Anda di halaman 1dari 28

KONSEP SYIRKAH

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah :

FIQH MUAMALAH II

Dosen Pengampu :
HIJJA MARDIYA NASUTION, S.E, M.E.I

Disusun Oleh :
GITA NURUL FITRI DAMANIK (0501193230)
LISA MAULIDA (0501193267)
MUHAMMAD AULIA RISKY (0501193253)

Program Studi :
EKONOMI ISLAM IV E

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala atas
rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Fiqh Muamalah II dengan judul “Konsep Syirkah” ini
dengan baik. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam semoga kita semua dijadikan umat yang selalu istiqomah dalam
menjalankan sunnah-sunnahnya.
Pada kesempatan ini kami banyak mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Hijja Mardiya Nasution, S.E, M.E.I selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh
Muamalah II yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan guna menyempurnakan makalah ini nantinya. Dan
kami berharap makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan pembaca berkenaan dengan materi Fiqh Muamalah II ini terutama
mengenai Konsep Syirkah.
Demikian yang dapat disampaikan semoga Allah meridhoi kegiatan
penyusunan makalah ini dan memberikan manfaat bagi kita semua yang
membacanya.

Jakarta, 21 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 1

C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. PENGERTIAN SYIRKAH .......................................................................... 3

B. LANDASAN HUKUM SYIRKAH ............................................................. 6

C. RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH .......................................................... 8

D. PEMBAGIAN SYIRKAH ......................................................................... 13

E. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SYIRKAH .................................. 16

F. IMPLEMENTASI SYIRKAH PADA LEMBAGA KEUANGAN


SYARIAH ......................................................................................................... 20

BAB III ................................................................................................................. 23

PENUTUP ............................................................................................................ 23

A. KESIMPULAN .......................................................................................... 23

B. SARAN ...................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai Generasi Penerus Bangsa di zaman milenials ini pasti kita ingin
cepat sukses dan kaya agar bisa bahagiakan orang – orang tersayang dan bantu
banyak orang. Salah satu cara agar kita cepat sukses dan kaya ialah dengan
berkerjasama. Selain meringankan kerjaan kita maka bekerjasama bisa membantu
orang disekitar kita sama-sama sukses dan bermanfaat bagi banyak orang. Oleh
karena itu tidak zaman lagi untuk kita bersaing secara tidak sehat malah saat ini
zamannya kita berkolaborasi agar sama-sama sukses dan mensejahterahkan umat
manusia.
Dalam islam segala aspek kehidupan sudah diatur sesuai dengan al-quran
dan hadist supaya kita sebagai umat muslim tidak tersesat dan malah tidak
merugikan orang lain. Karena tidak bisa kita pungkiri banyak kerjasama hanya
menguntungkan salah satu pihak atau pembagian keuntungan tidak benar-benar
adil. Oleh karena itu membuat syirkah atau kerjasama tidak berjalan dengan
semestinya dan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Oleh karena itu sebelum kita memulai kerjasama ataupun kolaborasi
alangkah lebih baik kita sebagai umat muslim mempelajari konsep syirkah dan
bagaimana saja syirkah yang diperbolehkan agar kita terhindar dari investasi
bodong, perbuatan kerjasama yang mengandung riba yang tidak di ridhoi oleh
Allah SWT.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan syirkah?
2. Apa landasan hukum konsep syirkah?
3. Bagaimana rukun dan syarat syirkah?
4. Bagaimana pembagian syirkah?
5. Apa saja hal-hal yang dapat membatalkan syirkah?
6. Bagaimana implementasi syirkah dalam lembaga keuangan syariah?

1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa itu syirkah
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi landasan hukum syirkah
3. Untuk mengetahui bagaimana rukun dan syarat yang harus dipenuhi
saat melakukan syirkah
4. Untuk mengetahui bagaimana pembagian dari syirkah
5. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membatalkan syirkah
6. Untuk mengetahui bagaimana implementasi konsep syirkah dalam
lembaga keuangan syariah (LKS)

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SYIRKAH
Secara bahasa syirkah berarti al-ikhtilâth (percampuran) atau persekutuan
dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti
persekutuan hak milik atau syirkah usaha. Dalam kamus hukum, musyarakah
berarti serikat dagang, kongsi, perseroan, persekutuan.1 Dalam Ensiklopedi Islam
Indonesia, syirkah, musyawarah dan syarikah, dalam bahasa Arab berarti
persekutuan, perkongsian dan perkumpulan. Sedangkan dalam istilah fiqh, syirkah
berarti persekutuan atau perkongsian antara dua orang atau lebih untuk melakukan
usaha bersama dengan tujuan memperoleh keuntungan.2 Al-Imam asy-Syaukani
berkata dalam al-Sailul Jarrar (III/246, III/248), “syirkah yang syar'i terjadi
dengan adanya saling ridha antara dua orang atau lebih dengan ketentuan setiap
orang dari mereka membayar jumlah yang jelas dari hartanya, kemudian mereka
mencari usaha dan keuntungan dengan harta yang ia serahkan, dan bagi setiap
orang dari mereka ada kewajiban pembiayaan sebesar itu pula yang dikeluarkan
dari harta syirkah."3 Adapun syirkah menurut Kompilasi Hukum Syariah (KHES)
pasal 20 (3) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.
Syirkah termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan rukun dan syarat
tertentu. Ulama fiqih mendefinisikan Syirkah dengan redaksi yang berbeda-beda,
di antaranya:

1
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), h. 285.
2
Harun Nasution, (eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 907.
3
'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al Wajaiz Panduan Fiqih Lengkap, (Bogor :
Pustaka Ibnu Katsir, 2007), h.593.

