Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MODEL-MODEL KERJASAMA DALAM

EKONOMI ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Model Ekonomi Islam

Dosen Pengampu Mohammad Soleh, M.E

Disusun oleh:

1. Wiqaya Azmi (63020160043)


2. Ichdha Atsnaul Millah (63020160052)
3. Aenun Hidayah (63020160055)

KELAS B
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH (S1)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018

1
Daftar Isi
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................5
A. Pengertian Kerja Sama...........................................................................................5
B. Pengertian Syirkah / Musyarakah dan Dasar Hukum.............................................5
C. Rukun-Rukun Syirkah............................................................................................6
D. Macam-Macam Syirkah.........................................................................................8
E. Hal-Hal yang Membatalkan Syirkah....................................................................11
F. Aplikasi Syirkah pada Perbankan Syariah............................................................11
G. Prinsip-Prinsip Pembiayaan dengan Musyarakah................................................14
H. Manfaat dan Risiko Pendanaan Secara Musyarakah............................................16
BAB III............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
Kesimpulan..................................................................................................................17

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam merupakan kesatuan way of life yang telah lengkap mengatur berbagai
sendi kehidupan manusia. Bagaimana hubungan horizontal antar manusia pun
sudah dijelaskan sedemikian rupa lewat Al-Qur’an serta As-sunnah. Tolong
menolong atas kebaikan dan ketaqwaan menjadi pegangan hidup bagi masyarakat
beriman. Hal tersebut menjadi pesan yang universal dari Islam, yang merupakan
karakter dan fitrah dasarnya yakni Rahmatan Lil Alamin.
Hukum-hukum Allah tentu tidak dapat ditegakkan ditegakkan sendiri-sendiri,
melainkan perlu adanya keharmonisan. Disadari atau tidak sesungguhnya Allah
memahami bahwa kehidupan duniawi manusia senantiasa berubah-ubah
mengikuti perkembangan zaman. Adanya kehidupan yang bervariasi ini
sesungguhnya mengajarkan umat Islam untuk saling memahami, tolong menolong
dan hormat menghormati karena secara naluriah manusia berwatak saling
membutuhkan. Itu berarti kerjasama dan kasih sayang menjadi sebuah urgensi
dalam hubungan antar umat Muslim khususnya.
Tak terkecuali dalam bidang muamalah, kerjasama dan komunikasi yang baik
menjadi tonggak utama. Tentunya kerjasama yang sesuai syariat-lah yang
diwajibkan untuk dilaksanakan seluruh umat Muslim dalam kaitannya tugas
Muslim sebagai khalifah dan pembaharu di muka bumi. Muamalah (dalam hal ini
perekonomian Islam) dapat berjalan baik jika tiap-tiap masyarakat Muslim
memahami apa-apa saja yang dilarang dan dianjurkan dalam melakukan
kerjasama, kesepakatan, dan transaksi.
Dengan melihat perlu dan pentingnya hal tersebut, maka penulis menulis
makalah dengan judul “Model-model kerjasama dalam Ekonomi Islam”.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kerja sama?
2. Bagaimana pengertian dari syirkah/musyarakah dan dasar hukumnya?
3. Bagaimanakah rukun syirkah?
4. Bagaimanakah macam-macam syirkah?
5. Apa sajakah hal-hal yang membatalkan syirkah?
6. Bagaimanakah aplikasi syirkah pada perbankan syariah?
7. Apa sajakah prinsip-prinsip pembiayaan dengan musyarakah?

3
8. Bagaimana manfaat dan Risiko pendanaan secara musyarakah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kerja sama?
2. Untuk mengetahui pengertian dari syirkah/musyarakah dan dasar
hukumnya
3. Untuk mengetahui rukun-rukun syirkah
4. Untuk mengetahui macam-macam syirkah
5. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan syirkah
6. Untuk mengetahui aplikasi syirkah pada perbankan syariah
7. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembiayaan dengan musyarakah?
8. Untuk mengetahui bagaimana manfaat dan Risiko pendanaan secara
musyarakah?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kerja Sama


Menurut Abdulsyani dalam S.Sari, kerjasama adalah suatu bentuk proses
sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditunjukkan untuk
mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas
masing-masing.

