Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PRODUK DAN LAYANAN BANK

SYARIAH
Produk Dengan Akad Musyarakah dan Prakteknya
Musyarakah Di Masyarakat

Dosen Pengampu : Ambok Pangiuk, S.Ag., M.S.I

DISUSUN OLEH: Kelompok 6

1. Asnawi (501200544)
2. Freda Elvina Phalosa (501200541)
3. Tiara Oktaliana (501200510)

4. Wilius Lizar (501200525)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PRODI EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTAN THAHA SYAIFUDDIN
JAMBI2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas


segala rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Produk dan Layanan Bank Syariah yang berjudul “Produk
Dengan Akad Musyarakah dan Prakteknya Musyarakah Di Masyarakat”

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna, oleh


karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan, agar dapat menyempurnakan kembali di masa yang akan
datang.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih
kepada Bapak Ambok Pangiuk, S.Ag., M.S.I, Selaku dosen pengampu
Produk dan Layanan Bank Syariah dan kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-
teman dan pihak yang berkepentingan.

Jambi, 26 Oktober 2022 Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Musyarakah ........................................................ ...12


B. Dasar Hukum Musyarakah.........................................................17
C. Rukun dan Syarat Musyarakah ............................................... .24
D. Jenis-jenis Musyarakah ............................................. ..............26
E. Bagi Hasil Musyarakah..............................................................31
F. Penerapan Musrakah dalam kehidupan sehari-hari
G. Berakhirnya
Musyarakah...................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................33
B. Saran..........................................................................................34
DAFTAR
PUSTAKA ........................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Musyarakah adalah produk pembiayaan pada Bank

Syariah yang berbasis kemitraan. Pada pembiayaan Musyarakah,

kedua belah pihak bersepakat untuk menanamkan modal dalam

jangka waktu tertentu. Adapun pembagian hasil keuntungan

berdasarkan pada hasil dari usaha yang dikelola dari usaha

tersebut, dan prosentasenya sesuai dengan kesepakatan yang telah

tertuang dalam akad.

Akad merupakan keterikatan antara penawaran dan

penerimaan kepemilikan. Begitu pentingnya akad, sehingga

apabila terjadi permasalahan dikemudian hari maka yang menjadi

acuan penyelesaian masalah berpedoman kepada Akad yang telah

dibuat. Karena itu dalam pembuatan akad harus benar-benar

dimengerti apa yang tertulis dan tertuang dalam akad tersebut,

tidak langsung menandatangani akad tanpa memahami apa isi yang

terkandung didalam akad tersebut. Karena bila akad telah


ditandatangani, itu artinya pihak yang menandatangani sudah

setuju dengan apa yang tertuang dalam akad tersebut.

Menurut Sutan Remy Sjahdenini, Musyarakah adalah

produk finansial syariah yang berbasis kemitraan. Pada metode

pembiayaan Musyarakah, bank dan calon nasabah bersepakat

untuk bergabung dalam suatu kemitraan dalam jangka waktu

tertentu. Kedua belah pihak menempatkan modal untuk membiayai

suatu proyek dan bersepakat untuk membagi keuntungan bersih


1
secara proporsional yang ditentukan diawal.

Secara etimologis, musyarakah adalah penggabungan,

percampuran atau syarikat. Musyarakah berarti kerjasama

kemitraan atau dalam bahasa Inggris disebut partnership. Adapun

secara terminologis, musyarakah adalah kerjasama usaha antara

dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-

masing pihak memberikan kontribusi dengan kesepakatan bahwa

1
Sutan Remy Sjahdenini, 2017, Perbankan Syariah, Produk-produk
dan aspek hukumnya, Prenada Media Group, Jakarta, hlm 329.
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan

kesepakatan.2

Menurut pendapat dari Khotibul Umam, Musyarakah

adalah penanaman dana dari pemilik dana/ modal untuk

mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu,

dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah

disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua

pemilik dana / modal berdasarkan bagian dana/ modalnya masing-

masing.3

Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk Musyarakah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan, yang dimuat pada pasal 1 angka 13, yang

menyebutkan bahwa Musyarakah merupakan salah satu produk

pembiayaan pada Bank Syariah. Kemudian diatur secara khusus

melalui UU No. 21 tahun 2008 pada pasal 19 yang berbunyi :

