Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gadai Syariah (Rahn)

Gadai atau al-rahn (‫ )الرهن‬secara bahasa dapat diartikan

sebagai (al stubut,al habs) yaitu penetapan dan penahanan. Istilah hukum

positif di indonesia rahn adalah apa yang disebut barang jaminan, agunan,

rungguhan, cagar atau cagaran, dan tanggungan.

Azhar Basyir memaknai rahn (gadai) sebagai perbuatan

menjadikan suatu benda yang bernilai menurut pandangan syara’ sebagai

tanggungan uang, dimana adanya benda yang menjadi tanggungan itu di

seluruh atau sebagian utang dapat di terima. Dalam hukum adat gadai di

artikan sebagai menyerahkan tanah untuk menerima sejumlah uang secara

tunai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas

pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali

Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas

pinjaman yang diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai

ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan

untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara

sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang

atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang

1
mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta

menahannya disebut murtahin, sedangkan yang digadaikan disebut rahn.1

B. Sejarah Gadai Syariah

Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Penjajahan

Belanda (VOC) mendirikan BANK VAN LEENING yaitu lembaga

keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini

pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746. Ketika

Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-

1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat

diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat

lisensi dari Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel). Namun metode

tersebut berdampak buruk, pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir

atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan pemerintah

berkuasa (Inggris).

Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan

Pegadaian sempat pindah ke Karang Anyar (Kebumen) karena situasi

perang yang kian terus memanas. Agresi militer Belanda yang kedua

memaksa Kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang.

Selanjutnya, pasca perang kemerdekaan Kantor Jawatan Pegadaian

kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah

Republik Indonesia.

1
http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/makalah-fiqh-
muamalah-gadai-rahn.html di akses pada tanggal 08 mei 2019 pukul 12:59

2
Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status,

yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian

berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN),

selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan

PP.No.103/2000) berubah lagi menjadiPerusahaan Umum (PERUM).

Hingga pada tahun 2011, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia nomor 51 tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011, bentuk badan

hukum Pegadaian berubah menjadi 65 Perusahaan Perseroan (Persero).

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 51 yang diterbitkan pada 13

Desember 2011 lalu, status badan hukum Perum Pegadaian berubah

menjadi PT Pegadaian.

peningkatan bisnis Gadai Syariah meningkat Secara signifikan,

perkembangan Pegadaian Syariah mengalami peningkatan yang pesat dari

tahun-ketahun. Berdasarkan pengamatan dilapangan pertumbuhan

Pegadaian Syariah menunjukan peningkatan yang pesat semenjak pertama

kali dirikanya Pegadaian Syariah yang dioperasikan pada 04 Januari 2003

diunit layanan Gadai Syariah Cabang Dewi Sartika, Jakarta Timur.Kantor

Pusat Pegadaian di Jakarta dulu memiliki 15 Kantor Wilayah(Kanwil) dan

sekarang tinggal 12 Kantor Wilayah (Kanwil), jumlah outlet (Usaha Gadai

dan Usaha Syriah)yang beroperasi sebanyak 4.456 unit dan Semarang

3
termasuk yang ke 11. Demikian prospek pegadaian syariah ke depan,

cukup cerah.2

C. Mekanisme Peminjaman Di Pegadaian Syariah

Mekanisme atau Proses Peminjaman di Pegadaian Syariah.yakni sebagai

berikut:

1. Pada proses awal,rahin mendatangi kantor pegadaian syariah dan

melakukan prosedur sebagai berikut:

a) Menyerahkan fotokopi KTP rahin atau kartu pengenal lain (SIM,

Paspor) yang berlaku dengan menunjukkan aslinya

b) Memenuhi marhun(barang jaminan) yang memenuhi persyaratan.

c) Membuat surat kuasa di atas materai dari pemilik barang, untuk

barang bukan milik rahin, yang harus dilampiri fotokopi KTP

pemilik barang dan menunjukkan aslinya.

d) Mengisi formulir Permintaan Pinjaman dan menandatanganinya.

e) Menandatangani akad rahndan ijarahdalam Surat Bukti Rahn.

f) Khusus untuk kelengkapan marhunkendaraan bermotor diatur

dalam ketentuan tersendiri sebagaimana yang berlaku pada sistem

gadai konvensional.

2
http://eprints.walisongo.ac.id/7377/4/BAB%20III.pdf diakses pada tanggal 08
mei 2019 pukul 13:54

4
2. Kemudian barang jaminan gadai diserahkan kepada petugas penaksir,

barang jaminan tersebut diteliti kualitasnya untuk ditaksir dan

ditetapkan harganya.

