Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH DAN PRAKTIKUM

“AKAD MUSYARAKAH”
Diajukan Untuk Pemenuhan Tugas Dalam Mata Kuliah Akuntansi Syariah dan
Praktikum
Dosen : Tenny Badina, S.E., Ak., M.E., CA.

Disusun Oleh:

1. Bobic Rosando Maliki 5554210004


2. Siti Febriyanti 5554210008
3. Fitriyani 5554210023
4. Nur Fitriyani 5554210042
5. Toto Prihartama 5554210074

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat- Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran. Sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan makalah sebagai tugas dari mata kuliah “Akuntansi
Syariah Dan Praktikum” yang berjudul “Akad Musyarakah”
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf
yang sebesar- besarnya. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.

Serang, 2 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Pengertian Akad Musyarakah...................................................................3
2.2 Jenis Akad Musyarakah.............................................................................5
2.2.1 Syirkah Al-Milk.................................................................................5
2.2.2 Syirkah Al-Uqud................................................................................5
2.3 Dasar Syariah Akad Mudhrabah...............................................................7
2.3.1 Al-Qur’an...........................................................................................7
2.3.2 Hadist.................................................................................................7
2.3.3 Ijma....................................................................................................7
2.4 Penetapan Akad Nisbah Dalam Musyarakah............................................7
2.5 Perlakuan Akuntansi (PSAK 106).............................................................8
2.5.1 Akuntansi Untuk Mitra Aktif.............................................................9
2.5.2 Akuntansi Untuk Mitra Pasif...........................................................11
2.6 Ilustrasi Kasus Musyarakah.....................................................................12
BAB 3 PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melalui Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan


musyarakah, Dewan Syariah Nasional telah memberikan izin operasional
produk pembiayaan musyarakah pada perbankan syariah. Selain itu,
diperkuat dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang menyatakan bahwa
“Allah mengahalalkan jual beli dan mengharamkan riba, ini menjadi
acuan nasabah untuk mengunakan produk pembiayaan syariah”.
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Bank Syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
dan menurut jenisnya terbagi menjadi Badan Umum Syariah (BUS) dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pembiayaan musyarakah
merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan membagi keuntungan berdasarkan kesepakatan,
sedangkan kerugian dibagi berdasarkan kontribusi dana.
Dalam musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal
untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola
usaha tersebut. Modal yang ada digunakan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk
kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra
lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari akad musyarakah?


2. Apa saja jenis akad musyarakah?
3. Sebutkan dasar syariah dari akad musyarakah!
4. Bagaimana penetapan akad nisbah dalam musyarakah?
5. Bagaimana perlakuan akuntansi (PSAK 106)?
6. Bagaimana ilustrasi kasus musyarakah?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan
tujuan penelitian dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian dari akad musyarakah.


2. Untuk mengetahui jenis akad musyarakah.
3. Untuk mengetahui dasar syariah dari akad musyarakah.
4. Untuk mengetahui penetapan akad nisbah dalam musyarakah.
5. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi (PSAK 106).
6. Untuk mengetahui ilustrasi kasus musyarakah.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan atas penyusunan makalah adalah sebagai berikut.
1. Dapat menjelaskan mengenai akad musyarakah dengan jelas sehingga
dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui mengenai akad
musyarakah.
2. Dapat dijadikan sebagai referensi dalam menjalankan penelitian
mahasiswa.
BAB 2

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Akad Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama dan bagi hasil antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan cara masing-masing
pihak memberikan kontribusi atau menggabungkan modal, dana atau mal
dengan kesepakatan bahwa hak-hak, kewajiban, risiko dan keuntungan
ditanggung secara bersama dengan nisbah (bagi hasil) ditentukan sesuai
jumlah modal dan peran masing-masing.
Musyarakah disebut juga dengan istilah sharikah atau syirkah.
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-
ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga
antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau
perserikatan usaha. Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 8 Tahun 2000,
pengertian al-syirkah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa
keuntungan dan risiko akan di tanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam pasal
1 angka 13 disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu produk
pembiayaan pada perbankan syariah. Musyarakah adalah suatu transaksi
dua orang atau lebih, transaksi ini meliputi pengumpulan dana dan
penggunaan modal. Keuntungan dan kerugian di tanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. Namun demikian modal tidak selalu
berbentuk uang tetapi dapat berbentuk lain.
Berikut definisi dan pengertian musyarakah dari beberapa para ahli:
 Menurut Antonio (2001), musyarakah adalah akad kerja sama

3
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise)

4
memberikan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

 Menurut Ascarya (2013), musyarakah adalah akad bagi hasil ketika


dua atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerja sama sebagai
mitra usaha maka membiayai investasi usaha baru atau yang sudah
berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam
manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan.