2
Ibid, hlm. 142
3
Khotibul Umam, 2016, Perbankan Syariah, Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 131.
“Kegiatan usaha Bank syariah meliputi: (c) menyalurkan

pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad

musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip

syariah”.4

Menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, musyarakah adalah akad kerjasama

diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang

masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan

bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan,

sedangkan kerugian ditanggung sesuai porsi dana masing-masing.5

Dalam Peraturan Bank Indonesia, pembiayaan

Musyarakah juga diatur dalam PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang

pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana

dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah.

Sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008.

Aturan yang terbaru tentang pembiayaan musyarakah juga

4
Pasal 1 ayat (25) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
5
Lihat penjelasan Pasal 1 huruf C UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
terdapat pada Surat Edaran OJK No 36/SEOJK.03/2015

tentang Produk dan aktivitas BUS dan UUS.

Bank Indonesia telah membuat ketentuan mengenai akad

penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam Peraturan Bank

Indonesia No. 7/46/PBI/2005. Ketentuan persyaratan minimum

akad-akad tersebut disusun dengan berpedoman pada fatwa-fatwa

DSN.

Pembiayaan Musyarakah juga diatur dalam fatwa DSN-

MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000. Dalam hal keuntungan, huruf

c point 2, disebutkan bahwa ‘setiap keuntungan mitra harus

dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan

dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan

bagi seorang mitra’.6

Dari definisi Musyarakah diatas, dapat disimpulkan

bahwa Musyarakah adalah Perkongsian modal dua belah pihak

atau lebih untuk membiayai suatu usaha dan bersepakat untuk

6
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, cetakan kedua, hlm. 56.
membagi keuntungan bersih berdasarkan hasil usaha dengan

prosentase bagi hasil yang tertuang dalam akad. Begitu juga

dengan kerugiannya dipikul oleh kedua belah pihak berdasarkan

prosentase modal.

Namun dalam implementasi yang terjadi dilapangan,

Bank telah menentukan diawal, jumlah setoran yang harus disetor

oleh nasabah kepada Bank setiap bulannya, kerjasama ini tidak

berbeda dengan kerjasama kredit pada Bank konvensional.

Padahal sudah jelas bahwa pembiayaan ini adalah bagi hasil,

bagaimana Bank bisa menetapkan setoran dari nasabah jika

usahanya saja belum dijalankan, dan belum diketahui apakah

usaha tersebut untung ataukah rugi. Akad bagi hasil pada

pembiayaan Musyarokah ini sepertinya hanya sebagai cover yang

bernuansa Islami, akan tetapi isi didalamnya masih konvensional.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,
maka Penulis tertarik untuk menganalisa masalah berikut
ini:

1. apa yang dimaksud dengan akad musyarakah ?


2. apa saja rukun dan syaratnya ?
3. penerapan akad musyarakah dalam masyarakat ?
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian Musyarakah
Istilah lain dari Musyarakah adalah Syarikah atau
Syirkah. Musyarakah menurut bahasa berarti “al-ikhtilath”
yang artinya campur atau percampuran. Maksud dari
percampuran yakni seseorang mencampurkan hartanya
dengan harta orang lain sehingga antara bagian yang satu
dengan lainnya sulit untuk dibedakan20.
Secara etimologis, Musyarakah adalah pengabungan,
percampuran atau serikat.Musyarakah berarti kerjasama
kemitraan atau dalam Bahasa inggris disebut patnership21.
Adapun secara terminologi ada beberapa pendapat
ulama fiqh yang memberikan definisi Syirkah antara
lain:Menurut mazhab Maliki, Syirkah suatu izin bertasharruf
bagi masing-masing pihak berserikat.
a. Menurut mazhab Hambali, Syirkah adalah persekutuan
dalam hal hak dan tasharruf.

