Anda di halaman 1dari 23

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Fikih Muamalat Kontemporer Dra. Naimah, M.H

MUSYARAKAH DALAM FIKIH DAN PERBANKAN SYARIAH

Disusun oleh :
Kelompok 10
Dian Febriyanti 200105010023
Dahliya Fitriani 200105010145
Halimah 200105010155

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2022 M/1443 H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Musyarakah Dalam Fiqih dan Perbankan Syariah” ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Naimah selaku dosen mata
kuliah Fikih Muamalat Kontemporer yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Banjarmasin, 07 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. iv
A. Latar Belakang .................................................................................... iv
B. Rumusan Masalah ............................................................................... iv
C. Tujuan Masalah ................................................................................... v
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 6
A. Pengertian Musyarakah ....................................................................... 6
B. Dasar Hukum Musyarakah .................................................................. 6
C. Syarat dan Rukun Musyarakah ........................................................... 8
D. Jenis dan Macam-Macam Musyarakah ............................................... 9
E. Formulasi Fikih Terhadap Akad Musyarakah .................................... 11
F. Aplikasi Musyarakah Pada Perbankan Syariah (Islam) ...................... 17
G. Tujuan dan Manfaat Musyarakah ....................................................... 20
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 22
Kesimpulan ............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam tidak mengenal pemisahan total antara agama dan keduniaan,
sebagaimana yang diyakini oleh para perusak moral dan orang-orang yang
tergoda pemikiran mereka. Islam tidak menjadikan dunia ini sebagai pengikat
antara Allah SWT. dengan para thaghut manusia. Justru syariatnya yang suci
Allah SWT. memenuhi kebutuhan dunia dan kebutuhan akherat secara
bersamaan, dengan hukum-hukum-Nya menyentuh seluruh dimensi
kehidupan.
Problematika dunia usaha termasuk yang diperhatikan oleh syariat Islam,
Islam menggambarkan, memberikan konsep-konsep, menciptakan struktur
hukum dan menetapkan berbagai macam usaha yang berbeda-beda sebagai
naungan bagi kalangan pelaku usaha supaya tidak terjebak ke dalam hal-hal
yang diharamkan.
Salah satu perkembangan dalam dunia ekonomi adalah tumbuh dan
berkembangnya lembaga-lembaga keuangan Islam atau perbankan Islam yang
usaha pokoknya mengadakan transaksi dan produk-produk bank yang Islami,
yakni terhindar dari unsur riba, terhindar dari transaksi bathil, dan terhindar
dari prinsip kezaliman. Untuk itulah dalam tulisan ini, dibahas salah satu
konsep ekonomi Islam Musyarakah atau Partnership, Project Financing, Trust
Invesment (profit and loss sharing) aplikasinya dalam Fiqh dan Perbankan
Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian musyarakah?
2. Apa dasar hukum musyarakah?
3. Apa syarat dan rukun musyarakah?
4. Apa saja jenis dan macam-macam musyarakah?
5. Bagaimana formulasi fikih terhadap akad musyarakah?
6. Bagaimana aplikasi musyarakah perbankan syariah (Islam)?

iv
7. Apa tujuan dan manfaat musyarakah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian musyarakah
2. Untuk mengetahui dasar hukum musyarakah
3. Untuk mengetahui syarat dan rukun musyarakah
4. Untuk mengetahui jenis dan macam-macam musyarakah
5. Untuk mengetahui formulasi fikih terhadap akad musyarakah
6. Untuk mengetahui aplikasi musyarakah perbankan syariah (Islam)
7. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat musyarakah

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Musyarakah
Dari segi bahasa, musyarakah disebut juga sebagai syirkah bermakna al-
ikhtilat (percampuran) antara satu bagian dengan lainnya sehingga sulit
dipisahkan, Atau seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain
sehingga tidak mungkin dibedakan.
Dari segi istilah, para ulama fiqh berbeda pendapat dalam mengartikan
musyarakah. Menurut mazhab Hanafiayah, musyarakah adalah perjanjian atau
akad antara dua pihak yang berkerjasama dalam hal permodalan dan
keuntungan. Menurut Mazhab Syafi‟i, musyarakah atau syirkah adalah adanya
hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang
disepakatinya. Menurut ulama mazhab Maliki, musyarakah atau syirkah
adalah pemberian wewenang untuk melakukan tindakan hukum kepada pihak-
pihak yang bekerjasama. Menurut mazhab Hanbali, musyarakah atau syirkah
adalah percampuran atau penggabungan dalam kepemilikan dan wewenang.
Di dalam literatur fiqh, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk kegiatan usaha tertentu. Masing-masing memberikan
kontribusi dana atau pekerjaan atau dana dan pekerjaan sekaligus dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan. Jadi, musyarakah adalah perjanjian kesepakatan bersama antara
beberapa pemilik modal untuk menyertakan modal.1
Meskipun secara redaksional para ulama fiqh berbeda pendapat, namun
pada dasarnya mereka mempunyai esensi yang sama, yaitu musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana

