Anda di halaman 1dari 20

AKAD MURABAHAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata kuliah : Fiqih Muamalah Kontemporer
Dosen pengampu : Ulin Nuha, M.S.I

Disusun Oleh : ES4E-A3


1. Titian Virgi Arsy (1820210168)
2. Siti Shofwatullaily (1820210180)
3. Maulida Rakhmawati (1820210184)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara luas jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar
saling rela. Menurut (sabiq, 2008) jual beli adalah memindahkan milik dengan
(ruad) yang dapat dibenarkan (sesuai syariah) pertukaran dapat dilakukan
antara uang dengan barang-barang yang biasa kita kenal dengan barter dan
uang dengan uang misalnya pertukaran nilai mata uang rupiah dengan yen.
Muslim harus mengetahui jual beli yang diperbolehkan dalam syariat agar
harta yang dimiliki halah dan baik, seperti kita etahui jual beli adalah, suatu
aspek dalam muamalah dengan kaidah dasar semua boleh kecuali yang
dilarang.
Pertukaran uang dengan barang yang bisa kita kenal dengan jual beli
dapat dilakukan secara tunai atau dengan cara pembelian tangguh. Pertukaran
barang dengan barang, terlebih dahulu harus memperhatikan apakah barang
tersebut merupakan barang ribawi atau bukan. Untuk pertukaran barang ribawi
seperti emas dengan perak, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, dan pertukarannya agar sesuai
syariah harus dengn jumlah yang sama dan harus dari tangan ke tangan atau
tunai karena kelebihannya adalah riba. Untuk pertukaran mata uang berbeda
harus dilakukan secara tunai.
Dalam kaidah fikih dinyatakan bahwa, al-ashlu fi al-asya’ al-ibahah.
Kaidah ini menegaskan bahwa segala bentuk kemanfaatan menurut hukum
asalnya adalah diperbolehkan. Oleh karena itu, segala macam bentuk
muamalah yang bertujuan maupun mengakibatkan kemanfaatan
diperbolehkan, demikian halnya segala bentuk muamalah yang menyebabkan
atau mengakibatkan keburukan akan dilarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ruang lingkup akad murabahah ?
2. Bagaimana dasar hukum akad murabahah?
3. Bagaimana aplikasi akad murabahah dalam lembaga keuangan syariah?

1
4. Bagaimana aplikasi akad Murabahah Hybrid dalam lembaga keuangan
syariah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Akad Murabahah
1) Pengertian Akad Murabahah
Secara etimologis, murabahah berasal dari kata al-ribh (‫ )ال ِّربْح‬atau
al-rabh(‫ َّربَ ُح‬CC‫)ال‬ yang memiliki arti kelebihan atau pertambahan dalam
perdagangan (‫اء في التَّجْ ر‬CC‫ )النَّم‬. dengan kata lain, al-ribh tersebut dapat
diartikan sebagai keuntungan “keuntungan, laba, faeda”1.
Sedangkan menurut istilah murabahah adalah jual beli dengan
harga pokok dengan tambahan keuntungan. Dalam pengertian lain
murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati yang di dalamnya penjual
harus mengungkapkan biaya perolehan barang kepada pembeli.2
Murabahah adalah salah satu skim di perbankan syariah yang
paling diminati masyarakat. Dalam pembiayaan murabahah bank
menetapkan harga jual barang yaitu harga pokok perolehan barang
ditambah sejumlah margin keuntungan bank. Harga jual yang telah
disepakati di awal akad tidak boleh berubah selama jangka waktu
pembiayaan.
 Definisi murabahah menurut para ulama’:
a. Menurut ulama’ Hanafiyyah, yang dimaksud dengan murabahah ialah
“Mengalihkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad pertama
dengan harga pertama disertai tambahan sebagai keuntungan”.
b. Ulama Malikiyyah mengemukakan murabahah ialah “jual beli
dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan tambahan sebagai
keuntungan yang sama diketahui pihak yang berakad.
c. Sementara itu, ulama Syâfi’iyyaħ mendefinisikan murabahah itu
dengan:”Jual beli dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Cet. IV, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, hlm 463
2
Muhammad Yusuf, “Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Pesanan dan
Tanpa Pesanan serta Kesesuaian dengan PSAK 102”, BINUS BUSINESS REVIEW, Vol.4, No.1
Mei 2013, hlm. 15

