Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

STUDI KKEISLAMAN III

“MUDHOROBAH”

Dosen Pengampuh:

Abdallah Rikza, S.Ip, M.P

Disusun Oleh:

Nurul Fitayanti (5217002)

PRODI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM

PETERONGAN JOMBANG

2018
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ MUDHOROBAH”. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah studi keislaman III.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jombang, 21 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar belakang..............................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1 Pengertian Mudharabah................................................................................................5
2.2 Dasar hukum mudharabah............................................................................................6
2.3 Syarat dan rukun mudharabah......................................................................................7
2.4 Hal-Hal Yang Membatalkan Mudharabah...................................................................9
2.5 Hikmah mudharabah.................................................................................................10
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................12

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah di Indonesia, maka peluang yang dihadapi oleh
para pelaku bisnis syariah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat adalah sosialisasi
mengenai mekanisme, transaksi dan operasionalisasi pada dunia bisnis tersebut. Sehingga bisnis
syariah yang telah ada dapat berkembang dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi tantangan pada
bisnis syariah di Indonesia. Dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, oleh karena itu
partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah
menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya,
maupun cara penggunaannya.

Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan satu
sama lainnya. Ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam
mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain ada yang memiliki skill atau kemampuan namun
tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua jenis orang ini diharapkan dapat saling
melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam
memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya mudharabah.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan mudharabah?


2. Apa saja yang menjadi dasar hukum mudharabah?
3. Apa saja yang menjadi syarat dan rukun mudharabah?
4. Hal apa yang menyebabkan batalnya mudharabah?
5. Hikmah apa yang diperoleh dari mudharabah?

1.3 Tujuan

1) Menjelaskan pengertian mudharabah


2) Menjelaskan dasar hukum mudharabah
3) Menjelaskan syarat dan rukun mudharabah
4) Menjelaskan hal-hal yang membatalkan mudharabah
5) Menjelaskan hikmah yang di peroleh dari mudharabah.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata ‫ برض‬yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha.

Secara terminologis, pengertian mudharabah adalah sebagai berikut: Ulama‟


fiqih memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang mudharabah.

Ulama‟ Mazhab Hanafi memberikan definisi bahwa mudharabah merupakan akad


perjanjian untuk bersama-sama dalam membagi keuntungan dengan lantaran modal dari satu
pihak dan pekerjaan dari pihak lain.

Ul
ama‟ Mazhab Maliki menerangkan bahwa mudharabah atau qiradh menurut syara‟
ialah akad perjanjian mewakilkan dari pihak pemilik modal kepada lainnya untuk
meniagakannya secara khusus pada emas dan perak yang telah dicetak dengan cetakan yang
sah untuk tukar menukar kebutuhan hidup. Pemilik modal secara segera memberikan
kepada pihak penerima sejumlah modal yang ia kehendaki untuk diniagakan.
Ulama‟ Mazhab Hambali menjelaskan bahwa mudharabah atau kerjasama
perniagaan adalah suatu pernyataan tentang pemilik modal menyerahkan sejumlah modal
tertentu dari hartanya kepada orang yang meniagakannya dengan imbalan bagian tertentu
dari keuntungannya.
Dan Ulama‟ Mazhab Syafi‟i menerangkan bahwa mudharabah atau qiradh ialah
suatu perjanjian kerjasama yang menghendaki agar seseorang menyerahkan modal kepada
orang lain agar ia melakukan niaga dengannya dan masing-masing pihak akan memperoleh
keuntungan dengan beberapa persyaratan yang ditentukan.
Menurut Sayyid Sabiq, dalam bukunya yang berjudul “Fiqh al-
Sunnah”, menjelaskan bahwa mudharabah adalah akad antara kedua belah pihak untuk salah
seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dan keuntungannya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
Menurut Abdurrahman al-Jaziri dalam bukunya yang berjudul“Fiqh ‘ala
Madzahib al-Arba’ah”, menjelaskan bahwa mudharabah adalah akad antara dua orang
yang berisi kesepakatan bahwa salah seorang dari mereka akan memberikan modal usaha
produktif dan keuntungan usaha itu diberikan sebagian kepada pemilik modal dalam
jumlah tertentudengan kesepakatan yang sudah disetujui bersama. Menurut The New
Encyclopedia of Islam: Mudarabah is a business partnership where one partner puts up
the capital and the other puts up the labour.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa mudharabah
adalah bentuk kontrak antara dua pihak yang satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan
mempercayakan seluruh modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yaitu pengelola
usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan. Sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola usaha.
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Muslim sejak zaman Nabi,
ketika itu Nabi melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau
dari segi hukum Islam, praktek mudharabah dibolehkan, baik menurut al-Qur‟an,
Sunnah maupun Ijma.
5
2.2 Dasar hukum mudharabah

Secara umum kegiatan mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk


melaksanakan usaha. Hal ini ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah di syaratkan dalam
islam berdasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
1. Berdasarkan Al-Qur’an

Adapun ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain:


Qs. Al-Muzammil ayat 20:
Artinya: ‘’...dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT...’’

