Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TEORI BAGI HASIL DALAM EKONOMI ISLAM

MATA KULIAH

EKONOMI MONETER ISLAM

DOSEN PEMBIMBING
Meriyati, M.H.I
NIDN: 2129058501

Disusun Oleh

Dinda Amirah Putri

NIM: 201902003

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH

INDO GLOBAL MANDIRI

PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Puji syukurkita panjatkan


kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunianya penulis dapat menyelesaikan
mata kuliah “ EKONOMI MONETER ISLAM“ inidengan judul makalah “ TEORI BAGI
HASIL DALAM EKONOMI ISLAM ”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,beserta keluarga,sahabat dan para
penggikutnya hingga akhir zaman aamiin ya rabbal ‘aalamiin.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
penulis dan kepada para pembaca tentang Teori bagi hasil dalam ekonomi islam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Meriyati, M.H.I ,selaku dosen
pengampu. Penulis menyari bahwa makalah ini masil belum sepenuhnya sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepannya
penulis mampu menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakaatuh.

Palembang, 10 Oktober 2021

( Dinda Amirah Putri )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………. 1
B. Batasan Masalah…………………………………………………………….. 2
C. Rumusan Masalah…………………………………………………………… 2
D. Tujuan……………………………………………………………………...... 2
E. Manfaat…………………………………………………………………….... 2
F. Sistematika Pembahasan……………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Mudharabah dan bagi hasil………………………………………… 4


B. Sistem Bagi Hasil…………………………………………………………… 9
C. Jenis pola bagi hasil………………………………………………………… 10
D. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil……………………………………… 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………… 13
B. Saran……………………………………………………………………...... 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing.
Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara defenisi profit sharing
diartikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu perusahaan.
Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian
islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengolola
(mudharib).

Secara umum prinsip bagi hasil dalam ekonomi syariah dapat dilakukan dalam empat
akad utama yaitu, al Musyarakah, al Mudharabah, al Muzara’ah, dan musaqolah.
Walaupun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al
mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musqalah dipergunakan khusus untuk
plantation financing (pembiayaan pertanian untuk beberapa bank islam).

Bagi Hasil adalah keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan persyaratan.

a. Perhitungan bagi hasil disepakati menggunakan pendekatanRevenue Sharing Dan


Profit & loss Sharing
b. Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah PLS
atau Gross Profit. Kalau tidak disepakati akad itu menjadi gharar.
c. Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya
setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
d. Pembagian hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum dalam
akad.

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan
yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem koperasi
syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan didalam aturan
syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu
pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil atau
yang disebut dengan nisbah bagi hasil dalam ukuran persentase atas kemungkinan hasil
produktifitas yang nyatanya diterima. Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan
kesepakatan pihak – pihak yang bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akam

1
dipenggaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak ketiga dan prospek
perolehan keuntungan.

B. Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas,penulis perlu membatasi pembahasan dalam


makalah ini . Pembatasan yang penulis terapkan yaitu hanya membahas tentang hal – hal
yang terkait tentang teori bagi hasil dalam ekonomi islam.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan penulis terapkan yaitu :

1. Bagaimana konsep mudharabah dan bagi hasil ?


2. Bagaimana sistem bagi hasil ?
3. Apa saja jenis pola bagi hasil ?
4. Apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi bagi hasil ?

D. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada penulis dan para pembaca
sekalian dalam hal memahami bagiamana teori bagi hasil dalam ekonomi islam,
memahami konsep mudharabah dan bagi hasil, memahami sistem bagi hasil, jenis pola
bagi hasil,dan faktor yang mempengaruhi bagi hasil.

E. Manfaat

Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai referensi bagi para pembaca dalam
memahami lebih lanjut tentang teori bagi hasil dalam ekonomi islam. Bagi masyarakat
makalah ini dapat dijadikan referensi tentang bagimana sistem bagi hasil dalam ekonomi
islam. Bagi penulis dapat memperoleh wawasan tentang pentingnya bagi hasil dalam
aliran kehidupan.

2
F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang menjadi langkah – langkah dalam proses penyusunan


makalah ini,yaitu :

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan uraian latar belakang,batasan masalah,


rumusan masalah,tujuan,manfaat dan sistematika pembahasan.

Bab II PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pembahasan mengenai konsep mudharabah


dan bagi hasil, sistem bagi hasil, jenis pola bagi hasil,dan faktor
– faktor yang mempengaruhi bagi hasil.