3. Dalam tahap penetapan jumlah pinjaman (marhun bih), terdapat

beberapa proses perhitungan, diantaranya:

a) Berdasarkan taksiran yang dibuat murtahin, maka ditetapkan

besarnya uang pinjaman yang dapat diterima oleh rahin. Besarnya

nilai uang pinjaman yang diberikanadalah sebesar 90% dari

taksiran marhun.Hal ini ditempuh guna mencegah munculnya

kerugian.

b) Setelah mentaksir nilai barang jaminan,barang jaminan gadai

digolongkan berdasarkan besar jumlah plafon yang ditetapakan

untuk selanjutnya menentukan biaya administrasinya.

5
c) Penetapan biaya ijarah/biaya jasa simpan berdasarkan jenis

marhun.

4. Selanjutnya rahin dapat mengambil uang pinjaman (marhun bih) di

petugas bagian kasir, setelah mendapat potongan biaya administrasi

dan biaya ijarah/jasa simpan.3

3
http://repository.radenintan.ac.id/1183/3/BAB__II.pdf diakses pada tanggal 08
mei 2019, pukul 13:20

6
D. Dasar Hukum Gadai Syariah Dan Pendapat Ulama

Dasar hukum yang menjadi inspirasi gadai syariah adalah ayat-ayat

Al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, ijma‟ ulama dan fatwa

MUI. Hal dimaksud, dijelaskan sebagai berikut:

a. QS. Al-Baqarah: 283.

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak

secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka

hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).

akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka

hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan

hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para

saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang

menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa

hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Fungsi barang gadai (marhun) pada ayat di atas adalah untuk

menjaga kepercayaan masing-masing pihak, sehingga penerima gadai

(murtahin) meyakini bahwa pemberi gadai (rahin) beritikad baik untuk

mengembalikan pinjamannya (marhun bih) dengan cara menggadaikan

barang atu benda yang dimilikinya (marhun), serta tidak melalaikan waktu

pengembalian utangnya itu.

7
Mazhab Dzahiri, Mujahid, dan Ad-Dhahak hanya memperbolehkan

gadai pada waktu berpergian saja, berdasarkan QS.Al-Baqarah: 283,

sedangkan jumhur(mayoritas) ulama membolehkan gadai pada waktu

berpergian (musafir) dan ketika berada di tempat domisilinya, berdasarkan

praktik Nabi Muhammad SAW sendiri yang melakukan perjanjian gadai

dengan yahudi tadi di Kota Madinah. Sementara itu, ayat yang kebetulan

mengaitkan gadai dengan berpergian itu tidak menjadi syarat sahnya

gadai, melainkan hanya menunjukkan bahwa gadai itu pada umunya

dilakukan pada waktu sedang berpergian karena adanya faktor kebutuhan

akan jaminan.

b. Hadist Nabi Muhammad Saw.

Dasar hukum kedua untuk dijadikan rujukan dalam membuat

rumusan gadai syariah adalah hadits Nabi Muhammad SAW diriwayatkan

oleh Imam Muslim yaitu “Telah meriwayatkan kepada kami Ishaq bin

Ibrahim Al-Hanzhali dan Ali bin Khasyram berkata: keduanya

mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus bin „Amasy dari Ibrahim dari

Aswad dari „Aisyah berkata: bahwasanya Rasulullah SAW membeli

makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya.”(HR.

Muslim)

c. Ijma Ulama

Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal

dimaksudkan berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW yang

menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang

8
Yahudi. Para ulama juga mengambil indikasi dari contoh Nabi

Muhammad SAW tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya

bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang yahudi, bahwa

hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad SAW yang tidak mau

memberatkan para sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti

ataupun harga yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada

mereka.4

4
http://repository.radenintan.ac.id/1183/3/BAB__II.pdf diakses pada tanggal 08
mei 2019, pukul 13:20

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas

pinjaman yang diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki

nilai ekonomis.

2. Pegadaian Syariah menunjukan peningkatan yang pesat semenjak

pertama kali dirikanya Pegadaian Syariah yang dioperasikan pada 04

Januari 2003 diunit layanan Gadai Syariah Cabang Dewi Sartika,

Jakarta Timur.

3. Mekanisme peminjaman di gadai syariah yakni: pertama,

menyiapkan kelengkapan berkas. Kedua, barang jaminan gadai

diserahkan kepada petugas penaksir, barang jaminan tersebut diteliti

kualitasnya untuk ditaksir dan ditetapkan harganya. Ketiga,

penetapan jumlah pinjaman , keempat, rahin dapat mengambil uang

pinjaman di kasir, setelah mendapat potongan biaya administrasi dan

biaya ijarah.

4. jumhur ulama membolehkan gadai pada waktu berpergian dan ketika

berada di tempat domisilinya.

B. Saran

Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik

dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk menunjang penulisan

makalah selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.walisongo.ac.id/7377/4/BAB%20III.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/1183/3/BAB__II.pdf

http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-

gadai-rahn.html

11

Anda mungkin juga menyukai