Anda di halaman 1dari 13

PERAN HARTA RAMPASAN PERANG PADA AWAL

PEMERINTAHAN ISLAM

Berbagai Ekspedisi yang dilakukan Kaum Muslimin pada Masa Pemerintahan Nabi

Muhammad SAW.

1. Ekspedisi Tahun Pertama

Ekspedisi yang dilakukan kaum Muslimin pada masa ini sebanyak 74 kali atau, dalam

riwayat lain, 90 kali atau lebih.

Peristiwa terbesar yang terjadi di masa ekspedisi pertama adalah Perang Badar. Dalam

perang ini, kaum Muslimin berhasil meraih kemenangan dan memperoleh harta rampasan

yang terdiri dari senjata, hewan ternak, kuda, barang-barang pribadi, serta beberapa barang

dagangan. Sejumlah kecil senjata terdiri dari pedang, jubah, helm kulit, helm besi, dan

beberapa jenis tombak. Senjata-senjata tersebut adalah senjata pribadi milik musuh yang telah

mati.

Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, seperlima bagian harta rampasan

perang diserahkan kepada nabi dan orang-orang Muslim yang miskin. Sementara 4/5 bagian

yang lain dibagikan secara merata di antara para pejuang Badar. Dari pembagian ini,

beberapa tentara masing-masing memperoleh seekor unta atau beberapa barang dagang,

sedangkan beberapa tentara lainya masing-masing memperoleh mendapat dua ekor unta dan

sisa tentara lainya hanya mendapatkan kulit atau bahan kulit.

2. Ekspedisi Tahun Kedua

Ekspedisi pada tahun kedua ini dimulai dengan peperangan dengan Bani Qainuqa,

salah satu kaum Yahudi terkemuka di Madinah. Setelah melewati proses pengepungan

selama beberapa hari, orang-orang Yahudi Bani Qainuqa menyerah kepada kaum Muslimin.

Dalam hal ini, harta rampasan perang terdiri dari senjata dan peralatan pertambangan emas
mengingat mereka adalah para pengrajin yang sangat ahli. Peralatan pertambangan emas

merupakan peralatan yang akan digunakan untuk membuat senjata dan baju perang.

Menurut peraturan perang yang berlaku. seluruh persenjataan dan baju perang musuh

yang kalah perang menjadi milik pemenangnya. Namun demikian, kaum Yahudi Bani

Qainuqa cukup pandai memanfaatkan kelemahan kaum Muslimin. Setelah berhasil

mengalahkan mereka, tentara kaum Muslimin tidak mengetahui jumlah pasti persenjataan

kaum Yahudi Bani Qainuqa, mengingat musuh menyerang dari dalam benteng mereka dan

tidak turun ke medan terbuka. Peristiwa yang sama juga terjadi di tahun berikutnya, yakni

ketika Bani Nadhir yang terusir dari tanah mereka karena melanggar perjanjian dengan kaum

Muslimin berhasil menyembunyikan persenjataan mereka dan membawanya kabur ketika

meninggalkan Madinah. Kenyataan tersebut menjadi bukti yang cukup bahwa sebagian besar

harta rampasan perang kaum Muslimin diambil oleh musuhnya.

Ekspedisi terakhir pada tahun ini adalah perang sawiq. Pada peristiwa tersebut, kaum

Muslimin mengejar pelarian tentara Makkah yang di bawa pimpinan Abu Sofyan bin Harb.

Dalam pengejaran itu, beberapa perlengkapan yang dibawa tentara musuh dibuang di medan

perang untuk meringankan beban mereka.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, tampak bahwa selama dua tahun pertama setelah

hijrah (622-624 M) hanya perang Badar dan pertempuran dengan Bani Qainuqa yang

memberikan sejumlah harta rampasan yang cukup besar.