Yang menjadi argumen ayat di atas adalah kata yadhribun yang sama akarnya
mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.

Qs. Al-jumu’ah ayat 10:


Artinya: ‘’…apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi ini
dan carilah karunia Allah SWT.
Qs. Al-Baqarah ayat 198:
Artinya: ‘’…tidak ada halangan (dosa) bagi kamu untuk mencari karunia
TuhanMu…’’
Dalam surah Al-Jumu’ah dan surah Al-Baqarah sama-sama mendorong kaum
muslimin untuk melakukan dan menjalankan usaha. Disamping ayat-ayat Al-Qur’an, Nabi
juga memberikan dorongan kepada kita untuk melakukan transaksi dengan mudharabah.

2. As-Sunnah

Di antara hadits yang berkaitan dengan mudharabah sebagaimana hadits yang


diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Shuhaib bahwa Nabi SAW, bersabda:
‫لﺎﻗ م ص ﻲﺒﻨﻟا نا ﺐﯿﺤﺻ ﻦﻋ‬: ‫ﺔﻛﺮﺒﻟا ﻦﮭﯿﻓ ث ﻼﺛ‬: ‫ﻂﻠﺧو ﺔﺿ رﺎﻘﻤﻟﻮﻠﺟا ﻰﻟا ﻊﯿﺒﻟا‬

(‫ﻊﯿﺒﻠﻟﻻ ﺖﯿﺒﻠﻟا ﺮﯿﻌﺸﻟ ﺎﺑ ﺮﺒﻟا )ﻒﯿﻌﺿ ﺎﻨﺳﺎﺑ ﮫﺟﺎﻣ ﻦﺑا هاور‬

Artinya: ‘’Dari Shuhaib, adalah bahwasanya Rasulullah SAW berkata:


‘’Tiga perkara yang mengandung berkah, yaitu jual-beli yang ditangguhkan,
melakukan qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum
dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.’’(HR. Ibn Majah dan Shuhaib).
Rahmat Allah SWT tercurah atas dua pihak yang sedang bekerja sama selama
mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala berkhianat bisnisnya akan tercela dan
keberkahan pun akan sirna dari padanya. (HR. Abu Daud, Baihaqi, dan Al Hakam.
Legitimasi hukum mudharabah dapat pula dianalogikan dengan al-musaqat
(perkongsian antara pemilik dan pengelola) karena kebutuhan manusia terhadapnya di
mana sebagian orang memiliki dana dan tidak mempunyai keahlian untuk mengelolanya,
sedangkan pihak yang lain memiliki keahlian tetapi tidak mempunyai modal untuk menopang
usahanya.

3. Ijma’ Ulama

Ibnu Al-Mundzir berkata ,“para ulama sepakat bahwa secara umum, akad
(transaksi) mudharabah diperbolehkan”.

6
Akad mudharabah adalah akad jaa’iz (toleran), bukkan akad lazim (mengikat). Untuk
itu, kapan saja salah satu pihak menginginkan akad dihentikan maka akad tersebut dapat
dihentikan (faskh). Pada saat itu, mudharib harus menyerahkan modal dalam bentuk mata
uang (tunai). Selain itu di antara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yangmenyatakan
bahwa jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan
tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya.

4. Qiyas

Mudharabah diqiyaskan kepada al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk


mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada juga yang kaya. Di
satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak
sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian
adanya mudharabah di tujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di
atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.

2.3 Syarat dan rukun mudharabah

a. Rukun Mudharabah

Para ulama berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Ulama Hanafiyah


berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah Ijab dan Qabul, yakni lafaz yang
menunjukkan ijab dan qabul dengan menggunakan mudharabah, atau kata-kata yang
searti dengannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang
yang melakukan akad (al-aqidani), modal (ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul).
Menurut ulama Syafi’iyah rukun qiradh ada enam yaitu:
 Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
 Orang yang bekerja, yaitu yang mengelola barang yang diterima dari pemilik
barang.
 Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang.
 Mal, yaitu harta pokok atau modal.
 Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba.
 Keuntungan.

Menurut Adiwarman A. Karim, faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam


akad mudharabah adalah:

1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual
beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan faktor pertama (pelaku)
kiranya sudah cukup jelas. Dalam akad mudharabah harus ada minimal dua pelaku. Pihak
pertama pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua
bertindak sebagai pelaksana usaha (mudaharib atau ‘amil) tanpa dua pelaku ini, maka akad
mudharabah tidak ada.

