Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN ABU UBAID

(150-224 H)
OLEH : LAVIA VEGA ALDANA
Dari sejarah melahirkan banyak pemikir inspiratif yang mewariskan
pemikiran-pemikiran tentang ekonomi yang menjadi warisan bagi generasi
setelahnya. Dari abad klasik dan pertengahan terdapat cendekiawan muslim
yang beragam keilmuan salah satu cendekiawan adalah Abu Ubaid.
Pemikiran dari Abu Ubaid yang dinamis dapat disandingkan dengan konsep
lain, baik secara kontekstual maupun tekstual. Hal ini dikarenakan secara
garis besar pemikirannya didasarkan kepada hal-hal mendasar. Tokoh Abu
Ubaid ini pemikirannya mengenai hal seperti kondisi pemerintahan yang
sedang berlangsung dan asas manfaat yang dapat ditemukan oleh setiap
pelaku ekomoni kala itu, namun tidak meninggalkan esensi keimanan dan
ketaqwaan sebagai hamba Allah.
BIOGRAFI ABU UBAID

Abu Ubaid Nama lengkap Abu Ubaid adalah al-Qosim bin Sallam bin Miskin bin Zaid al-Harawi al-
Baghdadi. Ia lahir tahun 150 H di kota Harrah, Khurasan, sebelah barat laut al-Ghanistan. Ayahnya
keturunan Byzantium yang menjadi maula suku Azad. setelah belajar di kota kelahirannya, pada usia
20 tahun ia pergi berkelana untuk menuntut ilmu tata bahasa Arab, qira’at, tafsir, hadith dan fikih.
Pada tahun 192 H, Tsabit ibn Nasr ibn Malik, Gubernur Thugur di masa pemerintahan Khalifah Harun
al-Rashid, mengangkatnya sebagai qadi (hakim) di Tarsus hingga tahun 210 H. setelah itu ia tinggal di
Baghdad selama 10 tahun. Pada tahun 219 H, setelah berhaji, beliau menetap di Makkah sampai wafat
pada tahun 224 H.
PEMIKIRAN ABU UBAID

Hasil karya Abu Ubaid ada sekitar 20, baik dalam bidang ilmu nahwu, qira’ah, fiqh, syair dan lain-
lain. Karya terbesar dan yang paling terkenal adalah kitab al-Amwal. Kitab al-Amwal merupakan
suatu karya yang lengkap tentang keuangan Negara dalam Islam. Buku ini sangat kaya dengan sejarah
perekonomian dari paruh pertama abad kedua Hijrah. Buku ini merupakan rangkuman tradisi asli dari
Nabi dan Atsar para sahabat dan tabi’in tentang maslah ekonomi
FILOSOFI HUKUM DARI SISI EKONOMI

Jika isi kitab al-Amwal dikaji dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan
keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid, implementasi dari prinsip-prinsip ini akan membawa
kepada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Pada dasarnya, Abu Ubaid memiliki
pendekatan yang berimbang terhadak hak individu, publik dan Negara. Jika kepentingan individu
berbenturan dengan kepentingan publik, ia akan berpihak pada kepentingan publik.
SUMBER PENERIMAAN KEUANGAN PUBLIK

Abu Ubaid dalam Kitab al-Amwal menjelaskan secara detil masalah keuangan publik (public
finance). Masalah keuangannya mengenai Fa’i. Fa’i menurut bahasa adalah ar-Rujuu’ berarti kembali,
sedang menurut istilah fiqh adalah sesuatu yang diambil dari harta ahli kitab dengan cara damai tanpa
peperangan atau setelah peperangan itu berakhir, disebut fa’i karena Allah mengembalikan harta
tersebut kepada kaum muslimin. Bagian-bagian Fa’I diantaranya :
a. Kharaj ialah tanah taklukan milik kaum kafir yang kalah dalam peperangan dan tanah tersebut
jatuh kepada umat Islam.

b. Jizyah adalah pajak tahunan yang wajib dibayarkan oleh seorang non-muslim khusunya ahli
kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah dan harta merdeka atau budak yang
tinggal di wilayah pemerintahan Islam.
c. Dalam pembahasan khumus Abu Ubaid menyebutkan bahwa harta yang terkena khumus, pertama,
beliau menafsirkan itu ghanimah, sesuai dengan firman Allah surat Al-Anfal ayat 41. Kedua, khumus
dari harta yang diperoleh melalui penambangan dan harta yang terpendam (rikaz).
d. Al-‘usyr merupakan jama’ dari kata ‘usyrun yaitu satu bagian dari sepuluh. Sedangkan menurut
fuqoha terdapat dua pengertian, pertama ‘usyr zakat yaitu sesuatu yang diambil pada zakat tanaman
dan buah-buahan
ZAKAT