3
1. Menurut Malikiyah:

Syirkah adalah izin untuk mendayagunakan (melakukan dan atau tidak


melakukan perbuatan hukum) bagi kedua belah pihak termasuk masing-
masingnya, yakni salah satu pihak dari dua pihak yang melakukan perserikatan
mengizinkan kepada pihak yang lain untuk melakukan perbuatan hukum atau
tidak melakukan perbuatan hukum terhadap harta yang dimiliki dua orang (atau
lebih), serta hak untuk melakukan perbuatan hukum itu tetap melekat terhadap
masing-masingnya.
Definisi yang dikemukakan ulama al-Malikiyah ini, lebih menitik beratkan
pada perserikatan kepemilikan harta kekayaan (syirkah al-amwal) yang dimiliki
dua orang atau lebih, dimana masing-masing pihak memiliki hak yang sama
dalam hal melakuikan perbuatan hukum terhadap harta tersebut atas seizin pihak
yang lain.
2. Menurut Syafi‟iyah

Syirkah adalah merupakan ketetapan adanya hak pada sesuatu bagi dua
belah pihak atau lebih atas dasar perserikatan tertentu.4 Definisi ini substansinya
menegaskan bahwa syirkah itu adalah akad atau perikatan perserikatan, yang
memiliki akibat hukum adanya hak yang sama kepada kedua belah pihak atau
lebih, baik dalam hal perserikatan harta kekayaan maupun perserikatan pekerjaan
atau kedua-duanya.
3. Menurut Hanafiyah

Secara eksplisit menjelaskan hakikat syirkah itu sebagai akad kerjasama


bisnis antara dua pihak di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi
modal, dan keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Defenisi-defenisi yang
lain tidak mengarah kepada substansi syirkah tetapi lebih kepada implikasi

4
Al-Khathib Syekh Muhammad al-Syarbiny, Mughni al-Muhtaj, Juz II, (Mesir:
Mushthafa Al-Bab Al-Halaby, 1958), h. 211.

4
syirkah itu sendiri. Hal itu terlihat dari kata kunci yang mereka gunakan dalam
mendefinisikan syirkah, yaitu kata hak (istihqaq dan wewenang tasharruf). Jadi,
Syirkah adalah perikatan antara dua pihak yang berserikat dalam pokok harta
(modal) dan keuntungan.5 Definisi ini juga memberikan terminologi syirkah
sebagai salah satu bentuk akad (perikatan) kerjasama antara dua orang atau lebih,
dalam menghimpun harta untuk suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan sesuai kesepakatan.

4. Menurut Hanabilah:

Syirkah adalah merupakan perhimpunan hak-hak atau pengolahan (harta


kekayaan). Menurut definisi ini, syirkah lebih berkonotasi merupakan badan
usaha yang dikelola oleh banyak orang, setiap orang memiliki hak-hak tertentu
sesuai peran dan fungsinya dalam mengolah dan mengelola harta yang dimiliki
badan usaha itu. Apabila diperhatikan secara seksama, definisi definisi syirkah
menurut pakar-pakar hukum Islam (fikih) tersebut, maka walaupun menggunakan
redaksi yang berbeda, akan tetapi masing-masing memiliki titik singgung yang
sama, bahwa syirkah ini adalah suatu perkongsian antara dua orang atau lebih
baik dalam hal kepemilikian maupun dalam hal usaha bersama yang bertujuan
untuk keuntungan bersama.
Musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil yang
didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
„amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.6 Sedangkan akad mudharabah merupakan
bentuk musyarakah khusus. Perbedaan pokok dari musyarakah dan mudharabah
terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di
antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan
dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.

5
Sabiq, Sayyid Fiqh al-sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 2006), h.353.
6
Rusyd, Ibn Bidayah al Mujtahid, (Mesir : Syarikah Maktabah wa Mathba‟ah al Halabiy
wa awladih, 1960), h. 253.

5
B. LANDASAN HUKUM SYIRKAH
Term syirkah dalam Al-qur'an antara lain terdapat dalam surat Shaad ayat
24:7

             

              

      

Artinya : “Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim


kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah
mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta
ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”
Ayat di atas menyebutkan bahwa Khatha’a dalam tafsir al khazin adalah
berserikat yang biasanya (pada zaman Nabi Daud) mendholimi satu sama lainnya
yang kemudian dilanjutkan dengan lafadz selanjutnya yaitu kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shalih.
Pelaksanaan dalam Islam juga di dasari kepada hadis yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah S. A. W telah bersabda:

7
'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al Wajaiz Panduan Fiqih Lengkap, (Bogor :
Pustaka Ibnu Katsir, 2007), h.592

6
Yang artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah
SWT berfirman: Aku adalah kongsi ketiga dari dua orang yang berkongsi selama
salah seorang kongsi tidak mengkhianati kongsinya apabila ia mengkhianatinya,
maka Aku keluar dari perkongsian itu. ( HR. Abu Daud)
Seorang berlaku curang niscaya Allah SWT akan mencabut berkah dari
hartanya.8 Maksud hadis tersebut adalah Allah SWT menjaga dan memberkahi
harta orang-orang yang melakukan syirkah,selama salah seorang dari mereka
tidak berkhianat.
Para ulama fiqh sepakat terhadap kebolehan akad syirkah, hal ini
berdasarkan kepada firman allah dalam surat al-Nisa‟(QS. 4:12) yang berbunyi:

               

              

                

               

             

                  

  

Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka

8
Sabiq, Sayyid Fiqh al-sunnah, (Beirut:Dar al-Fikr, 2006) h. 294.

7
Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-
saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
Di samping ayat-ayat di atas, dijumpai pula sabda rasulullah SAW yang
membolehkan akad syirkah. Dalam sebuah hadits kudsi rasulullah SAW bersabda:
”Sesungguhnya Allah ‟Azza wa Jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang
yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya". (H.R.Abu
Daud dan Hakim dan mereka menshahihkan hadits ini).
Maksud hadis ini adalah bahwa Allah akan menjaga dan membantu
mereka yang bersyerikah dengan memberikan tambahan pada harta mereka dan
melimpahkan berkah pada perdagangan mereka. Jika ada yang berkhianat, maka
berkah dan bantuan tersebut dicabut Allah. Rasulullah Saw juga bersabda,
"Tangan Allah berada pada dua orang yang bersyarikat selama tidak
berkhianat". (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni : 5/1)
Para ulama telah konsensus (ijma‟) membolehkan syirkah, meskipun ada
perbedaan pendapat dalam persoalan-persoalan detailnya. Atas dasar ayat, hadits
dan ijma‟ di atas para ulama‟ fiqh menyatakan bahwa akad syirkah mempunyai
landasan yang kuat dalam hukum Islam, sehingga sebagaimana yang dinyatakan
Ibn Al-Mundzir bahwa kebolehan syirkah telah disepakati ulama.9
C. RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH
1. Rukun Syirkah

9
Ibid., h. 354.

8
Rukun syirkah (kerja sama) adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi saat
syirkah itu berlangsung. Ada banyak perbedaan pendapat mengenai rukun syirkah
ini. Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama Hanafiyah
bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul ( akad ) yang
menentukan adanya syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang
berakad dan harta benda diluar pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual
beli.10 Jika ada yang menambahkan selain ijab dan qabul dalam rukun syirkah
seperti adanya dua belah pihak yang berakad dan objek akad, maka itu bukan
termasuk rukun, akan tetapi hal itu termasuk syarat.
Sedangkan Menurut jumhur ulama rukun syirkah ada tiga macam yaitu :
a. Pihak yang berkontrak (‟aqidani)
Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten (cakap secara hukum) dalam
bertransaksi dan tentunya berkompeten dalam memberikan atau
menerima kekuasaan perwakilan.
b. Objek yang diakadkan (ma‟qud ‟alaih)
Objek yang diakadkan dalam syirkah ini adalah dana (modal). Dana
(modal) yang diberikan harus uang tunai. Tapi sebagian ulama yang
lain memberikan kemungkinan bila modal berwujud asset
perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Bahkan
bisa dalam bentuk hak yang non fisik, seperti lisensi dan hak paten .
Bila itu dilakukan, seluruh modal tersebut harus dinilai lebih dahulu
secara tunai dan disepakati para mitranya. Partisipasi dan campur
tangan para mitra dalam bisnis musyarakah adalah hal mendasar.
Tidak dibenarkan bila salah satu pihak menyatakan tak ikut serta
menangani pekerjaan dalam syirkah tersebut. Kalaupun tidak ingin
terlibat langsung, ia harus mewakilkannya pada partnernya itu. Jadi,
jenis usaha yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan
kepada orang lain. Hal ini penting, karena dalam kenyataan, seringkali
satu partner mewakili perusahaan untuk melakukan persetujuan

10
Suhendi Hendi , Fiqih Muamalah, Cet. 9, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 127-128.

9
transaksi dengan perusahaan lain. Salah satu pihak boleh menangani
pekerjaan lebih banyak dari yang lain dan berhak menuntut pembagian
keuntungan lebih darinya sesuai dengan kesepakatan. Kemudian, para
pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas
dasar kesepakatan.11
c. Sighat (ijab dan qabul)
Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi , ulama
fiqh menuliskannya sebagai berikut :
1) Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
2) Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul
3) Adanya pertemuan antara ijab dan qabul (berurutan dan
menyambung).
4) Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari
keduannya.
2. Syarat-Syarat Syirkah

Syarat adalah segala sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum


syar‟i dan ia berada diluar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan
hukum pun tidak ada.” Dalam Fikih Islam Lengkap: Penjelasan Hukum-hukum
Islam Madzhab Syafi‟i dijelaskan bahwa, Syirkah itu memiliki lima syarat:
1. Ada barang berharga yang berupa dirham dan dinar.
2. Modal dari kedua pihak yang terlibat syarikah harus sama jenis dan
macamnya.
3. Menggabungkan kedua harta yang dijadikan modal.
4. Masing-masing pihak mengizinkan rekannya untuk menggunakan harta
tersebut.
5. Untung dan rugi menjadi tanggungan bersama.

11
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, ( Medan : FEBI UIN-SU Press, 2018), h.
148.

10
Menurut ulama Hanafiyah, meliputi syarat umum syirkah antara lain :
1. Dapat dipandang sebagai perwakilan.
2. Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan.
3. Laba merupakan bagian umum dari jumlah (diambil dari hasil laba harta
syirkah, bukan dari harta lain).

