Dan Anuitas
DOSEN:
Dr. H. Rahman Ambo Masse, M. Ag
DISUSUN
OLEH KELOMPOK 5:
Nurhasrani 90100121025
Nuraeni 90100121028
Muh Nurcholis Assegaf 90100121030
1
KATA PENGANTAR
Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada . selaku dosen pengampuh
mata kuliah KAEDAH FIKIH EKONOMI. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu makalah ini.
Gowa, , , 2022
Penulis
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fakta bahwa masyarakat luas kurang paham akan akuntansi syariah terlebih lagi
terkait akad-akad yang ada di dalam transaksi akuntansi syariah membuat masyarakat
enggan menabung di bank syariah. Tidak mengerti, tidak mau mencari tahu atau
bahkan menyamaratakan antara perbankan syariah dan konvensional yang
notabenenya berbeda di beberapa aspek. Pernyataan ini sejalan dengan Ahmad dan
Haron (2002) yang menyatakan bahwa sebagian masyarakat Muslim itu belum paham
akan sistem syariah ini namun, terbalik dengan umat non-Muslim mereka tahu bahwa
umat Muslim itu sebenarnya tidak diijinkan menggunakan bank konvensioanl
dikarenakan bunga yang diterapkan dalam sistem perbankan konvensional.
Perbankan syariah dikenal dengan Islamic Banking yang pada awalnya
dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi dan praktisi yang
berlingkup syariah. Sejak adanya revisi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar
bagi pengembangan perbankan syariah. Dari Undang-undang tersebut menerangkan
bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan beberapa tujuan yakni
memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep
bunga, memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki
beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga, membuka
peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan
dengan menjaga hubungan investor yang harmonis. Sementara pada bank
konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur.1
Melihat makin maraknya perbankan yang mulai masuk ke ranah syariah hal ini
dapat dibuktikan dengan pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa
1
Maharani , Rianti Daud , Niswatin & La Ode Rasuli4Jurnal Tabarru’ : Islamic Banking and Finance
(2021) 4 (2) : 345 - 355
1
pertumbuhan perbankan syariah mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga pada
tahun 2018, hal ini diakibatkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat Muslim
di Indonesia untuk beralih dari sistem ekonomi konvensional menuju sistem ekonomi
syariah atau berdasarkan hukum Islam.
Kesadaran ini tidak hanya dikeranakan di negara Indonesia mayoritas beragama
Islam dan terbanyak di dunia, akan tetapi juga karena adanya perasaan yang timbul
dari pribadi-pribadi Muslim untuk menerapkan Islam secara kaffah. Seperti yang kita
ketahui di dalam ilmu syariah terdapat Maqashid Syariah yang merupakan sebuah
gagasan dalam hukum Islam bahwa syariah diturunkan Allah SWT untuk mencapai
tujuan tujuan tertentu. Jadi dapat kita simpulkan bahwa perbankan syariah memiliki
beberapa tujuan tertentu salah satunya untuk kemaslahatan umat.
Melihat salah satu fenomena bank syariah di Gorontalo yang sistem perbankan
syariahnya memang masih sangat minim keberadaannya. Akan tetapi, tanda-tanda
perkembangan dari bank syariah itu sendiri sudah mulai terlihat. Hal ini ditandai
dengan adanya beberapa bank yang sudah berbasis syariah serta bank-bank
konvensional yang sudah berani mengambil keputusan untuk membuat produk-
produk syariah. Bank syariah mempunyai beberapa produk perbankan salah satunya
yaitu produk akad mudharabah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang di atas, kami dapat menarik rumusan masalah
sebagai berikut
1. Apa yang di maksud dengan profit sharing, revenuew sharing dan margin
proposal dan anuitas?
2. Apa saja isi fatwa-fatwa DSN-MUI terkait distribusi hasil usaha dan margin
anuitas?
2
3. Bagaimana mekanisme kerja distribusi hasil usaha?
4. Bagaimaan omplementasi kaedah fiqih dalam distribusi hasil usaha pada
produk pembiayaan pada LKS?
C. TUJUAN PENULUSAN
Berangkat dari rumusan masalah di atas, kami dapat menarik tujuan penulisan
sebagai berikut :
1. Memahami pengertian dari profit sharing, revenuew sharing dan margin
proposal dan anuitas?
2. Memahami isi fatwa-fatwa DSN-MUI terkait distribusi hasil usaha dan
margin anuitas?
3. Memahami mekanisme kerja distribusi hasil usaha
4. Memahami implementasi kaidah fikih dalam distribusi hasil usaha pada
produk pembiayaan pada LKS
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Pengertian profit sharing, revenuew sharing, dan margin proporsional
dan anuitas
Adapun pengertian dari profit sharing, revenuew sharing, dan margin
proporsional dan anuitas adalah sebagai berikut :
1. Pengertian profit sharing
Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh
pihakpihak yang melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak bank syariah.