Abu Ubaid sangat menentang pendapat yang menyatakan bahwa pembagian harta zakat harus
dilakukan secara merata di antara delapan kelompok penerima zakat dan cenderung menentukan suatu
batas tertinggi terhadap bagian perorangan. Bagi Abu Ubaid, yang paling penting adalah memenuhi
kebutuhan dasar berapapun besarnya dan bagaimana menyelamatkan orang-orang dari bahaya
kelaparan. Abu Ubaid tidak memberikan hak menerima zakat kepada orang-orang yang memiliki 400
dirham atau harta yang setara lainnya. Ia menganggap seseorang yang memiliki 200 dirham sebagai
orang kaya karena telah mencukupi jumlah minimum wajib zakat, sehingga orang tersebut wajib
membayar zakat.
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI TANAH
PERTANIAN
Pemikiran Abu Ubaid yang khas dalam konteks kepemilikan adalah mengenai hubungan antara
kepemilikan dengan kebijakan perbaikan pertanian. Abu Ubaid secara implisit memaparkan bahwa
pemerintah harus mengeluarkan regulasi terhadap kepemilikan tanah tandus dan iqta' tanah gurun agar
bisa dimanfaatkan oleh setiap individu untuk meningkatkan produksi pertanian dan tanak tersebut
harus dibebaskan dari pajak. Akan tetapi jika dibiarkan menganggur selama 3 tahun berturut-turut,
pemerintah berhak menarik kembali dan memberi denda bagi yang menelantarkannya.
EKSPOR IMPOR

Pemikiran Abu Ubaid dapat dibagi kepada tiga bagian tentang ekspor impor ini, yaitu :
a. Tidak Adanya Nol Tarif Pengumpulan cukai merupakan kebiasaan pada zaman jahiliah dan telah
dilakukan oleh para raja bangsa Arab dan non Arab tanpa pengecualian.

b. Cukai Bahan Makanan Pokok Untuk minyak dan gandum yang merupakan bahan makanan
pokok, cukai yang dikenakan bukan 10% tetapi 5% dengan tujuan agar barang impor berupa
makanan pokok banyak berdatangan ke Madinah sebagai pusat pemerintahan saat itu
c. Ada Batas Tertentu untuk Cukai Sesuatu yang sangat menarik, tidak semua barang dagangan
dipungut cukainya. Ada batas-batas tertentu dimana kalau kurang dari batas tersebut, maka cukai
tidak akan dipungut.
FUNGSI UANG

Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yaitu sebagai standar nilai tukar dan media tukar. Hal
ini menunjukkan dukungan Abu Ubaid terhadap teori ekonomi mengenai uang logam, ia menunjuk
pada keguanaan umum dalam relatif konstannya nilai emas dan perak dibanding degan komoditas
yang lain. Dalam hal ini, ia menyatakan,“Adalah hal yang tidak diragukan lagi bahwa emas dan perak
tidak layak untuk apapun kecuali keduanya menjadi harga dari barang dan jasa. Keuntungan yang
paling tinggi yang dapat diperoleh dari kedua benda ini adalah penggunaannya untuk sesuatu (infaq)”.
KESIMPULAN

Pemikiran-pemikiran ekonomi Abu Ubaid merefleksikan perlunya memelihara dan mempertahankan


hak dan kewajiban masyarakat, menjadikan keadilan sebagai prinsip utama dalam menjalankan roda
kebijakan pemerintah serta menekankan rasa persatuan dan tanggung jawab bersama. Disamping itu,
Abu Ubaid juga secara tegas menyatakan bahwa pemerintah wajib memberikan jaminan standar
kehidupan yang layak bagi setiap individu dalam sebuah masyarakat muslim. Abu Ubaid mengatakan
bahwa penerimaan negara wajib dikelola negara dan mengalokasikannya kepada masyarakat. Menurut
Abu Ubaid uang harus memiliki nilai intrinsic sebagai standar dari nilai pertukaran (standard of
exchange value) dan sebagai media pertukaran (medium of exchange).

Anda mungkin juga menyukai