B. Pengertian Syirkah / Musyarakah dan Dasar Hukum


Syirkah memiliki arti ‫ الخإتلطا‬al-ikhtilath (percampuran). Para ahli fiqih
mendefinisikan syirkah adalah akad antara dua orang yang berserikat dalam
modal dan keuntungan.
Sedangkan secara bahasa, Syirkah adalah percampuran salah satu dari dua
harta dengan yang lain tidak membedakan satu sama lain. Syafiiyah berpendapat
Syirkah adalah tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara
bersama-sama. Ulama Malikiyah mendefinisikan Syirkah dengan izin untuk
bertasharuf bagi kedua orang yang berserikat terhadap harta keduanya dengan
tetapnya hak tasharuf bagi masing-masing keduanya.
Golongan hanafiyah berpendapat Syirkah adalah ungkapan terhadap akad
antara dua orang yang berserikat tentang modal dan laba. Definisi yang
dikemukakan Hanafiyah ini dipandang sebagai definisi yang komplit.
Ketiga definisi di atas, secara hakikatnya sama yang mengacu pada
pengertian bahwa syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
suatu usaha di mana keduanya sama-sama memasukkan modal dalam usaha
tersebut kemudian, keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung bersama-sama pula.
Syirkah disyariatkan berdasarkan Q.S An-Nisa 4:12
“.......Jika saudara-saudara seibu lebih dari seorang maka mereka berserikat dalam
sepertiga harta...”
Dalam hadits Nabi ditegaskan:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata Sesungguhnya Allah
berfirman”Saya adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama tidak

5
ada satupun yang mengkhianati sahabatnya. Bila salah seorang mengkhianati
sahabatnya, saya keluar dari keduanya”
Berdasarkan kedua nash tersebut, kaum muslimin telah ijma’ tentang
kebolehan syirkah. Islam membenarkan seorang muslim berdagang dan berusaha
secara perorangan atau menggabungkan modal dalam bentuk perkongsian
(syirkah) dalam berbagai bentuk usaha. Betapa banyak proyek dan perusahaan
tidak dapat ditangani seorang diri. Untuk itu, ia membutuhkan banyak modal,
tenaga, dan keterampilan. Dengan menggabungkan berbagai kekuatan tersebut,
memungkinkan usaha dapat berjalan lancar.

C. Rukun-Rukun Syirkah
Ulama fikih berbeda pendapat dalam menetapkan rukun dan syarat syirkah.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun syirkah adalah ijab dan kabul, yakni pernyataan
kehendak melakukan syirkah yang datang dari para pihak yang berakad.
Pernyataan kehendak ini dituangkan dalam kontrak kerjasama yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Sementara itu, menurut juhur ulama rukun
akad ada empat, yakni dua orang yang berakad (aqidain), maqid ‘alaih, yang
terdiri dari modal dan keuntungan, ijab dan kabul, dengan syarat-syarat:
a. ‘aqidain (para pihak yang berserikat), disyaratkan mempunyai ahliyah al-
ada’ (kepantasan melakukan transaksi), yakni baligh dan berakal, cerdas
dan tidak hajr (dicekal melakukan tasharuf terhadap harta bendanya).
b. Ma’qud ‘alaih (objek syirkah), yakni modal dan keuntungan, disyaratkan:
1) modal harus jelas adanyadan diketahui jumlahnya,
2) Para ulama sepakat modal dalam syirkah harus dalam bentuk uang,
karena modal yang disertakan daalam syirkah harus dalam bentuk
modal liquid. Ini berarti modal yang digabungkan dalam akad syirkah
tidak bisa dalam bentuk komoditas. Namun ulama berbeda pendapat
kalau uangnya berbea bentuknya, misalnya satu pihak dalam bentuk
dinar, yang lain dalam bentuk dirham. Ibn al-Qasim, seperti yang
dikutip Ibnu Rusyd membolehkan hal tersebut, ini merupakan
pendapat dari Imam Malik. Menurutnya nilai kedua modal itu harus
diperhhitungkan.
3) Modal diserahkan secara tunai, bukan dalam bentuk utang

