
rokok bisa digolongkan sebagai denda untuk mendanai kesehatan akibat dari dampak
kesehatan perokok sangat inkonstitusional.Menurut Gugun, konsep cukai sangat berbeda
dengan pajak. Apalagi dalam UU Cukai, sudah ditentukan penggunaan dana cukai atau
DBHCHT. "Penggunaannya sifatnya limitatif. Tidak boleh ditafsirkan untuk dana BPJS, dana
kesehatan, itu namanya perampokan dana rokok," tegas Gugun dalam keterangannya, Jumat
(30/04).Ia mengatakan, di dalam Undang-undang Cukai Nomor 36 Tahun 2007 disebutkan,
alokasi pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) sudah diatur dengan
jelas, yakni 50% DBHCHT dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi cukai, dan sebagainya. Kesehatan termasuk di dalam
pembinaan lingkungan sosial. Sedangkan 50% lainnya dimanfaatkan untuk pembangunan
daerah penerima DBHCHT.
16
Merujuk Pasal 66A (1) UU 36/2007, bahwa penerimaan negara dari cukai hasil
tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau
sebesar 2% yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan
industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Pada Ayat (3) dinyatakan bahwa Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi
hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau
kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi
penerimaan cukai hasil tembakaunya. Seyogianya DBHCHT harus konsisten pada amanat
UU 36/2007, Menteri Keuangan hanya bertugas merumuskan pembagian DBHCHT
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan
komposisi 30% untuk provinsi penghasil, 40% untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan
30% untuk kabupaten/kota lainnya.
17