Fiqh Kontemporer
Pegadaian Syariah
DISUSUN OLEH:
M.Khariska
Nurul Khotimah
Dosen pengampu Prof. Dr. Rohimin, MA.
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
2
Segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas makalah Fiqh Kontemporer ini dengan baik. Sholawat serta
salam Allah semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi basar Muhammad SAW.
Yang telah mengajarkan kita pada kebaikan sehingga membawa kita pada dunia yang
penuh dengan ilmu pengetahuan. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah fiqh kontemporer, yang telah mengajarkan saya khususnya dan
kami umumnya mengenai sistematika pembuatan makalah dengan baik dan benar.
Sehingga dari ajaran beliau membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan tidak mengurangi rasa syukur dan rasa terima kasih, kami selaku penulis
meminta maaf yang sebesar-besarnya atas masih banyaknya kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Walau dalam penulisan makalah ini belum sebaik sistemtika
yang mungkin seharusnya ada namun penulis berharap hasil penulisan makalah ini
memiliki manfaat untuk kita semua baik untuk bahan pengajaran bagi kami sebagai
penulis yang masih berlatih ataupun sebagai bahan bacaan kita untuk menambah ilmu
pengetahuan kita.
Penulis memahami bahwa hasil penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis meminta kritik dan saran yang dapat membangun
sehingga dapat meninggkatkan kesempurnaan dalam penulisan makalah di kemudian
hari. Akhir kata semoga kita semua selalu diberikan keridhoan oleh Allah dalam
menuntut ilmu.
PEMBAHASAN
3
2. Untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang
berutangmenggadaikan barangnya (ain maliyah) sebagai jaminan terhadap
utangnya itu, yang disebut dalam tarif dengan kata watsiqatin (kepercayaan).
3. Barang jaminan itu dapat dijual untuk mebayar utang orang yang berutang,
baik sebagian maupun seluruhnya, sebanyak utang yang diperolehnya. Dan
bila terdapat kelebihan dari penjualan benda itu, maka harus dikembalikan
kepada orang yang puny harta benda itu, sedangkan bagi orang yang
menerima jaminan (yang berpiutang) ia mengambil sebagiannya yaitu sebesar
uang yang dipinjamkannya.
4. Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang)
tetapi dikuasai oleh si penggadai (orang yang berpiutang).
5. Gadai menurut syariat islam berarti penahanan atau pengekangan, sehingga
dalam akad gadai menggadai kedua belah pihak mempunyai tanggung jawab
bersama, yang punya utang bertanggung jawab melunasi utangnya dan orang
yang berpiutang dan bertanggung jawab menjamin keutuhan barang
jaminannya.
6. Didalam ketiga tarif tersebut ada kata yajalu dan jaala yang berarti
menjadikan dan dijadikan, yang mempunyai makna bahwa pelaksana adalah
orang yang memiliki harta benda itu, karna harta benda yang bukan miliknya
tidak dapat digadaikan.
Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ulama, penulis
berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi
milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan
barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan
(murtahin)memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
utangnya dari barang gadai yang dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat
membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu, tampak bahwa gadai
syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta benda
berupa emas/perhiasan/kendaraan atau harta benda lainnya sebagai jaminan atau
agunan kepada seseorang atau lembaga pegadaian syariah berdasarkan hukum gadai
syariah.
B. Sejarah Pegadaian Secara Umum Dan Khusus
1. Sejarah pegadaian secara umum
Berdasrkan catatan sejarah yang ada, lembaga pegadaian dikenal diindonesia
sejak tahun 1746 yang ditandai dengan Gubernur Jendral VOC Van Imhoff
mendirikan Bank Van Leening. Perum pegadaian merupakan sarana alternatif
pertama dan sudah sejak lama serta sudah banyak dikenal oleh masyarakat
indonesia. Namun ketika VOC bubar di indonesia pada tahun 1800 maka usaha
pegadaian diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda dibawah pimpinan
5
Daendels. Pada tanggal 1 April 1901 di Sukabumi, Jawa Barat, berdiri lembaga
gadai pertama milik pemerintah Belanda pada wakt itu dengan nama pegadaian,
tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari berdiri kantor pegadaian di Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan situasi, sehingga pegadaian
telah beberapa kali mengalami pergantian status, mulai sebagai Jawatan (1901),
IBW ditahun 1928, Perusahaan Negara (1960), kembali kestatus Perjan ditahun
1969, dan Perusahaan Umum (PERUM) mulai tahun 1990 hingga saat ini.
