Anda di halaman 1dari 15

M A K A LA H

AKAD MUSYARAKAH

OLEH
NAMA : Risa Nikma Khairani
NPM : 180404020060

PROGRAM STUDI S 1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah mari kita panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan
karunia-Nya pada kita semua, serta tak lupa Shalawat dan Salam kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad Saw. Akhirnya telah menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Akad Musyaraka”.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa meningkatkan


pemahaman tentang akad musyarakah dan juga merupakan salah satu tugas yang harus di
selesaikan guna memperoleh nilai mata kuliah “Akuntansi Syariah”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa tulisan kami tidak sempurna, kami harapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini., Akhirnya kami ucapkan
mohon maaf jika ada kesalahan kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.

Malang, 12 November 2019

I
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...I

DAFTAR ISI…………………………………………………………….…………………...II
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………..……………...1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..…………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..………………..1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………..…………....1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..2
2.1 Pengertia Akad Musyarakah…………………………………………………………....2
2.2 Jenis-Jenis Akad Musyarakah………………………………………………………….4
2.3 Dasar Syariah Akad Musyarakah ……………………………………………………...5
2.3.1 Sumber Hukum Akad Muayarakah………………………………………...…....5
2.3.2. Rukun dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah.....................................6
2.3.3 Berakhirnya Akad Musyarakah……………………………………………........8
2.3.4 Penetapan Nisbah Dalam Akad Musyarakah…………………………........…...9

2.4 Perlakuan Akuntansi Akad Musyarakah……………………………………………….9

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………11


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………11
3.2 Saran………………………………………………………………………………..…11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….…12

II
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk melakukan aktivitas bisnis,


untuk memperoleh penghasilan guna mencukupi kebutuhan sehari baik itu untuk dirinya
sendiri atau untuk keluarganya, serta sebagai bekal dalam melaksanakan ibadah kepada Allah
SWT.

Berbagai macam jenis usaha dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan, seperti
bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau sebagai investor yang kesemuanya tergantung
pada bidang keahlian yang dimiliki. Kesemuanya itu boleh dilakukan selama tidak melanggar
ketentuan agama yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang dapat dilakukan sebagai pengusaha yaitu
musyarakah. Yakni perserikatan antara dua orang atau lebih dalam usaha untuk memperoleh
keuntungan dengan hasil ditanggung bersama. Yang dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut mengenai musyarakah.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah

1. Apa yang dimaksud dengan akad musyarakah?

2. Apa saja jenis-jenis akad musyararakah?

3. Apa dasar syariah akad musyarakah?

4. Bagaimana perlakuan akuntansi untuk akad musyarakah?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi UTS perkuliahan mata
kuliah Akuntansi Syariah , disamping itu, penulisan ini bertujuan untuk:
1. Untuk memahami pengertian dari akad musyarakah
2. Untuk memahami jenis jenis akad musyrakah
3. Untuk memahami dasar syariah akad musyrakah
4. Untuk memahami bagaimana perlakuan akuntansi akad musyarakah.
1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akad Musyarakah

Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The Muslim School
Trust , secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang
atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah
lain dari akad musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.

PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan porsi kontribusi dana. Para
mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu dalam
masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, apabila salah satu mitra dapat
mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap
atau sekaligus kepada mitra lain.

Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas. Musyarakah
merupakan akad kerja sama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka
dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan
modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut.
Dimana modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau
dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.

Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan Ia menjadi wakil mitra lain
juga sebagai agen bagi usaha kemitraan. Sehingga seorang mitra tidak dapat lepas tangan dari
aktivitas yang di lakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal.
Dengan bergabungnya dua orang atau lebih hasil yang diperoleh diharapkan jauh lebih baik
dibandingkan jika dilakukan sendiri karena di dukung oleh kemampuan akumulasi modal
yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang lebih beragam, wawasan yang
lebih luas, pengendalian yang lebih tinggi, dsb.

Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati (baik persentase maupun periodenya harus secara

2
tegas dan jelas ditentukan di dalam perjanjian), sedangkan bila rugi akan
didistribusikan kepada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip system keuangan syariah yaitu pihak-pihak yang yang terlibat dalam
suatu transaksi harus bersama-sama menanggung (berbagi) risiko.

Pada dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya
karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).
Namun demikian, untuk mecegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang
disengaja atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan meminta jaminan
dari mitra lain atau pihak ketiga.

PSAK NO 106 par 7 memberikan contoh yang disengaja yaitu :

1. Pelanggaran terhadap akad; antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi


biaya, dan pendapatan operasional.

2. pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dalam musyarakah, dapat
ditemukan aplikasi ajaran islam tentang ta’awun (gotong royong), ukhwah
(persaudaraan) dan keadilan.