6
4) Keuntungan dibagi antara anggota syarikat menurut kesepakatan.
5) Pembagian keuntungan dinyatakan secara jelas ketika akad, misalnya
seperdua, sepertiga, dan sebagainya.
6) Proporsi keuntungan ditetapkan berdasarkan penyertaan modal
anggota syirkah. Di samping itu juga dapat ditetapkan berbea dari
penyertaan modal masing-maisng.
c. Ijab dan kabul, disyaratkan
1) jelas menunjukkan makna syirkah atau yang semakna dengan itu
2) Dinyatakan dalam bentuk keizinan anggota berserikat untuk
mentasharufkan harta yang disyariatkan.
Pada zaman sekarang ijab dan kabul ini dinyatakan secara tertulis dalam
kontrak kerja sama maupun dalam bentuk MoU (Memorandum of
Understanding).
Pada prinsipnya dalam akad musyarakah setiap mitra mempunyai hak
yang sama dalam manajemen bekerja dalam mengelola perusahaan. Jika semua
mitra sepakat untuk terlibat aktif dalam manajemen perusahaan maka masing-
masing mendapat perlakuan yang sama dalam semua urusan perusahaan dan
pembagian keuntungan. Namun demikian, masing-masing anggota dapat
menunjukkan salah seorang dari mereka menjadi manajer perusahaan. Terhadap
mitra kerja yang tidak terlibat dalam manajemen perusahaan ia memperoleh
pembagian keuntugan sebatas penyertaan modalnya. Ketika perusahaan
mengalami kerugian, masing-masing anggota syirkah menanggung kerugian
sesuai dengan porsi penyertaan modalnya.

D. Macam-Macam Syirkah
Syirkah dalam literatur fikih ada dua macam, yaitu:
a. Syirkah al amlak, yaitu dua orang atau lebih memiliki benda tanpa melalui
akad syirkah. Syirkah ini terbagi pada
1) Syirkah ikhtiyariyah, yaitu syirkah yang timbul dari perbuatan dari
dua orang yang berakada misalnya dua orang dibelikan sesuatu atau
dihibahkan suatu benda kemudian, mereka menerima. Maka jadilah
keduanya berserikat memiliki benda tersebut.
2) Syirkah jabariyah, yaitu syirkah yang timbul dari dua orang atau lebih
tanpa perbuatan keduanya. Misalnya, dua orang atau lebih menerima