Lembaga pegadaian dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang memberi fasilitas
bagi warga masyarakat untuk dapat memperoleh pinjaman uang secara praktis.
Apabila pegadaian konvensional lebih memposisikanperusahaan sebagai pihak yang
pasif, tidak terlibat dengan aktivitas bisnis nasabah, maka lain halnya dengan sistem
gadai syariah, untuk produk-produk tertentu mengharuskan perusahaan terlibat
dalam menelaah usaha produktif yang ditekuni oleh pihak nasabah.
Apabila memperhatikan sejarah Pegadaian maka ditemukan bahwa peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tentang perum pegadaian mengubah status pegadaian
dari perusahaan Jawatan menjadi perusahaan umum (PERUM). Hal itu berarti
pegadaian ditetapkan sebagai badan usaha tunggal dilingkungan Departemen
Keuangan Republik Indonesia yang diberi wewenang untuk menyalurkan uang
pinjaman atas dasar hukum gadai yang bertujuan:
1) Menunjang program pemerintah dibidang ekonomi atas dasar hukum gadai.
2) Mencegah praktek ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar.
Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1990 dimaksud, diubah menjadi peraturan
pemerintah No. 103 Tahun 2000 tentang pegadaian. Aturan dimaksud, yang
menandai kedinamisan ruang gerak pegadaian dalam menjalankan usaha dalam
status masih sebagai perusahaan umum dengan mengemban misi, yaitu
a) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah
kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan bidang
keuangan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Menghindarkan masyarakat dari gadai galap, riba, dan pinjaman tidak wajar
lainnya.
2. Sejarah pegadaian secara khusus (syariah)
Sejarah pegadaian syariah di Indonesia tidak dapat dicerai-pisahkan dari
kemauan warga masyarakat islam untuk melaksanakan transaksi akad gadai
berdaarkan prinsip syariah dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan praktek
ekonomi dan lembaga keuangan yang sesuai dengan nilai dan prinsip hukum islam.
Dengan semakin populernya praktik bisnis ekonomi syariah, sehingga memiliki
peluang yang cerah untuk dikembangkan.
6
Berdasarkan hal diatas, pihak pemerintah mengeluarkan peraturan perundangundangan untuk melegitimasi secara hukum positif pelaksanaan praktek bisnis
sesuai dengan syariat yang termasuk gadai syariah. Karena itu, pihak pemerintah
bersama DPR merumuskan rancangan perundang-undangan yang kemudian
disahkan pada bulan Mei menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Undang-undang dimaksud, memberi peluang untuk diterapkan praktek
perekonomian sesuaisyariah di bawah perlindungan hukum posotif. Melihat adanya
peluang dalam mengimplementasikan praktek gadai berdasarkan prinsip syariah,
perum pegadaian yang telah bergelut dengan bisnis pegadaian konvensional selama
beratus-ratus tahun lebih, berinisiatif untuk mengadakan kerja sama dengan PT Bank
Muamalat Indonesia (BMI)dalam mengusahakan praktek gadai syariah sebagai
diversifikasi usaha gadai yang sudah dilakukannya sehingga pada bulan Mei tahun
2002, ditandatangani sebuah kerja sama antara keduanya untuk meluncurkan gadai
syariah, yaitu BMI sebagai penyandang dana.3
Landasan hukum pegadaian syariah adalah kisah di masa Rasulullah, ketika
seseorang menggadaikan kambingnya. Saat itu Muhammad saw. Mengizinkan,
sekedar untuk menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasulullah mengizinkan bagi
penerima gadai untuk mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan untuk
menutup biaya pemeliharaan. Nah, biaya pemeliharaan inilah yang kemudian
dijadikan objek ijtihad dari para pengkaji keuangan syariah, sehingga gadai atau
rahn ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup menjanjikan. Dewan syariah
nasional telah menetapkan bahwa lembaga gadai diperkenankan mengambil biaya
yang memang diperlukan, tanpa ada unsur mengambil keuntungan berlebihan.