 Menurut Ridwan (2007), musyarakah adalah akad kerja sama antara


dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberi kontribusi dana atau mal, dengan kesepakatan bahwa
risiko dan keuntungan akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

 Menurut Sutedi (2009), musyarakah adalah kemitraan dalam suatu


usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja
mereka untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung
jawab yang sama.

 Menurut Saeed (2003), musyarakah adalah akad kerja sama yang


terjadi di antara para pemilik dana untuk menggabungkan modal,
melalui usaha bersama dan pengelolaan bersama dalam suatu
hubungan kemitraan. Bagi hasil ditentukan sesuai dengan kesepakatan
(biasanya ditentukan berdasarkan jumlah modal yang diberikan dan
peran serta masing-masing pihak).

 Menurut Naf'an (2014), musyarakah adalah akad kerja sama yang


terjadi di antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam
suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal.

5
3.2 Jenis Akad Musyarakah

Menurut Muhammad (2008), terdapat dua jenis syirkah atau musyarakah,


yaitu sebagai berikut:
3.2.1 Syirkah Al-Milk

Syirkah al-Milk atau Al-Amlak adalah kepemilikan bersama antara


pihak yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat dua orang
atau lebih secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas
sesuatu kekayaan tanpa adanya perjanjian kemitraan secara resmi.
Syirkah al-Milk biasanya berasal dari warisan. Pendapatan atas barang
warisan ini akan dibagi hingga porsi hak atas warisan itu sampai dengan
barang warisan itu dijual. Misalnya tanah warisan, sebelum tanah ini
dijual maka bila tanah ini menghasilkan, maka hasil bumi tersebut dibagi
kepada ahli waris sesuai dengan porsi masing-masing. Syirkah al-Milk
muncul bukan karena adanya kontrak, tetapi karena suka rela dan
terpaksa.

Syirkah Al-Milk dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah ikthtiar dan
syirkah jabar. Syirkah ikhtiar adalah syirkah yang lahir atas kehendak dua
pihak yang bersekutu, contohnya dua orang yang membeli suatu barang.
Sedangkan syirkah jabar adalah persekutuan yang terjadi di antara dua
orang atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang
mendapatkan sebuah warisan, sehingga barang yang menjadi warisan
tersebut menjadi hak milik kedua orang yang bersangkutan.
3.2.2 Syirkah Al-Uqud

Syirkah Al-Uqud adalah akad kerja sama antar dua orang atau
lebih dalam mengelola harta dan resiko, baik keuntungan maupun
kerugian ditanggung bersama. Syirkah al-Uqud merupakan contractual
partnership yang dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya
karena pada pihak yang bersangkutan secara sukarela yang berkeinginan
untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagai untung
dan risiko. Syirkah Al-Uqud dibagi menjadi lima jenis, yaitu sebagai
berikut:

6
1. Syirkah Mufawwadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang
atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan
dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi
keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat
utama dari jenis al-Musyarakah ini adalah kesamaan dana yang
diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi masing-
masing pihak.

2. Syirkah Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi
masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil,
tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.

3. Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual
barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan
kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan
oleh tiap mitra.

4. Syirkah A’mal adalah adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan
dari pekerjaan itu. Misalnya kerja sama dua orang arsitek untuk
menggarap sebuah proyek atau kerja sama, dua orang penjahit untuk
menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini
kadang disebut dengan syirkah abdan atau sanaa'i.