7
harta warisan maka para ahli waris berserikat memiliki harta warisan
secara otomatis tanpa usaha atau akad.
a. Syirkah al-Uqud, yaitu ungkapan terhadap akad yang terjadi antara dua
orang atau lebih untuk berserikat terhadap harta dan keuntungan. Syirkah al-
uqud terbagi kepada empat macam yaitu syirkan al-inan (syirkah al-amwal),
syirkah al-mufawadhah, syirkah al wujuh dan syirkah al-abdan (syirkah al-
a’mal), syirkah al-mudharabah . syarat umum dari syirkah uqud yaitu
1) Objek akad menerima perwakilan. Dalam arti masing-masing anggota
perserikatan bertindak sebagai wakil dari mitra kerjanya.
2) Kadar pembagian keuntungan diketahui dengan nisbah tertentu,
seperti seperempat, sepertiga, seperdua, dan sejenisnya. Bila kadar
keuntungan tidak dikerahui, maka akad syirkah menjadi batil.
Keuntungan merupakan objek dari syirkah, ketidakjelasan kadar
keuntungan menjadikan akad syirkah menjadi fasid.
3) Bagian keuntungan berasal dari harta hasil perserikatan, bukan dari
harta lain.
Adapun syarat masing-masing syirkah uqud akan diuraikan langsung dari
macam-macam syirkah uqud sebagi berikut:
1. Syirkah al-inan (syirkah al-amwal), yaitu dua orang menggabungkan
hartanya untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dibagi berdua.
Pada syarikat ini, modal tidak disyaratkan jumlahnya sama. Salah satu
pihak boleh memasukkan modalnya lebih banyak dari pihak lain. Begitu
juga dengan pengelolaan kerja, dibolehkan salah satu pihak mempunyai
intensitas yang lebih banyak dari pihak lain. Sementara itu, laba dibagi
menurut kesepakatan. Bila terjadi kerugian, kerugian itu ditanggung sesuai
dengan banyaknya saham/ modal dalam perserikatan tersebut.
Syarat dari syirkah inan adalah
a) Modal merupakan harta tunai, bukan utang dan tidak pula barang
yang tidak ada ditempat. Modal merupakan sarana untuk
melakukan transaksi, sedangkan transaksi tidak mungkin dilakukan
kalau modalnya berbentuk utang atau tidak ada.
b) Modal harus berupa uang seperti dinar dirham atau rupiah, buka
berupa barang, seperti benda bergerak dan tak bergerak.

8
Bentuk syarikat ini pada saat sekarang dapat dilihat pada firma PT CV
koperasi. Masing-masing anggota memasukkan modal/saham ke dalam
perusahaan yang bersangkutan, kemudian dikeloa bersama atau oleh salah
satu pihak saja dan keuntungan dibagi berdasarkan jumlah saham masing-
masing.
2. Syirkah al mufawadhah atau al musawamah, yaitu dua orang atau lebih
berakad untuk berserikat dalam suatu pekerjaan dengan syarat keduanya
sama dalam modal, kerja, dan agama. Masing-masing anggota menjadi
penanggung jawab (kafil) bagi yang lainnya dalam hak kewajiban, baik
berupa penjualan maupun pembelian.
Syarat yang harus dipenuhi dalam syirkah muwafadhah adalah :
a) Masing-masing anggota syarikat merdeka, baligh, berakal,dan
cerdas. Artinya para pihak adalah orang yang cakap hukum maka
tidak sah melakukan syirkah mufawadhah antara orang dewasa
dengan anak-anak. Begitu pula tidak sah antara Muslim dengan
kafir.
b) Masing-masing anggota perserikatan mampu menerima perwakilan
(wakil) dan mampu bertindak sebagai penanggung jawab (kafil)
satu sama lain.
c) Masing- masing anggta syarikat terikat satu sama lain, baik berupa
hak, maupun kewajiban dan tidak bisa membatalkan akad sepihak
tanpa persetujuan anggota lain. Di samping itu, salah satu pihak
hanya dapat melakukan bila ada persetujuan dari pihak lain.
d) Sama dalam jumlah modal dan keuntungan. Jika salah satu anggota
memasukkan saham lebih banyak dari anggota lain dan mendapat
pembagian keuntungan lebih banyak dari anggota lain dan
mendapat pembagian keuntungan lebh banyak dari anggota lain,
akad mufawadhah tidak sah.
e) Sama dalam pengelolaan kegiatan bisnis. Salah seorang dari
anggota syarikat tidak boleh melakukan kegiatan bisnis tertentu
tanpa melibatkan anggota syarikat lainnya.
f) Syirkah diakadkan dengan lafal mufawadhah.