3
dengannya, disertai dengan keuntungan yang didasarkan pada tiap
bagiannya”. Lebih lanjut, Imam Syafi’i berpendapat, jika seseorang
menujukkan suatu barang kepada orang lain dan berkata : ”belikan
barang seperti ini untukku dan aku akan memberi mu keuntungan
sekian”. Kemudian orang itu pun membelinya, maka jual beli ini
adalah sah. Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini (murabahah
yang dilakukan untuk pembelian secara pemesanan) dengan istilah al-
murabahah li al-amir bi asy-syira’3.
d. Menurut Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio,
mengatakan bahwa murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli jenis
ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Sedangkan menurut Zuhaily, transaksi murabahah adalah jual beli
dengan harga awal ditambah dengan keuntungan tertentu.
Dari rumusan para ulama definisi di atas, dapat dipahami bahwa
pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan
pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan
memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang
menjadi unsur utama jual beli murabahah itu adalah adanya kesepakatan
terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan dan disepakati dengan
memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran menjadi
syarat utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya. sehingga yang
menjadi karakteristik dari murabahah adalah penjual harus memberi tahu
pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Murabahah dalam konsep perbankan syariah merupakan jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dalam jual beli murabahah penjual atau bank harus memberitahukan
bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat

3
M. Syaf ’i’i Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani. hlm 102

4
keuntungan sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan murabahah pada
bank syariah maupun Baitul Mal Wa Tamwil dapat digunakan untuk
pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan
tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh
(jatuh tempo/angsuran). Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Dalam teknis perbankan syariah, akad ini merupakan salah satu
bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan
require rate of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh). Dalam daftar
istilah buku himpunan fatwa DSN (dewan Syariah Nasional) dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
2) Rukun dan Syarat Akad Murabahah
a. Rukun Murabahah
Sebagai bagian dari jual beli, maka pada dasarnya rukun dan syarat
jual beli murabahah juga sama dengan rukun dan syarat jual beli secara
umum. Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul
yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi
yang menempati kedudukan ijab dan qobul itu.
 Adapun untuk rukun akad murabahah itu sendiri:
a. Subjek akad (penjual dan pembeli
Penjual adalah pihak yang memiliki objek barang yang
akan diperjual belikan. Dalam transaksi melalui perbankan
syariah maka pihak penjual adalah bank syariah.
Pembeli merupakan pihak yang ingin memperoleh barang
yang diharapkan, dengan membayar sejumlah uang tertentu
kepada penjual. Pembeli dalam transaksi perbankan syariah
adalah nasabah.
b. Objek akad (harga dan barang)

5
Objek jual beli merupakan barang yang akan digunakan
sebagai objek transaksi jual beli. Sedangkan harga merupakan
harga yang disebutkan dengan jelas dan disepakati antara
penjual dan pembeli.
Walaupun demikian, ada rambu-rambu yang harus
diperhatikan juga, bahwa benda atau barang yeng menjadi
obyek akad mempunyai syaratsyarat yang harus dipenuhi
menurut hukum Islam, antara lain :
1. Suci, maka tidak sah penjualan terhadap benda-benda najis
seperti anjing babi, dan sebagainya yang termasuk dalam
kategori najis.
2. Manfaat menurut syara’, dari ketentuan ini, maka tidak
boleh jualbeli yang tidak diambil manfaatnya menurut
syara’.
3. Jangan ditaklikan, dalam hal apabila dikaitkan atau
digantungkan kepada hal-hal lain, seperti : ”Jika Bapakku
pergi, Ku jual kendaraan ini kepadamu”.
4. Tidak dibatasi waktu, dalam hal perkataan, ”saya jual
kendaraan ini kepada Tuan selama satu tahun”. Maka
penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah
satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi
ketentuan syara’.
5. Dapat dipindahtangankan/diserahkan, karena memang
dalam jualbeli, barang yang menjadi obyek akad harus
beralih kepemilikannya dari penjual ke pembeli. Cepat atau
pun lambatnya penyerahan, itu tergantung pada jarak atau
tempat diserahkannya barang tersebut.
6. Milik sendiri, tidak dihalalkan menjual barang milik orang
lain dengan tidak seizin dari pemilik barang tersebut. Sama
halnya juga terhadap barang-barang yang baru akan
menjadi miliknya.