Dalam kitab Kifayatul Akhyar syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum


melakukan syirkah yaitu:
1. Benda (harta) atau modal yang disyirkahkan dinilai dengan uang
2. Modal yang diberikan itu sama dalam hal jenis dan macamnya
3. Modal tersebut digabung sehingga tidak dapat dipisahkan antara modal
yang satu dengan yang lainnya
4. Satu sama lainnya membolehkan untuk membelanjakan harta tersebut
5. Keuntungan dan kerugian diterima sesuai dengan ukuran harta atau modal
masing-masing atau menurut kesepakatan antara pemilik modal.12

Syarat syar‟i adalah syarat itu sebagai sebab, misalnya nikah merupakan
syarat wajib dan rajam bagi pelaku zina. Dan adakalanya syarat itu untuk sah
hukum misalnya kesaksian dalam aqad nikah, itu merupakan syarat untuk hukum
agar pernikahan sah. Syarat ini merupakan suatu syarat yang timbul dari
perbuatan dan kehendak manusia yang menjadi suatu keharusan pada suatu aqad
(transaksi) yang berhubungan dengan syarat tersebut. Apabila syarat tidak
dilengkapi, maka aqad pun tidak sah atau dengan ungkapan lain meletakkan suatu
perkara yang tidak terdapat pada perkara yang ada dengan menggunakan
ungkapan tertentu: “ dengan syarat begini atau hendaklah keadaannya begini.
Adapun pelaku akad adalah orang yang melangsungkan akad dan darinya keluar
ijab dan qabul. Tidak semua manusia layak menjadi pelaku akad dan dinilai sah
ijab qabulnyanya. Di antara mereka ada yang pernyataannya sah dalam seluruh
akad dan tasharruf secara mandiri, tanpa tergantung pada persetujuan orang lain.
Kelayakan tersebut disebabkan oleh sejauh mana kelayakan yang dimilikinya.

12
Imam Taqyudin Abi Bakrin bin Muhammad, Kifayatul Akhyar, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1992), h. 210.

11
Adapun syarat-syarat orang yang dikatakan layak untuk berakad
diantaranya : telah baligh dan berakal sehat.13
Adapun syarat-syarat akad syirkah yaitu:
1. Ucapan, tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat
berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan. Berakad dianggap sah
jika diucapakan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan
disaksikan.
2. Pihak yang berkontrak, disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
3. Objek Kontrak, yaitu dana dan kerja. Di mana modal yang diberikan harus
uang tunai, emas, perak, atau yang bernilai sama.

Dijelaskan dalam Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4


Madzhab bahwa terdapat syarat-syarat Syirkah dalam berbagai
aspek. Ditinjau dari segi disepakati ulama madzhab fiqih dan tidaknya, syarat-
syarat sah syirkah dibagi menjadi dua sebagaimana berikut ini.
Pertama, syarat-syarat syirkah yang disepakati ulama madzhab fiqih
adalah sebagai berikut :
a. Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian
(ahliyah) untuk mewakilkan dan menerima perwakilan. Demikian ini
dapat terwujud bila seseorang berstatus merdeka, baligh, dan pandai
(rasyid). Hal ini karena masing-masing dari dua pihak itu posisinya
sebagai mitra jika ditinjau dari segi andilnya sehingga ia menjadi wakil
mitranya dalam membelanjakan harta.
b. Modal syirkah diketahui
c. Modal syirkah ada pada saat transaksi
d. Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku, seperti
setengah dan lain sebagainya

Kedua, syarat-syarat syirkah yang diperselisihkan adalah sebagai berikut :

13
Abdul karim Zaidan, Pengantar Studi Syariah, (Jakarta : Robbani press, 2008), h. 392.

12
a. Menurut Syafi'iyyah, modal syirkah berasal dari barang yang ada
padanannya, yakni barang yang dapat ditakar atau ditimbang. Selain itu,
juga harus berupa barang yang boleh dijualbelikan dengan salam seperti
emas dan perak. Madzhab-madzhab lain tidak mensyaratkan demikian.
Bahkan, Hanafiyyah dan salah satu riwayat dari Hanabilah menyebutkan
bahwa modal syirkah harus berupa nilai (harga), bukan barang, meskipun
dapat ditakar dan ditimbang. Adapun Malikiyyah dan riwayat lain dari
Hanabilah berpendapat bahwa modal syirkah tidak disyaratkan berupa
barang mitsl (yang dapat ditakar dan ditimbang), tetapi boleh selain barang
mitsl.
b. Syafi'iyyah mensyaratkan bahwa untuk keabsahan syirkah, dua harta
harus tercampur, tetapi fuqaha' tidak mensyaratkan hal itu.
c. Malikiyyah dan Syafi'iyyah mensyaratkan bahwa dalam pembagian
keuntungan ditentukan persentase modal seorang mitra yang
diinvestasikan dari keseluruhan modal syirkah. Berbeda dengan Hanaf-
iyyah dan Hanabilah yang berpendapat bahwa pembagian keuntungan
boleh didasarkan pada kesepakatan para rnitra.

Pada dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip


keadilan dalam kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan
prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip islam ta‟awun dan ukhuwah dalam
sektor bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik
modal untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama
antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha
yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja
sama antara pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih
efektif untuk meningkatkan etos kerja.