9
3. Syirkah al-abdan atau al-amwal, yaitu dua orang berserikat untuk
menerima dan bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan, atas dasar
upah yang diperoeh dibagi bersama sesuai kesepakatan. Untuk kesahan
akad ini ulama Malikiyah mensyaratkan:
a) Profesi anggota syarikat harus sama, mislanya tukang bangunan
baik tukang batu, tukang kayu, tukang besi bergabung dalam
membangun sebuah bangunan.
b) Pekerjaan yang dilakukan adalah sama, tidak dibenarkan
melakukan pekerjaan yang berbeda kecuali bila pekerjaan yang
dilakukan dua orang berserikat tersebut saling terkait satu tujuan,
misalnya tukang kayu dengan tukang batu berserikat untuk
membangun rumah.
c) Tempat melakukan pekerjaan harus sama. Jika dua orang yang
berserikat melakukan pekerjaan di tempat yang berbeda, syirkah ini
menjadi tidak sah.
d) Pembagian keuntungan seimbang berdasarkan pada keahlian
4. Syirkah wujuh, yaitu dua orang berserikat tanpa ada modal. Maksudnya,
dua orang atau lebih bekerja sama untuk membeli barang tanpa modal,
hanya berdasarkan kepada kepercayaan pedagang kepada mereka atas
dasar keuntungan yang diperoleh berserikat antara mereka berdua.
Bentuk perserikatan ini banyak dilakukan oeh para pedagang dengan cara
mengambil barang dari grosir atau supplier secara konsinyasi dagang.
Kerja sama dagang ini hanya berdasarkan pada rasa kepercayaan, bila
barang terjual dua orang yang berserikat tersebut membayar harga barang
kepada pemilik barang, atas dasar keuntungan yang diperoleh dibagi
dengan anggota perserikatan.

E. Hal-Hal yang Membatalkan Syirkah


Adapun yang membatalkan syirkah secara umum adalah hal-hal sebagai
berikut :

10
1. Salah seorang anggota syarikat membatalkan akad. Hal ini karena akad
syirkah merupapakn akad yang bersifat jaiz ghairu lazim (tidak
mengikat) sehingga dapat difasakhkan oleh salah satu pihak.
2. Hilangnya kecapakapan bertindak hukum dari salah seorang yang
berakad, misalnya gila, meninggal dunia, murtad.
3. Harta syirkah musnah atau rusak seluruhnya atau sebagian
4. Tidak terciptnya kesamaan pada akad syirkah mufawadhah, baik dari
segi modal, kerja, keuntungan, dan agama

F. Aplikasi Syirkah pada Perbankan Syariah


1. Tipe-Tipe Musyarakah dalam Bank Islam
Mengikuti perjalanan eksperimen banl-bank Islam, kita
dapatimodel-model syirkah sesuai dengan perkembangan duni perbisnisan,
yang kebanyakan perbankan Islam tidak menetapkan model-odel tersebut,
sehingga terdapat banyak versi tentang pembagian syirkah yang
diaplikasikan dalam bank Islam, perbedaan tersebut diakibatkan adanya
perbedaan dalam tujuan mengklasifikasikan syirkah dan sejauh mana
pemahaman masing-masing terhadap sisi-sisi hukum syara’ dalam
operasional syirkah.
Pada hakikatnya pembagian-pembagian tersebut hanyalah sisi-sisi
yang berbeda dari suatu hal yang satu, lebih tepat untuk dikatakan bahwa
sebagian pengklafisikasian tersebut hanya unruk tujuan pendataan statistik.
Pembagian yang lebih tepat untuk menggambarkan model-model
syirkah dan jenis operasionalnya adalah klasifikasi yang didasarkan pada
kontinuitas pemilikan, timing musyarakah dan sistem pengembalian
pendaan, dari sini syarikah dapat diklasifikasikan menjadi dua:
a. Musyarakah Tsabitah (perkongsian tetap)
yaitu jenis musyarakah di mana bank berpartisipasi dalam
mendanai suatu proyek, dan menjadi partner dalam memiliki proyek
tersebut, operasional, pengarahan dan mengontrolny, dan menjadi
partner dalam profit yang dikaruniakan oleh Allah berdasarkan
kesepakatan bersama serta sesuai dengan kadiah-kaidah musyarakah.
Dalam bentuk ini semua partner tetap memperoleh bagian dalam
proyek sampai selesai atau sampai batas waktu yang disepakati