20
Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm
183.
21
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta:Prenadamedia Group, cet
ke-1, 2014), hlm 142.

15
16

b. Menurut Mazhab syafi’i, Syirkah merupakan berlakunya


hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan
persekutuan22.
c. Menurut Sayyid Sabiq, bahwa Syirkah adalah akad antara
dua orang berserikat pada pokok modal harta (modal) dan
keuntungan.
d. Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Syirkah merupakan
akad yang berlaku anatar dua orang atau lebih untuk
bekerjasama dalam suatu usaha dan membagi
keuntungannya23.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES), Syirkah merupakan kerjasama antara dua
orang atau lebih, dalam hal permodalan, keterampilan,
kepercayaan dalam suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah24.
Menurut Fatwa DSN-MUI, Musyarakah adalah
pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing- masing
pihak memberikan konstribusi dana dengan

22
Mas’adi Ghufron A, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012) hlm 191.
23
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2017), hlm 125.
24
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group,
2012), hlm 218.
17

ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung


bersama sesuai dengan kesepakatan25.
Berdasarkan pengertian Musyarakah diatas
Musyarakah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih
dalam suatu usaha tertentu dimana para pihak masing- masing
memberikan konstribusi dana secara bersama-sama dalam
keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai perjanjianyang
telah di sepakati.
2. Dasar Hukum Musyarakah
Musyarakah merupakan akad yang diperbolehkan
berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
a. Al-Qur’an
Adapun beberapa yang menjadi dasar hukum
musyarakah antara lain:
‫˚ُ ى الث ُ ُل ُث‬ ‫من ذ‬ ˚ ‫كان‬ ‫…… ف ُا‬
‫شرك‬ ُ ُ
‫¸ُلك‬ ‫ن‬
‫˜ُاء‬ ُ ُ˜
‫م‬
‫ه‬ ‫ا وا‬
ُ´
‫ُكث ُ ر‬

Artinya: “......Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih


dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam
bagian yang sepertiga itu”26.

‫ُء ُمع‬ ‫ط‬ ‫را خل‬ ُ ‫اجه‬ ُ


‫سؤا ُ ُن ا‬ ُ ‫قُالُ ظل‬
‫ضه‬ ‫ُا‬
‫ليُ ُب‬ ‫ُ’من‬ ‫ي‬ ُ, ‫ُ ب لنُ ت ُلى‬ ‫لق‬
¸‫ُوا‬ ,
‫ت‬
‫¸ُغ ُ ه‬ ‫ُن‬
‫ُع غ ف‬ ‫ا‬ ‫˚ُيب‬ ‫مافُت‬
‫س‬
‫‪18‬‬

‫´ُا ˚ُل‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫م‬


‫ك‬
‫´‬ ‫ج‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ُ‬
‫¸‬
‫ُ‬ ‫ُ ´ُ ُل‬
‫م‬
‫ُ‬ ‫ا‬
‫ح‬
‫ث‬
‫ك‬
‫¸‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ا‬ ‫ت‬
‫و‬ ‫ُ‬
‫ظ‬ ‫م‬
‫ن‬
‫ُُ‬ ‫و ُاُن د‬ ‫ُيل ُوق‬
‫‪ُ˚,‬د ُ ’ُ‬
19

‫ص‬
‫ُل‬ ‫ُ منُ ع‬ ‫ض ا‬ ‫لى‬
‫ُب ُ ´ُ ’ُلا و‬
‫ع ُ ُذ ا م‬
‫ل‬
‫ُ ُو‬ ‫ُيُ ا‬
‫ل‬ ‫ن‬
ُ
‫و‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ل‬
۩‫ُ ُنُاب‬ ‫رخررا ا‬ ‫ف ُر‬
‫ُو‬ ‫ُُبه ¸ُك‬
‫ا‬ ´´
ُ ُ˚
‫و‬,