Dalam hal tersebut, maka hasil atas usaha yang dilakukan oleh kedua pihak atau salah
satu pihak akan dibagi sesuai porsi masing-masing pihak yang melakukan akad
perjanjian. Pembagian hasil usaha dalam perbankan syariah ditetapkan dengan
menggunakan nisabah. Nisbah yaitu presntase yang disetujui oleh kedua pihak dalam
menentukan bagi hasil atas usaha yang dikerjasamakan.2
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan
dasar bagi oprasional bank Islam secara keseluruhan. 3 Menetapkan tingkat
keuntungan dan nisbah bagi hasil pembiayaan pada bank syariah, agar bank syariah
dapat memperoleh return yang maksimal. Dengan demikian bank syariah dapat
memberikan bagi hasil yang maksimal kepada dana pihak ketiga karena semakin
tinggi keuntungan yang diperoleh bank, semakin tinggi pula bagi hasil yang diberikan
bank kepada dana pihak ketiga, dan begitu sebaliknya.4
Manfaat adanya bagi hasil adalah baik nasabah atau bank syariah memperoleh
kepuasan, memberikan manfaat keadilan yang diterima oleh nasabah dan bank
syariah. Perhitungan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia berdasarkan
profit yang diperoleh (profit and loss sharing) yang didasarkan kepada ravenue
2
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Grup Jakarta, 2014), 95-96.
3
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Ptaktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001),
137.
4
Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2013), 279.
4
sharing (yang dibagikan pendapatannya). (Lauda Huruniang, Noven Suprayogi,
2015).5
5
Lauda huruniang dan noven suprayogi, “Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Bagi H asil
Tabungan Mudharabah pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia, “ JESST, Vol. 2, No. 7, (juli,
2015), 584
6
Eliza Fitriah dan Nur S. Buchori, “Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Terhadap Penghimpunan Dana Bank
Syariah, “Maslahah, Vol.2, No. 2, (Agustus, 2011), 53.
5
Kelemahan Revenue Sharing Apabila tingkat pendapatan bank sedemikian
rendah, maka bagian bank setelah pendapatan didistribusikan oleh bank, tidak akan
mampu membiayai kebutuhan oprasionalnya (yang lebih besar dari pada pendapatan
fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang kerugian.
Sementara penyandang dana atau investor lain tidak menaggung kerugian akibat
biaya oprasional tersebut.7
Prinsip Revenue Sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Syafi'i yang
mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai
biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena
mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan
sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar
dari bagian shahibul maal tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu
yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul maal.
3. Pengertian margin proporsional
Mergin proporsional atau lebih akrab di sebut Murabahah adalah akad jual beli
suatu barang dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga pokok
dan tingkat keuntungan tertentu atas barang dimana harga jual tersebut disetujui oleh
pembeli.11 Dalam akad murabahah, penjual (dalam hal ini adalah bank) harus
memberi tahu harga poduk yang dibeli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Saat ini, produk inilah yang paling banyak digunakan oleh bank
Syariah karena paling mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan produk
pembiayaan lainnya.8
Menurut Wiroso dalam bukunya, murabahah didefinisikan oleh para fuqaha
sebagai penjualan barang sehingga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut
ditambah mark-up/ keuntugan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah
7
Mhd. Taqwa Audiansyah, “Pengaruh Ekuivalen Rate Terhadap Penghimpunan Tabungan
Mudharabah, (Skripsi UIN Syarif hidayatullah, Jakarta, 2008) 3.
8
M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 149.
6
bahwa penjual harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.9
Manfaat Murabahah Bagi Bank adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran
dana untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk margin. Manfaat Murabahah Bagi
Nasabah Manfaat bagi nasabah sebagai penerima fasilitas adalah salah satu cara
untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank. Nasabah dapat
mengangsur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak berubah selama masa
perjanjian.10
Beberapa alasan mengapa transaksi murabahah begitu dominan dalam
pelaksanaan investasi perbankan Syariah, yaitu Murabahah adalah mekanisme
penanaman modal jangka pendek dengan pembagian untung rugi/ bagi hasil,
Murabahah menghindari ketidakpastian yang diletakkan dengan perolehan usaha
berdasarkan sistem bagi hasil, Murabahah tidak mengizinkan bank Islam untuk turut
campur dalam manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi
hubungan mereka adalah hubugan kreditur dengan debitur, Mark-up (keuntungan)
data ditetapkan dengan cara yang menjamin bahwa bank mampu mengembangkan
dibandingkan dengan bank-bank yang berbasis bunga dimana bank-bank Islam
sangan kompetitif.
