Anda di halaman 1dari 4

KEBIJAKAN EKONOMI DAN FISKAL PADA MASA

KHULAFAURRASYIDIN

Kebijakan Fiskal pada Masa Abu Bakar Siddiq (571-634 M)

Sebagai kepala negara kedua setelah Muhammad SAW, Abu Bakar Siddiq terhitung hanya
sebentar memimpin pemerintahan islam di Madinnah, yaitu 27 bulan, dimulai tahun 632
hingga 634 M. Ada salah satu dialog Abu Bakar dengan Umar bin Khattab yang dapat
mencerminkan persoalan perekonomian yang dihadapi oleh khalifah pertama itu;

Aku akan memerangi mereka sekalipun mereka hanya menolak membayar satukali zakat
atau menolak memberikan kambing muda yang biasa mereka serahkan kepada Rasullulah
Saw. 

Dari ungkapan Abu Bakar diatas dapat digambarakan bahwa terjadi persoalan kesadaran
mayarakat yang rendah terhadap hukum. Selain itu dari ungkapan itu juga dapat diambil
kesimpulan, Abu Bakar memiliki cukup ketelitian dalam penghitungan harta zakat serta harta
yang lainnya. Hal ini secara lugas dari suatu dialog dengan seorang amil zakat (panitia zakat);

Jika seseorang yang harus membayar satu unta beliau berumur setahun sedangkan dia tidak
memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina yang berumur dua
tahun. Hal tersebut dapat diterima, kolektor zakat akan mengembalikan 20 dirham atau dua
kambing padanya (sebagai kelebihan pembayarannya).

Selain law enforcement–terutama bagai penduduk yang menolak membayar kewajiban


negara– dan juga prinsip ketelitian dalam menghitung pendapatan negara, Abu Bakar Siddiq
juga yang pertama mendirikan kantor Baitul Maal di Kota Madinnah  Adapun dalam
menerapkan prinsip anggaran, Abu Bakar Siddiq mengikuti pendahulunya dengan
menerapkan sistem anggaran berimbang, dimana ia selalu menyesuaikan pengeluaran 
dengan pendapatan di Baitul Maal. Kemudian karena belum adanya perencanaan anggaran
berdasarkan ukuran waktu –satu tahun, atau seperti perencanaan anggaran dalam
perekonomian moderen—pada waktu itu harta yang terkumpul langsung dibagikan pada pos-
pos yang telah tertera jelas dalam Al-Quran.

Karena kebijakan ini pada waktu masa jabatan Abu Bakar Siddiq berakhir, dalam kas Baitul
Maal tidak terisi, dan ditambah lagi pemerintahan waktu itu mengalami kendala dalam
mengumpulkan harta negara. Ada kemungkinan, perencanaan penerimaan negara yang tidak
terealisir itu akibat banyaknya para para wajib zakat, jizyah, dan kewajiban lain yang enggan
membayar. Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, tepatnya pada tanggal 13 Agustus 634.

Kebijakan Fiskal pada Masa Umar bin Khattab (584-644M)

Di masa Umar bin Khattab memimpin pemerintahan islam Madinnah, ia menaruh perhatian
yang cukup besar pada sektor pertanian. Dalam sektor pertanian misalnya, pemerintahan
Umar banyak melakukan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur pertanian seperti
waduk, kanal-kanal dan ledeng untuk meningkatkan produktifitas sektor pertanian.
Dalam sektor perdagangan Umar juga melakukan reformasi kebijakan, dimana pada waktu
itu pertama kalinya diterapkan penarikan bea cukai untuk barang impor dan ekspor. Dalam
ilmu ekonomi islam ini dikenal dengan Usyr atau pajak yang dikenakan atas barang-barang
dagangan yang masuk kenegara islam, atau datang dari negara islam itu sendiri. Sebenarnya
kebijakan ini sudah ada sejak zaman Yunani yaitu Kerajaaan Athena yang mengenakannya
pada barang dagangan dan hasil bumi sebesar 2,5 persen. Selanjutnya kebijakan ini
dilestarikan oleh kerajaan romawi kuno.

Pada waktu itu usyr hanya diwajibkan pada barang impor, kebijakan tarif ini juga hanya
dikenakan pada sektor swasta yang bertatus kafir dzimmi. Sedangkan untuk pedagang muslim
tidak dikenakan karena mereka sudah membayar zakat untuk jenis barang dagangan. Untuk
pedagang dengan status kafir harbi kebijakan ini juga tidak dikenakan, sebab keamanan
terhadap mereka tidak ditanggung oleh pemerintah.