1
Asmuni Mth, ”Aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Islam (Studi Fiqh terhadap Produk
Islam)” (2004), hlm. 22.

6
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.2
B. Dasar Hukum Musyarakah
Dasar hukum Musyarakah yaitu: pertama; Al-Quran. Dalam Al-Quran
Allah SWT berfirman dalam surat Shaad ayat 24 yang artinya:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat dhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh.”
T.M. Hasbi Ash Shidieqy (2000: 3505) menafsirkan bahwa kebanyakan
orang yang bekerjasama itu selalu ingin merugikan mitra usahanya, kecuali
mereka yang beriman dan melakukan amalan yang sholeh karena merekalah
yang tidak mau mendhalimi orang lain. Tetapi alangkah sedikitnya jumlah
orang-orang seperti itu. Dan juga dalam surat An-Nisa‟ ayat 12 yang artinya:
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang di buat
olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi madhorot
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari‟at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Penyantun.”
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa bagian waris yang diberikan
kepada saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan yang lebih dari
seorang, maka bagiannya adalah sepertiga dari harta warisan, dan dibagi rata
sesudah wasiat dari almarhum ditunaikan tanpa memberi madhorot kepada
ahli waris.
Dari kedua ayat diatas menunjukan bahwa Allah SWT mengakui adanya
perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja surat Shaad ayat 24
menyebutkan perkongsian terjadi atas dasar akad (ikhtiyari). Sedangkan surat
An-Nisa menyebutkan bahwa perkongsian terjadi secara otomatis (Jabr)
karena waris.

2
Mila Fursiana Salma Musfiroh, “Musyârakah dalam Ekonomi Islam (Aplikasi Musyârakah
dalam Fiqih dan Perbankan Syariah),” Syariati : Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum 2, no. 01
(May 1, 2016): 494, https://doi.org/10.32699/syariati.v2i01.1127.

7
Kedua, adalah Hadis, dalam hadis dinyatakan sebagai berikut: “Dari Abu
Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku
adalah pihak ketiga dari dua orang yang sedang berserikat selama salah satu
dari keduanya tidak khianat terhadap saudaranya (temannya). Apabila diantara
mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka”(H.R Abu
Dawud).
Hadis ini menerangkan bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu
usaha, maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak
ada teman yang mengkhianatinya. Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi
penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT,
bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan
untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang dijauhi
atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan
kembali. Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat
(koperasi) sudah dikenal sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-
buku ilmu fiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang
diperbolehkan dantermasuk salah satu cabang usaha.
Ketiga, Ijma‟, Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni yang dikutip
Muhammad Syafi‟i Antonio dalam bukunya Bank Syari‟ah dari Teori ke
Praktik, telah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsesus terhadap legitimasi
musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa
elemen darinya.3
C. Syarat dan Rukun Musyarakah
Adapun mengenai syarat-syarat syirkah menurut Idris Ahmad adalah:
1) Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota
serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta serikat.
2) Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka
adalah wakil dari yang lain.