D. PEMBAGIAN SYIRKAH
Secara garis besar syirkah terbagi 2 yaitu syirkah amlak dan syirkah „uqud.
1. Syirkah Amla’

13
Syirkah amla‟ adalah dua orang atau lebih yang memiliki benda/harta,
yang bukan disebabkan akad syirkah. Perkongsiang pemilikan ini tercipta
karena warisan, wasiat, membeli bersama, diberi bersama, atau kondisi
yang berakibat pemilikan satu barang oleh dua orang atau lebih.
Syirkah amla‟ ada dua macam yaitu syirkah amlak ikhtiyari (perkongsian
sukarela) dan syirkah amlak ijbari (perkongsian paksa).
a. Perkongsian sukarela adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk
memiliki suatu barang tanpa adanya keterpaksaan dari masing-masing
pihak. Contohnya dua orang yang bersepakat untuk membeli suatu
barang, misalnya 1 buah pick-up untuk angkutan barang.
b. Perkongsian paksa adalah perkongsian dimana para pihak yang terlibat
dalam kepemilikan barang atau suatu aset tidak bisa menghindar dari
bagian dan porsinya dalam kepemilikan tersebut, karena memang
sudah menjadi ketentuan hukum. Misalnya dalam hal bagian harta
waris bagi saudara orang yang mewariskan, apabila jumlah saudara
lebih dari satu orang , maka mereka secara ijbari berkongsi
mendapatkan seperenam. Artinya seperenam harta warisan dibagi
sejumlah saudara yang ada.14
2. Syirkah ’Ukud
Syirkah „ukud yaitu transaksi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
untuk berserikat dalam permodalan dan keuntungan. Para ulama berbeda
pendapat dalam membagi jenis­jenis syirkah‟ukud. Menurut Hanabilah,
syirkah ‟ukud ada 5 macam, yaitu: Syirkah ‟inan, Syirkah Mufawadhah,
Syirkah Abdan, Syirkah Wujuh, Syirkah Mudharabah.
Menurut Hanafiyah syirkah itu ada enam macam, yaitu : Syirkah Amwal,
Syirkah A‟mal, Syirkah Wujuh. Setiap syirkah tersebut terdiri dari dua
macam syirkah, yaitu syirkah mufawadhah dan syirkah ‟inan. Sehingga
seluruhnya berjumlah enam jenis syirkah.

14
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Depok : PT Raja Grafindo Persada,
2018), h.130.

14
Sedangkan menurut Malikiyah dan Syafi‟iyah syirkah ada empat macam :
Syirkah Inan, Syirkah Mufawadhah, Syirkah Abdan, Syirkah Wujuh
Para ulama sepakat bahwa syirkah „inan dibolehkan, Sedangkan untuk
jenis syirkah yang lain, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para
ulama. Syafi‟iyah hanya membolehkan syirkah „inan dan syirkah
mudharabah. Hanabilah membolehkan semua jenis syirkah kecuali syirkah
mufawadhah. Malikiyah membolehkan semua syirkah, kecuali syirkah
wujuh dan mufawadhah. Dari beberapa bentuk pembagian dan
pengelompokkan syirkah di atas, dengan pembagian dan pengelompokkan
yang bervariasi, maka dalam hal ini peneliti menyimpulkan bahwa syirkah
„uqud itu ada 4 (empat) macam, yaitu syirkah „inan, syirkah mufawadhah,
syirkah a‟mal/abdan dan syirkah wujuh. Sedangkan mudharabah tidak
dikelompokkan kedalam syirkah, hal ini didasari kepada objek/ kontribusi
yang yang harus diserahkan oleh orang yang bersyerikat haruslah sama,
sedangkan pada mudharabah kontribusinya berbeda, yang satu sebagai
shahibul maal atau pemilik modal dan yang satunya lagi adalah sebagai
mudharib atau pengelola.
a. Syirkah ‘Inan,

Syirkah „Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana disepakati
diantara mereka. Namun porsi masing-masing pihak, baik dalam dana, hasil kerja
maupun bagi hasil berbeda, sesuai dengan kesepakatan mereka.15

b. Syirkah Mufawadhah

Syirkah Mufawadhah adalah dua orang atau lebih melakukan serikat bisnis
dengan syarat adanya kesamaan dalam permodalan, pembagian keuntungan dan
kerugian, kesamaan kerja, tangunggung jawab dan beban hutang. Satu pihak tidak

15
Muhammad bin Ibrahim Musa, al-Asykhash baina asy-Syari‟ah wa al- Qanun, (Saudi
Arabiya : Dar at-Tadmurayyah, 2011), h.165

15
dibenarkan memiliki saham (modal) lebih banyak dari partnernya. Apabila satu
pihak memiliki saham modal sebasar 1000 dinar, sedangkan pihak lainnya 500
dinar, maka ini bukan syirkah mufawadhah, tapi menjadi syirkah inan. Demikian
pula aspek-aspek lainnya, harus memiliki kesamaan
c. Syirkah ’Amal/abdan

Syirkah ‟Amal/abdan adalah kontrak kerja sama dua orang atau lebih
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan
itu, seperti tukang jahit, tukang besi, tukang kayu, arsirtek, dsb. Misalnya, dua
pihak sepakat dan berkata, ”Kita berserikat untuk bekerja dan keuntungannya kita
bagi berdua”. Syirkah ini sering disebut juga syirkah abdan atau shana‟iy.

d. Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh adalah kontrak bisnis antara dua orang atau lebih yanag
memiliki reputasi dan prestise baik, di mana mereka dipercaya untuk
mengembangkan suatu bisnis tanpa adanya modal. Misalnya, mereka dipercaya
untuk membawa barang dagangan tanpa pembayaran cash. Artinya mereka
dipercaya untuk membeli barang-barang itu secara cicilan dan selanjutnya
memperdagangkan barang tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Mereka
berbagi dalam keuntugan dan kerugian berdasarkan jaminan supplyer kepada
masing- masing mereka. Oleh karena bisnis ini tidak membutuhkan modal, maka
kontrak ini biasa disebut sebagai syirkah piutang.