11
bersama. Terkadang proyek yang didanai mengambil bentuk hukum
yang tetap (dalam lingkup hukum konvensional), seperti kontriusi
saham atau bentuk lainnya. Jika menggunakan syarikah musahimah
(kontribusi saham) maka bank memiliki saham-saham tertentu yang
dapat digunakan untuk memengaruhi kebijakan proyek melalui majlis
umum, demikian juga bagian profitnya sesuai dengan kepemilikan ini.
Dari sini musyarakah tsabitah dpat diklasifikasikan menjadi dua:
1) Musyrakah tsabitas mustamirah (perkongsian tetap tetap yang
kontinyu);
2) musyarakah tsabitas muntahiyah (perkongsian tetap yan
berakhir)
Musyarakah tsabitah mustamirrah merupakan perkongsian yang
berkaitan dengan proyek yang didanai sendiri, di mana bank menjadi
partner (syarik) dalam proyek ini selagi proyek tersebut beroperasi.
Keberlangsungan musyarakah ini dibatasi dengan lingkup undang-
undang selagi tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’.
Sedang musyarakah tsabitas muntahiyah adalah syarikah dalam
pemilikan proyek serta hak-hak sebagai konsekuensi dari perkongsian
tersebut, hanya saja kesepakatan antara bank dan partnernya (nasabah)
meliputi adanya batas waktu tertentu dalam pendanaan seperti
sirkulasi aktivitas perdagangan atau sirkulasi finansial atau
pengoperasian tender atau lainnya.
b. Musyarakah mutanaqishah (decreasing participation)
Yaitu suatu perkongsian di mana nasabah dapat menempati
kedudukan bank dalam memilii proyek baik sekaligus maupun secara
berangsur-angsur sesuai dengan syarat yang disepakati bersamadan
tipe operasionalnya, dengan dilakukan penyisian sebagian pendapatan
secara periodik untuk mengembalikan pendanaan musyarakahnya
bank (divestasi dari pihak bank). Mayoritas pemeroleh pembiatyaan
daari bank melalui syirkah emilih sistem ini, mereka lebih suka kalau
bank tidak berkelanjutan dalam berkongsi dengannya. Pemakaian
nama musyarakah mutanaqishah, karena syarikah ditinjau dari pihak
bank, yang perkongsiannya selalu berkurang dalam setiap cicilan

12
pengembalian pembiayaan yang ia berikn kepada nasabah. Disebut
juga “al musyarakah al muntahiya bi al tamlik”, yaitu ketika ditinjau
dari sisi penerima pendanaan, karena ia akan memiliki proyek pada
akhirnya, setelah mengembalikan seluruh pembiayaan yang diterianya
dari bank.
Konferensi bank Islam di Dubai menetapkan ada tiga tipe
musyarakah mutanaqishah, seperti berikut:
1) bank mengadakan kesepakatan dengan nasabah, bahwa
pengalihan kedudukan bank kepada partner dilakukan dengan
transaksi tersendiri setelah selesainya semua operasional
musyarakah, di mana semua partner bebas melakukan transaksi
dengan menjual bagiannya kepada parnernya atau selain dia.
2) Bank mengadakan kesepakatan dengan partnernya, bahwa bank
mendapat bagian persentase tertentu dari income bersih konkret,
di samping itu bank berhak memperoleh bagian dari pemasukan
konkret yang disepakati bersama, dala rangka menutup pokok
pendanaan yang diberikan oleh bank. Yang berarti income dibagi
menjadi tiga bagian:
- Bagian bank sebagai kompensasi dari pendanaan;
- Bagian partner sebagai kompensasi dari usaha dan
pendanaannya;
- Bagian ketiga untuk menutup pendanaan bank.
3) Ditentukannya bagian setiap partner dalamm bentuk bagian-
bagian atau saham-saham, maisng-masing mempunyai nilai
nominal tertentu yang seluruhnya merupakan total nilai proyek
atau operasional, setiap partner mendapatkan bagiannya dari
profit yang dihasilkan secara konkret, dan nasabah dapat memiliki
shaam-saham bank secara berangsur sehingga sahingga saham-
sahamnya bank menjadi berkurang dengan bertambahnya saham
nasabah, yang akhirnya seluruh saham menjadi miliknya nasabah.