25
Widyarini, Syamsul hadi, Fatwa MUI, PSAK dan Praktek
Musyarakah, Jurnal Hukum Islam, vol. 15, No. 1, Februari 2018, hlm 126,
diakses pada 26 Februari 2020.
26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung:
Diponegoro, 2010), Q. S. An-Nisa ayat 12, hlm 79.
20

Artinya: Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah


berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada
kambingnya. Memang banyak di antara orang-
orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada
yang lain, kecuali orang-orang yang berimandan
mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah
mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga
bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon
ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertobat27.
Dalam surat An-Nisa (4) ayat 12, pengertiaan syirkah
adalah bersekutu dalam memiliki harta yang diperoleh dari
warisan. Sedangkan dalam surat shad (38) ayat 24, lafal al-
khutha diartikan syirkah, yakni orang-orang yang
mencampurkan harta mereka untuk dikelolah bersama28.

b. Landasan Dalam Hadis Rasullah SAW

‫ أُنا ُ ُلث‬: ‫´ُي ̊قل‬ ‫رة´ هُ ¸إن‬ ‫عن أ ُبي‬


‫ثُا‬ ‫ُو‬ :‫رف قا ˚ُل‬
ُ ´ ،

‫¸إذ´ا ُه‬ ‫صا ح‬ ‫خن حد‬ ‫م‬،‫الث ُُ ُ ن‬


‫خان‬ ‫ا‬
،ُ‫ُه‬
‫ب‬ ‫أ هما‬ ‫ُي ي ل ُم‬
‫كُر‬

‫ُين هما‬ ‫خرج‬


‫ت من‬
21
22

27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung:
Diponegoro, 2010), Q. S Shad ayat 24, hlm 454.
28
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010) hlm
342.
23

Artinya: Dari Abu hurairah, ia merafa’akannya kepada


Nabi, beliau bersabdah: sesungguhnya Allah
berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua
orang yang berserikat, selagi, salah satunya tidak
menghianati temannya, Apabila berkhianat
kepada temannya, maka saya akan keluar dari
antara keduannya, Riwayat Abu Dawud. Hadis
Sahih menurut Hakim29.

‫خن حدُ صاحبُ ُم فُإ ُذا‬ ‫ل‬ ‫أ ُنُ شاث ال ش ك‬


ُ¸‫ا ¸ُماُم أ‬
‫م‬ ‫ري ن‬ ‫˚ُي ل‬
‫ا‬

‫خان خرجت منب ˚ُي‬


‫ُنه‬
‫ُم‬

Artinya: “Aku (Allah) adalah orang ketiga diantara dua


orang yang saling bersyirkah (musyarakah)
selama salah satu keduanya tidak menghianati
kawannya dan ketika sudah ada yang menghianati
maka aku (Allah) akan keluar dari antara
mereka”30.

ُ¸ ‫ُه‬‫ن‬ ‫ع‬ ‫و ر ضي‬ ‫ا مخ‬ ‫وعن ال سا‬


‫ي‬ ُ˚ ‫أ‬ ‫ُم‬ ُ˚ ‫ز‬ ُ¸
‫ك‬
ُ´ ‫´ُن‬
‫أ‬
ُ ‫ُه‬

‫ر‬
‫ُ كا ُن ش‬ ¸‫ي‬ ‫ء لب‬

‫ُ ُم ق ب‬
‫ُل‬ ‫صلى عل‬ ُُ‫الن‬
ُ ُ‫وسل‬
‫‪24‬‬

‫˚ُي‬ ‫االه‬ ‫ُي ُ‬


‫ب‬
‫ه‬ ‫ُ‬

‫م ا ل‪ :‬مرح ب‬
‫ُا‬ ‫ا ˚ُل عثُ ُة‪ ,‬ي‬
‫ءب فُجا ˚ُلف ´ُت ˚ُ‬
‫˚ُو فُقُا‬
25

‫ رواه احمد‬:‫وش ˚ُيي‬ ‫¸ُبأ‬


‫¸ُر خي‬ ُ´
‫ُك‬

‫وابوداودوابن ماجة‬

Artinya: Dari As-Saibi Al-Makhzumi R.A, bahwa


sesungguhnya ia adalah sekutu Nabi sebelum
26

Nabi diutus. Kemudian ia datang pada hari


pembebasan kota Mekkah maka Nabi Bersabdah:
“Selamat datang kepada saudaraku dan teman
serikatku”. Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan
Ibnu Majah31.