Disamping dua kebijakan itu, ketika persoalan kewajiban membayar zakat telah selesai pada
akhir kepemimpinan Abu Bakkar Siddiq, khalifah Umar bin Khattab kemudian melakukan
perubahan regulasi zakat dengan melakukan perluasan baziz zakat. Diantaranya zakat
perdagangan, madu dan kuda. Sebelum melakukan kebijakan ini, Umar terlebih dahulu
membuat tiga prinsip dasar dalam pengelolaan kas negara yang termaktub dalam pidato
kenegaraan yang  pertama ketika ia diangkat menjadi khalifah.

Wahai rakyatku, sesungguhnya hak seseorang atas sesuatu tidak perlu diperhatikan. Aku
tidak menemukan cara untuk harta ini (kas negara) dan menjadikan kemaslahatan kecuali
dengan 3 cara; yaitu [1] diambil dengan benar. [2] diberikan sesuatu dengan haknya, dan [3]
kemudian mencegahnya dari kebatilan.

Dapat disimpulkan bahwa pada masa Umar bin Khattab, perekonomian negara Islam
Madinnah mengalami kemajuan pesat, hal ini juga tidak lepas dari sosok Umar yang cerdas,
sehingga ia juga dijuluki reformis islam, khususnya dalam kebijakan ekonomi.

Hal itu dapat dilihat dari dergulasi yang ia laksanakan serta perubahan prinsip-prinsip
kepemimpinan yang cukup signifikan. Ini terlihat dari makin besarnya penerimaan negara
dari hasil kebijakan baru maupun pengembangan dari jenis penerimaan yang telah ada
sebelumnya. Jika dikelompokan penerimaan Baitul Maal pada masa Umar terdiri dari lima
pos besar, yaitu; zakat, 1/5 rampasan perang, kharaj, jizyah dan bea cukai.

Salah satu kebijakan Umar yang cukup berbeda dengan pendahulunya adalah penerapan
sistem anggaran surplus, dimana ia tidak sertamerta  membagikan seluruh pendapatan negara
untuk dibelanjakan, akan tetapi disimpan sebagai tabungan pemerintah. Disamping itu,
kontribusi Umar yang cukup besar adalah pendirian institusi fiskal yang permanen dan juga
melakukan kebijakan desentraliasasi kebijakan, khususnya kebijakan fiskal.

Pada masa waktu itu Baitul Maal didirikan di ibukota negara dan propinsi. Selanjutnya, untuk
pertama kalinya juga didirikan kantor resmi untuk mengurusi pembayaran gaji pegawai
negeri yang disebut Al-Divan. Dan untuk kepentingan itu juga untuk pertama kalinya 
pemerintah melakukan sensus penduduk. Berikut ini klasifikasi yang dibuat Umar dalam
melakukan fungsi fiskal pemerintah;

Tabel 7. Klasifikasi Penerimaan dan Pengeluaran Baitul Maal pada Masa


   Umar bin Khattab

Kelompok Pemasukan Pengeluaran


Kaum fakir, miskin, panitia
zakat, muallaf, budak, orang
I Zakat
yang berhutang, sabilillah, dan
ibnu sabil.
Allah SWT [untuk kepentingan
II 1/5 harta rampasan perang
da’wah secara khusus]
Barang temuan dan harta warisan tanpa
III Infaq kaum fakir
ahli waris
Kepentingan umum
IV Jizyah, kharaj, usyr [kepentingan pemerintah untuk
memajukan perekonomian]

Pada akhinya dapat disimpulkan bahwa dari realitas perekonomian negara islam Madinah
dari mulai Muhammad SAW hingga berakhirnya masa khalifah yang empat (The Right
Guided Successors), hanya pada masa Umar inilah konjungtur kemajuan perekonomian
dicapai. Umar bin Khattab memimpin selama 10 tahun 6 bulan 5 hari. Ia meninggal pada usia
63 tahun karena dibunuh.

Kebijakan Fiskal pada Masa Usman bin Affan (577-656 M)

Usman bin Affan menjadi khalifah, setelah ia terpilih dari 7 orang yang direkomendasikan
Umar bin Khattab sebelum meninggal. Ada nuansa yang sangat berbeda ketika Usman
memimpin. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang ia keluarkan terbukti menyimpang dari
pendahulunya dan pada akhirnya terbukti kontraproduktif baginya dan juga umat islam.
Beberapa perubahan kebijakan yang siginifikan antara lain, ketika diminggu pertama menjadi
khalifah ia menaikan gaji pegawai negeri dengan drastis. Bahkan untuk sebagian pejabat
Usman menambahkannya dengan proporsi 100 persen.