5. Syirkah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal


dan seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan
perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan kesepakatan
bersama. Syirkah Mudharabah merupakan kerja sama usaha antara
dua pihak atau lebih yang mana satu pihak sebagai shahibul maal
yang menyediakan dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain

7
tidak menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha
yang dijalankan, disebut mudharib.
3.3 Dasar Syariah Akad Mudhrabah
3.3.1 Al-Qur’an
“Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu.” (Q.S An-Nisa (4) : 12).
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu
sebagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain,
kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat
sedikitlah mereka ini’’(QS. Shad (38) : 24).
3.3.2 Hadist

Dari abu hurairah Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya Allah azza


wa jallah berfirman “aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satu tidak ada yang menghianati pihak yang lain.
Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka” (HR
Abu Daud). Hadist riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah merupakan
dalil lain diperbolehkan nya praktik musyarakah. Hadis ini merupakan
hadist Qudsi, dan kedudukannya sahih menurut Hakim.

Di Hadis ini menjelaskan bahwa Allah memberikan pernyataan bahwa


mereka yang bersekutu dalam sebuah usaha akan mendapat perniagaan
dalam arti Allah akan menjaganya selain itu Allah akan memberikan
pertolongan namun Allah juga akan melaknat mereka yang
mengkhianati perjanjian dan usahanya. Hal ini lantas memperjelas
meskipun memiliki ikatan yang bebas namun kita tidak bisa
membatalkan sembarangan apa yang sudah menjadi kerja samanya.
3.3.3 Ijma

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al Mughni mengatakan bahwa “Kaum


muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dari beberapa
elemennya”.

8
3.4 Penetapan Akad Nisbah Dalam Musyarakah

Nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut:


1. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan baru dibagi antara para mitra secara
proporsional sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah
jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama ataupun
tidak sama. Apabila salah satu pihak menyetorkan modal lebih besar,
maka pihak tersebut akan mendapatkan proposal laba yang lebih besar.

2. Pembagian keuntungan tidak proposional dengan modal


Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan
hanya modal yang disetorkan, tetapi juga tanggung jawab,
pengalaman, kompetensi atau waktu kerja yang lebih panjang.
Ibnu Qudamah mengatakan: “Pilihan dalam keuntungan dibolehkan
dengan adanya kerja karena seorang dari mereka mungkin lebih ahli
dalam bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih kuat ketimbang
yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya ia diizinkan
untuk menuntut lebih bagian keuntungannya.
Mazhab Hanafi dan Hambali beragumentasi bahwa keuntungan adalah
bukan hanya hasil modal, melainkan hasil interaksi antara modal dan
kerja. Bila salah satu mitra lebih berpengalaman atau ahli dan teliti
dari lainnya, dibolehkan baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya
sendiri suatu bagian tambahan dari keuntungan sebagai ganti dari
sumbangan kerja yang lebih banyak. Mereka merujuk pada perkataan
Ali bin Abi Thalib r.a : “Keuntungan harus sesuai dengan yang mereka
tentukan, sedangkan kerugian harus proporsional dengan modal
mereka.”
Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50 atau berbeda
70:30 (misalnya) atau proporsional dengan modal masing-masing
mitra. Begitu para mitra sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar
inilah yang digunakan untuk pembagian keuntungan.

9
3.5 Perlakuan Akuntansi (PSAK 106)

Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua


sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra
aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola
sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya;
sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha
(biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif
yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
3.5.1 Akuntansi Untuk Mitra Aktif

A. Pada saat akad


1. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset
nonkas untuk usaha musyarakah.
2. Pengukuran investasi musyarakah:
a. Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
b. Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika
terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka
selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah
dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut
diamortisasi selama masa akad musyarakah.
c. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar
disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan:
- Penyusutan yang dihitung dengan model biaya histroris, ditambah
dengan;
- Penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat
penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah.
d. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan
nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai
kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai
wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.
e. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi
kelayakan) tidak dapat diakui sebagai investasi musyarakah kecuali

10
ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
f. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank
syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain
sebagai dana syirkah temporer sebesar:
- Dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
- Dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan
disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset
tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.

B. Selama akad
1. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian
dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
a. Jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
b. Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk
usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika
ada).
2. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar
jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah
temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi
kerugian (jika ada).

C. Akhir akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum
dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.

D. Pengakuan hasil usaha


1. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui
sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha,
pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra
pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
2. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana

11
masing-masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.
3. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif, maka
kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif.
4. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan
akuntansi mitra aktif yang dilakukan secara terpisah.