Dari beberapa hadis tersebut jelas bahwa musyarakah


merupakan akad yang dibolehkan oleh syara, bahkan
dalam hadis yang ketiga dijelaskan bahwa musyarakakah
merupakan akad yang sudah dilaksanakan sebelum Islam
datang. Setelah Islam datang, kemudian akad tersebut
diterpkan sebagai akad yang berlaku dan dibolehkan dalam
Islam.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al Mughni, telah
berkata: “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap
legitimasi masyarakat secara global walau terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya32.
d. Pertimbangan Yuridis
Landasan hukum berdasarkan Fatwa DSNMUI
No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan
musyarakah33.
27

3. Rukun dan Syarat Musyarakah


Rukun dari Musyarakah yang harus dipenuhi dalam
transaksi ada beberapa, yaitu sebagai berikut:
a. Pelaku akad, para mitra usaha
b. Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (drabah)
c. Shighar, yaitu Ijab dan Qabul
d. Nisbah keuntungan (bagi hasil)34.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan musyarakah
menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian sebagai
berikut35:

a. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk


musyarakah baik dengan harta maupun dengan yang
lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
1) Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah
harus dapat ditrima sebagai perwakilan.
2) Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian
keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak,
misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
b. Sesuatu yang berkaitan dengan musyarakah mal (harta),
dalam hal ini terdapat perkara yang harus dipenuhi yaitu:

34
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pres,
2013), hlm 52.
35
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm
127.
28

1) Bahwa modal yang dijadikan objek akad musyarakah


adalah dari pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal
dan rupiah.
2) Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad
musyarakah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun
berbeda.
c. sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah
disyaratkan:
1) modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus
sama,
2) bagi yang besyirkah ahli untuk kafalah.
3) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syurkah
umum, yakni pada semua macam jual beli atau
perdagangan.

Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian


dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, balig, dan
pintar.Sedangkan Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang
sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan syirkah
yang lainnya batal.
29

4. Jenis-jenis Musyarakah
Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi
dua jenis, yakni musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak),
dan musyarkah akad (syirkah al aqad). Musyarakah
kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat atau
kondisi lainnya mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua
orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata, dan berbagi
pula dalam keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Musyarakah akad tercipta karena cara kesepakatan,
diamana dua pihak atau lebih setujuh bahwa tiap orang dari
mereka memberikan kontribusi modal musyarakah, serta
sepakat berbagi keuntungan dan kerugian36.
a. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah syirkah yang terjadi bukan
karena akad, tetapi karena usaha tertentu atau terjadi secara
alami (ijbari). Oleh sebab itu syirkah amlak dibedakan
menjadi dua:
1) Syirkah ikhtiyar (sukarela), yaitu syirkah yang lahir
atas kehendak dua pihak yang bersekutu. Contohnya
dua orang yang mngadakan kongsi untuk membeli
suatu barang, atau dua orang mendaaapat hibah atau
wasiat, dan keduannya menerima, sehingga
keduannya menjadi sekutu dalam hak milik.
36
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh uamalah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm 211.
30