6
7. Diketahui (dilihat), barang yang menjadi obyek jual beli
harus diketahui spesifikasinya seperti banyaknya
(kuantitas), ukurannya, modelnya, warnanya dan hal-hal
lain yang terkait. Maka tidak sah jual beli yang
menimbulkan keraguan salah satu pihak.4
c. Ijab dan qabul
Ijab dan qabul merupakan kesepakatan penyerahan
dan penerimaan barang yang diperjualbelikan.
b. Syarat Murabahah
a. Pihak yang berakad, harus ikhlas dan mampu untuk melakukan
transaksi jual beli.
b. Objek jual beli, barang yang diperjual belikan ada atau ada
kesanggupan bagi penjual untuk mengadakan barang tersebut,
milik sah penjual, berwujud dan merupakan barang halal. Objek
yang diperjualbelikan pun harus terhindar dari cacat namun apabila
cacat tersebut diketahui oleh nasabah dan disetujui maka proses
jual beli tetap sah.5
c. Harga, harga jual yang ditawarkan oleh bank merupakan harga beli
ditambah dengan margin keuntungan, harga jual tidak boleh
berubah selama masa perjanjian, sistem dan jangka waktu
pembayaran disepakati bersama antara penjual dan pembeli.
d. Tidak mengandung unsur paksaan, tipuan dan mudharat.
B. Dasar Hukum Akad Murabahah
1. Dasar Dalam Al-Qur’an
Murabahah jelas-jelas bagian dari jual-beli, dari jual beli secara
umum diperbolehkan, berdasarkan hal ini amaka sadar diperbolehkannya
jual beli murabahah berdasarkan ayat-ayat jual beli, diantara ayat-ayat
sebagai berikut:

4
Hendi Suhendi, fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, cet. Ke-1, 2002), hlm 71-
72.
5
Irma devita purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah,
dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Kaifa), hlm. 44

7
1. Surah al-Baqarah ayat 275
َ ‫أح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع‬
‫وح َّر َم ال َّربَا‬ َ ‫ َو‬....
.
Artimya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”
2. Surah an-Nisa ayat 29
ِ ‫يَااَيُّ َها الَّ ِذينَ َءا َمنُوا الَتَأْ ُكلُوا أَ ْموالَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْلبَا ِط ِل إِالَّ أَنْ تَ ُكونَ تِ َجا َرةُ عَنْ تَ َرا‬.
‫ض ِّم ْن ُك ْم‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyanyang
kepadamu”
Berdasarkan ayat diatas maka jual beli murabahah
diperbolehkan karena berlakunya ayat secara umum Allah berfirman :
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Allah
tidak berfirman “ Allah telah menghalalkan jual beeli saham, Allah
telah menghalalkan jual beli khiyar, Allah telah menghalalkan jual
beli khiyar”. Akan tetapi Allah berfirman secara umum yaitu
menghalalkan jual beli, kemudian ketika mengharamkan, Allah dsecar
khusus mengharamkan riba. Hal ini menunjukkan bahwa jual beli
yang dihalalkan jauh lebih banyak daripada jual beli yang
diharamkan.6
3. QS. Al-Baqarah: ayat 198

ْ َ‫اح تَ ْبتَ ُغوا ف‬


‫ضالً ِّمن َّربِّ ُك ْمو‬ َ َ‫ش َعلَ ْي ُك ْم ُجن‬
َ ‫لَ ْي‬....