Bab III PENUTUP

Bab ini bersikan kesimpulan dan saran.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Mudharabah Dan Bagi Hasil

1. Pengertian Mudharabah

Mudharabahatau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu bentuk akad
kerja sama antara kedua belah pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana
(mudharib).Pemilik dana memberikan dananya secara utuh kepada pengelola dana
untuk diusahakan dan kemudian hasilnya akan dibagi, besarnya nisbah yang
dibagi hasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama diawal akad perjanjian.
Apabila terjadi kerugian yang diakibatkan oleh pengelola dana, maka pengelola
dana tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Namun apabila kerugian tersebut tidak disengaja (bukan kesalahan mudharib)
maka pemilik dana yang akan menanggung kerugian itu. Menurut fatwa DSN
No.07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh lembaga keuangan syariah kepada pihak lain untuk membuka
suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini posisi lembaga keuangan
sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan
posisi pengelola sebagai mudharib.Secara umum, landasan syariah yang
membahas tentang mudharabah lebih merujuk untuk melakukan kegiatan usaha.

2. Rukun Mudharabah

Dalam transaksi menggunakan akad mudharabah terdapat rukun - rukun yang


harus dipenuhi. Rukun tersebut antara lain:
a. Pemilik dana (shahibul maal)
b. Pengelola dana (mudharib)
c. Modal
d. Usaha atau pekerjaan
e. Ijab qabul

Dalam transaksi yang menggunakan akad mudharabah terdapat rukun-rukun yang


harus dipenuhi.

3. Syarat Mudharabah

Syarat sah nya yang harus diketahui dan tentunya dipenuhi oleh masing-
masing pihak dalam melakukan akad mudharabah adalah:

1. Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (Aqidain)


4
a. Cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai orang yang berakad
(aqidah)
b. Pemilik dana tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi kepada
pengelola dana.

2. Syarat terkait dengan modal, antara lain:


a. Modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
b. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk asset
diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan memiliki nilai atau
historinya pada saat mengadakan kontrak.
c. Besarnya ditentukan secara jelas diawal akad
d. Modal bukan merupakan pinjaman (hutang)
e. Modal diserahkan langsung kepada pengelola dana dan secara tunai.
f. Modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang disepakat
g. Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu
penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa akad mudharabah.

3. Syarat yang terkait dengan keuntungan,antara lain :


a. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
b. Pemilik dana siap mengambil risiko rugi dari modal yang dikelola
c. Penentuan angka keuntungan dihitung dengan prosentase hasil usaha yang
dikelola oleh pengelola dana berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
d. Pengelola dana hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang telah
diinvestasikan dalam usaha.
e. Pengelola dana berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha
yang diambil dari modal mudharabah.

4. Jenis-jenis Akad Mudharabah

Dalam penerapan akad mudharabah di lembaga keuangan syariah, terdapat


dua macam akad mudharabah yang digunakan, yaitu:

a. Mudharabah Muthlaqah Merupakan akad mudharabah yang digunakan untuk


kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis sesuai dengan permintaan pemilik dana (shahibul
maal).
b. Mudharabah Muqayyadah Merupakan akad mudharabah yang mana dalam
melakukan kegiatan usahanya, pemilik dana (shahibul maal) memberikan
syarat-syarat tertentu atau dibatasi dengan adanya spesifikasi tertentu kepada
pengelola dana.

5. Prinsip-Prinsip Dalam Mudharabah


5
Akad mudharabah memiliki prinsip-prinsip yang seharusnya para pihak yang
terlibat mengetahuinya. Adapun prinsip tersebut antara lain:

a. Prinsip berbagi keuntungan diantara pihak-pihak yang melakukan akad


mudharabah. Laba bersih yang telah diperoleh harus dibagi antara pemilik
dana dan pengelola dana secara adil sesuai dengan porsi yang sebelumnya
telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pembagian laba ini harus dilakukan
setelah adanya pengurangan biaya-biaya dan juga modal dari pemilik dana
telah dikembalikan secara utuh.
b. Prinsip bagi kerugian diantara masing-masing pihak yang berakad. Dalam
mudharabah, asas keseimbangan dan keadilan terletak pada pembagian
kerugian apabila usaha yang dijalankan pengelola dana mengalami kerugian.
Kerugian tersebut dapat ditanggung oleh pemilik dana, akan tetapi apabila
terbukti ada kelalaian yang dilakukan oleh pengelola dana, maka pengelola
dana yang akan menanggung kerugian tersebut.
c. Prinsip kejelasan. Sebelum melakukan kontrak mudharabah ini, antara pemilik
dana dan pengelola dana harus jelas dalam menyatakan modal yang
disertakan, syarat-syarat, porsi bagi hasil yang akan diterima oleh masing-
maing pihak dan juga jangka waktu berlakunya akad tersebut.
d. Prinsip kepercayaan dan amanah. Unsur terpenting dalam melaksanakan akad
mudharabah ini adalah saling percaya. Pemilik dana mempercayakan dananya
untuk dikelola oleh pengelola dana (mudharib). Pemilik dana bisa saja
membatalkan kontrak perjanjian akad mudharabah tersebut apabila sudah
tidak ada rasa saling percaya.
e. Prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian menjadi kunci keberhasilan dari
berlangsungnya akad mudharabah. Apabila prinsip kehati-hatian ini tidak
dimiliki oleh masing-masing pihak, maka yang terjadi akan menimbulkan
kerugian financial, waktu, dan juga tenaga.

A. Bagi Hasil

1. Pengertian Bagi Hasil

Bagi hasil menurut terminologi memiliki arti profit sharing. Profit sharing
secara istilah merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Distribusi pembagian laba ini dapat berbentuk pembagian laba akhir,
bonus prestasi, dan juga dalam bentuk yang lain. Dengan demikian, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa bagi hasil merupakan sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pemilik dana dan pengelola dana.Bagi hasil ini dapat
dilakukan oleh pihak bank dengan nasabah atau pemilik dana maupun antara
pengelola dana (mudharib) dengan pihak bank. Dalam kegiatan tersebut, akad yang
cocok diterapkan adalah mudharabah dan musyarakah. Dan lebih spesifik lagi, akad

6
mudharabah ini dapat diterapkan di dunia perbankan dan sejenisnya untuk produk
tabungan dan deposito mudharabah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai
penyimpan dana (shahibul maal), sedangkan bank akan bertindak sebagai pengelola
dana (mudharib). Selaku pengelola dana, bank akan memutarkan dana tersebut dalam
bentuk pembiayaan.

Hasil yang didapatkan oleh bank dalam kegiatan tersebut akan dibagi hasilkan
kepada nasabah selaku pemilik dana. Sebelum melakukan kontrak, bank akan
membuat kesepakatan dengan nasabah mengenai perbandingan perolehan bagi hasil
yang akan didapat masing-masing pihak. Adapun faktor yang mempengaruhi
besarnya perolehan bagi hasil tersebut antara lain adalah :
 kesepakatan dari nasabah
 Prediksi keuntungan yang akan diperoleh
 Respon pasar
 Kemampuan memasarkan barang dan masa berlakunya kontrak.

2. Konsep Bagi Hasil

Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang
diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syari’ah, konsep bagi
hasil dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak
sebagai pengelola dana.
b. Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan
sistem pool of fund (penghimpun dana), selanjutnya pengelola akan
menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha- usaha yang
layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syari’ah.
c. Kedua belah pihak membuat keepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup
kerjasama, jumlah nominal dana, dan jangka waktuberlakunya kesepakatan
tersebut.
d. Sumber dana terdiri dari :
- Simpanan : tabungan dan simpanan berjangka.
- Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
- Hutang pihak lain

3. Perbedaan Antara Bagi Hasil dan Bunga

Dalam perbankan konvensional, instrumen bunga menjadi yang paling identik.


Akan tetapi instrumen bunga ini tidak berlaku untuk ekonomi Islam yang diterapkan
dalam dunia perbankan Islam atau yang dikenal dengan perbankan syariah. Perbankan
syariah menggunakan prinsip bagi hasil dalam operasionalnya. Terbukti
menggunakan prinsip bagi hasil ini jauh relatif efisien karena kecilnya risiko atas

7
kerugian yang akan ditanggung oleh bank. Karena bagi hasil didapat apabila bank
selaku pengelola dana nasabah memperoleh pendapatan dari usaha yang dijalankan.

Adapun perbedaan bagi hasil dan bunga dapat dilihat dalam table berikut:

BAGI HASIL BUNGA

Penentuan besarnya nisbah bagi hasil Penentuan besarnya bunga dibuat pada
dibuat pada waktu akad dengan waktu akad tanpa berpedoman pada utung
berpedoman pada kemungkinan untung bagi
bagi.

Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan Besarnya persentase bunga berdasarkan


pada jumlah keuntungan yang diperoleh. pada jumlah uang (dana) yang
dipinjamkan

Pembayaran bagi hasil tergantung pada Pembayaran bunga tetap seperti yang
keuntungan usaha (project) yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan
dijalankan. Jika ragu, maka risiko akan apakah usaha yang dijalankan oleh pihak
ditanggung oleh kedua belah pihak sesuai nasabah utung atau rugi.
kesepakatan.

Jumlah bagi hasil akan meningkat sesuai Jumlah pembayaran bunga tetap,
dengan peningkatan jumlah pendapatan meskipun keuntungan bertambah

Tidak ada yang meragukan Keberadaan bunga oleh semua

4. Mekanisme PerhitunganBagi Hasil

1. Pendekatan profit sharing (bagi laba)


Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba.Profit secara istilah adalah perbedaan
yang timbul ketika total pendapatan suatu perusahaan lebih besar dari biaya total.
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya yag
dikeluarkan untuk memperoleh pendapata tersebut.

2. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan)


Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yag diterima
oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa (services)
yang dihasilkan dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain
revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put

8
yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa
dari suatu produksi tersebut.
Perhitungan menurut pendapatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada
pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum
dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.Prinsip
revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari syafi’I yang mengataka
bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya, baik
di dalam keadaan menetap maupun berpergian (diperjalanan) karena mudharib
telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu
(nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari
bagian shahibul maal.
Sedangkan untuk profit sharing diterapka berdasarkan pendapat Abu hanifah,
Malik, yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta
mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu untuk biaya
m14akan, pakaian dan sebagainya.

3. Gross profit sharing


Sedikit berbeda dengan profit sharing,gross profit sharing juga merupakan
kesepakatan bagi hasil. Hanya saja pembagian keuntunggan hasil berdasarkan
pendapatan yang dikurangi harga pokok penjualan.Laba tersebut belum dikurangi
dengan pajak,biaya administrasi,serta biaya pemasaran lainnya. Hal tersebut juga
bisa disebut dengan pembagian laba kotor.

B. Sistem Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau


ikatan bersama di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas
keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam
sistem koperasi syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat,
dan didalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus
ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan
porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan
harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa
adanya unsur paksaan.

Adapun dalam bank syariah tidak memakai praktik bunga melainkan bagi
hasil,margin keuntungan dan fee. Sedangkan bank konvensional memakai praktik
bunga,besaran bunga di bank konvensional pun tetap di bandingkan bank syariah bagi
hasil bisa berubah – ubah tergantung pada kinerja usaha. Berikut perbedaan sistem
bunga di bank syariah dan bank konvensional berdasarkan laman resmi OJK :

9
Sistem bagi hasil bank syariah :

 Ada kemungkinan untung atau rugi.


 Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan / keuntungan yang di peroleh
nasabah pembiayan.
 Jumlah pembagian bagi hasil berubah – ubah tergantung kinerja usaha ( untuk
pembiayaan berdasarkan bagi hasil ).
 Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.
 Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, Jika proyek
tersebut tidak mendapatakan keuntunggan maka kerugian akan di tanggung
bersama kedua belah pihak.

Sistem bunga di bank konvensional :

 Asumsi selalu untung


 Didasarkan pada jumlah uang atau produk pinjaman
 Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat meskipun keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang
baik .
 Eksitensi bunga di ragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama
Islam.
 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

C. Jenis - Jenis Akad Bagi Hasil

Bentuk-bentuk kerjasama bagi hasil dalam ekonomi syari’ah secara umum


dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah, dan
Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yangdigunakan pada sistem bagi hasil,
pada umunya menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan
Mudharabah.

a. Musyarakah (Joint Venture prifit & loss sharing)


Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)


Mudharabah termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian).
Istilah lain mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang Hijaz
menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh

10
adalah istilah maksud yang sama.8 Mudharabah termasuk juga perjanjian antara
pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal
bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha atau proyek dan pengusaha setuju
untuk mengelolaproyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.
Disamping itu mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang
mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain
agar modal itu diniagakan dengan perjanjan keuntungannya dibagi antara dua
belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Oleh karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah
yang harus diperhatikan yaitu :
1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama
bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai
pelaksana usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan
pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.