2) Syirkah jabar (paksaan), yaitu persekutuan yang


terjadi diantara dua orang atau lebih tanpa sekehendak
mereka barang yang diwariskan tersebut menjadi hak
milik yang bersangkutan.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah masing-masing
sekutu bagaikan pihak asing atas sekutunya yang lain,sehingga
salah satu pihak tidak berhak melakukan tindakan apapun
terhadap harta tersebut tanpa izin dari yang lain, karena
masing-masing sekutu tidak memiliki kekuasaan atas bagian
saudaranya37.
b. Syirkah Uqud
Syirah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan
akad untuk bekerjasama (berserikat) dalam modal dan
keuntungan. Artinya, kerja sama ini didahului oleh transaksi
dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian
keuntungannya.
Ulama Hanafiah menetapkan syarat-syarat untuk
syirkah uqud. Untuk keabsahan syirkah uqud yang harus
dipenuhi antara lain:
1) Tasarruf yang menjadi objek akad syirkah harus bisa
diwakilkan. Dalam syirkah uqud keuntungan yang di
peroleh merupakan kepemilikan bersama yang dibagi
sesuai dengan kesepakatan. Atas dasar tersebut, maka
setiap anggota musyarakah memiliki kewenangan
37
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Vol 5, (Jakarta: Gema Insani,
2011), hlm 443.
31

kepada anggota serikat lainnya untuk melakukan


tasarruf. Dengan demikian masing-masing
pihakmenjadi wakil pihak lainnya.
2) Pembagian keuntungan harus jelas. Bagian
keuntungan untuk masing-masing anggota
musyarakah nisbahnya harus ditentukan dengan jelas,
misalnya 30%, 20%, atau 10%. Apabila pembagian
keuntungan tidak jelas, maka syirkah menjadi fasid,
karena keuntungan merupakan mauqud alaih rukun
dari musyarakah.
3) Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki
bersama secara keseluruhan, bukan dengan penentuan
misalnya untuk A 200, B 500.jika keuntungan telah
ditentukan, maka akad syirkah menjadi fasid. Karena
syirkah mengharuskan adanya penyertaan dalam
keuntungan, apabila penentuan kepada orang tertentu
maka akan mengholangkan hakikat perkongsian38.
Syirkah ini terbai menjadi beberapa macam:
a) Syirkah Inan, yaitu kontrak kerjasama antara dua
orang atau lebih dengan badan (fisik) atau harta
keduannya yang telah diketahuinya meskipun
tidak sama, kemudian keduannya atau salah satu
pihak merealisasikan materi kontrak tersebut.
Sedangkan laba terbesar diperuntukan bagi
38
Nur Koirin, Menyoal Kesyariahan Bank Syariah, (Semarang:IAIN
Walisongo Pres, 2010), hlm 34.
32

pelaksana kontrak terbanyak. Modal kerja berupa


uang atau material harus diketahui jumlahnya dan
nilainya, sedangkan kadar untung dan rugi
disesuikan dengan kadar modal masing-masing
sesuai syarat dan kesepakatan yang saling
menguntungkan. Dengan demikian syirkah inan
seorang tidak dibenarkan hanya bersekutu dalam
keuntungan saja, sedangkan kerugian dibebaskan.
Dalam syirkaah inan tidak disyaratkan adanya
persamaan modal, tasarruf, dan keuntungan serta
kerugian. Dengan kesimpulan tersebut maka
antara peserta satu dengan lainnya, boleh sama
dan boleh beda, semisal A menanamkan modal
Rp. 500.000 B menanamkan modal Rp.
1.000.000 dan C menanamkan modal Rp.
300.000. ketika itu berupa kerugian maka
perhitungan disesuaikan dengan modal yang
diinvestasikan39.
b) Syirkah Wujuh, yaitu kontrak antara dua orang
atau lebih yang memiliki reputasi dari prestise
baik serta ahli dalam bisnis, tanpa adanya
penyertaan modal atas dasar kepercayaan para
pembisnis terhadap mereka. Keuntungan yang di
dapat dibagi berdua, dan tiap pihak menjadi
39
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2006), hlm 123.
33