3. Ekspedisi Tahun Ketiga

Pada tahun ketiga ini (624-625 M), terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan oleh

kaum Muslimin. Ghazwah kudur merupakan peperangan pertama yang memberikan harta

rampasan. Dalam perang ini, harta rampasan perang berupa 500 unta. Perang lainya yang

menghasilkan harta rampasan perang adalah perang melawan Bani Sulaiman. Dalam perang

ini, kaum Muslimin memperoleh harta rampasan perang yang nilanya berkisar antara 20.000
sampai dengan 70.000 dirham dan bagian standar kaum Muslimin antara 100 sampai dengan

300 dirham untuk setiap orangnya.

Ekspedisi kelima dalam urutan waktu dan kedua dalam hal besarnya harta rampasan

perang ialah sariyah Zaid bin Harist yang melibatkan 100 orang tentara. Pasukan ini dikirim

ke Qaradah dan berhasil menghadang sebuah kafilah Makkah di jalur timur dan mengambil

seluruh barang dagangan yang berupa perak dan emas. Harta rampasan perang yang

diperoleh kau Muslimin dalam peristiwa ini berjumlah 100.000 dirham. Dari jumlah itu,

khums yang diterima Rasulullah adalah 20.000 dirham dan setiap anggota pasukan

mendapatkan bagian 800 dirham.

Hasil sebaliknya terjadi pada perang uhud. Dalam perang ini, awalnya kaum

Muslimin berhasil meraih harta rampasan perang yang besar, tetapi pada akhirnya mereka

kalah. Sejumlah harta rampasan perang hilang ketika pasukan kacau dan ditarik mundur.

Namun beberapa tentara Islam berhasil mempertahankan apa yang sudah merek peroleh

sebelumnya. Harta yang sedikit tersebut tidak dibagikan kepada kaum Muslimin melainkan

dipegang oleh mereka yang membawanya.

4. Ekspedisi Tahun Keempat

Pada tahun keempat setelah hijrah (625-626 M), kaum Muslimin melakukan tujuh

buah ekspedisi. Dua diantaranya menghasilkan harta rampasan perang. Yang pertama adalah

sariyah Abu Salamah ibn Abdul Asad yang dikirim ke Qathan, sumur milik Bani Asad, pada

bulan Muharram (625 M). Sebagai hasil rampasan perang , 7 unta diberikan kepada setiap

tentara. Di samping itu, kaum Muslimin juga menangkap tiga penggembala yang semuanya

adalah para budak.

Ekspedisi kedua yang menghasilkan harta rampasan perang dan merupakan ekspedisi

terakhir pada tahun ini adalah perang melawan bangsa Yahudi Bani Nadhir di Madinah.

Pihak yang ditaklukkan dipaksa untuk menyerahkan seluruh persenjataan mereka.


Persenjataan mereka yang kalah berjumlah 50 surat kulit, 50 helm besi, dan 340 pedang.

Jumlah ini tidak mencakup seluruh persenjataan mereka yang seharusnya diberikan kepada

kaum Muslimin karena orang-orang Yahudi Bani Nadhir diperkirakan telah membawa

sebagian besar persenjataan yang disembunyikan ketika meninggalkan khaibar.

Sebagai konsekuensi terusirnya Bani Nadhir dari Madinah, lahan perkebunan yang

meliputi kebun kurma dan lahan garapan serta pemukiman mereka menjadi milik kaum

Muslimin. Keluarga Rasul dan kerabatnya dari suku Bani Hasyim dan Bani Muthalib juga

menerima bagian milik Rasulullah berupa persediaan kurma dan gandum yang dapat

mencukupi kebutuhan mereka selama setahun.

5. Ekspedisi Tahun Kelima

Ekspedisi yang dilakukan pada tahun kelima hijriyah (626-627 M) sebanyak lima

buah dan tiga diantaranya menghasilkan harta rampasan perang. Perang yang diikuti Nabi

Muhammad SAW di Daumatul Jandal pada bulan Rabiul Awwal (627) untuk menumpas

kawanan penyamun dari suku-suku di Utara yang bermusuhan dengan penduduk Madinah

menghasilkan beberapa ternak. Pada peristiwa ini musuh kaum Muslimin adalah penyamun

yang sering merampas kereta pedagang yang ingin berdagang di pasar yang terkenal.