3
Mahmudatus Sa‟diyah and Nur Aziroh, “MUSYARAKAH DALAM FIQIH DAN
PERBANKAN SYARIAH” 2 (2014): 314-315.

8
3) Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing,
baik berupa mata uang maupun bentuk yang lain.
Para ulama memperselisihkan mengenai rukun syirkah, menurut ulama
Hanafiyah rukun syirkah ada dua yaitu ijab dan qabul. Sebab ijab qabul (akad)
yang menentukan adanya syirkah. Adapun mengenai dua orang yang berakad
dan harta berada di luar pembahasan akad seperti dalam akad jual beli. Dan
Jumhur ulama menyepakati bahwa akad merupakan salah satu hal yang harus
dilakukan dalam syirkah. Adapun rukun syirkah menurut para ulama meliputi:
1) Sighat (Ijab dan Qabul). Adapun syarat sah dan tidaknya akad syirkah
tergantung pada sesuatu yang di transaksikan dan juga kalimat akad
hendaklah mengandung arti izin buat membelanjakan barang syirkah dari
peseronya.
2) Al-„Aqidain (subjek perikatan). Syarat menjadi anggota perserikatan yaitu:
a) orang yang berakal, b) baligh, c) merdeka atau tidak dalam paksaan.
Disyaratkan pula bahwa seorang mitra diharuskan berkompeten dalam
memberikan atau memberikan kekuasaan perwakilan, dikarenakan dalam
musyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan.
3) Mahallul Aqd (objek perikatan). Objek perikatan bisa dilihat meliputi
modal maupun kerjanya. Mengenai modal yang disertakan dalam suatu
perserikatan hendaklah berupa: a) modal yang diberikan harus uang tunai,
emas, perak, atau yang nilainya sama, b) modal yang dapat terdiri dari aset
perdagangan, c) modal yang disertakan oleh masing-masing pesero
dijadikan satu, yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi
dari mana asal-usul modal.
Dilihat dari segi peranan dalam pekerjaan, partisipasi para mitra dalam
pekerjaan musyarakah adalah sebuah hukum dasar dan tidak dibolehkan dari
salah satu dari mereka untuk mencantumkan ketidakikutsertaan dari mitra
lainnya, seorang mitra diperbolehkan melaksanakan pekerjaan dari yang lain.

9
Dalam hal ini ia boleh mensyaratkan bagian keuntungan tambahan lebih bagi
dirinya.4
D. Jenis dan Macam-Macam Musyarakah
Pembahasan mengenai macam-macam syirkah, para ulama fiqih
memberikan beberapa macam syirkah, sebagian ulama ada yang memperoleh
syirkah tertentu dan ada yang melarang syirkah tertentu pula. Ulama fiqih
membagi syirkah dalam dua bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud.
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu suatu
kontrak dalam membentuknya, tetapi terjadi dengan sendirinya serta
mempunyai ciri masing-masing anggota tidak mempunyai hak untuk
mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya. Bentuk syirkah amlak ini
terbagi menjadi dua yaitu:
a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis
tetapi bebas untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak
memerlukan kontrak untuk membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila
dua orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak
ketiga
b. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan
paksa, tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam
proses waris mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima
warisan dari orang tua mereka.
2. Syirkah Uqud
Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau lebih
dalam hal usaha, modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para
ulama membagi menjadi bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah
membedakan jenis syirkah menjadi tiga macam yaitu, syirkah al-amwal,
syirkah al-a‟mal, syirkah alwujuh, masing-masing bersifat syirkah al-
mufawadhah dan „Inan. Dan fuqaha Hanabilah membedakan menjadi lima

4
Mahmudatus Sa‟diyah and Nur Aziroh, “MUSYARAKAH DALAM FIQIH DAN
PERBANKAN SYARIAH” 2 (2014): 315-316.

10
macam syirkah yaitu Syirkah al-‟inan, syirkah al-mufawadhah, syirkah al-
abdan dan syirkah al-wujuh serta syirkah al-mudharabah dan yang terakhir
menurur fuqaha Malikiyah dan Syafi‟iyah membedakanya menjadi empat
jenis syirkah yaitu syirkahal-‟inan, syirkah al-mufawadhah, abdan dan
wujuh.
Dari paparan para fuqaha di atas, pembagian dari jenis syirkah tersebut
dapat dihimpun menjadi dua kategori, kategori pertama merupakan kategori
dari pembagian segi materi syirkah yaitu syirkah al-amwal, a‟mal, abdan
dan wujuh, sedangkan kategori kedua adalah kategori dari segi pembagian
posisi dan komposisi saham. Yaitu syirkah al-‟inan, syirkah al-mufawadhah
dan syirkahal-Mudharabah.
Dari berbagai jenis syirkah di atas maka akan lebih jelas bila
dijelaskan dari masing-masing jenis syirkah tersebut:
1. Syirkah al-amwal adalah persekutuan antara dua pihak pemodal atau
lebih dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan
membagi keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan.
2. Syirkah al-a‟mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu misalnya kerjama dua orang arsitek untuk mengerjakan
satu proyek. Syirkah ini disebut juga Syirkah abdan atau Syirkah sana‟i
3. Syirkah al-wujuh adalah persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk
melakukan kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal dalam bentuk dana tetapi hanya mengandalkan
wajah (wibawa dan nama baik). Mereka menjalankan usahanya
berdasarkan kepercayaan pihak ketiga keuntungan yang dihasilkan
dibagi berdasarkan kesepakatan bersama.
4. Syirkah al-‟inan adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah belum tentu
sama baik dalam hal modal pekerjaan maupun dalam hal keuntungan
dan resiko kerugian.