Adapun mudharabah tidak termasuk syirkah, hal ini dipahami dari


beberapa penjelasan dari kitab-kitab fiqh, bahwa syirkah tersebut dituntut untuk
memberikan kontribusi yang sama bagi para anggota syirkah, apakah
masing-masing anggota syirkah kontribusinya harta, usaha ataupun kepercayaan.

E. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SYIRKAH


1. Sebab-sebab yang membatalkan syirkah secara umum
a. pembatalan oleh salah seorang anggota serikat. Hal tersebut
dikarenakan akad syirkah merupakan akad yang j iz dan ghair l zim,

16
sehingga memungkinkan untuk di-fasakh.
b. meninggalnya salah seorang anggota serikat.
c. murtadnya salah seorang anggota serikat dan berpindah domisilinya ke
darul harb. Hal ini disamakan dengan kematian.
d. gilanya peserta yang terus-menerus, karena gila menghilangkan status
wakil dari wak lah, sedangkan syirkah mengandung unsur wak lah.
2. Sebab yang membatalkan syirkah secara khusus
a. Rusaknya harta syirkah seluruhnya atau harta salah seorang anggota
serikat sebelum digunakan untuk membeli dalam syirkah amw l
b. Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah muf wadhah
ketika akad akan dimulai. Hal tersebut karena adanya persamaan
antara modal pada permulaan akad merupakan syarat yang penting
untuk keabsahan akad.

Dalam satu hadits qudsi digambarkan mengenai keutamaan syirkah ini


dimana Allah SWT menyatakan sebagai pihak ketiga di antara kedua belah pihak
yang sedang bersyirkah. “Allah „Azza wa Jalla telah berfirman : Aku adalah
pihak ketiga dari dua pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak
mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari
keduanya.” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni)

Namun demikian dalam perjalanan suatu syirkah memungkinkan adanya


masalah atau kondisi lain yang membuat syirkah yang telah dibentuk sebelumnya
menjadi bubar atau membatalkan akad syirkah. Syaikh Taqiyuddin An Nabhani
dalam kitab Nidzom al-Iqtishodiy menjelaskan bahwa syirkah dapat menjadi batal
atau bubar dikarenakan sebab-sebab berikut :

1. Meninggalnya Salah Seorang Musyarik (anggota Syirkah)

Apabila ada salah seorang musyarik meninggal maka hal tersebut


membatalkan akad syirkah, dan kepada ahli waris yang menggantikan. Jika
seorang musyarik meninggal dunia, dan ia memiliki ahli waris yang telah dewasa,

17
maka ahli waris tersebut boleh menggantikan posisinya dalam syirkah. Ahli
warisnya ini pun berhak mendapatkan bagi hasil dari syirkah itu.

2. Salah Seorang Musyarik Menjadi Gila

Dalam melakukan akad ataupun muamalah haruslah dalam keadaan waras,


hal ini untuk menghindari kecurangan ataupun suatu hal yang tidak diinginkan
dikemudian hari. Karena salah satu dari syaratnya syirkah ini adalah orang yang
bersyirkah itu harus terdiri dari orang yang sudah baliqh dan berakal.

3. Salah Seorang Musyarik Dikendalikan Orang Lain Karena Kebodohannya

Adanya Shighat yaitu kalimat akad yang diucapkan oleh orang-orang yang
sama bersyirkah sebagai pernyataan persetujuan adanya syirkah itu sehingga
terdapat rasa saling percaya mempercayai. Apabila salah satu musyarik
dipengaruhi orang lain, dan sudah hilang rasa saling percaya ini dapat merusak
akad syirkah tersebut, bahkan mungkin tidak berjalan dengan baik.

4. Salah Seorang Musyarik di Hijr (Mendapat Hukuman berupa larangan


Bersyirkah atau bermuamalah dengan Khalifah)

Orang yang melakukan akad syirkah tentunya adalah orang yang faham
dan mau menerapkan aturan syariahNya. karena dalam QS Sad ayat 24 telah
dijelaskan artinya : Dia (Dawud) berkata, "Sungguh, dia telah berbuat zhalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada
kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat
zhalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu." Dan Dawud menduga
bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertobat.

5. Salah Seorang Musyarik Membubarkannya

18
Dari beberapa poin ini, pasti banyak pertanyaan yang muncul berikut
sedikit penjelasannya: Apabila salah seorang musyarik meminta pembubaran
syirkah, maka musyarik lain harus memenuhi permintaan tersebut. Jika syirkah
terdiri lebih dari 2 (dua) orang, sementara satu orang menginginkan syirkah bubar
dan yang lain masih ingin meneruskan syirkah yang ada, maka pihak yang ingin
meneruskan syirkah dapat membuat akad syirkah yang baru dengan didahului
pembubaran syirkah sebelumnya. Perhitungan laba-rugi saat syirkah dibubarkan
dapat dihitung dengan pendekatan accrual basis atau cash basis. Secara sederhana,
pendekatan accrual basis artinya perhitungan akutansi dari seluruh transaksi yang
sudah terjadi baik kas sudah diterima ataupun belum diterima, pada saat transaksi
tersebut dilakukan. Contoh, telah terjual rumah secara kredit senilai Rp. 1 Miliar.
Maka, meski uang Rp. 1 Miliar belum diterima seluruhnya karena dibayar kredit,
namun transaksi tersebut dicatat dan dimasukkan dalam perhitungan laba-rugi.
Sedangkan pendekatan cash basis hanya mencatat transaksi jika ada penerimaan
atau pengeluaran kas. Misalkan ada penjualan rumah Rp. 1 Miliar namun yang
diterima di kas baru DP senilai Rp. 300 Juta maka yang dihitung hanya Rp. 300
Juta saja.