Ekspedisi berikutnya terjadi sekitar enam bulan kemudian. Dalam kesempatan ini,

kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah tersebut menuju mata air Muraisy,

untuk menyerang Bani Musthaliq cabang dari suku Khuza’ah. Suku ini sedang merencanakan

penyerangan ke Madinah yang mungkin di bantu oleh orang-orang Makkah. Pada ekspedisi

ini kaum Muslimin memperoleh harta rampasan perang dalam jumlah besar, terdiri dari 2000

unta, 5000 domba, serta sejumlah senjata dan harta yang ditemukan dalam kantung pelana

prajurit yang kalah perang. Mereka juga mendapatkan 200 keluarga sebagai tawanan perang.

Sebagian di antaranya kemudian dibebaskan tanpa tebusan karena Nabi Muhammad SAW.
menikahi Juwairiyah. putri dari Harist bin Abi Dhihar, kepala suku setempat. Sebagian lagi

ditebus oleh keluarganya.

Ekspedisi berikutnya yang terjadi pada tahun ini adalah perang khandaq (parit).

Walaupun memiliki arti yang sangat penting dari sudut pandang politik dan militer, perang

khandaq ini tidak menghasilkan harta rampasan apa pun kecuali salab (barang-barang pribadi

yang melekat pada jasad lawan yang terbunuh).

Ekspedisi terakhir di tahun ini adalah perang yang diikuti Rasulullah melawan Bani

Quraizah, satu-satunya suku bangsa Yahudi yang masih tinggal di Madinah. Mereka

kemudian digempur segera setelah terjadi peristiwa perang khandaq atau yang dikenal juga

sebagai perang Ahzab. Dalam peristiwa ini, kaum Muslimin memperoleh sejumlah besar

rampasan perang berupa senjata, unta, hewan ternak, dan barang-barang rumah tangga,

seperti perkakas dan pakaian. Rampasan peran dalam bentuk senjata terdiri dari 1500 pedang,

300 baju baja, 2000 tombak, serta 1500 perisai dari besi dan kulit.

6. Ekspedisi Tahun Keenam

Pada tahun keenam Hijriyah (627-628 M), terdapat tiga peperangan yang diikuti

Rasulullah dan 18 peperangan yang tidak diikuti Rasulullah. Namun demikian, tidak ada satu

pun peperangan yang diikuti Rasulullah yang menghasilkan harta rampasan perang dan hanya

7 peperangan yang tidak diikuti Rasulullah yang menghasilkan keuntungan materi.

Ekspedisi paling awal tahun 6 H adalah ekspedisi Muhammad bin Maslamah ke

Qurata pada bulan Muharram yang menghasilkan 150 ekor unta dan 3.000 ekor domba untuk

pasukan yang terdiri dari 30 orang. Tiga bulan kemudian sariyah yang terdiri dari 40 orang

tentara yang dipimpin oleh Ukashah bin Mihsin ke Al-Ghamr memperoleh 200 ekor unta

sebagai harta rampasan perang. Di bilan yang sama, ekspedisi Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke

Dzu al-Qassah berhasil mendapatkan harta rampasan perang, tetapi tidak diketahui

jumlahnya.
Pada bulan berikutnya, dalam ekspedisi yang lain yang dipimpin oleh Zaid ke al-Taraf

diperoleh harta rampasan perang yang terdiri dari 20 unta. Pada bulan yang sama, dia juga

memimpin sariyah yang lain ke tempat yang dikenal sebagi al-Hisma dan berhasil

memperoleh harta rampasan perang yang bernilai tinggi, tetapi seluruh perolehanya tersebut

dikembalikan untuk membayar kerugian korban pasukan Muslim. Dua bulan kemudian

ekspedisi Ali ke Fadak yang membawahi 100 tentara berhasil mendapatkan harta rampasan

berupa ternak yang terdiri dari 500 unta dan 2.000 domba.