Selain musyarakah, terdapat juga kontrak investasi untuk bidang pertanian yang pada
prinsipnya sama dengan prinsip syirkah. Bentuk kontrak bagi hasil yang diterapkan pada
tanaman pertanian setahun dinamakan muzara’ah.Bila bibitnya berasal dari pemilik tanah,
maka disebut mukhabarah. Sedangkan bentuk kontrak bagi hasil yang diterapkan pada
tanaman pertanian tahunan disebut musaqat (Karim, 2003). Untuk menghindari
persengketaan di kemudian hari, sebaiknya akad kerja sama dibuat secara tertulis dan dihadiri
oleh para saksi. Akad perjanjian tersebut harus mencakup berbagai aspek antara lain terkait
dengan besaran modal dan penggunaannya (tujuan usaha musyarakah), pembagian kerja di
antara mitra, nisbah yang digunakan sebagai dasar pembagian laba dan periode
pembagiannya dsb.

Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, atau terjadi persengketaan, para pihak dapat
merujuk kepada kontrak yang telah disepakati bersama. Apabila terjadi sengketa dan tidak
terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan keputusan institusi yang berwenang, misalnya badan arbitrasi syariah.

3
2.2. Jenis Akad Musyarakah

Berdasarkan pendapat ulama fikih, akad syirkah dibagi dalam beberapa jenis yaitu:

1. Syirkah Al Milk
Mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadaannya
muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepimilikan bersama (joing) atas
suatu kekayaan (asset) misalnya dua orang atau lebih menerima
warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik
yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi.
2. Syirkah Al’uqud (kontrak)
Syirkah Al’uqud yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepekatan dua orang atau
lebih untuk bekerja sama dalam mecapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat
berkontribusi dengan modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi
keuntungan dan kerugian. Berbeda dengan syirkah al milk, dalam kerja sama jenis
ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari pihak lainnya Syirkah Al’quid
dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Syirkah Abdan (syirkah fisik), disebut juga syirkah a’mal (syirkah kerja)
atau syirkah shanaa’I (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah
penerimaan).
2. Syirkah wujuhadalah kerja sama antara dua pihak di mana masing-masing
pihak sama sekali tidak menyertekan modal. Mereka menjalankan
usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
3. Syirkah ‘Inan (negosiasi) adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan
kompisisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah tidak sama, baik
dalam hal modal maupun pekerjaan.
4. Syirkah Mufawwadhah adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan
kompisisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam
hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan, maupun risiko kerugian.

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) akad syirkah dibagi dalam
beberapa jenis yaitu:

4
1. Musyarakah Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap
mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No.
106 par 04). Contohnya : antara mitra A dan mitra P yang melakukan akad
musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing-masing Rp20.000.000 ,
maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing-masing tetap
Rp20.000.000.
2. Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah dengan
ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra
lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra
lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. (PSAK No.
106 par 04) contohnya : antara mitra A dan mitra P melakukan akad musyarakah,
mitra P menanamkan Rp 10.000.000 dan menanamkan Rp 20.000.000 . seiring
berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P Rp 10.000.000
tersebut akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang
dilakukan oleh mitra A .

2.3. Dasar Syariah Akad Musyarakah

2.3.1. Sumber Hukum Akad Musyarakah

1. Al-Quran
“Maka mereka berserikat pada sepertiga.” (QS 4:12)
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh.” (QS 38:24).
2. As-Sunah
Hadis Qudsi: “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat,
sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila
seorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu
Dawud dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)
“Pertolongan Allah tercurah atas dua pihak yang berserikat, sepanjang keduanya
tidak saling berkhianat.” (HR. Muslim)

5
Berdasarkan keterangan Al-Quran dan Hadis tersebut, pada prinsipnya seluruh
ahli fiqih sepakat menetapkan bahwa hokum musyarakah adalah mubah, meskipun
mereka masih memperselisihkan keabsahan hukum dari beberapa jenis akad
musyarakah.

2.3.2. Rukun dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah


Unsur yang harus ada dalam akad musyarakah atau rukun akad musyarakah ada empat:
1. Pelaku, terdiri dari atas para mitra
2. Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad
musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja.
3. Ijab kabul/serah terima
4. Nisbah keuntungan

Ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan akad musyarakah yaitu:


1. Pelaku: para mitra yang harus cakap dari hukum dan baligh.
2. Objek musyarakah
Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad
musyarakah yaitu modal dan kerja.
A. Modal
1. Modal yang diberikan harus tunai.
2. Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset
perdagangan, atau aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dsb.
3. Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus
ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama
4. Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur. Tidak
dibolehkan pemisahan modal dari masing-masing pihak untuk
kepentingan khusus.
5. Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset
kemitraan.
6. Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian
juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah,
menyumbang atau menghadiahkan uang tsb. Kecuali, mitra lain telah
menyepakatinya
6
7. Seorang mitra tidk diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan
modal itu untuk kepentingannya sendiri
8. Pada prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh ada penjaminan modal,
seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra lainnya, karena
musyarakah didasarkan prinsip al-ghunmu bi al ghurmi-hak untuk
mendapat keuntungan berhubungan dengan risiko yang diterima.
9. Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek
atau investasi yang dilarang oleh syariah.