Perhitungan rugi-laba dengan kedua pendekatan di atas sah secara hukum


syara‟. Para musyarik tinggal menyepakati mau memilih pendekatan yang mana
untuk menghitungnya. Khusus untuk syirkah mudharabah, jika pengelola atau
mudharib meminta aset yang ada untuk dijual sementara pemodal atau shohibul
maal lebih menginginkan aset langsung dibagi, maka yang wajib dipenuhi adalah
permintaan mudharib untuk menjual aset. Hal ini dikarenakan mudharib memiliki
hak mendapatkan keuntungan, sementara keuntungan hanya dapat diperoleh
ketika aset itu dijual. Misalkan, untuk menjalankan satu project perumahan,
shohibul maal menyuntikkan dana sebesar Rp. 1 Miliar. Dari dana tersebut
dibelikan aset berupa lahan, alat berat dan lainnya. Ketika syirkah dibubarkan,
maka aset-aset yang ada tersebut dijual kembali untuk dihitung apakah usaha yang
dijalankan mendapat untung atau tidak. Jika mendapat untung, maka mudharib
mendapatkan hak sesuai porsi bagi hasilnya. Jika rugi, maka semua hasil

19
penjualan aset dikembalikan kepada shohibul maal. Untuk syirkah selain syirkah
mudharabah, maka aset yang dimiliki bisa langsung dibagikan sesuai dengan
perhitungan dan porsi bagi hasilnya. Jika terjadi perselisihan di antara musyarik
mengenai syirkah yang dijalankan, maka hendaklah diselesaikan pada saat syirkah
tersebut diputuskan untuk bubar. Seandainya di antara musyarik tidak bisa
menyelesaikan perselisihan tersebut, disarankan untuk menunjuk pihak ketiga
yang bisa menengahi dan mencarikan solusi dari permasalahan yang ada.
Tentunya, pada saat suatu syirkah dibentuk, para musyarik tidak ada yang berfikir
atau berniat untuk membubarkannya di tengah jalan. Namun, jika ternyata karena
sebab-sebab yang sudah dijelaskan sebelumnya mengakibatkan syirkah harus
bubar, maka sudah semestinya pembubaran dilakukan secara ahsan (baik) dan
mengikuti kaidah syariah yang mengaturnya. Hal ini semata-mata karena
ketundukan kita pada hukum syariah yang kita yakini dengannya akan
mengundang keberkahan dari Allah SWT.

6. Harta syirkah rusak


Apabila harta syirkah rusak keseluruhan atau harta salah seorang rusak
sebelum dibelanjakanm stirkah batal.
7. Tidak ada kesamaan Modal
Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah muwafidhah pada awal
transaksi, perkongsian batal, sebab hal itu merupakan syarat transaksi
muwafidhah.

F. IMPLEMENTASI SYIRKAH PADA LEMBAGA KEUANGAN


SYARIAH

Implementasi syirkah dalam lembaga keuangan syariah harus memenuhi


prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Proyek atau kegiatan usaha yang akan dikerjakan feasible dan tidak
bertentangan dengan syariah

20
2. Pihak-pihak yang turut dalam kerja sama memasukkan dana musyarakah,
dengan ketentuan :
a. Dapat berupa uang tunai atau aset yang likuid
b. Dana yang tertimbun bukan lagi milik perseorangan, tetapi menjadi
dana usaha16

Musyarakah atau syirkah dalam konteks perbankan merupakan akad kerja


sama pembiayaan antara bank syariah, atau beberapa keuangan secara bersama-
sama, dan nasabah untuk mengelola suatu kegiatan usaha. Masing-masing
memasukkan penyertaan dana sesuai porsi yang disepakati. Pengelola, nasabah
wajib menyampaikan laporan berkala mengenai perkembangan usaha kepada
bank-bank sebagai pemilik dana. Disamping itu, pemilik dana dapat melakukan
intervensi kebijakan usaha.
Pembiayaan syirkah dalam dunia perbankan syariah antara lain adalah
sebagai berikut :

1. Pembiayaan dalam modal kerja, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang


bergerak dalam bidang kontruksi, industri, perdagangan, dan jasa
2. Pembiayaan investasi, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri
3. Pembiayaan secara indikasi, baik untuk kepentingan modal kerja maupun
investasi

Implementasi pembiayaan syirkah dalam Lembaga Keuangan Syariah


dapat dilihat dalam skema berikut :17

16
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management:
Teori,Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan
Mahasiswa, (Jakarta: Rajawali Pres, 2008), h.121-122.
17
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Depok : PT Raja Grafindo Persada,
2018) , h.147.