7. Ekspedisi Tahun Ketujuh

Pada tahun ke tujuh Hijriyah (628-629 M), kaum Muslimin melakukan 14 buah

ekpedisi yang terdiri dari 6 ghazawat dan 8 saraya. Salah satu ghazawah bersamaan dengan

pelaksanaan ibadah haji Nabi ke Makkah. Oleh karena itu, tidak ada harta rampasan pada saat

itu. Namun demikian, sebagian besar ekspedisi ini menghasilkan harta rampasan perang, baik

dalam bentuk harta bergerak ataupun tidak bergerak.

Ekspedisi pertama pada tahun ketujuh Hijriyah ini adalah perang Khaibar. Dalam

ekspedisi ini kaum Muslimin memperoleh banyak harta rampasan perang berupa ternak,

emas, perak, perhiasan, dan uang tunai. Rampasan perang ini diyakini merupakan suber

pendapatan permanen dan terus-menerus. Selain itu, kaum Muslimin juga memperoleh

sejumlah besar persenjataan. Dengan menaklukan benteng Nitat, kaum Muslimin dapat

mengambil alih senjata pelontar (catapult) yang sudah rusak yang kemudian diperbaiki dan

dapat dioperasikan kembali. Selain itu, pasukan Muslim berhasil menawan dua ahli strategi

perang dan sejumlah besar senjata tradisional. seperti baju besi, pedang, helm besi, dan

tombak.

Selain senjata, harta rampasan perang Khaibar juga meliputi sejumlah besar bahan

makanan. Seperti gandum untuk membuat bir, lemak, madu, minyak, mentega, dan beberapa

bahan makanan lainya. Kaum Muslimin juga mendapatkan harta rampasan perang berupa
emas, perak, makanan dan ternak di benteng Ubay. Mereka juga memperoleh sejumlah

barang yang terbuat dari emas, perak, tembaga, dan tembikar.

Dari benteng Saad bin Muadz, kaum Muslimin memperoleh 20 bundel linen sulaman

Yaman, 1500 seprei dengan manik-manik dari kaca, untaian mutiara, dan beberapa barang

yang digunakan sehari-hari. Sangat mungkin juga ditemukan pakaian, senjata, dan beberapa

barang berharga di benteng-benteng di al-Khatibah tersebut.

Selain itu, harta rampasan perang meliputi koin, perhiasan dan benda-benda berharga

milik keluarga Abi Al-Huqaida yang ditemukan di benteng Sulalim, seperti gelang, kalung,

gelang kaki, cincin, giwang emas, dan untaian mutiara. Sejumlah besar ternak dan unta

melengkapi harta rampasan perang.

Selain penaklukan Khaibar, ada tiga desa lain, yaitu daerah Fadak, Taima dan Wadi

al-Qurra, yang juga menerima kekuasaan Nabi dan berjanji untuk membayar setengah dari

mereka produksi. Tetapi Wadi al-Qurra menyerah setelah melakukan beberapa perlawanan

dan dari sini juga diperoleh beberapa harta rampasan perang berupa harta bergerak dan tanah.

Ekspedisi lain di tahun ini tidak terlalu menguntungkan. Mereka hanya memperoleh

sedikit harta rampasan perang. Sariyah Abu Bakar di bulan Sya’ban melawan Bani Kilab dari

Najd diperkirakan menghasilkan beberapa harta rampasan perang satu atau dua tawanan

dijual ke Madinah.

Untuk setiap 200 tentara yang kuat memperoleh tujuh unta yang setara dengan

sejumlah domba atau biri-biri yang menunjukkan bahwa semua harta rampasan perang yang

diperoleh berupa hewan ternak, tawanan dan harta benda lainya bernilai sama dengan 1750

ekor unta. Dua ekspedisi lain yang dipimpin oleh Ghalin bin Abdullah dan Bashir bin Sa’ad

al-Khazraji ke al-Maifa’ah dan al-Jinab kira-kira satu bulan kemudian berhasil membawa

hewan ternak sebagai harta rampasan perang yang jumlahnya tidak disebutkan mungkin

karena jumlahnya tidak terlalu besar.