11
5. Syirkah al-mufawadhah adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamya adalah sama baik dalam
hal modal keuntungan dan resiko kerugian.
6. Syirkah al-mudharabah adalah persekutuan antara pihak pemilik modal
dengan pihak yang ahli dalam melakukan usaha, dimana pihak pemodal
menyediakan seluruh modal kerja. Dengan demikian mudharabah dapat
dikatakan sebagai perserikatan antara pemodal pada satu pihak dan
pekerja pada pihak lain. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak shahibul mal.5
E. Formulasi Fikih terhadap Akad Musyarakah
Musyarakah atau pembiayaan melalui penanaman saham (tamwil al-
musáhamah) adalah perkumpulan dua orang atau lebih untuk melakukan
usaha atau proyek tertentu. Masing masing anggota memberikan kontribusi
dana menurut jumlah yang dikehendaki. Sedangkan pembagian keuntungan
dan kerugian dilakukan secara proporsional sesuai modal. Secara prinsip
musyarakah adalah alat "kerja perbankan Islam" untuk menggantikan sistem
bunga. Oleh karena itu sejumlah permasalahan mengemuka, antara lain:
apakah perbedaan antara musyarakah dengan bunga, apakah karakteristik
musyarakah itu? Mengapa musyarakah menjadi pilihan bank Islam? Secara
teoretis dapatkah musyarakah dipraktekkan pada bank Islam?
1. Perbedaan antara musyarakah dengan bunga
Menurut sebagian teorikus bank Islam, sistem yang ideal untuk
mengantikan sistem bunga adalah musyarakah karena yang terakhir ini
merupakan sarana yang efektif untuk mengatasi kekacauan hubungan
antara keuntungan modal dan upah atau penghargaan terhadap kemampuan
dan inisiatif seseorang dalam bekerja.
Untuk menjastifikasi sistem musyarakah biasanya para teorikus
perbankan Islam menampilkan perbedaan antara sistem yang dianut oleh
bank yang disebut terakhir ini dengan bank konvensional. Bank

5
Mahmudatus Sa‟diyah and Nur Aziroh, “MUSYARAKAH DALAM FIQIH DAN
PERBANKAN SYARIAH” 2 (2014): 316-318.

12
konvensional membiayai proyek melalui pinjaman berbunga. Hubungan
bank dengan risiko proyek dapat dipastikan tidak ada. Demikian pula
tanggung jawab yang dibebankan kepada para deposan. Artinya para
peminjam tetap berkewajiban membayarkan pokok pinjaman dan bunganya
kepada pihak bank tanpa melihat apakah proyek yang dibiayai itu rugi atau
untung. Berbeda dengan sistem musyarakah semua tanggungjawab,
keuntungan dan kerugian dibagi secara proporsional kepada masing masing
pihak yang ber-musyarakah. Sistem ini tidak dikenal pada bank
konvensional karena semua risiko menjadi tanggung jawab nasabah.
Nasabahlah memperoleh semua keuntungan dan menanggung semua
kerugian proyek.
Dengan demikian asas musyarakah adalah "keuntungan dan kerugian
akan ditanggung oleh para mitra secara proporsional". Jadi tidak ada
imbalan tetap yang akan diperoleh oleh para pemodal, karena keuntungan
maupun kerugian sejak awal tidak dapat dipastikan meskipun hasil studi
sebelumnya menyatakan bahwa proyek yang dibiayai itu kecil
kemungkinan akan mengalami kerugian."
Musyarakah adalah usaha patungan dengan alokasi keuntungan dan
kerugian secara proporsional. Inilah yang menjadikan pembiayaan bank
Islam melalui musyarakah bersifat riil dan menyentuh kehidupan ekonomi
secara langsung. Di samping menanamkan sahamnya pada proyek-proyek,
bank juga melakukan praktek dagang dan bisnis. Sedangkan sistem bank
konvensional akan menarik pembayaran pokok hutang dan bunganya
dengan tanpa melihat apakah proyek itu untung atau rugi. Sistem perbankan
konvensional ini menurut Islam sangat eksploitatif dan tidak dapat
diterima.
Pokok pinjaman yang harus dikembalikan dalam sistem bank Islam
sama besarnya dengan jumlah pinjaman semula, tidak ada kelebihan sedikit
pun. Peminjaman uang dalam sistem bank konvensional merupakan
pengalihan kepemilikan atas uang itu. Sedangkan bunga pinjaman
digolongkan sebagai sarana untuk menciptakan kepemilikan baru yang

