Anda di halaman 1dari 6

AKAD MUDHARABAH

SURAT AKAD SYIRKAH MUDHARABAH

MUQADDIMAH

Allah SWT berfirman (dalam hadits Qudsi):

“Aku adalah pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi dua pihak yang melakukan syirkah,
selama salah seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada kawan syirkahnya, apabila di
antara mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka (tidak melindungi).”

(HR. Imam Qaruquthni dari Abu Hurairah ra.)

Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, pada hari ini, Sabtu
tanggal 5 bulan Agustus tahun 2023 di Samarinda yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mujito Hadi


Nomor KTP : 6472030703670001
Bertindak atas nama : Pribadi
Alamat : Perum Graha Indah Blok N 18, Jl. P.Suryanata, Kel. Air
Putih, Kecamatan Samarinda Ulu
Yang selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama

Nama : Muhammad Said


Nomor KTP : 6472021811810002
Bertindak atas nama : Pribadi
Alamat : Jl. P. Suryanata Gg. Anggrek RT.31, Kel. Air Putih,
Kecamatan Samarinda Ulu
Yang selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua

Secara bersama-sama kedua pihak bersepakat untuk mengadakan perjanjian kerjasama usaha
dengan Akad Syirkah Mudharabah dalam suatu usaha bersama. Dengan ketentuan yang diatur
dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 1
Ketentuan Umum
1. Pihak pertama, selaku pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan sejumlah modal pada
pihak kedua untuk dipergunakan menjalankan usaha, dengan jenis usaha Rumah Makan
yang diberi nama RM. Barokah 4
2. Pihak kedua, selaku pengelola modal (Mudharib) dan pihak pertama, menerima dan
mengelola modal pihak pertama dalam usaha sebagaimana disebut pada pasal 1 ayat 1
diatas, dengan jumlah modal sebagimana tercantum dalam pasal 2 ayat 1.
3. Pihak kedua menerima sejumlah modal dalam bentuk uang tunai dan/atau barang yang
dinilai setara jumlah uang tertentu dari pihak pertama, yang diserahkan pada saat akad ini
ditandatangani.
4. Kedua pihak akan mendapatkan keuntungan dari hasil usaha menurut prosentase
keuntungan yang disepakati bersama dan menanggung kerugian sebagaimana diatur
dalam pasal 4 dan pasal 5.
5. Masing-masing pihak memiliki andil dalam usaha ini, pihak pertama berupa modal,
sedangkan pihak kedua berupa badan. Besar maupun pembagiannya sebagaimana
tercantum pada pasal 2 dan pasal 3.

Pasal 2
Modal Usaha
1. Besar uang/diuangkan sebagai modal usaha, sebagaimana disebut pada pasal 1 ayat 1
adalah sejumlah Rp. 40.000.000,- (Empat Puluh Juta Rupiah)
2. Modal tersebut diserahkan pada saat akad ini ditandatangani.

Pasal 3
Syarat kepengelolaan usaha
1. Pihak pertama selaku shahibul maal memberikan syarat-syarat kepengelolaan usaha
kepada pihak kedua sebagai berikut:
a. Pihak kedua hanya boleh menggunakan modal usaha dengan usaha yang telah
disepakati saja.
b. Pihak kedua tidak boleh mewakilkan usahanya kepada pihak lain tanpa persetujuan
dari pihak pertama.
c. Dan sebagainya (Pihak pertama berhak menetapkan syarat-syarat diawal akad tidak
hanya pada jenis bisnis namun juga operasional kepengelolaan, misalnya larangan
membawa barang melalui laut dll).
2. Pihak kedua secara profesional bekerja mengelola usaha yang telah disepakati sesuai
syarat-syarat yang diajukan oleh pihak pertama.

Pasal 4
Keuntungan
1. Keuntungan bagi hasil usaha adalah keuntungan bersih (Net Profit), berupa keuntungan
yang diperoleh dari kegiatan usaha.
2. Keuntungan bersih adalah hasil usaha dikurangi pengeluaran usaha bernilai positif atau
besar modal usaha menjadi bertambah dalam suatu kegiatan usaha, dengan ketentuan:
Laba bersih operasional = total pendapatan – total biaya langsung – total biaya
operasional – total biaya lain-lain.
3. Impas adalah kegiatan usaha yang tidak memperoleh keuntungan usaha dan tidak
menderita kerugian usaha.
4. Keuntungan hasil usaha dibagi menurut hasil musyawarah. Adapun pembagian
keuntungan hasil usaha yang disepakati kedua belah pihak adalah:
Pihak pertama sebagai pemilik modal (shahibul maal) mendapat prosentase bagi hasil
dari seluruh keuntungan bersih hasil usaha sebesar 40% sedangkan pihak kedua
memperoleh sebesar 60% dari seluruh keuntungan bersih hasil usaha.