8. Ekspedisi Tahun Kedelapan

Pada tahun kedelapan Hijriyah (629-630), hanya enam ekspedisi yang mengahasilkan

harta rampasan perang. Sariyah pertama di tahun ini dipimpin oleh Ghalib bin Abdullah Al-

Kadid di bulan Safar yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil berjumlah 10-15 orang.

Pasukan ini berhasil memperoleh beberapa harta rampasan perang berupa tanah dan tawanan.

Satu bulan kemudian, pasukan Syuja bin Wahab yang terdiri dari 24 orang yang dikirim ke

Siy dan, sebagai hasilnya, setiap tentara memperoleh 15 unta atau yang senilai dengan

sejumlah domba yang menunjukkan bahwa harta rampasan perang terdiri dari 450 ekor unta

atau yang senilai denganya.

Selama ekspedisi Mu’tah, pasukan Muslim mengalami kemunduran. Oleh karena itu,

beberapa tentara kaum Muslimin mungkin hanya mendapatan beberapa harta rampasan

perang berupa salab. seperti seorang tentara memperoleh cincin yang terbuat dari emas

sedangkan yang lainya menemukan batu yang terletak di kepala musuh yang dibunuhnya.

Selain itu, tentara Muslim juga memperoleh beberapa senjata. Ekspedisi Amr bin al-Asl al-

Sahni ke Dzat al-Salasi memperoleh beberapa hewan ternak yang disembelih untuk makan

para tentara yang kelaparan. Harta rampasan perang yang diperoleh dari sariyah Abu

Qatadah bin Rib’i ke al-Khairah berjumlah 200 unta dan 1000 biri-biri.

Selama ekspedisi besar yang dilakukan untuk menaklukan Makkah, tidak ada harta

rampasan perang yang diambiloleh kaum Muslimin, kecuali beberapa senjata yang

diserahkan oleh para militer dari Hudhail dan Quraisy yang berhenti melakukan perlawanan

terhadap pasukan Muslim yang dikomandani oleh Khalid bin Walid bin Walid Al-Makhzum.

Harta rampasan perang terbesar di tahun ini diperoleh dari perang Hunain yang merupakan

ghazwah terbesar. Dalam perang ini, harta rampasan perang yang diperoleh berupa 24.000

unta, sekitar 40.000 biri- biri atau domba, dan 4000 uqiyah perak ata setara dengan
160.000dirham serta 6000 orang tawanan. Harta rampasan perang dibagi sama rata diantara

pasukan islam setelah dikurangi bagian untuk nabi.

9. Ekspedisi Tahun Kesembilan

Sebagian besar ekspedisi yang dilakukan pada tahun kesembilan Hijriyah (630-631M)

berhasil mendapatkan harta rampasan perang, baik dalam jumah kecil maupun besar. Sariyah

pertama di tahun ini terjadi antara pasukan Uyainah bin Hisn Al-Fazari melawan Bani Tamim

pada bulan Muharram. Dalam peristiwa ini, kaum Muslimin berhasil memperoleh beberapa

tawanan dan mungkin beberapa ternak ke Madinah. Namun, seluruh harta rampasan perang

tersebut dikembalikan setelah salah seorang wakil sukunya bertemu dan berbicara dengan

Nabi.

Sebulan kemudian berlangsung sariyah Qutbah bin Amir ke Bishah melawan pasukan

Khat’am dan berhasil memperoleh harta rampasan perang berupa hewan ternak. Dari 20

anggota pasukan masing-masing anggota mendapatkan 4 unta. Keseluruhan harta rampasan

perang ini setelah ditamah khums berjumlah 100 unta. Sariyah yang kelima yang dipimpin

oleh Ali bin Abi Thalib berhasil menaklukkan al-Fuls, berhala dari Tayi, dan memperoleh

banyak harta rampasan, baik berupa harta benda, tawanan maupun hewan ternak, disamping

3 buah pedang dan sejumlah baju besi yang ditemukan di kuil.