13
tidak legal karena tidak termasuk dalam ruang lingkup kepemilikan yang
diakui. Sementara perbankkan Islam, dengan sistem musyarakah, tidak
terdapat pengalihan kepemilikan kepada penerima pinjaman. Pemberian
nisbah keuntungan kepada nasabah pengelola dana semata-mata karena
mereka menjadi mitra bank dalam musyarakah. Keuntungan itu sendiri
direalisasikan dengan modal yang disertakan, di samping faktor-faktor
produksi lainnya.
2. Keunggulan Musyarakah
Akad musyarakah memiliki beberapa keunggulan: Pertama,
musyarakah dapat mendorong para mitra untuk melakukan studi terhadap
proyek. Tujuan studi adalah untuk menilai kelayakan proyek dan
kemampuannya untuk menghasilkan laba. Hasil studi tentu akan lebih valid
karena didukung oleh pengalaman teknis dan keahlian yang dimiliki oleh
masing-masing, baik bank sebagai pemberi dana maupun nasabah sebagai
pengelola dana. Studi serupa juga biasanya dilakukan oleh bank
konvensional tetapi dengan tujuan yang berbeda, karena bank tidak
mengikut sertakan nasabah sebagai peminjam dan pengelola dana, dan
pihak bank pun tidak akan mau tahu dengan keuntungan dan kerugian
kegiatan usaha mereka.
Kedua, musyarakah menjadi sarana untuk mengumpulkan dan
menggunakan dana untuk proyek-proyek yang berskala prioritas. Hal ini
tentu bertujuan untuk menopang investasi yang bermanfaat dan menambah
dana bank itu sendiri. Dengan cara ini akan tercipta pembangunan ekonomi
dan sosial melalui pendistribusian kembali modal tersebut kepada orang
sebanyak-banyaknya. Hal ini akan mendorong mereka untuk menyerahkan
dana itu kembali kepada bank, dan para investor dapat mengambil
manfaatnya kembali.
Ketiga, hubungan bank dengan para nasabah penyedia dana dalam
musyarakah bersifat koperatif atau kemitraan. Para nasabah penyedia dana
tidak akan memperoleh keuntungan yang ditetapkan terlebih dahulu seperti
halnya dalam sistem bunga. Demikian pula pihak nasabah pengelola dana

14
tidak akan memberikan keuntungan yang ditetapkan terlebih dahulu kepada
pihak bank. Tetapi bank bersama mitranya memikul segala risiko yang
berkaitan dengan biaya operasional musyarakah. Dengan sistem ini
eksploitasi bank terhadap nasabah sebagai penyedia maupun pengelola
dana seperti yang terjadi pada pinjaman berbunga dapat dihindari. Maka
sistem musyarakah lebih mendekati keadilan baik pada pembiayaan
maupun pada pembagian keuntungan dan kerugian.
Keempat, musyarakah menjadi sarana bank Islam untuk melakukan
penyeimbangan antara pendapatan pemilik saham dan para deposan.
Karena keuntungan maupun kerugian operasional musyarakah dibebankan
pada pemilik modal dan para mitra. Berbeda dengan bank konvensional
yang selalu mementingkan pemilik saham, dan memprioritaskan mereka
dalam memperoleh keuntungan. Bahkan bank memberikan mereka
pendapatan yang selalu bertambah dalam setiap tahun dengan berbagai
bentuk eksploitasi dana para deposan. Sedangkan para deposan
memperoleh sebagian kecil dari keuntungan tersebut dalam bentuk bunga
yang diberikan kepada mereka. Dengan melihat beberapa keunggulan
tersebut, maka sistem musyarakah sejalan dengan ruh syariah.
3. Mungkinkah musyarakah diaplikasikan?
Musyarakah penting sekali keberadaannya bagi alat kerja "Bank
Islam". Dari satu sisi bank akan memperoleh kucuran dana yang
dibutuhkan. Dari sisi lain, bank dapat mengfungsikan dana tersebut dengan
melibatkan para deposan dan investor dalam sistem musyarakah. Bank
secara preodik atau sesuai kesepakatan akan memperoleh keuntungan
sesuai penyertaan modal. Nasabah pengelola dana tidak berkewajiban
untuk mengembalikan pokok pembiayaan musyarakah kepada bank.
Karena mereka adalah mitra bank, bukan peminjam dana dari bank.
Ketidak harusan untuk mengembalikan dana tersebut tetap berlaku
walaupun proyek (kegiatan usaha) mereka didirikan sebelum mendapatkan
pembiayaan dari bank maupun didirikan dengan modal yang diberikan oleh
bank. Sistem ini tidak dikenal dalam bank konvensional.