Artinya: “tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil


perniagaan) dari Rabbmu”

6
Imam Mustofa, fiqih mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016) hlm 69

8
Berdasarkan ayat diatas, maka murabahah merupakan upaya mencari
rezki melalui jual beli.
2. Dasar dari As-Sunnah
a. HR. Ibnu Majah
َّ ‫ َو َخ ْلطُ بُ َّر بِال‬,‫ضة‬
‫ش ِع ْي ِر‬ َ ‫ وال ُمقَا َر‬,‫أج ِل‬ ً َ‫ ثَال‬:‫سلَّ ْم قَا َل‬
َ ‫ البَي ُع إلى‬:‫ث ِف ْي ِهنَّ البَ ْر َك ِة‬ َ ‫أَنَّ النَّبِي‬
َ ‫صل َّى هَّللا َعلَ ْي ِه َوالِ ِه َو‬
ِ ‫لِ ْلبَ ْي‬
‫ت‬
ِ َ‫الَ لِ ْلب‬
)‫ (روه ابن ماجه‬.‫يع‬
Rasulullah Saw bersabda : “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
barakah: jual beli yang memberi tempo, peminjaman. Dan campuran
gandum dengan jelai untuk dikonsumsi orang-orang rumah bukan
untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah)
b. HR. Abu Bakar: ketika Rasulullah SAW akan hijrah, Abu Bakar
membeli dua ekor keledai, lalu rasulullah berkata kepadanya “jual
kepada saya salah satunaya”, Abu Bakar menjawab: “Salah
satunyajadi milik anda tanpa ada kompensasi apapun”. Rasulullah
bersabda: “kalau tanpa ada harga saya tidak mau”.
3. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli (murabahah) diperbolehkan denagn
alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,
tanpa bantuan orang lain. Namun demikian bantuan atau barang milik
orang yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sejenis.
C. Aplikasi Murabahah dalam Keuangan Syariah
Dalam aplikasi Murabahah perbankan syariah, bank merupakan penjual
dan nasabah merupakan pembeli atau sebaliknya. Dalam hal bank menjadi
penjual dan nasabah menjadi pembeli, maka bank menyediakan barang yang
dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian
menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan
harga beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran dapat dilakukan

9
dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan
pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati.7

Keterangan:
1. Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana
transaksi jual beli yang akan dilaksanakan.
2. Atas dasar negosiasi yang dilaksanakan antara bank syariah dan
nasabah, maka bank syariah membeli barang dari suppliyer.
3. Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah dimana bank
syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
4. Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank
syariah.
5. Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen
kepemilikan barang tersebut.
6. Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan
pembayran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah adalah
dengan pembayaran angsuran.8
Akad murabahah yang ada pada perbankan syariah diaplikasikan dengan
beberapa skema diantarnya:

7
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Lathif, 2011) hlm 139
8
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Lathif, 2011) hlm 140

10
Keterangan:
1. Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana
transaksi jual beli yang akan dilaksanakan.
2. Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah dimana bank
syarih sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad ini
ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh
nasabah dan harga jual barang.
3. Atas dasar akad yang dilaksankan antara bank syariah dan nasabah,
maka bank syariah membeli barang dari supplier.
4. Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank
syariah.
5. Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen
kepemilikan barang tersebut.
6. Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan
pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah adalah
dengan pembayaran angsuran.
Aplikasi akad murabahah seperti skema diatas dilarang dalam islam,
karena bank sudah mengikat nasabah dengan akad jual beli sedangkan bank
belum membeli atau memiliki barang yang diminta atau dipesan oleh nasabah.
Dalam aplikasi ini juga bank telah melakukan akad jual beli kepada nasabah
sedangkan objek akad belum dimiliki oleh bank. Bank telah melakukan akad
atas sesuatu yang tidak nyata adanya pada saat akad, akad ini disebut bai’

11
ma’dum dalam islam. Bai’ ma’dum hukumnya haram karena mengandung
gharar dan bersifat spekulatif.9
Selain aplikasi murabahah diatas, terdapat aplikasi murabahah lainnya.
Murabhah yang dipraktikkan pada LKS dikenal dengan Murabahah li al-amri
bi al-syira, yaitu transaksi jual beli dimana seorang nasabah datang kepada
pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan
ia berjanji akan membeli komoditas/barang tersebut secara murabahah, yakni
sesuai harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat keuntungan yang
disepakati kedua pihak, dan nasabah akan melakukan pembayaran secara
cicilan berkala sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki

Keterangan:
1. Nasabah menyampaikan kebutuhan barang yang ia inginkan ke bank
dengan kriteria tertentu. Bank melakukan uji kelayakan nasabah, baik
secara dokumen maupun yang sifatnya penilaian kejujuran.
2. Bank mencarikan barang yang diinginkan nasabah, dan membelinya
dengan tunai.
3. Dealer mengirim produk ke bank dan tanggung jawab terhadap risiko
barang telah berpindah ke bank.
4. Nasabah melakukan transaksi dengan bank untuk membeli barang
yang telah dipesan secara kredit, dengan harga sesuai kesepakatan.
5. Bank menyerahkan barang itu, dan nasabah membayar cicilan kepada
bank.
9
Roifatus Syauqoti, Aplikasi Akad Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal Masharif
al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol.3, No.1, 2018

12
Mengenai kedudukan hukum praktik murabahah lil al-amri bi al-syira
ulama kontemporer berbeda pendapat. Ada yang memperbolehkan dan ada
juga yang mengakui keabsahannya atau kebolehannya. Menurut ulma yang
membolehkannya kembali pada hukum asal dari muamalah yaitu
diperbolehkan dan mubah kecuali ada ns shahih yang melarangnya. Selain
murabahaah lil al-amri bi al-syira pada realitanya bank syariah juga
mempraktekan murabahah bil wakalah, artinya bank memberikan wewenang
kepada nasabah untuk elakukn jual beli terhadap barang kebutuhan nasabah
dengan melakukan perjanjian wakalan, yang pada akhirnya nasabah hanya
menyerahkan kwitansi pembelian barang sebagai bukti bahwa murabahah yang
ditanda tangani akadnya bisa berjalan sesuai prosedur.10

Keterangan:
1. Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana
transaksi jual beli yang akan dilaksanakan.
2. a. Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah dimana bank
syariah sebgai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
b.Bank syariah mewakilkan kepada nasabah untuk membeli objek
murabahah (barang) atas nama bank, dengan terlebih dahulu
melakukan konfirmasi membeli kepada penjual.
3. Supplier mengirimkan barang kepada nasabah tas perintah bank
syariah.

10
Yenti Afrida, Analisis Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2016, hlm 162

13
4. Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen
kepemilikan barang tersebut.
5. Nasabah menyerahkan bukti pembelian barang kepada bank dan
melakukan pembayaran baik secara tunai maupun angsuran.
Praktik murabahah bil wakalah hukumnya mubah jika dilakukan dengan
konsep fiqih dimana bank bertindak sebagai penjual barang yang harganya
sudah jelas seperti pembelian mobil di dealer, kemudian untuk memudahan
nasabah dalam memilih karakteristik dari barang yang akan dibeli, maka bank
mewakilkan pembelian kepada nasabah. Maka dalam prakteknya bnk dan
nasabah tidak boleh melakukan akad murabahh dahulu tetapi hendaknya
melakukan akad wakalah terlebih dahulu agar barang yang dibeli menjadi milik
bank dan tidak langsung berpindah kepimilikan pada nasabah11
D. Aplikasi Akad Murabahah Hybrid dalam Lembaga Keuangan Syariah
Kata “hybrid” (Inggris), dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah
“hibrida” digunakan pertama kali sebagai istilah bagi hasil persilangan
(hibridisasi atau pembastaran) antara dua individu dengan geneotipe berbeda.
Kata “hibrida” dalam pengertian ini memiliki medan makna yang tumpang
tindih dengan “bastar”, atau dalam bahasa sehari-hari disebut blasterDalam
perkembangan lebih lanjut, kata ini digunakan dalam beberapa istilah teknis
dari disiplin ilmu yang berbeda:
1. Hibrida, yang mengacu pada jenis kultivar tanaman atau strain ternak
(lihat artikel varietas hibrida atau hibrida).
2. Hibrida, yang dipakai dalam bidang automotif (lihat artikel teknologi
hibrida [automotif]).
3. Hibrida, yang dipakai dalam bidang informatika.
4. Hibrida, untuk menunjukkan ragam kesenian yang merupakan
perpaduan dari dua atau lebih ragam kesenian standar (lihat artikel
kesenian hibrida).