Selama ekspedisi Tabuk, Khalid bin Walid Al-Makhzumi memimpin sebuah sariyah

melawan penguasa Kindi di Daumatul Jandal. Ukaidir bin Abdul Malik. Dari perang ini,

kaum Muslimin berhasil memperoleh kemenangan dan mendapatkan harta rampasan perang

berupa 2.000 ekor unta, 800 biri-biri, 400 baju besi, dan 400 tombak. Masing-masing pasukan

yang berjumlah 420 orang memperoleh 5 ekor unta atau yang senilai dengan itu.

10. Ekspedisi Tahun Kesepuluh

Pada tahun kesepuluh Hijriyah (631-632 M), hanya satu ekspedisi yaitu sariyah Ali

bin Abi Thalib ke Yaman yanng berhasil memperoleh harta rampasan perang berupa hewan
ternak, tawanan, baju dan lain-lain. Dalam hal ini, tawanan dinyatakan bebas selama mau

menerima islam sedangkan sisa harta rampasan perang dibagi-bagikan kepada seluruh

anggota pasukannya. Jadi, dari semua ekspedisi yang dilakukan selama masa kepemimpinan

Rasulullah SAW. hanya ada empat dari dua tahun terakhir yang menghasilkan harta

rampasan yang berjumlah sangat kecil. Diperkirakan mulai dari ekspedisi ini tidak lebih dari

250 dirham.

Peranan Harta Rampasan Perang pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad

SAW bagi kaum Muslimin.

1. Harta Rampasan Perang sebagai Alat untuk Menafkahi Hidup.

Sebagai gambaran pertama adalah berapa banyak orang yang akan diberi makan dari

hasil rampasan perang tersebut. Untuk mengetahui besarnya biaya hidup yang terjadi pada

masa itu, adalah perkara yang tidak mudah. Namun demikian, terdapat sedikit petunjuk.

Ketika menjadi Khalifah Abu Bakar membutuhkan gaji sebesar 3.000 dirham per tahun untuk

membiayai kebutuhan hidup sendiri, istri dan tiga orang anaknya. Setiap keluarga

memerlukan 3.000 dirham untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, jumlah

total harta rampasan perang hanya cukup untuk menghidupi 207 keluarga selama periode 10

tahun. Jumlah ini baru mencakup penduduk Muslim dari Madinah saja, belum termasuk

penduduk dari semananjung Arab yang berjumlah lebih besar.

Penduduk Muslim tidak menetap hanya di kota Madinah dan daerah sekitarnya, tetapi

ada sejumlah besar penduduk Muslim yang tinggal di berbagai tempat di Jazirah Arab.

Terdapat 140.000 orang Muslim yang mengiringi kehadiran Rasulullah ketika melaksanakan

ibadah hajinya yang terakhir dan pada saat yang bersamaan, perkembangan populasi di

Jazirah Arabia dan daerah-daerah sekitarnya mencapai 500.000 hingga 1 juta jiwa

diperkirakan total pengeluaran umat Islam selama satu tahun berkisar 300 juta dirham dan hal
ini berarti jumlah total harta rampasan perang hanya merupakan 0,207% dari total

pengeluaran tersebut.

Di sisi lain, jika dihubungkan dengan jumlah penduduk Muslim yang tinggal diluar

Madinah, terdapat faktor lain yang harus dipertimbangkan, yakni tidak ada di antara mereka

yang tahu harus ikut berperang selama masa hidup Rasulullah SAW. Hal ini berarti bahwa

meskipun jumlah mereka lebih besar daripada pendudu Muslim Madinah, pendapatan mereka

tidak bertambah dengan adanya harta rampasan perang.