Pasal 5
Kerugian
1. Kerugian usaha adalah hasil usaha dikurangi pengeluaran usaha bernilai negatif atau
besar modal usaha berkurang atau musnah dalam suatu kegiatan usaha, dengan ketentuan:
Kerugian operasional = Total Pendapatan – Total Biaya Langsung – Total Biaya
Operasional – Total Biaya Lain-lain.
2. Apabila terjadi impas pada akhir kegiatan usaha, kedua pihak tidak mendapatkan apa-apa
dari kegiatan usaha.
3. Kerugian pada hakikatnya ditanggung oleh kedua pihak. Sesuai dengan hukum islam
tentang syirkah mudharabah, tanggungan kerugian adalah sebagai berikut:
a. Kerugian modal usaha karena force major (Bencana alam, kekacauan kondisi pihak
dan ekonomi yang diluar kemampuan pengelola) sepenuhnya ditanggung oleh
pemilik modal (shahibul maal) sedangkan kerugian badan (tenaga dan waktu
pengelolaan usaha) ditanggung oleh pengelola (mudharib).
b. Kerugian modal usaha akibat kelalaian pengelola (kesengajaan), maka akan menjadi
tanggungan pengelola (diatur pada pasal 9).

Pasal 6
Perhitungan Dan Pembagian Untung Rugi
1. Perhitungan untug rugi dilakukan setiap bulan oleh pihak kedua (mudharib)
2. Hasil perhitungan untung rugi dan laporan keuangan diinformasikan secara tertulis
kepada pihak pertama.
3. Penyerahan hasil keuntungan sebagaimana pasal 4 ayat 3 dilaksanakan selambat-
lambatnya 3 hari setelah perhitungan untung rugi dilakukan.

Pasal 7
Hak dan kewajiban
1. Selama jangka waktu bersyirkah pihak pertama:
a. Berkewajiban untuk tidak mencampuri kebijakan usaha yang sedang dijalankan pihak
kedua.
b. Berkewajiban untuk tidak melakukan pemaksaan kepada pihak kedua menjalankan
usul, saran ataupun keinginannya dalam menjalankan usaha ini.
c. Berkewajiban untuk tidak melakukan kegiatan teknis ditempat usaha tanpa seijin dan
sepengetahuan pihak kedua.
d. Berkewajiban untuk tidak mengambil modal usaha sampai batas akhir perjanjian
kecuali dalam keadaan istimewa karena kelalaian pihak kedua.
e. Berhak untuk melakukan control atau meninjau tempat kegiatan usaha dengan disertai
pihak kedua.
f. Berhak mengajukan usul dan saran kepada pihak keuda untuk memperbaiki dan atau
menyempurnakan kegiatan usaha yang sedang berjalan.
g. Berhak membatalkan perjanjian dan/atau mengambil kembali sebagian atau seluruh
modal usaha dari pihak kedua setelah terbukti pihak kedua melakukan
penyelewengan dan/atau pengkhianatan isi akad syirkah.
2. Selama jangka waktu bersyirkah, pihak kedua:
a. Berkewajiban mengelola modal usaha yang telah diterima dari pihak pertama untuk
suatu kegiatan usaha yang telah ditetapkan secara amanah, kafa’ah, dan himmatul
‘amal.
b. Berkewajiban melaporkan hasil usaha secara rinci.
c. Berkewajiban secara serius dan terencana untuk mencapai target yang telah
disebutkan dalam proposal kerjasama.
d. Berhak menggunakan modal usaha dalam kegiatan usaha yang telah disepakati oeh
kedua pihak
e. Berhak mengelola dan menentukan kebijakan-kebijakan dalam kegiatan usaha.
f. Berhak melaksanakan usul, saran ataupun keinginan pihak pertama.