G. Prinsip-Prinsip Pembiayaan dengan Musyarakah


Ada beberapa prinsip yang harus dipegang untuk menjalankan transasi
musyarakah dalam bank Islam, seperti berikut:

13
1. Prinsip Syariah
Operasional pendanaan dengan musyarakah harus selaras dengan kaidah-
kaidah menginvestasikan aset atau uang dalam syara’, dengan
memerhatikan hukum-hukum syara’ dalam muamalat. Di sini badan
pengontrol syariah dan penasihat-penasihat syar’inya berperan penting
dalam menjelaskan pandangan syara’ terhadap operasional transaksi-
transaksi yang dilakukan dalam bank-bank Islam.
2. Kemashlahatan Umum
Bank Islam harus selalu menyesuaikan prioritasnya dalam
menginvestasikan aset-asetnnya dengan prioritas ekonomi ummat, dalam
batas-batas kemampuan bank Islam yang sejalan dengan maqashid
syari’ah yang mengharuskan kita untuk memanifestasikan kemashlahatan
ummat dengan mendahulukan dharuriat kemudian hajiat baru kemudian
tahsiniyat. Hendaknya bank Islam lebih menekankan pemberian
kesempatan (opportunity) investasi untuk masyarakat lingkungan dimana
bank itu eksis, tentunya dengan syarat terpenuhinya kriteria-kriteria
ekonomi musyarakah.
3. Prinsip Kemungkinan Profit
Kemungkinan profit merupakan indeks asasi dalam menentukan kelayakan
ekonomi untuk berinvestasi dalam bidang apapun. Dengan demikian, bank
Islam harus memilih proyek yang prospektif untuk menghasilkan profit.
Ini karena seorang Muslim dituntut untuk menjaga hartanya serta
menginvestasikannya, sehingga dapat melaksanakan kewajiban yang
dibebankan kepadany oleh syara’ atas hartanya, bahkan Islam menganggap
hifdzul mal (menjaga harta) merupakan salah satu dari lima tujuan syariah
(maqashid syariah) yang menjadi fondasi tegaknya suatu kehidupan.
4. Kriteria Individu dan Pengalaman Nasabah
Dalam penyaringan partner untuk bekerja sama, bank Islam harus memilih
teman kerja yang mempunyai kepribadian Islam yang kuat dan moralitas
sosial yang bagus, serta mempunyai etos kerja yang tinggi.
Di samping itu penyaringan dilakukan untuk memilih nasabah yang
memilih nasabah yang memiliki kapabilitas yang tinggi dalam bidangnya,
serta mempunyai kapasitas manajemen dan operasional yang mumpuni
untuk menjalankan roda proyek yang dibiayai oleh bank. Kriteria ini dapat