2. Pengeluaran Selama Ekspedisi

Faktor utama lainya yang terabaikan ketika memperhitungkan besarnya harta

rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin adalah berkaitan dengan pengeluaran

selama melakukan ekspedisi. Sekalipun tidak ada data yang secara akurat menunjukkan

besarnya biaya yang dihabiskan untuk melakukan ekspedisi, yang jelas setiap ekspedisi

memerlukan sejumlah besar uang dan beberapa perlengkapan ekspedisi, seperti senjata, alat

transportasi, baju, makanan, dan bahan makanan. Sebuah riwayat menyatakan bahwa orang-

orang Makkah telah menghabiskan dana sebesar 50.000 dinar (6.000.000 dirham) untuk

membiayai 3000 tentara perang Uhud.

3. Kerugian-kerugian Akibat Berbagai Ekspedisi

Selain biaya-biaya yang terkait angsung untuk para anggota pasukanya, kaum

Muslimin juga harus mengeluarkan biaya-biaya yang tidak terkait secara langsung dengan

mereka sehingga nantinya dapat mengurangi tingkat perolehan harta rampasan perang.

Contoh dari biaya-biaya tersebut adalah biaya untuk para tahanan dan tawanan perang. para

tawanan perang Badar diperlakukan oleh kaum Muslimin dengan sangat baik. Kaum

Muslimin memberikan makanana dan penginapan kepada para tawanan perang, walaupun

dalam beberapa kasus mereka sendiri sedang kelaparan. Para tahanan dari Hawazin diberikan

pakaian baru dan untuk ini, Nabi menghabiskan uang.


Faktor lain yang secara mendasar mengurangi tingkat keuntungan dari serangkaian

aktivitas militer adalah kerugian materil yang terkadang sangat besar jumlahnya sehingga

mengakibatkan penduduk Madinah khususnya dan kaum Mislimin lainya mengalami

penderitaan setelah operasi militer tersebut. Kekalahan perang membawa kerugian materi

yang terkadang besar yang meliputi uang, hewan ternak atau tanah. Kerugian tentu saja

merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh kaum Muslimin dalam memperoleh

kesuksesan ekspedisi, baik berupa materi maupun nyawa. Meskipun kerugian yang di derita

relatif kecil jika dibandingkan dengan keuntungan yang didapat, kerugian itu seharusnya

dimasukkan ke dalam perhitungan ketika menentukan nilai bersih dari suatu harta rampasan

perang.

4. Membantu Perekonomian Kaum Muslimin

Perekonomian Islam di Jazirah Arab yang berlangsung selama 10 tahun sejak pertama

kali dideklarasikanya pemerintahan Islam Madinah mempunyai empat aktivitas ekonomi,

yakni perdagangan dan perniagaan, pertanian, kerajinan dan manufaktur, serta pekerja kasar.

Dari keempat jenis aktivitas ekonomi tersebut, perdagangan dan pertaniaan merupakan dua

lapangan pekerjaan yang menjadi dasar perekonomian Muslim pada saat itu.

Pada masa-masa hujrah ke Madinah, tidak sedikit para sahabat nabi yang hidup dalam

kemiskinan. Mereka tinggal di Madinah dalam kondisi serba kekurangan, baik uang,

makanan, pekerjaan, maupun tempat tinggal. Namun demikian, terdapat sebagian sahabat

yang merupakan orang-orang kaya dan pedagang yang sukses saat menetap di Makkah.

Ketika berhijrah ke Madinah, mereka turut serta membawa harta kekayaan mereka, baik

berupa barang maupun uang. Di kalangan kaum Anshor, terdapat juga beberapa orang yang

memiliki kemampuan ekonomi yang cukup baik.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa harta rampasan perang tidak memberikan

kontribusi yang penting dalam meningkatkan pendapatan kaum Muslimin. Dari pendapatan
masyarakat Madinah, harta rampasan perang hanya memberikan keuntungan sebesar 2%,

sementara 98% lainya merupakan keuntungan dari berbagai aktivitas ekonomi yang

berlangsung secara normal.

Anda mungkin juga menyukai