2) Objek mudharabah (modal dan kerja)


Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh
para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, modal
yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci atau nilai uangnya.

7
Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill,
management skill dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak akan ada.

3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)


Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip an- taraddin
minkum (sama-sama rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk
mengikat diri dalam akad mudharabah.Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk
mengkontribusi kerja.

4)Nisbah keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad
jual-beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhakditerima oleh kedua belah pihak yang
bermudaharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al- mal
mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

b. Syarat mudharabah
Syarat-syarat mudharabah adalah:
 Modal hendaknya uang legal, sedangkan menggunakan perhiasan, buah-buahan
dan barang dagangan lainnya diperselisihkan ulama.
 Pengolahan tidak boleh di persulitkan dalam melaksanakan jual beli karena
menyebabkan tidak tercapainya tujuan mudharabah, kadang- kadang pengusaha
memperoleh kesempatan manis untuk memperoleh laba, akan tetapi ditanya-tanya
terus oleh pemilik modal, akhirnya usahanya itu gagal dengan demikian gagal
pula tujuan mudharabah yang sebenarnya yaitu memeperoleh keuntungan.
 Laba dibagi bersama antara pemilik modal dengan pengusaha, yang satu
mendapatkan bagian laba dan jerih payahnya dan yang lain mengambil bagian laba
dari modalnya.
 Pembagian laba hendaknya sudah ditemukan dalam akad.
 Akad tidak ditentukan berapa lama, karena laba itu tidak bisa diketahui kapan
waktunya, seorang pengusaha kadang-kadang belum berlaba hari ini akan tetapi
mungkin akan memperoleh laba berapa hari kemudian.

Adapun syarat-syarat sahnya mudahrabah berkaitan dengan aqidain (dua orang yang berakad),
modal, dan laba adalah:

 Syarat aqidain
Yakni disyaratkan pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau
menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan orang
kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di negara islam. Sedangkan malikiyah
menambahkan asalkan mereka tidak melakukan riba.
 Syarat modal, yaitu:
a) Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya yang
memungkinkan dalam perkongsian.
b) Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c) Modal harus ada, bukan berupa uang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat
akad.
d) Modal harus diberikan kepada pengusaha agar digunakan harta tersebut
sebagai amanah.
 Syarat-syarat laba, yaitu:
8
a) Laba harus memiliki ukuran.
b) Laba harus berupa bagian yang umum.

2.4 Hal-Hal Yang Membatalkan Mudharabah

Akad mudharabah dinyatakan batal dalam hal-hal:


a. masing-masing pihak menyatakan akad batal, pekerja dilarang untuk bertindak
hukum terhadap modal yang diberikan, atau pemilik modal menarik modalnya,
b. salah seorang yang berakad meninggal dunia. Jika pemilik modal yang wafat,
menurut jumhur ulama, akad tersebut batal, karena akad mudharabah sama dengan
akad wakalah (perwakilan yang gugur disebabkan wafatnya orang yang mewakilkan.
Disamping itu, jumhur ulama berpendapat bahwa akad mudharabah tidak bisa
diwariskan. Akan tetapi ulam madzhab maliki berpendapat bahwa jika salah seorang
yang berakad itu meninggal dunia, akadnya tidak batal, tetapi tidak dilanjutkan oleh
ahli warisnya karena, menurut mereka akad mudhharabah bisa diwariskan,
c. salah seorang yang berakad gila, karena orang yang gila tidak cakap lagi bertindak
hukum,
d. pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam), menurut Imam Abu Hanifah, akad
mudharabah batal,
e. modal habis ditangan pemilik modal sebelum dikelola oleh pekerja. Demikian juga
halnya, mudharabah batal apabila modal tersebut dibelanjakan oleh pemilik modal
sehingga tidak ada lagi yang bisa dikelola oleh pemilik modal sehingga tidak ada lagi
yang bisa dikelola oleh pekerja (Ridwan, 2004: 99).

2.5 Hikmah mudharabah

Islam mensyariatkan akad kerja sama mudharabah untuk memudahkan orang,


karena sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan disana
ada juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola dan
mengembangkannya. Maka syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka bisa saling
mengambil manfaat di antara mereka. Shohib al mal (investor) memanfaatkan keahlian
mudharib (pengelola) dan mudharib (pengelola) memanfaatkan harta dan dengan demikian
terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah ta’ala tidak mensyariatkan satu akad
kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan. Dalam ekonomi
syariah ada lima prinsip yang mendasar selain konsep ta’awuniyah dan amanah yang
dalam pelaksanaan usaha ini hendaknya juga harus diterapkan, agar usaha ini sesuai
dengan prinsip islami dan tidak merugikan salah satu pihak yang melakukan akad
kerjasama. Adapun lima prinsip tersebut adalah:
‫مﺮﺣﻻ‬ : dalam melakukan usaha, modal yang diberikan tersebut tidak digunakan
untuk usaha yang haram.
‫رﺮﺿﻻ‬ : dalam melakukan usaha tersebut diusahakan untuk usaha yang banyak
manfaatnya bukan untuk usaha yang banyak mudharatnya.
‫ﻢﻠظ ﻻ‬ : usahah yang dijalankan itu tidak menzalimi salah satu pihak yang bekerjasama.
‫ﺎﺑرﻻ‬ : usaha yang dilakukan tidak mengandung unsur riba.
‫رﺮﻏ ﻻ‬ : usaha dalam kerjasama itu tidak mengandung kesamaran atau gharar.