C. Hak Dan Kewajiban Penerima Dan Pemberi Gadai
1. Hak dan kewajiban penerima gadai
a. Penerima gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan harta benda gadai
(marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman dan sisanya dikembalikan
kepada rahin.
b. Penerima gadai berhak mendapat penggantian biaya yang telah dikeluarkan
untuk menjaga keselamatan harta benda gadai (marhun).
c. Selama pinjaman belum dilunasi maka pihak pemegang gadai berhak menahan
harta benda gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).
Berdasarkan hak penerima gadai dimaksud, muncul kewajiban yang harus
dilaksanakannya, yaitu sebagai berikut.
a. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya harta benda
gadai bila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.
3
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), Hal : 9-18
Menimbang:
a.
Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, Dewan
Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan pedoman tentang
rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang.
Mengingat:
1.
x.html.
http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-
10
283. jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
2.
dari aisyah berkata : Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dan
menggadaikannya dengan baju besiHR Bukhari dan Muslim
3.
Hadis nabi riwayat Asy-Syafii, Ad-Daraquthni, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah,
Nabi saw. Bersabda:
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari
pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR
AsySyafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah
4.
Hadis Nabi riwayat jamaah, Kecuali Muslim dan An-Nasai, Nabi saw. Bersabda:
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya
dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali
Muslim dan An Nasai.
5.
Ijma: Para ulama sepakat membolehkan akad rahn (Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu, 1985, V:181).
6.
Kaidah fikih:
7.
Pendapat peserta rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari kamis tanggal 14
Muharam H/28 Maret 2002 dan hari rabu, 15 Rabiul akhir 1423H/26 juni 2002
11
Memutuskan, Menetapkan:
Fatwa tentang rahn
Pertama: Hukum
Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk
rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Kedua: ketentuan umum
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang)
sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi
nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan
perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin,
namun dapat juga dilakukan oleh murtahin; sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun:
a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera
melunasi hutangnya,
b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya maka marhun dijual
paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
c. Hasil
penjualan
marhun
digunakan
untuk
melunasi
hutang,
biaya
Menimbang :
a.
Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah
rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang.
b.
Bahwa bank syariah perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai
produknya.
c.
Bahwa masyarakat pada umumnya telah lazim menjadikannya emas sebagai barang
berharga yang disimpan dan menjadikannya objek rahn sebagai jaminan utang untuk
mendapatkan pinjaman uang.
d.
Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-;rinsip syariah, Dewan
Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang hal itu untuk
menjadikan pedoman.
Mengingat:
1.
283. jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
2.
13
dari aisyah berkata : Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dan
menggadaikannya dengan baju besiHR Bukhari dan Muslim
3.
Hadis nabi riwayat Asy-Syafii, Ad-Daraquthni, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah,
Nabi saw. Bersabda:
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari
pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR
AsySyafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah
4.
Hadis Nabi riwayat jamaah, Kecuali Muslim dan An-Nasai, Nabi saw. Bersabda:
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya
dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali
Muslim dan An Nasai.
5.
Ijma: Para ulama sepakat membolehkan akad rahn (Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu, 1985, V:181).
6.
Kaidah fikih:
Pada dasarnya segala bentuk muamlah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
Memperhatikan:
1.
Surat dari bank syariah Mandiri no. 3/305/DPM tanggal 23 oktober 2001 tentang
permohonan fatwa atas produk gadai emas.
14
2.
Hasil Rapat Pleno Dewan Syariah nasional pada hari kamis, 14 muharam 1423H/28
Maret 2002 M.
MEMUTUSKAN
Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn (lihat fatwa DSN nomlr
Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin).
3.
nyata-nyata diperlukan.
4.
Kedua:
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan dirubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di: Jakarta
Tanggal: 14 Muharam 1423H/28 Maret 2002 M
KESIMPULAN
Berdasarkan fatwa DSN MUI bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang)
sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi
nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan
perawatannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Chuzaimah T. Yanggo. 2004. Problematika Hukum islam Kontemporer III cet.3. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Zainuddin, Ali. 2008. Hukum Gadai Syariah, , cet.1. Jakarta: Sinar Gafika
http://pegadaianislam.blogspot.com/2012/05/pegadaian-dalam-islam.html
http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
16
17