wakil mitra bisnis dan penjaminnya (kafil), dan


kepemilikan keduannya sesuai kesepakatan yang
disyaratkan sebelumnya. Kerugian disesuaikan
presentase kepemilikan mereka, sedangkan
keuntungan disesuaikan kesepakatan dan kerelaan
semua pihak40.
c) Syirkah Mufawadhah, adalah kontrak kerjasama
antara dua orang atau lebih. Dimana masing-
masing pihak memiliki partisipasi dalam
memberikan porsi yang sama, baik dalam modal,
tanggung jawab, dan hak suara. Setiap pihak
membagi keuntungan dan kerugian secara
bersama. Dengan demikian, syarat utama dalam
hal ini, adalah kesamaan dana yang diberikan
kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi
oleh masing-masing pihak.
d) Syirkah Mudharabah, yaitu persetujuan antara
pemilik modal (shohibul mal) dan seseorang
pekerja (mudhorib), untuk mengelolah uang dari
pemilik modal dalam suatu perdagangan tertentu
yang keuntungannya dibagi sesuai dengan
kesepakatan bersama. Adapun kerugian
ditanggung oleh pemilik modal. Pihak pemodal
menyerahkan modalnya dengan akad wakalah
40
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, Ensiklopedia Islam Al-Kamil,
(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012), hlm 932.
34

kepada seorang pekerja untuk dikelolah dan


dikembangkan menjadi usaha yang menghasilkan
keuntungan (profit)41.

5. Bagi Hasil Musyarakah


Ada dua cara untuk pembagian hasil Musyarakah,
antara lain42:
1. Bagi Laba (Profit Sharing)
Profit sharing merupakan bagi hasil didasarkan
kepada hasi dari total pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut.
2. Pendapatan (Revenue Sharing)
Revenue sharing merupakan perhitungan bagi
hasildidasarkan kepada total seluruh pendapatan yang ditrima
sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
untuk memperoleh pendapatan tersebut.
6. Penerapan musyarakah dalam kehidupan masyarakat
Pembiayaan Modal Kerja Bank. Bank akan berperan
sebagai pihak pemberi modal (shahibul maal) yang akan
melihat kelayakan suatu bisnis sebelum diberi pembiayaan.
Selanjutnya bank akan meneliti perkembangan bisnis itu
secara berkala agar keuntungan yang diperoleh murni berasal
dari bisnis nasabahnya.

Pembiayaan KPR Bank Syariah. Pembiayaan KPR


merupakan salah satu contoh akad musyarakah dalam
perbankan syariah. Unsur musyarakah dalam kerjasama ini
adalah penggabungan modal milik bank dan nasabah untuk
membeli rumah dari developer. Adapun nisbahnya diterima
35

oleh bank dari sewa yang dibayarkan nasabah tiap bulannya.

Kerjasama Usaha Bagi Hasil. Kerjasama bagi hasil


dilakukan dengan meminta investor menanamkan modalnya
dalam pengembangan suatu bisnis. Nantinya akan dibuat
kesepakatan mengenai bagian keuntungan yang akan
diperoleh investor.
7. Berakhirnya Musyarakah
Hal-hal yang menyebabkan berakhirnya akad
musyarakah apabila terjadi antara lain :

a) Salah satu pihak membatalkan meskipun tanpa


persetujuan pihak yang lain sebab musyarakah adalah
akad yang terjadi atas dasar kerelaan dari kedua belah
pihak. Hal ini menunjukan pencabutan kerelaan oleh
salah satu pihak.
b) Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf
(keahlian mengelolah harta), baik karena gila atau alasan
lainnya.
c) Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota
musyarakah lebih dari dua orang, maka yang meninggal
batal. Musyarakah tetap berjalan terus pada anggota-
anggota yang hidup.
d) Salah satu pihak dalam pengaruh dibawah pengampunan,
baik karena boros yang terjadi pada masa oerjanjian
tengah berjalan atau sebab yang lainnya.
e) Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak
berkuasa atas harta yang menjadi objek musyarakah.
Pendaapat ini dikemukakan oleh mazhab Maliki, Syafi’i
dan Hambali, namum hanfi berpendapat bahwa keadaan
bangkrut tidak membatalkan perjanjian oleh yang
bersangkutan.
36

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

pembiayaan mudharabah dan musyarakah berpengaruh negatif terhadap

profitabilitas perbankan syariah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena

ketidakkompetenan dari pihak bank syariah dalam mengelola akad

pembiayaan mudharabah dan musyarakah.

2. Pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang berpengaruh

negatif ini memperlihatkan bahwa ada kemungkinan dari pihak bank syariah

atau bankir tidak mengerti dengar baik dan benar tentang ilmu keuangan atau

perbankan syariah karena bankir hanya mengetahui tentang sistem perbankan

konvensional.

3. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

pembiayaan murabahah berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas

perbankan syariah di Indonesia. Hal ini dikarenakan pembiayaan murabahah

merupakan pembiayaan paling banyak digunakan oleh pihak bank syariah

dan nasabah.
37

B. SARAN

Penerapan profit and loss sharing pada akad pembiayaan Musyarakah pada Bank
syariah sebaiknya kembali kepada regulasi yang mengatur karena dampak dari tidak
sesuai regulasi adalah pembiayaan tersebut menjadi tidak syariah dan tentu saja
akibatnya selain batal demi hokum juga akan terkena sanksi administrasi bagi pihak
Perbankan dan Dewan Pengawas syariah, juga praktek seperti ini tidak ada bedanya
seperti kredit pada Bank konvensional yang mengandung riba yang telah dinyatakan
dilaknat oleh Allah SWT. Adapun menurut regulasi bahwa penerapan profit and
loss sharing pada akad pembiayaan musyarakah pada Bank syariah adalah
berdasarkan keuntungan usaha riil setiap bulannya.
Bahwa akad Musyarakah adalah akad amanah, sehingga persepsi bahwa nasabah
melakukan pinjaman ataupun hutang pada Perbankan syariah harus dihilangkan,
karena akad musyarakah bukanlah hutang piutang akan tetapi merupakan
perkongsian modal dan akad ini pada dasarnya tidak membutuhkan jaminan, namun
dibolehkan adanya jaminan untuk berjaga-jaga apabila nasabah melakukan
kecurangan ataupun kelalaian.
Diharapkan ada tindak lanjut dari penulisan tesis ini, sehingga penerapan profit and
loss sharing pada akad pembiayaan Musyarakah pada Bank syariah kedepannya
dapat benar-benar berdasarkan aturan yang telah ada, sehingga keinginan
masyarakat Indonesia untuk memiliki Bank yang benar-benar non riba dapat
terwujud.
Pembahasan pada tesis ini mengangkat salah satu contoh dari Bank syariah yang
tidak menerapkan prinsip syariah, namun dari keluhan beberapa nasabah pengguna
pembiayaan Musyarakah ini baik dari Bank Syariah maupun BMT, masih banyak
yang belum menerapkan prinsip bagi hasil sesuai aturan yang ada, sehingga
diharapkan pembiayaan syariah yang berada dalam naungan lembaga keuangan
yang berlabel syariah dapat benar-benar menjalankan usahanya sesuai syariat Islam.
38

DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. 2008. Fiqih Sunnah. Penerbit Pena.

Sarwedhie, Aishanafi Khadifya dan Suprayogi, Noven. 2015. Perlakuan


Akuntansi Akad Musyarakah Mutanaqisah (Studi Kasus : KPR Ib
Pada Bank Muamalat Cabang Darmo Surabaya)

Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta : Ekonisia

Sula, Atik Emilia. 2010. Reformulasi Akad Pembiayaan Murabahah dengan


Sistem Musyarakah Sebagai Inovasi Produk Perbankan Syariah.
SNA XIII Universitas Trunojoyo Madura

Siregar, Saparuddin. 2010. Apakah Distribusi Bagi Hasil Bank Syariah


Berkeadilan ? Pascasarjana / Febi Uin Sumatera Utara
Medan/Saparuddinss@Yahoo.Com

Suhendi, Hendi. Fiqh muamalah. Rajawali Pers.

Sumsr’in. 2012. Konsep kelembagaan bank syariah. Ed.1. cet. 1. Graha Ilmu
: Yogyakarta
39

Anda mungkin juga menyukai