14
didasarkan pada skill dan pengalaman kerja yang dimiliki, jabatan-jabatan
yang pernah diduduki serta pendidikan yang pernah diraihnya dan lain-
lain.
5. Keselamatan Sumber Finansial Nasabah
Tujuan menganalisis keselamatan sumber keuangan nasabah adalah untuk
mengetahui kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
keuangannya, agar tidak terjadi problem macetnya pembayaran.
6. Jaminan
Pada dasarnya partner (musyarik) tidak menanggung risiko yang terjadi
akibat operasional musyarakah, kecuali jika lalai atau melanggar syarat-
syarat yang disepakati bersama. Maka apabila mengalami kerugian akibat
kelalaian msyarik atau karena melanggar syarat-syarat yang disepakati
bersama, pihak bank berhak menuntut partnernya untuk mengembalikan
modal yang telah ia berikan serta minta ganti atas kerugian yabg
menimpanya.
Dari sini bank Islam diperbolehkan untuk mengambil jaminan yang layak
dari nasabah pemeroleh pembiayaan dari bank, jaminan terhadap kelalaian
dari

H. Manfaat dan Risiko Pendanaan Secara Musyarakah


Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah, di antaranya
sebagai berikut:
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha
bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cashflow/arus kas
usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang
real dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan

15
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, bahkan sekalipun merugikan dan terjadi krisis ekonomi.
Risiko yang terdapat dalam musyarakah terutama pada penerapan dalam
pembiayaan, relatif tinggi, yaitu sebagai berikut:
a) Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak.
b) Lalai dan kesalahan yang disengaja.
c) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam hukum Islam dikenal juga sistem kerja sama yang dinamakan
syirkah atau musyarakah. Terutama pada perekonomian Islam, syirkah bermakna
kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha di mana keduanya
sama-sama memasukkan modal dalam usaha tersebut kemudian, keuntungan
dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama-
sama pula.

16
Syirkah didasarkan pada hukum yang tersurat langsung dalam Al-Qur’an
yakni Q.S An-Nisa ayat 12. Rukun Syirkah sendiri antara lain: aqidain; ma’qud
alaih; dan ijab kabul. Sedangkan macam-macam syirkah yaitu syirkah amlak dan
uqud. Syirkah uqud terdiri atas syirkah al mufawadhah; syirkah wujuh; syirkah
amwal; syirkah al-inan.
Pada kerjasama syirkah ada beberapa hal yang membuat kerjasama tersebut batal,
yakni:
Adapun yang membatalkan syirkah secara umum adalah hal-hal sebagai
berikut :
1. Salah seorang anggota syarikat membatalkan akad. Hal ini karena akad
syirkah merupapakn akad yang bersifat jaiz ghairu lazim (tidak
mengikat) sehingga dapat difasakhkan oleh salah satu pihak.
2. Hilangnya kecapakapan bertindak hukum dari salah seorang yang
berakad, misalnya gila, meninggal dunia, murtad.
3. Harta syirkah musnah atau rusak seluruhnya atau sebagian
4. Tidak terciptnya kesamaan pada akad syirkah mufawadhah, baik dari
segi modal, kerja, keuntungan, dan agama
Dunia perbankan syariah saat ini juga telah menerapkan atau
mengaplikasikan sistem dalam kerjasama syirkah yaitu: musyarakah
mutanaqishah dan musyarakah tsabitah. Ketika melakukan pembiayaan syirkah,
terdapat beberapa prinsip yang pelru diperhatikan, seperti:
a) Prinsip syariah
b) Kemashlahatan umum
c) Prinsip Kemungkinan Profit
d) Kriteria Individu dan Pengalaman nasabah
e) Keselamatan sumber finansial nasabah
f) Jaminan
Pembiayaan dengan sistem syirkah tentu membawa banyak manfaat. Selain
itu tidak dapat dipungkiri, pembiayaan ini jga mengandung risiko, seperti:
 Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak.
 Lalai dan kesalahan yang disengaja.

17
 Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak
jujur.

DAFTAR PUSTAKA

Rozalinda, Dr., M.Ag. 2016. Fikih Ekonomi Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
ADESy, FORDEBI. 2016. Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.

18

Anda mungkin juga menyukai