15
Dalam aplikasi musyarakah, bank Islam menerbitkan sertifikat
musyarakah mirip dengan obligasi mudharabah. Sertifikat ini memiliki
harga yang bervariasi dan dalam tempo yang berbeda-beda untuk menjamin
distribusi yang dibutuhkan oleh proyek. Pada hal sebagaimana diketahui
bahwa musyarakah tidak sama dengan mudharabah baik itu pada jumlah
orang yang terlibat di dalamnya, maupun pada teknis alokasi keuntungan
dan kerugian.Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek
di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Selain itu, pada bank-bank yang dibolehkan melakukan investasi
dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema
modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu,
dan setelah itu bank melakukan divestasi, baik secara singkat maupun
bertahap. Hanya saja pada saat bank Islam menggunakan musyarakah,
aktivitasnya lebih beragam dan rumit dari pada transaksi-taraksi sejenis
dalam sistem bank konvensional. Karena bank harus mengganti alat ukur
kemampuan peminjam yang digunakan oleh bank konvensional dengan alat
ukur lain yaitu kelayakan proyek dan kemampuannya dalam merealisasikan
laba. Inilah yang mengharuskan bank Islam untuk menetapkan frame
pendapatan baru dari berbagai aktifitas ekonomi. Sebelum itu bank harus
memprediksikan laba, mengawasi dan berusaha untuk merealisasikan laba
itu sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Inilah yang menjadikan
bank Islam memikul tanggung jawab baru dan besar dalam mengukur
proyek dan menetapkan standar nisbah pembagian keuntungan dan
kerugian. Sehingga akan tercipta lingkungan baru yang mendorong untuk
menguasai pelaksanaan dan pengawasan proyek-proyek yang dibiayai.
Bank juga harus mengarahkan investasi untuk menjamin keuntungan logis
yang akan diperoleh oleh bank dan para deposan. Selain itu bank juga
berupaya untuk melindungi dananya dan dana para penabung.

16
F. Aplikasi Musyarakah Pada Perbankan Syariah (Islam)
Bentuk-bentuk pembiayaan musyarakah yang digunakan dalam Bank
Islam, menurut Abdullah Saeed adalah musyarakah dalam perdagangan,
partisipasi berkurang, dan partisipasi permanen.
1) Musyarakah dalam perdagangan
Tujuan spesifik dari perjajian musyarakah dalam perdagangan adalah
seperti pembelian dan penjualan sebuah mesin atau komoditas. Pihak bank
dan partner, keduanya memberikan kontribusi modal tetapi pihak partnerlah
yang menjalankan menejemen penjualan, pembelian, pemasaran, dan
akuntansi yang terkait dalam usaha tersebut. Fungsi bank sendiri adalah
untuk membiayai transaksi yang menjadi bagiannya, menyediakan
pelayanan perbankan (membuka kartu kredit atau LC) ketika diperlukan dan
memonitor kemajuan musyarakah melalui catatan partner. terakhir dari
laporan
Kontrak bermanfaat musyarakah bagi bank ini Islam sebagai sarana
pencairan modal dengan cepat serta memacu perputaran modalnya lebih
tinggi, sehingga keuntungannya juga lebih besar atau tinggi. Aktivitas bank
ini bertujuan untuk memperluas dan berbagai melayani macam
meminimalisasi (diversifikasi) usaha resiko dan dalam operasional
investasinya. Menurut Husein Kamil dari Faisal Islamic Bank of Egypt dan
Gharib Nasher dari International Islamic Bank for Investment and
Development Rasio tergantung modal pada umumnya karakteristik partner
bank, jumlah modal dan keamanan maupun resiko yang mungkin terjadi.
2) Partisipasi berkurang
Partisipasi didefinisikan sebagai bentuk kerja sama (antara bank dan
partner), bank membantu partner untuk dapat memiliki suatu proyek
berdasarkan secara bertahap syarat-syarat yang ditetapkan dalam Dalam
kontrak kontrak musyarakah. musyarakah parsipasi berkurang ini,
merupakan kontrak dimana partner tidak menginginkan kerjasama secara
kontinyu dengan bank dan menginginkan usaha tersebut menjadi miliknya.
Misalnya, pembiayaan proyek dimana bank dan partner sama sama