3.5.2 Akuntansi Untuk Mitra Pasif

A. Pada saat akad


1. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau
penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif.
2. Pengukuran investasi musyarakah:
a. Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
b. Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika
terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas,
maka selisih tersebut diakui sebagai:
- Keuntungan tanggungan dan diamortisasi selama masa akad, atau
- Kerugian pada saat terjadinya.
3. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset
yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan
atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan (jika ada).
4. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi
kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.

B. Selama akad
1. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian
dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
a. Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad dikurangi dengan kerugian (jika ada)
b. Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk

12
usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika
ada).
c. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun dinilai
sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada
awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan
kerugian (jika ada).

C. Akhir akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum
dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.

D. Pengakuan Hasil Usaha


Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra
pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah
diakui sesuai dengan porsi dana.
3.6 Ilustrasi Kasus Musyarakah

Berikut kasus untuk menggambarkan pencatatan atas transaksi musyarakah:

1. Pembiayaan Musyarakah Kas (permanen)

Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas


atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berujud. Pembiayaan dalam
bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan.

Transaksi 1 (pembayaran pembiayaan musyarakah)

01/04/2010 Disepakati pembiayaan musyarakah antara Bank Muslim


Syariah dengan PT Prayoga, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh
Bank Muslim Syariah sebesar Rp. 100.000.000,00 untuk
pembangunan proyek rumah tipe 120. Dana yang dimiliki oleh PT
Prayoga sebesar Rp. 150.000.000,00.

Proyek dilaksanakan selama 3 bulan, sama dengan jangka waktu akad


musyarakah. Nisbah bagi hasil yang disepakati adalah 40:60 masing-
masing untuk Bank Muslim Syariah dan PT Prayoga dengan
kesepakatan profile sharing. Analisis:

13
Terjadi kesepakatan musyarakah dan penyaluran dana dari Bank Muslim
Syariah kepada PT Prayoga. Pada saat ada pembayaran pembiayaan
musyarakah maka bank mencatat dalam pembiayaan musyarakah.
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/04/2010 Pembiayaan musyarakah 100.000.000

Kas 100.000.000
(Pembayaran kepada PT Prayoga untuk musyarakah)

Transaksi 2 (Pembayaran biaya akad)

01/04/2010 Atas kesepakatan musyarakah tersebut Bank Muslim Syariah


meminta jasa notaris untuk menyaksikan akad musyarakah sehingga
menguatkan akad

tersebut, biaya akad dan notaris sebesar Rp. 200.000,00. Belum disepakati
apakah biaya notaris ini akan menambah pembiayaan atau tidak.
Analisis:

Pengakuan biaya akad musyarakah dicatat dalam uang muka, dalam


rangka akad musyarakah.
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/04/2010 Uang muka musyarakah 200.000

Kas 200.000
(Biaya akad pembiayaan mudharabah ditangguh Bank Muslim Syariah)

Apabila disepakati biaya akad musyarakah menambah pembiayaan


musyarakah, maka jurnal yang perlu dilakukan adalah:
Tgl Keterangan Debit Kredit

(Rp) (Rp)
01/04/2010 Pembiayaan musyarakah 200.000

Uang muka akad musyarakah 200.000

14
(Biaya akad musyarakah diakui menambah pembiayaan)

Apabila biaya akad tidak disepakati menambah pembiayaan musyarakah,


maka biaya akad (jasa notaris) akan menambah biaya, sehingga
jumlahnya adalah:
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit

(Rp)
01/04/2010 Biaya akad musyarakah 200.000

Uang muka musyarakah 200.000


(Biaya akad musyarakah tidak diakui menambah pembiayaan)

2. Kerugian musyarakah

Apabila dalam melaksanakan pekerjaan (masa penyelesaian proyek)


mengalami kerugian, maka ada dua kemungkinan penyebab terjadinya
kerugian, pertama; kerugian yang terjadi karena ketidak sengajaan
atau kejadian luar biasa (force majour), kedua; kerugian yang terjadi
karena kelalaian mitra usaha.

Transaksi 1 (Sebab ketidak sengajaan (force majour))

01/07/2010 PT Prayoga melaporkan bahwa proyeknya mengalami


kerugian Rp. 50.000.000,00 karena terjadi kebakaran yang disebabkan
oleh arus pendek listrik (ketidak sengajaan).