Sebenarnya hal ini telah banyak dicegah oleh para pejabat negara yang dulu telah bertugas
dimasa Umar bin Khattab. Misalnya Abdullah bin Arqam yang menjabat Menteri Keuangan,
dan juga karib Usman, Abu Dzar Al Ghifari. Selanjutnya, ia juga mengambil sikap yang
berbeda dengan pendahulnya tentang tanah negara. Dimana Usman melakukan tindakan land
reform kepada para seluruh rakyat. Selanjutnya Usman juga melakukan kebijakan yang
kurang tepat dengan mengalihkan pos pendapatan zakat bukan pada tempatnya, yaitu untuk
pembiayaan perang. Padahal, pos pengeluaran itu sendiri telah diatur, kalaupun ia
mengalihkan dana itu untuk pos yang lain seharusnya status dana pengeluaran itu adalah
pinjaman.

Usman juga memiliki penilaian jika shadqah baginya bukan merupakan bagian dari pos
penerimaan negara, dan lagi ia menciptakan kekacauan dalam komposisi kas negara, sebab
sebagai orang kaya pada waktu itu ia mencampurkan harta pribadinya dengan kas negara. Hal
ini pula –meskipun ia terbukti tidak melakukan korupsi—yang menyebabkan banyak yang
mengira ia  melakukan korupsi ketika ia melakukan pengeluaran negara atas dasar keinginan
pribadi tanpa rincian.

Terlepas, dari kebijakan-kebijakan yang kurang baik dari Usman namun ia sendiri memang
memiliki pemikiran yang jauh berbeda dengan pendahulunya. Dan tidak semuanya memiliki
efek negatif, misalnya saja kebijakan land reform yang ia keluarkan terbukti berhasil
meningkatkan produktifitas. Selanjutnya, akibat kebijakan menaikkan dana perang juga
berimplikasi pada makin besarnya daerah pemerintahan islam Madinnah. Adapun Usman
juga melakukan upaya efisiensi dengan melakukan prinsip self assasement dalam penarikan
zakat, dan tentu saja ini mengurangi ongkos dalam pemungutan zakat, dimana prinsip ini
masih dianut hingga kini oleh ilmu fiskal moderen.

Kemudian tak bisa dipungkiri bahwa, pada masa Usman makin luasnya daerah tertetorial
negara membuat komposisi masyarakat makin prural sehingga friksi sosial mulai muncul
kepermukaan. Lalu, sifat dermawannya sebagai orang kaya juga tidak bisa dilepaskan begitu
saja.

Demikianlah realitas perekonomian pada masa Usman, yang harus diakui mengalami stagnasi
dan kesenjangan sosial yang mulai tajam. Usman  bin Affan sendiri tutup usia, pada umur 82
tahun. Ia dibunuh pada malam hari oleh beberapa orang yang berdemonstrasi didepan
rumahnya karena tidak menyetujui keinginan demonstran supaya Usman memecat para
gubernur Kufah, Basrah, dan Mesir yang masih terhitung saudaranya.

Kebijakan Fiskal pada Masa Ali bin Abi Thalib (600-661 M)

Ali bin Abi Thalib mengantikan Usman bin Affan secara aklamasi. Dalam menjalankan
kebijakan ekonomi, Ali tidak begitu banyak berbeda dengan Umar bin Khattab, yang berbeda
hanya prinsip anggaran dimana Ali menggunakan sistem anggaran berimbang, sedangkan
Umar menerapkan prinsip surplus. Selain ada juga kebijakan penambahan basis zakat, Ali
juga menerapkan prinsip yang sama dengan Umar dalam hal pengeluaran fiskal. Hal ini
diterangkan dalam kitab Najhul Balagha.

Prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat diperkenankan. Sistem distribusi setiap
pekan sekali untuk petama kalinya diadobsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian atau hari
pembayaran. Pada hari itu semua perhitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai
perhitungan baru.

Pada masa Ali, ia banyak melakukan reformasi administrasi negara, dimana ia membuat
rencangan sisitem administrasi negara secara efektif serta membuat mendeskripsikan tugas
tugas pegawai negeri. Selanjutnya ia juga banyak melakukan pengawasan terhadap
bekerjanya pasar. Ia melakukan kontrol terhadap pasar akibat monopoli, dan penimbunan
barang yang menyebabkan inflasi.

Pada masa Ali, fokus kebijakan memang lebih diarahkan restrukturisasi sektor politik,
dimana sejak awal kepemimpinannya itu ia langsung memecat pejabat-pejabat negara hasil
bentukan Usman bin Affan. Kemudian ia juga mengambil kembali tanah-tanah negara yang
telah dibagi-bagikan pada masa Usman.  Ali menyudahi kepemimpinannya pada tanggal 17
Juni 661. Ia memerintah selama 5 tahun 3 bulan 1

Anda mungkin juga menyukai