21
Keterangan :

1. Pak Hendri dan Pak Toha melakukan akad syirkah untuk melaksanakan
sebuah proyek bisnis
2. Masing-masing menyertakan modal 50% : 50%
3. Mereka bekerja bersama-sama untuk menjalankan bisnis tersebut
4. Resiko proyek bisnis ditanggung bersama
5. Keuntungan dari proyrk tersebut dibagi bersama dengan porsi 50% : 50%

22
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berserikat. Syirkah termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan rukun
dan syarat tertentu. Syirkah dijelaskan didalam AL-Quran Surah Shaad Ayat 24,
Surah An-Nisa Ayat 12, dan dijelaskan didalam Hadist yang Artinya “Dari Abu
Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku adalah kongsi
ketiga dari dua orang yang berkongsi selama salah seorang kongsi tidak
mengkhianati kongsinya apabila ia mengkhianatinya, maka Aku keluar dari
perkongsian itu. ( HR. Abu Daud), dan dalam ijma‟ ulama, Para ulama telah
konsensus (ijma‟) membolehkan syirkah, meskipun ada perbedaan pendapat
dalam persoalan-persoalan detailnya. Atas dasar ayat, hadits dan ijma‟ di atas para
ulama‟ fiqh menyatakan bahwa akad syirkah mempunyai landasan yang kuat
dalam hukum Islam, sehingga sebagaimana yang dinyatakan Ibn Al-Mundzir
bahwa kebolehan syirkah telah disepakati ulama.
Rukun syirkah (kerja sama) adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi saat
syirkah itu berlangsung. Ada banyak perbedaan pendapat mengenai rukun syirkah
ini. Menurut jumhur ulama rukun syirkah ada 3 yaitu Pihak yang berkontrak
(‟aqidani), Objek yang diakadkan (ma‟qud ‟alaih), dan Sighat (ijab dan qabul).
Dalam kitab Kifayatul Akhyar syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum
melakukan syirkah yaitu: Benda (harta) atau modal yang disyirkahkan dinilai
dengan uang, Modal yang diberikan itu sama dalam hal jenis dan macamnya,
Modal tersebut digabung sehingga tidak dapat dipisahkan antara modal yang satu
dengan yang lainnya, Satu sama lainnya membolehkan untuk membelanjakan
harta tersebut, Keuntungan dan kerugian diterima sesuai dengan ukuran harta atau
modal masing-masing atau menurut kesepakatan antara pemilik modal.

23
Secara garis besar syirkah terbagi 2, yaitu syirkah amla‟ dan syirkah uqud.
Syirkah amla‟ terbagi 2 yaitu syirkah ijtibari dan syirkah ikhtiyari. Sedangkan
syirkah uqud terbagi menjadi syirkah inan, syirkah mufawadhah, syirkah abdan
dan syirkah wujuh.
Syirkah dalam konteks perbankan merupakan akad kerja sama pembiayaan
antara bank syariah, atau beberapa keuangan secara bersama-sama, dan nasabah
untuk mengelola suatu kegiatan usaha. Masing-masing memasukkan penyertaan
dana sesuai porsi yang disepakati. Pengelola, nasabah wajib menyampaikan
laporan berkala mengenai perkembangan usaha kepada bank-bank sebagai
pemilik dana. Disamping itu, pemilik dana dapat melakukan intervensi kebijakan
usaha.
B. SARAN
Setelah kita mengkaji, mempelajari, dan memahami tentang konsep
syirkah, baik itu pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat syirkah, apa saja yang
membatalkan syirkah, pembagian syirkah dan implementasi syirkah dalam
lembaga keuangan syariah, penulis berharap materi ini dapat menambah
pengetahuan kita mengenai konsep syirkah atau kerja sama ini, dan dapat kita
gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga saat kita ingin menerapkan
konsep syirkah dalam usaha kita atau dalam kehidupan kita, kita tidak salah lagi,
kita sudah paham bagaimana cara-caranya dan bagaimana landasan hukumnya.
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Syarbiny, Al-Khathib Syekh Muhammad. 1958. Mughni al-Muhtaj, Juz II.


Mesir: Mushthafa Al-Bab Al-Halaby.
Badawi Al-Khalafi, 'Abdul 'Azhim bin. 2007. Al Wajaiz Panduan Fiqih Lengkap.
Bogor : Pustaka Ibnu Katsir.
Hendi, Suhendi. 2014. Fiqih Muamalah, Cet. 9. Jakarta: Rajawali Pers.
Ibrahim Musa, Muhammad bin. 2011. al-Asykhash baina asy-Syari‟ah wa al- Qanun.
Saudi Arabiya : Dar at-Tadmurayyah.
Muhammad, Imam Taqyudin Abi Bakrin bin. 1992. Kifayatul Akhyar. Semarang:
CV. Toha Putra.
Mustofa, Imam. 2018. Fiqh Muamalah Kontemporer. Depok : PT Raja Grafindo
Persada.
Nasution, Harun (eds). 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial
Management: Teori,Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga
Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa. Jakarta: Rajawali Pres.
Rusyd. 1960. Ibn Bidayah al Mujtahid. Mesir : Syarikah Maktabah wa Mathba‟ah
al Halabiy wa awladih.
Sabiq. 2006. Sayyid Fiqh al-sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.
Sudarsono. 1992. Kamus Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudiarti, Sri. 2018. Fiqh Muamalah Kontemporer. Medan : FEBI UIN-SU Press.
Zaidan, Abdul Karim. 2008. Pengantar Studi Syariah. Jakarta : Robbani Press.

25

Anda mungkin juga menyukai