4. Anuitas
Anuitas adalah serangkaian pembayaran yang dilakukan pada jangka waktu
tertentu. Anuitas berasal dari bahasa Latin annus yang berarti tahun. Akan tetapi
seiring dengan berjalannya waktu kata anuitas juga mencakup pembayaran yang
dilakukan pada interval waktu yang lain, seperti pembayaran bulanan, tiga bulanan,
dan seterusnya (Vaaler, 2008). Anuitas bukan barang baru lagi dalam kehidupan.
Seseorang yang menyewa rumah, seseorang yang membeli motor secara kredit, atau
pun uang tabungan di bank yang setiap bulan mendapatkan bunga, dan lain-lain.
9
Wiroso, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta: UII Press, 2005), 13
10
Wangsawidjaja, Pembiayaan…, h. 205.
7
Pembayaran anuitas dapat dilakukan pada awal periode dan dapat pula
dilakukan pada akhir periode. Jika pembayaran terjadi pada akhir setiap periode,
disebut sebagai anuitas akhir (immediate annuity) Sebaliknya, jika pembayaran
terjadi pada awal setiap periode, disebut sebagai anuitas awal (due annuity).
Selain perbedaan waktu penerimaan atau pembayaran, kedua jenis anuitas
tersebut juga dibedakan dengan sedikit modifikasi rumus, seperti anuitas biasa
dimana pembayaran tiap periode selalu sama, dan anuitas dengan ragam pembayaran
dimana pembayaran tiap periode nilainya tidak sama. Pada pembahasan anuitas
terdapat dua istilah penting yaitu nilai tunai (present value) yaitu nilai seluruh
pembayaran jika anuitas dibayar sekaligus dalam satu kali dan nilai akhir (cumulative
value) yaitu jumlah seluruh pembayaran pada suatu waktu di kemudian hari. 11
Adanya anuitas ditujukan agar nasabah lebih mudah ketika membayarkan
nominal angsuran pada jangka waktu yang telah ditentukan karena tetapnya besaran
pembayaran. Pemanfaatan anuitas sendiri ada pada bunga pada investasi dengan
jangka waktu panjang, serta pinjaman.
B. Kaidah dan fatwa-fatwa DSN-MUI terkait distribusi hasil usaha dan
margin anuitas
1. Kaidah fikih dan fatwa DSN-MUI terkait distribusi hasil usaha
Diantara prinsip dalam mudharbah adalah keseimbangan antara peluang untung
dan resiko rugi. Sehingga ketika seseorang berharap bisa mendapatkan
keuntungan dalam akad ini, dia juga harus siap menanggung risiko rugi. Jika
ada satu pihak yang dia hanya bisa medapat keuntungan, sementara dia bebas
dari resiko rugi, berarti ada kedzaliman dalam akad mudharabah yang
dijalankan.
11
Veithzal Rifai, Islamic Financial Management: teori, konsep, dan aplikasi: panduan praktis untuk
lembaga keuangan, nasabah, praktisi, dan mahasiswa (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 146-147
8
Adapun Kaidah Dari distribusi hasil usaha Ialah :
Karena itu, ketika keuntungan dalam satu kerja sama mudharabah tidak jelas,
maka keuntungan bagi para pelaku mudharabah juga tidak jelas. Jika ada salah
satu pihak dalam kerja sama mudharabah mendapatkan keuntungan yang jelas,
bisa dipastikan dia akan mendzalimi yang lain.
واألصل في العقود والمعامالت الصحة حتى يقوم دليل على البطالن والتحريم
“Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalat adalah sah sampai
adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya. (I’lamul
Muwaqi’in, 1/344)”12
adapun fatwa DSN-MUI dari murabahah adalah :
a) Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000: Tentang Murabahah;
b) Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000: Tentang Wakalah;
c) Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000: Tentang Uang Muka dalam
Murabahah;
12
Yusuf Al Qardhawi, “7 Kaedah Fiqih Muamalat”, Terj. Fedrian Hasmand, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2014), h. 9.