Analisis:

Terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian partner, maka akan
mengurangi pembiayaan musyarakah, yang berarti menambah
kerugian Bank Muslim Syariah sesuai porsinya. Porsi Bank Muslim
Syariah adalah 40%, maka kerugian yang ditanggung Bank Muslim
Syariah adalah Rp. 20.000.000,00 (40% x Rp. 50.000.000,00).
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)

15
01/07/2010 Kerugian musyarakah 20.000.000

Pembayaran musyarakah 20.000.000


(Kerugian akibat kebakaran pembiayaan musyarakah dengan PT. Prayoga)

3. Pembiayaan musyarakah aktiva non kas

Pembiayaan musyarakah dalam bentuk aktiva non kas, berimplikasi pada


kemungkinan adanya perbedaan antara nilai buku dan nilai wajar
aktiva. PSAK 59 paragraf 42, mengatur bahwa pembiayaan aktiva
non kas dinilai sebesar nilai wajar dan nilai buku maka selisih tersebut
diakui sebagai keuntungan dan kerugian Bank pada saat penyerahan
aktiva.

Transaksi 1 (Pemberian tunai dan aktiva non kas bertahap)

Pada pembahasan sebelumnya pemberian kas dilakukan hanya satu kali,


dimungkinkan untuk mneyerahkan uang tunai atau aktiva non kas
pembiayaan musyarakah secara bertahap. Apabila hal ini dilakukan
maka pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau
penyerahan aktiva non kas.

Contoh:

05/04/2011 Bank Muslim Syariah meyepakati pemberian pembiayaan


musyarakah kepada Bapak Yoga. Keseluruhan modal syariah adalah
Rp.100.000.000,00. Bank Muslim Syariah memberikan porsi modal
Rp.40.000.000,00 dan Rp.60.000.000,00 adalah modal Bapak Yoga.
Nisbah keuntungan yang disepakati adalah 35:65, masing-masing
untuk Bank Muslim Syariah dan Bapak Yoga. Modal syirkah Bank
Muslim Syariah diberikan dalam tiga tahap. Tahap pertama diberikan
Rp. 10.000.000,00 dalam bentuk uang tunai.

Analisis:Pembayaran uang secara tunai akan diakui sebagai pembiayaan


musyarakah pada saat terjadinya.
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)

16
05/04/2011 Pembiayaan musyarakah 10.000.000

Kas/Rekening Bpk. Yoga 10.000.000


(Pembayaran uang tunai pembiayaan musyarakah pada Bpk. Yoga)

17
BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 8 Tahun 2000, pengertian al-


syirkah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa keuntungan
dan risiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Jenis
akad musyarakah yaitu Syirkah Al-Milk dan Syirkah Al-Uqud.
Dalam musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal
untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola
usaha tersebut. Modal yang ada digunakan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk
kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra
lainnya.
Berdasarkan eksistensinya, musyarakah dapat dibagi menjadi
akad syarikah Amlak dan Syarikah Uqud. Dasar syariah tentang akad
musyarakah dijelaskan dalam QS. An-Nisa : 12, QS. Ash-Shad : 24, HR
Abu Daud dari Abu Huraira serta Ijma “Ulama”.
Penetapan nisbah dalam akad musyarakah dapat ditentukan
melalui dua cara yaitu : pembagian keuntungan proporsional sesuai
modal dan pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal.
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi
pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif.
Ilustrasi akuntansi dalam akad musyarakah dapat digambarkan melalui
beberapa kasus yaitu pembiayaan musyarakah kas (permanen), kerugian
musyarakah, dan pembiayaan musyarakah aktiva non kas.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ghufron, Sofiniyah (Penyunting) Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah :


Konsep dan Implementasi Bank Syariah, (Jakarta: Renaisan Anggota
IKAPI, 2005), 44
Huda, Qomarul, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta, Teras, 2011)
Mauludi, Ali, Teknik Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Cet.4, (Jakarta,
Alim’s Publishing, 2014)
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Cet.4, (Yogyakarta:
UII Press, 2005)
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta:
EKONOSIA, 2003)
Wasilah, Sri Nurhayati. 2015. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat. Edisi 4

19

Anda mungkin juga menyukai