11
Roifatus Syauqoti, Aplikasi Akad Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal Masharif
al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol.3, No.1, 2018

14
Oleh karena itu, hybrid contract dimaknai secara harfiyah sebagai kontrak
yang dibentuk oleh kontrak yang beragam. Sementara hybrid contract dalam
bahasa Indonesia disebut dengan istilah multiakad. Kata “multi” dalam bahasa
Indonesia berarti (1) banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; (2) berlipat ganda
(Tim Penyusun, 1996: 671). Dengan demikian, multiakad berarti akad ganda
atau akad yang banyak, lebih dari satu.
Sedangkan menurut istilah fikih, kata multiakad merupakan terjemahan
dari kata Arab yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda
(rangkap). Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk
jamak dari ‘aqd) dan al-murakkabah. Kata ‘aqd sudah dijelaskan secara
khusus pada bagian sebelumnya. Sedangkan kata al-murakkabamurakkab)
secara etimologi berarti al-jam’u, yakni mengumpulkan atau menghimpun
(Al-Tahânawi, tt.: 534). Kata murakkab sendiri berasal dari kata rakkaba-
yurakkibu-tarkiban yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu
yang lain sehingga menumpuk, ada yang di atas dan ada yang di bawah. (Al-
Fairûz, tt.: 117)
Nazîh Hammâd mendefinisikan al-’aqd al-murakkab adalah kesepakatan
dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau
lebih (seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh,
muzara'ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah, dan
seterusnya), sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun
tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang
sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat
hukum dari satu akad. Sementara Abdullâh al-‘Imrâni (2006: 46)
mendefinisikan al-’aqd al-murakkab adalah himpunan beberapa akad
kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad (baik secara gabungan maupun
secara timbal balik) sehingga seluruh hak dan kewajiban yang ditimbulkannya
dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad.
Selain istilah akad murakkab, ada beberapa istilah lain yang digunakan
ahli fikih yang memiliki hubungan, kemiripan, dan kesamaan dengan
pengertian akad murakkab. Istilah-istilah itu antara lain al-’uqûd al-

15
mujtami’ah, al-’uqûd al-muta’addidah, al-’uqûd al-mutakarrirah, al-’uqûd al-
mutadâkhilah, al-’uqûd al-mukhtalithah. Adapun jenis-jenis hybrid contract
atau multiakad, menurut Al-‘Imrani terbagi dalam lima macam, yaitu al-’uqûd
al-mutaqâbilah, al-’uqûd al-mujtami’ah, al-’uqûd al-mutanâqidhah wa al-
mutadhâdah wa al-mutanâfiyah, al-’uqûd al-mukhtalifah, al-’uqûd al-
mutajânisah. Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang pertama;
al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd al-mujtami’ah, adalah multiakad yang
umum dipakai. Berikut penjelasan dari lima macam multiakad tersebut.
1. Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’uqûd al-mutaqâbilah) Taqâbul
menurut bahasa berarti berhadapan. Al-’uqûd al-mutaqâbilah adalah multiakad
dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama, di mana kesempurnaan
akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua
Analisis Fiqh Muamalah tentang Hybrid Contract Model .Dalam hal
penamaan produknya, ketiganya menggunakan istilah yang berbeda tetapi
merepresentasikan produk pembiayaan (fungsi financing) bank syariah. Bank
Syariah Mandiri dengan nama produk “Griya BSM”, Bank Muamalat dengan
nama produk “KPR Muamalat iB” dan BNI Syariah dengan nama produk
“Griya iB Hasanah”.
Demikian pula dalam hal penggunaan akad yang digunakan ketiganya
menggunakan akad murâbahah. Hanya Bank Muamalat yang (juga)
menggunakan akad lain dalam produk ini yaitu akad al-ijârah wa al-
musyârakah (musyârakah mutanâqishah). Profit bank syariah yang dihasilkan
dari produk berbasis akad murâbahah adalah margin keuntungan. Profit bank
syariah yang dihasilkan dari produk berbasis akad al-ijârah wa al-musyârakah
adalah al-ujrah atau upah. Akad al-ijârah wa al-musyârakah (Bank Muamalat)
dalam produk PKR dari perspektif hybrid contract atau multiakad termasuk
al-’uqûd al-murakkabah al-mutajânisah (akad sejenis), di mana akad-akad
yang mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak mempengaruhi di
dalam hukum dan akibat hukumnya. Multiakad jenis ini dapat terdiri dari satu
jenis akad seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa jenis
seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Multiakad jenis ini dapat pula