2. Objek Mudharabah (modal dan kerja)


Objek merupakan konsekuensi yang logis dari tindakan yang dilakukan
oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai
objek mudharabah. Modal yang diserahkan berbentuk keahlian,
ketrampilan, selling skill dan lain-lain.

3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)


“Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip ‘an-
araadhim minkum (sama-sama rela)” (Q.S. An-Nisa ayat 29). Kedua belah
pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad
mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengkontribusikan dana dan si pelaksana usaha pun setuju dengan
perannya untuk mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan
ijab dari yang punya modal dan qabul dari yang menjalankannya.

4. Nisbah keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada
dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yng berhak
diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al- maal mendapat
imbalan atas penyertaan modaknya. Nisbah keuntungan inilah yang akan
mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mngenai cara
pembagian keuntungan.

11
D. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil

1. Investment Rate

Merupakan persentase dana yang diinvestasikan kembali oleh bank syariah ke


dalam pembiayaan maupun penyaluran dana lainnya. Kebijakan ini diambil karena
adanya ketentuan dari Bank Indonesia, bahwa sejumlah presentase tertentu atas dana
yang dihimpun dari masyarakat.

2. Total Dana Investasi

Total dana investasi yang diterima oleh bank syariah akan memengaruhi bagi
hasil yang diterima oleh nasabah investor. Total dana yang berasal dari investasi
mudharabah dapat dihitung dengan menggunakan saldo minimal bulanan atau saldo
harian. Saldo minimal akan digunakan sebagai dasar peritungan bagi hasil.

3. Jenis Dana

Setiap jenis dana investasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga


akan berpengaruh pada besarnya bagi hasil. Seperti simpanan deposito
pengambilannya harus sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati pada
awal akad. Sedangkan tabungan bebas mengambil dana simpanannya.

4. Nisbah

Nisbah merupakan persentase tertentu yang disebutkan dalam akad kerja sama
usaha (mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara bank dan investor.
Karakteristik nisbah akan berbeda-beda dilihat dari beberapa segi, antara lain:

A. Persentase nisbah antar bank akan berbeda-beda, hal ini tergantung kebijakan
masing-masing bank.
B. Persentase nisbah akan berbeda sesuai dengan jenis dana yang dihimpun.
Misalnya nisbah antara deposito dengan tabungan akan berbeda.
C. Jangka waktu investasi mudharabah akan berpengaruh pada besarnya persentase
nisbah bagi hasil.

Besar kecilnya nisbah tergantung kesepakatan jatuh tempo antara nasabah


dengan bank.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan Teori Bagi Hasil Dalam Ekonomi Islam
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :

 Dalam bank syariah tidak memakai praktik bunga melainkan bagi


hasil,margin keuntungan dan fee. Sedangkan bank konvensional memakai
praktik bunga,besaran bunga di bank konvensional pun tetap di
bandingkan bank syariah bagi hasil bisa berubah – ubah tergantung pada
kinerja usaha.
 Penerapan instrumen bagi hasil lebih mencerminkan keadilan di
bandingkan dengan instrumen bunga. Bagi hasil melihat kemungkinan
profit ( keuntungan ) dan resiko sebagi fakta yang mungkin terjadi
kemungkinan hari. Sedangkan bunga hanya mengakui kepastiaan profit
( keuntunggan ) pada penggunaan uang .
 Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian
hasil atau yang disebut dengan nisbah bagi hasil dalam ukuran persentase
atas kemungkinan hasil produktifitas yang nyatanya diterima
 Bagi hasil merupakan penggerak dasar operasionalisasi perbankan syariah,
sedangkan bunga merupakan penggerakan dasar operasionalisasi
perbankan konvensioanal.
 Bentuk-bentuk kerjasama bagi hasil dalam ekonomi syari’ah secara umum
dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah,
Muzara’ah, dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip
yangdigunakan pada sistem bagi hasil, pada umunya menggunakan
kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
 Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak – pihak yang
bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipenggaruhi oleh
pertimbangan kontribusi masing-masing pihak ketiga dan prospek
perolehan keuntungan.
B. Saran

Saran saya kepada para pembaca agar makalah ini dapat memberikan
tambahan ilmu,sebagai sumber informasi dan sebagai sumbangan pemikiran dalam
mengembangkan ilmu teori bagi hasil dalam ekonomi islam. Saya menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna,masih banyak kekurangan. Meskipun demikian
saya harap untuk kedepannya penyusunan makalah ini bisa lebih baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA

Rastono, SH, 2008,Pengertiaan bagi hasil dan penerapananya, Tesis Program


Megister Ilmu Ekonomi Diponegoro

Karim, Adiwarman, 2004, Perbedaan bagi hasil dan bunga syariah dan
konvensional, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada Kasmir, 2005, Mengenal teori bagi hasil, Jakarta: PT RajaGrafindo

Muhamad, 2000, Faktor – faktor yang mempengaruhi bagi hasil, Yogyakarta: UII Pre
Press Cet. 1

Al Baqi, Muhammad Fuad Abdu, Sunan al Hafizh Abi Abdillah Muhammad Ibn
Yazid Al qaswiny Ibnu Majjah, Lebanon:Akad mudharabah, hadist ke 2289

Antonio, M. Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press

Perwaatmadja dkk, Karnaen, 2005, Jenis – jenis bagi hasil syariah, Jakarta: Kencana

Umam Khaerul.2013. Manajemen Bank Syari’ah pedoman bagi hasil

 (Jakarta: PT. Raja Grafindo).

14
ALUR PEMAHAMAN MAKALAH

Konsep Mudharabah
dan bagi Hasil

Sistem Bagi Hasil

Teori Bagi Hasil

Dalam Ekonomi Islam

Jenis Pola Bagi Hasil

Faktor yang mempengaruhi bagi


hasil

Investment Total Dana


Jenis Dana Nisbah
Rate 15
Investasi
Studi kasus

Dana bagi hasil cukai tembakau dinilai


tak bisa dipakai untuk biayai kesehatan
Oleh: Tendi Mahadi

Jumat, 30 April 2021 20:27 WIB

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. 

Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Gugun El Guyanie berpendapat anggapan bahwa dana bagi hasil cukai tembakau atau dana
rokok bisa digolongkan sebagai denda untuk mendanai kesehatan akibat dari dampak
kesehatan perokok sangat inkonstitusional.Menurut Gugun, konsep cukai sangat berbeda
dengan pajak. Apalagi dalam UU Cukai, sudah ditentukan penggunaan dana cukai atau
DBHCHT. "Penggunaannya sifatnya limitatif. Tidak boleh ditafsirkan untuk dana BPJS, dana
kesehatan, itu namanya perampokan dana rokok," tegas Gugun dalam keterangannya, Jumat
(30/04).Ia mengatakan, di dalam Undang-undang Cukai Nomor 36 Tahun 2007 disebutkan,
alokasi pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) sudah diatur dengan
jelas, yakni 50% DBHCHT dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi cukai, dan sebagainya. Kesehatan termasuk di dalam
pembinaan lingkungan sosial. Sedangkan 50% lainnya dimanfaatkan untuk pembangunan
daerah penerima DBHCHT.

16
Merujuk Pasal 66A (1) UU 36/2007, bahwa penerimaan negara dari cukai hasil
tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau
sebesar 2% yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan
industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal. 

Pada Ayat (3) dinyatakan bahwa Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi
hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau
kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi
penerimaan cukai hasil tembakaunya. Seyogianya DBHCHT harus konsisten pada amanat
UU 36/2007, Menteri Keuangan hanya bertugas merumuskan pembagian DBHCHT
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan
komposisi 30% untuk provinsi penghasil, 40% untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan
30% untuk kabupaten/kota lainnya.

Gugun juga menyoroti pemanfaatan untuk pelayanan kesehatan tidak pernah


digunakan dengan jelas. Alih-alih meningkatkan pelayanan kesehatan, malah dipakai untuk
kampanye bahaya merokok. "Apabila dari dulu dimaksimalkan, BPJS Kesehatan bisa lebih
ringan bebannya. Aturan cukai rokok sendiri memiliki perjalanan sejarah yang panjang,
seiring berkembangnya industri rokok di negeri ini," kata dia.Gugun menegaskan, selama ini
kesalahan fatal politik hukum tentang dana cukai rokok, adalah terlalu membuka open
interpretative atau penafsiran yang terlalu liar, terutama oleh rezim kesehatan. "Karena itu,
pemerintah harus berani mengambil kebijakan yang adil tentang penggunaan dana cukai,"
katanya

17

Anda mungkin juga menyukai