17
menyediakan dana untuk membiayai proyek, setelah selesai partner
mengembalikan dana dan bagi hasil yang telah disepakati kepada bank.
3) Partisipasi permanen
Didefinisikan sebagai bentuk kontrak musyarakah, dimana bank
membiayai bagian modal dan menjadikannya sebagai pemegang saham,
manajemen, pengawasan berpartisipasi dan proyek dalam melakukan
bersama dengan partnernya dengan syarat bank akan berbagi keuntungan
(profit) dan kerugian (loss) sebagaimana ketentuan yang telah disepakati
dalam kontrak. Istilah permanen tidak berarti selamanya. sebab kerjasama
ini hanya berlaku sampai selesainya proyek atau sampai batas waktu yang
ditentukan pada akhir kontrak musyarakah. Kontrak musyarakah partisipasi
permanen ini bisa di samakan dengan modal ventura, misalnya, suatu
lembaga keuangan syariah melakukan investasi dalam kepemilikan suatu
perusahaan, dengan skema modal ini bank menanamkan modal untuk jangka
waktu melakukan tertentu, kemudian divestasi (menjual bagian sahamnya).
Syarat pembiayaan musyarakah di perbankan Islam menurut Abdullah
Saeed adalah modal, jaminan, masa berlakunya kontrak dan prinsip bagi hasil.
(1) Modal Bank Islam menyediakan umumnya modal dan nasabah
menyediakan lainnya menurut Bank, Tadamon Islamic rasio perbandingan
saham bank dengan partner ditentukan menurutkesepakatan
mempertimbangkan dan situasi keuangan partner. Bank mensyaratkan
nasabah yang kaya membayar persentase modal lebih tinggi, tetapi tidak
pada nasabah yang tidak mampu membayar persentase berdasarkan
keadaan yang sebenarnya.
(2) Jaminan
Meskipun seluruh mazhab fiqh tidak membolehkan meminta jaminan
kepada partner sebagai kepercayaan bank bank islam tetap mengharuskan
partner mereka memberikan jaminan untuk melindungi bank dalam kontrak
musya. Pihak Bank (pihak pertama) mempunyai hak untuk meminta kepada
partnernya sebagai pihak kedua (dalam kasus apabila jaminan yang sudah
diberikan kepada bank tidak cukup).