Pasal 8
Kelalaian dan Sangsi
1. Kelalaian adalah suatu tindakan secara sengaja atau tidak melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana tercantum dalam pasal 7 yang dilakukan oleh pihak kedua.
2. Sangsi diberikan oleh pihak pertama kepada pihak kedua apabila terjadi kelalaian
sebagaimana tercantum pada pasal 8 ayat 1.
3. Bentuk sangsi yang diberikan berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran terrtulis
c. Pembatalan akad syirkah oleh pihak pertama dengan kewajiban bagi pihak kedua
untuk mengembalikan seluruh modal usaha yang telah diterima.

Pasal 9
Berakhirnya Syirkah
1. Syirkah secara wajar berakhir sesuai jangka waktu syirkah yang telah disepakati. Jangka
waktu syirkah ini adalah ………….. (hari, minggu, bulan dan tahun).
2. Syirkah juga dikatakan berakhir jika:
a. Masing-masing pihak bersepakat membubarkan syirkah sebelum jangka waktu
syirkah.
b. Salah satu pihak meninggal atau menyatakan mengundurkan diri dari syirkah.
3. Pada akhir periode, akad syirkah ini akan ditinjau kembali untuk diperbaharui dan/atau
dimusyawarahkan kembali oleh para pihak.
4. Apabila para pihak bersepakat untuk membubarkan perseroan ini, maka pembagian harta
kekayaan perseoran ini diatur pada pasal 10.

Pasal 10
Pembagian Harta Usaha
1. Pembagian harta (asset) usaha terjadi ketika syirkah dinyatakan bubar secara syar’i.
2. Harta (asset) usaha yang dimaksud adalah seluruh harta yang telah diserahkan oleh para
pihak untuk menjalankan usaha dengan syirkah ini, termasuk di dalamnya asset tidak
bergerak, asset bergerak, piutang usaha lancar dan dana kas usaha.
3. Harta usaha yang dibagiakan harus terbebas dari seluruh utang usaha. Artinya, harta
usaha yang dibagikan adalah setelah dikurangi seluruh utang usaha.
4. Pembagian harta usaha mengikuti aturan syirkah mudharabah, yaitu jika terjadi kerugian
maka ditanggung sesuai porsi modal masing-masing pihak. Sedangkan jika terjadi
keuntungan maka modal dikembalikan sesuai porsinya sedangkan keuntungannya
tersebut dibagi berdasarkan aturan pembagian keuntungan yang telah disepakati.
5. Kerugian harta usaha adalah nilai total harta usaha yang tersisa diakhir syirkah lebih kecil
dari jumlah total jumlah modal awal yang dikelola oleh mudharib sesuai pasal 2.
6. Keuntungan harta usaha adalah selisih positif dari harta usaha pada saat pembubaran
usaha dikurangi dengan modal awal usaha.
7. Nilai harta usaha yang dimaksud saat pembubaran syirkah ini mengacu kepada laporan
Neraca Akhir Usaha pada saat pembubaran syirkah.
8. Apabila ada asset atau barang-barang usaha milik salah satu pihak akan di jual, maka
pihak lainnya memiliki hak syuf’ah yaitu hak untuk menerima penawaran penjualan
terlebih dahulu.

Pasal 11
Penyelesaian Perselisihan
1. Apabila terjadi perselisihan diantara para pihak sehubungan dengan akad syirkah ini, para
pihak bersepakat menyelesaikan dengan musyawarah dan mengedepankan hubungan
ukhuwah (persaudaraan).
2. Segala sesuatu yang merupakan hasil penyelesaian musyawarah akan dituangkan dalam
perjanjian sendiri.
3. Jika kata putus tidak diperoleh berdasarkan hasil musyawarah, maka perselisihan dapat
diajukan kehadapan hakim (qadhi) negara dalam hal ini adalah hakim Pengadilan Agama
sesuai syariat islam.

Pasal 12
Lain-lain
1. Akad ini mengikat secara hukum syariat kepada kedua pihak.
2. Surat akad ini dibuat rangkap dua dan seluruhnya ditandatangani oleh kedua pihak pada
hari dan tanggal di muka.

Khatimah
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara
yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat
memakan sebagian harta benda orang lain dan janganlah berbuat dosa, padahal kamu
mengetahui.”

(QS. Al-Baqarah: 188)

Yang Bersyirkah

Pihak Pertama Pihak Kedua

Mujito Hadi Muhammad Said

Saksi
Saksi 1 Saksi 2

Sumiati MH Febrita Amalia

Anda mungkin juga menyukai