9
d) Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000: Tentang Diskon dalam
Murabahah;
e) Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IV/2000: Sanksi Atas Nasabah Yang
Mampu Menunda-nunda Pembayaran;
f) Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2003: Tentang Potongan Pelunasan
dalam Murabahah;
g) Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004: Ganti Rugi (Ta'awidh);
h) Fatwa DSN No. 45/DSN-MUI/II/2005: Line Facility;
i) Fatwa DSN No. 46/DSN-MUI/II/2005: Tentang Potongan Tagihan
Murabahah;
j) Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005: Tentang Penyelesaian Piutang
Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Bayar;
k) Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005: Tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah;
l) Fatwa DSN No. 49/DSN-MUI/II/: Tentang Konversi Akad Murabahah;
3. Kaidah fikih dan fatwa DSN-MUI mengenai anuitas
10
1. Pada prinsipnya lembaga keuangan syariah boleh menggunakan sistem accrual
basis dalam administrasi keuangan,
2. Dilihat dari segi kemashlahatan (al ashlah), dalam pencatatan sebaiknya
digunakan sistem accrual basis akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha
hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (chas
basis).
3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad14
Dari fatwa tersebut jelas bahwa bank syariah dalam mengadministrasikan
pendapatannya, untuk kepentingan laporan keuangan dapat mempergunakan dasar
akrual (accrual basis). Tetapi pendapatan yang dibagikan kepada shahibul maal, atau
pendapatan yang merupakan unsur distribusi hasil usaha adalah pendapatan yang
benar-benar diterima oleh bank syariah secara kas (cash basis).
Dalam praktik dilapangan, terdapat perbedaan interpretasi dalam memahami
istilah revenue sharing. Revenue sharing dalam praktik dipersepsikan sama dengan
gross profit sharing yang menganalogikan revenue adalah nilai penjualan suatu
barang (harga pokok plus margin pendapatan).
Adapun revenue yang dimaksud dalam dasar bagi hasil bank syariah dan yang
dipraktikkan selama ini adalah pendapatan dikurangi harga pokok barang yang dijual.
Dalam akuntansi proses ini dinamakan dengan gross profit. Dengan demikian istilah
revenue sharing yang biasa digunakan oleh industri perbankan syariah pada dasarnya
identik dan sama dengan makna gross profit sharing.15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
14
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha
Lembaga Keuangan Syariah.
15
Rizal Yaya, et, al, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Konseptual, Jakarta: Salemba Empat,
2016, Cet.2, h.325.
11
Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh
pihakpihak yang melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak bank syariah.
Revenue pada perbankan syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari
penyaluran dana (investasi) kedalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana
pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif
dengan hasil penerimaan bank.
Mergin proporsional atau lebih akrab di sebut Murabahah adalah akad jual
beli suatu barang dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga
pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang dimana harga jual tersebut
disetujui oleh pembeli. Anuitas adalah serangkaian pembayaran yang dilakukan pada
jangka waktu tertentu. Anuitas berasal dari bahasa Latin annus yang berarti tahun.
B. SARAN
Bahwa melalui makalah ini kami sebagai penyusun berharap agar setiap
pembaca dapat memahami makalah tentang strategi bersaing dalam unit bisnis,
adapun kami juga sangat berharap kritik dan saran agar kedepannya lebih baik lagi.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
12
Eliza Fitriah dan Nur S. Buchori, “Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Terhadap
Penghimpunan Dana Bank Syariah, “Maslahah, Vol.2, No. 2, (Agustus, 2011),
53.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem
Distribusi Hasil Usaha Lembaga Keuangan Syariah.
Indra Ramadona Harahap, Analisis Perbandingan Bagi Hasil Sistem Revenue Sharing
dengan Profit Sharing dalam Pembiayaan Mudharabah (Studi pada PT. BPRS
Puduarta Insani Tembung), Amik Royal Kisaran, Jurusan Manajemen
Informatika: Jurnal Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Volume 2,
Nomor 1, April 2017.
Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2013), 279.
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Grup Jakarta, 2014), 95-
96.
Lauda huruniang dan noven suprayogi, “Variabel-Variabel yang Mempengaruhi
Tingkat Bagi H asil Tabungan Mudharabah pada Industri Perbankan Syariah di
Indonesia, “ JESST, Vol. 2, No. 7, (juli, 2015), 584
M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012),
149.
Maharani , Rianti Daud , Niswatin & La Ode Rasuli4Jurnal Tabarru’ : Islamic
Banking and Finance (2021) 4 (2) : 345 - 355
Mhd. Taqwa Audiansyah, “Pengaruh Ekuivalen Rate Terhadap Penghimpunan
Tabungan Mudharabah, (Skripsi UIN Syarif hidayatullah, Jakarta, 2008) 3.
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Ptaktik, (Jakarta : Gema
Insani Press, 2001), 137.
Rizal Yaya, et, al, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Konseptual, Jakarta:
Salemba Empat, 2016, Cet.2, h.325.
13
Wiroso, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta: UII Press, 2005), 13
Yusuf Al Qardhawi, “7 Kaedah Fiqih Muamalat”, Terj. Fedrian Hasmand, (Jakarta:
Pustaka al- Kautsar, 2014), h. 9.
14