18
(3) Masa berlakunya kontrak
Setiap kontrak perlu ditentukan masa berlakunya, karena kebanyakan
kontrak khususnya dalam perdagangan dilakukan dalam jangka waktu
pendek dan untuk tujuan khusus. Jika masa berlakunya kontrak kurang,
maka dapat diperpanjang masa kontrak tersebut melalui persetujuan kedua
belah pihak. Kontrak musyarakah dapat diakhiri melalui persetujuan kedua
belah pihak dengan catatan, bahwa pihak partner membayar kepada pihak
bank semua tanggung jawab yang timbul dari pemberhentian kontrak ini.
menurut Jordan Islamic Bank, bank dapat meminta mengakhiri kontrak
musyarakah, jika bank memandang apabila kontrak dilangsungkan akan
sia-sia tanpa hasil atau pihak partner ketahuan melanggar ketentuan yang
telah disepakati dalam kontrak. Bank melakukannya dengan jalan memberi
peringatan terlebih dahulu atau bersumber dari aturan hukum yang
pemberhentian mengatur kontrak tersebut.
(4) Prinsip bagi hasil
Bank-bank Islam umumnya tidak sama dalam menjalankan proyek
bagi hasil dari proyek usaha mereka dalam pembiayaan musyarakah.
Prinsip bagi hasil secara luas dilaksanakan tergantung peranan partner
dalam mengelolan proyek musyarakah. Kontribusi modal dari kedua belah
pihak yaitu partner dan bank.
Bank Islam tampaknya cenderung dominan menggunakan bentuk
musyarakah dalam perdagangan untuk jangka waktu pendek, meskipun
bentuk lain tetap digunakan. Dalam pembiayaan musyarakah kontribusi
modal berasal dari bank dan partner. Pihak bank mengawasi bagaimana
usaha musyarakah dijalankan sehingga bank memastikan menerima
pengembalian investasi awal yang diberikan beserta keuntungan yang
diperoleh, dan meminta berbagai macam garansi yang dijadikan untuk
melindungi kepentingannya dalam usaha tersebut, dengan garansi ini
kelihatannya pihak bank melempar segala resiko usaha musyarakah kepada
partnernya, serta menentukan batas waktu bagi berlakunya kontrak
musyarakah. Di sini tidak ada keseragaman antara bank-bank Islam dalam.

19
menjalankan metode bagi hasil, walaupun metode yang digunakan
bermacam-macam namun esensinya sama.6
G. Tujuan Dan Manfaat Musyarakah
Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi keuntungan kepada
karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi
untuk mendirikan ibadah, sekolah dan sebagainya. Salah satu prinsip bagi hasil
yang banyak dipakai dalam perbankan syariah adalah musyarakah. Dimana
musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah
dan bank secara bersama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank
Adapun manfaat-manfaat yang muncul dari pembiayaan Musyarakah
adalah meliputi:
1) Lembaga keuangan akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada
saat keuntungan usaha nasabah meningkat,
2) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus
kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah,
3) Lembaga keuangan akan lebih selektif dan hati hati mencari usaha yang
benar-benar halal, aman dan menguntungkan,
4) Prinsip bagi hasil dalam musyarakah atau musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih pembiayaan (nasabah) satu
jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Resiko yang terjadi dalam pembiayaan musyarakah, relatif tinggi,
meliputi:
1) Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam
kontrak,
2) Nasabah sering lalai dalam usaha dan melakukan kesalahan yang disengaja
guna kepentingan diri sendiri,
6
Mila Fursiana Salma Musfiroh, “Musyârakah dalam Ekonomi Islam (Aplikasi Musyârakah
dalam Fiqih dan Perbankan Syariah),” Syariati : Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Hukum 2, no. 01
(May 1, 2016): 494, https://doi.org/10.32699/syariati.v2i01.1127.

20
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur dan
pihak lembaga keuangan sulit untuk memperoleh data sebenarnya.7

7
Mahmudatus Sa‟diyah and Nur Aziroh, “MUSYARAKAH DALAM FIQIH DAN
PERBANKAN SYARIAH” 2 (2014): 318-319.

21
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah atau pembiayaan melalui penanaman
saham (tamwil al-musáhamah) adalah perkumpulan dua orang atau lebih untuk
melakukan usaha atau proyek tertentu. Masing masing anggota memberikan
kontribusi dana menurut jumlah yang dikehendaki. Sedangkan pembagian
keuntungan dan kerugian dilakukan secara proporsional sesuai modal. Secara
prinsip musyarakah adalah alat "kerja perbankan Islam" untuk menggantikan
sistem bunga. Adapun bentuk-bentuk pembiayaan musyarakah yang digunakan
dalam Bank Islam, menurut Abdullah Saeed adalah musyarakah dalam
perdagangan, partisipasi berkurang, dan partisipasi permanen.

22
DAFTAR PUSTAKA

Mth, Asmuni. "Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Islam." Studi Fiqh


Terhadap Produk Islam, 2004.
Musfiroh, Mila Fursiana Salma. "Musyarakah Dalam Ekonomi Islam." Aplikasi
Musyarakah Dalam Fiqih dan Perbankan Syariah, 2016.
Sa‟diyah, Mahmudatus dan Nur Aziroh. "Musyarakah Dalam Fiqih dan
Perbankan Syariah." 2014.

23

Anda mungkin juga menyukai