Hikmah mudharabah menurut syara’ adalah untuk menghilangkan hinanya kekafiran

9
dan kesulitan dari orang-orang fakir serta menciptakan rasa cinta dan kasih sayang sesama
manusia, yaitu ketika ada seseorang memiliki kemampuan untuk berdagang, sedangkan
untungnya dibagi di antara keduanya sesuai kesepakatan.
Transaksi pembiayaan dengan skema mudharabah, sangat strategis dalam upaya
mengembangkan ekonomi Nasional. Manfaat dan kerjasama mudharabah dapat dirasakan
oleh kedua belah pihak secara adil. Kemanfaatan mudharabah meliputi (Ridwan, 2004: 47-
49):
1. Bagi mudharib

a. Mudharib tidak harus memiliki modal dalam bentuk uang atau barang, mudharib
cukup memiliki keahlian dan kepiawaian dalam berusaha dan dapat menguasai
peluang pasar saja sudah dapat berusaha. Ia tidak harus menyediakan modal.
b. Mudharib dapat menikmati harga jual yang lebih rendah. Biaya bagi hasil hanya akan
diperhitungkan setelah mudharib membukukan usahanya. Sehingga mudharib tidak
menanggung beban tetap diawal. Biaya bagi hasil tidak dapat diperhitungkan
sebagian dari biaya produksi, karena beban bagi hasil sangat tergantung dengan
penjualan. Berbeda dengan bunga, yang jumlahnya sudah pasti, peminjam akan
menghitung beban bunga sebagai bagian dari harga pokok produk, sehingga harga
jual ditingkat konsumen lebih tinggi.
c. Mudharib lebih terpacu untuk berusaha. BMT akan memberikan kepercayaan
penuh kepada mudharib untuk mengembangkan usahanya. BMT hanya akan
menerima laporan secara periodik terhadap perkembangan usaha.
d. Mudharib tidak akan membayar bagi hasil jika usahanya mengalami kerugian.
Bahkan dengan bunga, yang tidak memandang usaha anggota yang dibiayai. Bagi
hasil hanya akan dibayarkan jika metode perhitungan yang digunakan menggunakan
pendekatan untung-rugi, maka jika usahanya merugi, mudharib tidak akan membayar
bagi hasil.

2. Bagi shahib al-mal (BMT)

a. BMT akan menikmati pendapatan bagi hasil seiring dengan meningkatnya


pendapatan mudharaib.
b. BMT tidak akan membayar biaya bagi hasil kepada anggota penabungnya, jika usaha
yang dibiayai dengan akad mudharabah muqayyadah dalam kondisi merugi.
c. BMT akan lebih selektif dalam memberikan pembiayaan. d. BMT akan mendapatkan
anggota yang lebih loyal.

10
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa;

1. Mudharabah berasal dari kata ‫ برض‬yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha. Berdasarkan beberapa pengertian dari para ulama’, dapat
disimpulkan bahwa mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak yang satu
pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan seluruh modalnya untuk
dikelola oleh pihak kedua, yaitu pengelola usaha dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian pengelola usaha.
2. Dasar hukum mudharabah ada 4, yaitu al-qur’an, as sunah, ijma’ dan qiyas
3. Syarat dan rukun mudharabah : ijab dan qobul, dua orang yang melakukan kerja
sama, adanya modal, adanya pekerjaan(usaha), dan nisbah keuntungan.
4. Hal-hal yang membatalkan akad mudharabah: salah seorang yang berakad meninggal
dunia, salah seorang yang berakad gila, pemilik modal murtad (keluar dari agama
Islam), modal habis ditangan pemilik modal sebelum dikelola oleh pekerja.
5. Hikmah mudharabah menurut syara’ adalah untuk menghilangkan hinanya kekafiran
dan kesulitan dari orang-orang fakir serta menciptakan rasa cinta dan kasih sayang
sesama manusia, yaitu ketika ada seseorang memiliki kemampuan untuk berdagang,
sedangkan untungnya dibagi diantara keduanya sesuai kesepakatan.

11

Anda mungkin juga menyukai