B. Kerja
1. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah.
2. Tidak dibenarkan bila salah seorang diantara mitra mengatakan tidak ikut
serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tsb.
3. Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus
sama. Mitra yang porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagina
keuntungan yang lebi besar.
4. Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
5. Para mitra harus menjalankan usaha sesuai denga syariah
6. Seorang mitra yang melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia
sepakati, berhak mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan
tersebut.
7. Jika seorang mitra yang mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan
tugas yang menjadi bagiannya, biaya yang timbul harus di tanggungnya
sendiri.
3. Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.

7
4. Nisbah
1. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh
para mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan diantara para mitra dapat
dihilangkan.
2. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
3. Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan
keuntungan tersebut. Misalnya, bagi hasil atau bagi laba.
4. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan
tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
5. Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri.
6. Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan
mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati.

2.3.3.Berakhirnya Akad Musyarakah

Akad musyarakah akan berakhir, jika:

1. Salah seorang mitra menghentikan akad.

2. Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal.


Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah
seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat). Apabila
disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.

3. Modal musyarakah hilang/habis.

Apabila salah satu mitra keluar dar kemitraan baik dengan mengundurkan diri,
meninggal atau hilang akal maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena
musyarakah berawal dari kesepakatan utuk bekerja sama dan dalam kegiatan
opersaional setiap mitra mewakili mitra lainnya. Salah seorang mitra tidak ada lagi
berarti hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.

2.3.4. Penetapan Nisbah Dalam Akad Musyarakah

Nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu:

1. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal


Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara proporsional
sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah suatu jumlah pekerjaan
yang dilaksankan oleh para mitra sama ataupun tidak sama. Apabila salah satu
pihak menyetorkan modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan
proporsi laba yang lebih besar.
Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi diantara kita”, berarti
keuntungan akan di alokasikan menurut porsi modal masing-masing mitra.
2. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penetuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya modal
yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu
kerja yang lebih panjang. Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50
atau berbeda 70:30 misalnya proporsional dengan modal masing-masing mitra.
Begitu para mitra sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar inilah yang digunakan
untuk pembagian keuntungan.

2.4. Perlakuan Akuntansi Akad Musyarakah


(PSAK 106)

Perlakuan Akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu
Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik
mengelola sendiri ataupun merujuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, mitra aktif
juga bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan
melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola
usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi; sedangkan mitra pasif
adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha biasanya adalah lembaga keuangan.

Karakteristik Pembiayaan Musyarakah terdiri dari:

1. Para Mitra syarik bersama sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha
tertentu dalam musyarakha, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru

2. Investasi musyarakah dapat di berikan dalam bentuk kas, srtara kas atau asset non kas,
termasuk asset tidak berwujud seperti lisensi dan hak paten

3. Karna setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat
meminta untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang di sengaja

4. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang
di sengaja harus di buktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang

5. Pendapatan usaha musyarakah di bagi antara para mitra secara porposiaonal sesuai
dengandana yang di setorkan ( baik berupa kas maupun non kas lainnya)

6. Jika salah satu mita Memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam
akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar
untuk dirinya

7. Posri jumlha bagi hasil untuk para mitra di tentukan berdasarkan nisbah yang di
sepakati dari pendapatan usaha yang di peroleh selama periode akad bukan dari
jumlah investasi yang di berikan.
10
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Investasi musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
menjalankan sesuatu usaha tertenut dengan tujuan mencari keuntungan dimana masing
masing pihak memberikan kontribusi modal dan kerja. Hal ini yang membedakan antara
musyarakah dengan mudharabah, dimana dalam mudharabah hanya salah satu pihak saja
sebagai penyandang dana.

Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan ia menjadi wakil mitra lain
yaitu sebagai agen bagi usaha kemitraan. Oleh karena itu, seorang mitra tidak dapat lepas
tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang
normal. Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra
sesuai dengan nisbah yang disepakati (baik berdasarkan modal maupun cara lain yang
disepakati), sedangkan bila rugi akan didistribusikan pada para mitra seusuai dengan porsi
modal dari setiap mitra.

3.2. Saran

1. Bagi para pengusaha yang usahanya berbentuk akad musyarakah suapaya dapat
memahami dengan benar mengenai aturan dan pencatatan yang diatur dalam
akuntansi dan menghindari transaksi yang mengandung unsur-riba.

2. Kritik dan saran dari pembaca semua sangat kami harapkan demi kesempurnaan
penulisan.
11
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurhayati, Sri, Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Edisi Ke-3. Jakarta:
Salemba Empat.

2. Chintya Apriana. 2017.Penrapan PSAK no 106. Pada perlakuan akuntansi Musyarakah


di BMT Al-ihsan metro lampung. Lampung. Equilibrium.

12

Anda mungkin juga menyukai