DISUSUN OLEH:
DOSEN PEMBIMBING
Hamida,S.E.Sy.,M.E.Sy.
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang’pembiayaan bank
syariah dengan prinsip bagi hasil”.
Kami mengucapkan terimakasih karena dalam penyusunan makalah ini saya tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan dari para dosen, khususnya dosen etika bisnis islam, dan teman-
teman.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan pedoman khususnya
bagi penyusunnya dan umumnya bagi para pembacanya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau Syariah di tengah – tengah
masyarakat, fiqh muamalah menjadi bahan diskusi terus menerus. Persoalan yang selalu
mengemuka adalah apakah fiqh muamalah persoalan hukum ataukah persoalan ekonomi. Apa
lagi didalam istilah “muamalah” tersebut memang terkandung dua sisi, ekonomi dan hukum.
Dari sisi bahwa, di dalam muamalah di bahas tentang berbagai macam tehnis transakasi
dalam hubunganya dengan aktifitas melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi, maka
muamalah serat dengan isu – isu ekonomi. Namun dari sisi lain juga dalam muamalah
digariskan tentrang berbagai ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah
aktifitas produksi, distribusi, dan konsumsi tersebut dapat dianggap syah, maka muamlah
serat dengan isu – isu hukum.
Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan
pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman,
Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.
[2]
Berangkat dari sini, Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai
terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja
pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal
22-25 Agustus 1990.
Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah, menurut mereka, hanyalah
produk-produk bank konvensional yang dipoles dengan penerapan akad-akad yang berkaitan
dengan syariah. Alasannya karena sistem bagi hasil dalam prakteknya masih menyerupai
sistem bunga bagi bank konvensional. Begitu pula penyaluran dana bank syariah yang lebih
besar bertumpu pada pembiayaan murabahah, yang mengambil keuntungan berdasarkan
margin, dianggap oleh masyarakat hanyalah sekedar polesan dari cara pengambilan bunga
pada bank konvensional.
Menurut mereka masih sangat sulit untuk membedakan antara bagi hasil, margin dan
bunga bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada tataran teorinya saja, sedang
prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan bagi hasil, margin dan bunga. Meski
secara teoritis sistem bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik,
namun yang terjadi pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut belum menjadi
barometer bank syariah, sehingga perbandingannya cukup kecil jika dibandingkan dengan
pembiayaan dengan pendapatan tetap. Hal tersebut lebih disebabkan pada tuntutan yang harus
dipenuhi oleh bank syariah yang mengikuti struktur bank komersial. Sehingga pembiayaan
dengan basis pendapatan tetap cenderung menjadi pilihan bagi bank syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH PRESPEKTIF HUKUM
ISLAM
1. Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit
sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit
sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaaa".
[3]
Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian
Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan
pengelola (Mudharib).[4]
Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam
empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah, dan al
musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah
dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.[5]
Bagi Hasil adalah Keuntungan/Hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi
maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada Nasabah dengan persyaratan:[6]
a. Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan/pola :
1) Revenue Sharing
2) Profit & Loss Sharing.
b. Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah RS,
PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti akad itu menjadi gharar.
c. Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya setiap
bulan atau waktu yang telah disepakati.
d. Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum dalam
akad.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih.
Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada
masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus
ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi
bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi
dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
[7]
Dari tabek diatas dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar tentang bank syariah dan
bank konvensional, sehingga dalam waktu yang relative muda bank syariah mampu dijadikan
rekonstruksiasi perbankan nasional. [17]
BAB II
PEMBAHASAN
A.KESIMPULAN
Bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni
pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan
pengelola (Mudharib). Pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi
hasil, menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu
akad Musyarakah dan Mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. Sedangkan Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang
dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu
usaha /proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil
sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam
pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan profit sharing (bagi laba)
b. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah,
(Yogyakarta:Logung Pustaka,2009) hlm. 1
[2]Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institut dan
Bank Indonesia, 1999).hal.. 278
[3]Muhammad, Teknik Perhitungan Bagihal.asil di Bank Syariah. ( Yogyakarta, UII Press, 2001)
[4] Syafi’I Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktek ( Jakarta, Gema Insani., 2001),hal. 90
[5] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktik,(Jakarta:Gema Insani , 2011)hlm. 90
[6] Agustianto. Penentuan Bagihal.asil Deposito Mudharabah Di Bank Syariah. (www.iaei-
pusat.net email: agusmingka66@yahoo.com)
[7]Ach. Bakhrul Muchtasib. Konsep Bagihal.asil Dala Perbankan Syariah. 2006. (www.google.com).
[8] http://punyahari.blogspot.com.
[9] M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI, 1999)
Cet. ke-I,hal.. 129
[10] Rachmat Syafei, MA. Fiqh Muamalah, (Bandung:Pustaka Setia,2001) hlm. 223
[11]Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait..(Jakarta: PT.
Grafindo Persada,2004)hal.. 32.
[12]Akmal Yahya, Profit Distribution,hal.ttp//www.ifibank.go.id
[13]Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002)hal.. 101
[14]Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank
Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001),hal.. 264
[15] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga,
1994.hal.. 583
[16]Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusihal.asil Usaha Bank Syariah, (Jakarta, PT. Grasindo,
2005),hal. 118
[17] Nurul Hak, Ekonomi Islam Hukum Bisnis Syariah,(Yogyakarta:Sukses Offset,2011) hlm. 112