16
terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang sama atau berbeda.
Demikian pula, pada akad murâbahah (ketiga bank syariah) dalam produk
PKR dari perspektif hybrid contract atau multiakad termasuk pula al-’uqûd al-
murakkabah al-mujtami’ah (akad terkumpul), meskipun tidak secara ekplisit
disebutkan.
Jika diteliti dari karakteristik produk PKR yang menggunakan akad al-
ijârah wa al-musyârakah, maka akan terlihat jelas akad yang saling
berdampingan secara eksplisit disebutkan yaitu akad al-ijârah dan akad al-
musyârakah, meskipun tidak beralih menjadi nama yang baru. Jika produk
PKR menggunakan akad murâbahah, maka setidaknya ada tiga akad sejenis
yang menyertai akad murâbahah, tetapi menyertai secara implisit dan tidak
disebutkan secara jelas, hanya saja karakteristik akad tersebut sangat kuat.
Akad tersebut adalah akad istishnâ’, akad salam, dan akad hawâlah. Jika
Pembiayaan Kepemilikan Rumah (PKR) berupa pembelian rumah jadi (dan
sejenisnya), maka akad salam menyertai akad murâbahah, karena objek
akadnya hanya tinggal menyerahkan saja. Sehingga dalam konteks ini, ada
sebutan salam paralel, di mana pemilik rumah jadi menjual kepada bank
syariah, kemudian bank syariah menjual kepada nasabah pembeli rumah.
Jika PKR berupa pembangunan atau renovasi rumah (sejenisnya), maka
akad istishnâ’ yang menyertai akad murâbahah, karena objek akadnya masih
harus diadakan (diwujudkan atau dibuat), setelah selesai, kemudian
diserahkan. Sehingga dalam konteks ini, ada sebutan istishnâ’ paralel, di mana
pengembang (pembuat rumah atau developer) membuatkan rumah untuk bank
syariah, kemudian setelah jadi, rumah tersebut dijual kepada nasabah yang
minta dibuatkan rumah. Berbeda lagi jika PKR berupa take over (alih kredit
atau pembiayaan), maka akad hawalah menyertai akad murâbahah, meskipun
dominasi akad menjadi akad hawâlah ketimbang akad murâbahah. Tetapi
muatannya adalah bank membeli rumah milik bank lain (kredit atau
pembiayaan pertama), kemudian dijual kembali kepada nasabah yang sama.12

12
Roifatus Syauqoti, Aplikasi Akad Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal Masharif
al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol.3, No.1, 2018

17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akad Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Sumber hukum yang diterapkan dalam akad Murabahah ini sudah
dijelaskan didalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma.diantara dalam sumber hukum
dijelaskan bahwa akad jual beli yang diperbolehkan merupakan akad pemesanan
suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai
pada sat kad dilaksanakan. Harga yang tidak boleh berubah sepanjng kad, kalau
terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan katau tidak membaayar
kaarena lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagaai dana
kebajikan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. Syaf ’i’i, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani.
Ismail, 2011 Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Lathif
Munawwir, Ahmad Warson, 1997, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia,
Cet. IV, Surabaya: Pustaka Progressif
Mustofa, Imam, 2016, fiqih mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali
Pers
Suhendi, Hendi, 2002, fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, cet. Ke-1
Afrida, Yenti, Analisis Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2016
Purnamasari, Irma devita, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-
Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Kaifa)
Syauqoti, Roifatus, Aplikasi Akad Murabahah pada Lembaga Keuangan
Syariah, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan
Syariah/Vol.3, No.1, 2018
Yusuf, Muhammad, “Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah
Berdasarkan Pesanan dan Tanpa Pesanan serta Kesesuaian dengan PSAK 102”,
BINUS BUSINESS REVIEW, Vol.4, No.1 Mei 2013

19

Anda mungkin juga menyukai